Rabu, 27 Januari 2010

Permainan Rakyat Kalbar

I. GASING
1. Asal Usul Permainan
Gasing adalah penamaan permainan yang diberikan oleh masyarakat di daerah Kalimantan Barat, khususnya di Kecamatan Selakau. Penamaan permainan ini bersumber dari peralatan pokok yang digunakan dalam bermain yaitu “Gasing”. Pada mulanya permainan Gasing dalam masyarakat yang ada di Kecamatan Selakau Kabupaten Sambas ini banyak dikaitkan dengan suatu unsur kepercayaan yang sifatnya animisme yaitu pada saat sebelum panen padi. Menurut anggapan masyarakat bahwa apabila permainan Gasing dimainkan sebelum panen padi, maka mengakibatkan padi akan berisi. Namun sekarang ini kepercayaan tersebut sudah mulai menghilang. Permainan Gasing biasanya dilakukan pada pagi dan sore hari sebagai pengisi waktu senggang. Permainan Gasing juga diikutsertakan dalam menyemarakkan hari-hari besar. Selain berfungsi sebagai permainan yang menimbulkan suasana gembira, permainan Gasing juga dapat menimbulkan ketegangan karena masing-masing pemain berusaha untuk memenangkan permainan.

2. Pemain-pemainnya
Para pemain dalam permainan Gasing umumnya dari jenis kelamin laki-laki yaitu anak-anak, remaja dan orang dewasa. Jumlah pemain minimal dua orang bahkan bisa dimainkan secara beregu. Sistem beregu biasa disebut “seraje” dan apabila hanya terdiri dari dua orang saja disebut “ganti alu”.

3. Peralatan/Perlengkapan Permainan
Gasing terbuat dari jenis kayu yang berkualitas baik. Kayu tersebut dibentuk agak bulat dengan garis tengah yang bervariasi. Kemudian bagian bawah agak lancip serta bagian atas dari gasing dibentuk dan diberi sedikit tonjolan untuk melilitkan tali. Tali ini terbuat dari kulit kayu yang dipintal seperti kulit kayu waru dan tamberan yang tidak mudah putus dengan panjang kurang lebih 2,5 meter.

4. Jalannya Permainan
Permainan Gasing ini umumnya di atas tanah datar dan keras. Pertama-tama Gasing dipegang atau digenggam dengan satu tangan kemudian tangan yang satunga memasangtali di atas kepala Gasing yang dibentuk sedemikian rupa sehingga terlihat sedikit ada tonjolan. Dari tonjolan inilah dimulai untuk melilitkan tali. Caranya adalah ujung tali dilekatkan pada tonjolan Gasing (kepala) kemudian ditekan dengan ibu jari yang menggenggam Gasing. Selanjutnya tali dililitkan kuat-kuat dan rapat sampai kira-kira seperempat atau setengah badan Gasing. Setelah itu ujung tali yang tersisa dibalutkan ke dalam tangan yang hendak melontarkan Gasing. Dengan demikian Gasing telah berpindah ketangan yang melilitkan tali sambil menggenggam Gasing kuat-kuat. Sewaktu akan melontarkan Gasing, tangan yang menggenggam Gasing di angkat ke atas melewati pundak sejajar dengan kepala pemain kemudian dilontarkan ke depan, dan pada saat Gasing hendak menyentuh tanah tali disentakkan maka Gasing akan berputar.
Di dalam permainan Gasing ini dikenal dua cara untuk bermain :
- Pangkak:
Pangkak adalah suatu bentuk permainan melontarkan Gasing dengan mengenai sasaran Gasing lawan. Sebelum bermain terlebih dahulu diadakan undian dengan melihat lamanya Gasing berputar. Bagi seseorang yang kalah dalam undian Gasing maka ia harus memasang terlebih dahulu Gasingnya. Caranya adalah Gasing yang kalah oleh pemiliknya dilontarkan ke dalam suatu lingkaran yang telah disediakan. Kemudian yang menang dalam undian melontarkan Gasing sekuat-kuatnya dengan sasaran Gasing lawan. Untuk mengeluarkan Gasing lawan dari suatu lingkaran diperlukan kekuatan dan keahlian seorang pemain.
- Uri
Uri adalah permainan yang menentukan lamanya Gasing berputar dengan cara Gasing dilontarkan sekuat-kuatnya ke depan kemudian Gasing yang telah berputar dicedok ke atas piring atau alat yang sejenisnya. Lontaran yang kuat dan ketepatan sentakan tali menentukan lamanya Gasing berputar. Sehubungan dengan lamanya Gasing berputar ditentukan pula oleh kualitas Gasing dan rapatnya tali yang dililitkan pada Gasing. Sebab kalo tidak demikian maka sewaktu Gasing dilontarkan tali yang dililitkan pada Gasing akan terlepas, istilahnya “bolos”, yang menyebabkan Gasing akan terlempar begitu saja tanpa berputar.

II. SUMPIT
1. Asal Usul Permainan
Sumpitan, sepet atau sumpit adalah sebuah senjata khas masyarakat dayak yang berdomisili di pulau Kalimantan dan merupakan karya adi luhung yang diciptakan oleh nenek moyang masyarakat Dayak dimana sampai saat ini masih serta tetap hidup dan dipakai sebagai senjata ataupun alat berburu.
Pada masyarakat Dayak khususnya Dayak Taman yang berdomisili di 7 (tujuh) kecamatan di kabupaten Kapuas Hulu, sumpitan adalah senjata yang pembuatannya merupakan keterampilan warisan turun temurun dari Tuhan YME, hal ini sebab dimana berdasarkan kepercayaan suku Taman yang penganut paham Polygenesis, bahwa pada saat manusia pertama diciptakan oleh Dewa Pencipta (Sampulo) ke dunia yaitu Bai’ Kunyanyi dan Piang Tina’, mereka diajarkan cara untuk hidup di dunia dengan baik yakni maniang Buat bagi wanita dan maniang Alat bagi pria, dan salah satu Alat yang diajarkan pembuatannya adalah sumpitan.

2. Pemain-pemainnya
Pemain-pemain sumpit adalah anak laki-laki

3. Peralatan/Perlengkapan Permainan
Sumpitan seperti yang telah ditulis di atas terdiri dari 3 (tiga) bagian yakni :
- Batang sumpitan
Batang sumpitan terbuat dari kayu berbentuk bulatan panjang dengan lubang di dalamnya dengan diameter kayu sekitar 3-3,5 cm serta diameter lubang 1-1,2 cm. kayu yang digunakan dari jenis terpilih seperti kayu Bunyau, Penyau’, Kebaca dan Tapang. Ukuran batang sumpitan bisanya disesuaikan dengan si empunya sumpitan itu sendiri yakni sepanjang satu depa sekitar 1,5-2 meter.
- Mata Tombak (bu’bulis)
Sedangkan Bu’bulis (terbuat dari besi baja, panjangnya 20-30 cm.
- Besi untuk pengintai sasaran (tajuk pitaa)
Tajuk pita terbuat dari besi dan diikatkan pada sisi berlawanan dengan mata tombak dan pada ujungnya menyembul sejajar dengan batang sumpit. Fungsinya sebagai patokan titik fokus sasaran yang akan dituju.

4. Jalannya Permainan
Para pemain akan memegang sumpit dengan jarak antara sasaran dan tempat berdirinya pemain minimal 5 meter dan maksimal 10 meter.

III. BOKAH
1. Asal Usul Permainan
Nama “Bokah” adalah nama yang diberikan oleh masyarakat suku Melayu di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat dan diambil dari bahasa suku Melayu daerah tersebut. Dari kata/istilah Bokah berarti “menyepak” tempurung dengan memutarkannya melalui dua belah kaki atau dengan kata lain dapatlah diartikan bahwa permainan Bokah ini adalah permainan tempurung.

2. Pemain-pemainnya
Karena sifat permainan banyak unsure pertandingan, maka paling sedikit dua orang jumlah pemainnya. Biasanya permainan ini dilakukan secara beregu atau berkelompok. Permainan ini pada umumnya dilakukan oleh anak laki-laki yang berumur antara tujuh sampai dengan 12 tahun dan anak perempuan boleh main asal ada kemauan dan mampu.

3. Peralatan/Perlengkapan Permainan
Alat utamanya sangat sederhana sekali hanya terdiri dari minimal empat buah tempurung kelapa. Sedangkan mengenai besar/bentuknya adalah separuh dari bulatan buah kelapa yang masih utuh setiap tempurung tadi.

4. Jalannya Permainan
Pada dasarnya sebelum dimulainya permainan perlu dipersiapkan terlebih dahulu yaitu, tempurung sebanyak empat buah (apabila permainan hanya dua orang) dan mempersiapkan letaknya tempurung.
Juga perlu dipersiapkan yaitu lapangan permainan yang biasanya di dekat halaman rumah dan tidak basah (becek) dengan ukuran minimal tujuh meter kali tujuh meter. Jarak antara tempurung 1 dengan tempurung 3 minimal tiga meter dan maksimal lima meter, sedangkan jarak antara tempurung 1 dengan tempurung 2 yaitu satu meter. Jarak tempurung 1 dengan tempurung 3 minimal tiga meter dan jarak maksimal lima meter, sedangkan jarak antara tempurung 1 dengan tempurung 2 yaitu satu meter.

IV. JAJAK SISIR
1. Asal Usul Permainan
Jajak Sisir adalah nama salah satu permainan rakyat dari suku Melayu di Kabupaten Sintang. Jajak Sisir merupakan bahasa Melayu Sintang, yang dalam bahasa Indonesia mempunyai arti menjual atau menjajakan sisir. Permainan ini tidak ada kaitannya dengan peristiwa-peristiwa sosial tertentu. Jajak Sisir dapat dilakukan pada setiap waktu oleh anak-anak dan hanya sebagai pengisi waktu dikala senggang. Permainan ini dapat dilakukan oleh semua kelompok social dalam masyarakat. Dalam penerapannya seringkali anak-anak mempergunakan istilah sendiri atau bahasa Indonesia, namun arti dan maknanya tetap sama.
Permainan ini bersifat ketangkasan yang berguna bagi kesehatan dan sebagai sarana pendidikan bagi anak-anak mengenai dunia perdagangan, maka permainan ini sejak dahulu sampai sekarang peranannya sebagai adu ketangkasan di samping sebagai latihan keterampilan dalam dunia perdagangan. Masyarakat menerima permainan ini untuk anak-anak dengan senang hati dan mengharapkan agar dapat dipelihara serta dilakukan oleh generasi selanjutnya.

2. Pemain-pemainnya
Permainan ini dapat dilakukan oleh minimal empat orang atau lebih. Semakin banyak anggotanya semakin mengasyikkan. Permainan ini dapat dilakukan oleh semua golongan umur, namun kebiasaannya yang memainkan adalah anak-anak sekitar umur 12 tahun. Jenis kelamin yang menjalankan permainan ini biasanya anak laki-laki, sebab permainan ini memerlukan ketangkasan, sehingga anak-anak perempuan biasanya kurang menyenanginya.

3. Peralatan/Perlengkapan Permainan
Di dalam permainan ini hanya menggunakan sepotong lidi atau kayu atau apa saja yang berfungsi sebagai sisir yang dijual. Permainan Jajak Sisir ini biasanya dilaksanakan di halaman rumah.

4. Iringan Permainan
Pada permainan Jajak Sisir tidak ada iringan bunyi-bunyian ataupun lagu, hanya didalam permainannya sendiri ada dialog antara penjual dan pembeli.

5. Jalannya Permainan
- Persiapan
Sebelum permainan ini dimulai sejumlah anak melakukan undian dengan “hom-pim-pah” untuk menentukan yang kalah menjadi penjaja sisir. Kemudian yang lain membuat barisan kebelakang, dengan salah satu atau yang terdepan sebagai pimpinan. Sedangkan yang lainnya dianggap sebagai kekayaan atau anggota dari pimpinan atau pembeli sisir.
- Pelaksanaan Permainan
Permainan ini dimulai dengan pembeli sisir dan anggota-anggotanya siap berbaris ke belakang, kemudian si penjual menjajakan sisirnya dan terjadilah dialog antara penjual dan pembeli.
Contoh :
Penjual (+) : Sisir, sisir. (sisir, sisir)
sapai mau meli. (siapa mau membeli)
Pembeli ( - ): Kamik mau meli, (kami mau membeli)
berepai rega. (berapa harganya)
(+) : Dua puluh limak. (dua puluh lima)
( - ): Tau kurang jom. (dapat kurang, tidak)
(+) : Jom tau. (tidak dapat)
Sisir yang ditawarkan tadi dilihat pembeli dan anggota-anggotanya dan akhirnya disimpan atau dibuang oleh anggota pembeli tersebut.
Kemudian pembeli berkata lagi,
( - ): Wah, sisir lesi. (wah, sisirnya hilang)
(+) : Tau digegek jom. (dapat dicari, tidak)
( - ): Tau. (dapat)
Pada saat itu penjual mencari barangnya/sisir yang dijual tadi, karena pada saat menyembunyikannya atau membuangnya si penjual tidak melihat, maka penjual akan berkata pada pembeli lagi :
(+) : Jom tau. (tidak dapat)
( - ): Tau diganti jom. (dapat diganti, tidak)
(+) : Tau. (dapat)
( - ): Ganti pakai apai. (ganti dengan apa)
(+) : Ganti manuk. (ganti ayam)
( - ): Pilih yang menai, mirah, itam, puteh. (pilih ayam yang mana, merah, hitam atau putih)
(+) : Manuk yang puteh. (ayam yang putih)
Di dalam memilih ayam sebagai ganti warnanya ditentukan oleh pakaian yang dipakai oleh anggota si pembeli atau berdasarkan nomor urut yang dimulai dari pembeli setelah itu si penjual mengejar ayam yang dipilihnya., sebagai ganti sisir yang hilang, namun si pembeli juga berusaha juga untuk menghalangi usaha si penjual ini dan anggota juga berusaha menghindari dari kejaran si penjual.
Apabila ayam yang dikehendaki si penjual dapat ditangkap, maka anggota atau ayam tadi menggantikan si penjual sisir dan si penjual menjadi anggota si pembeli. Sedangkan kalau tidak dapat menangkap, maka permainan diulang kembali atau ganti penjual sisirnya.

V. LUNCUR-LUNCURAN
1. Asal Usul Permainan
Daerah Kalimantan Barat yang terkenal dengan daerah rawa pada umumnya, menyebabkan kehidupan manusia disibukkan dengan masalah air. Baik transportasi, mata pencaharian sebagian besar mempergunakan jasa air. Demikian juga halnya dengan Kabupaten Sintang, yang bahkan dibelah tiga oleh sungai Kapuas dan sungai Melawi. Hal ini menyebabkan penduduk sekitarnya sudah terbiasa bermain dalam air. Antara lain adalah permainan yang dilakukan oleh penduduk di sekitar kedua sungai tersebut yaitu “Luncur-luncuran”.
Luncur-luncuran merupakan salah satu nama permainan meluncur di tebing sungai pada masyarakat suku Melayu Sintang. Luncur-luncuran dikenal oleh masyarakat suku Melayu di Sintang, sudah sejak nenek moyang mereka. Istilah “Luncur-luncuran” mempunyai arti meluncur dari atas tebing sungai, baik dengan alat ataupun tidak. Permainan ini adalah permainan asli penduduk Melayu Sintang, disebabkan karena penduduk ini kebanyakan bertempat tinggal di tepi sungai yang tebingnya dalam.
Permainan ini biasanya dilakukan pada musim kemarau. Dimana pada musim kemarau itu air sungai Kapuas dan sungai Melawi yang melewati kota Sintang sedang surut, sehingga sungai yang dalam itu akhirnya akan menjadi tebing yang tinggi pada musim kemarau tersebut. Permainan ini tidak mempunyai hubungan atau sangkut paut dengan suatu peristiwa sosial tertentu.

2. Pemain-pemainnya
Permainan ini yang mempunyai sifat olah raga dan ketangkasan tidak ditentukan jumlah pemainnya. Permainan ini dapat dilakukan perorangan atau berkelompok. Kebanyakan Luncur-luncuran ini dilakukan oleh anak laki-laki sampai dengan umur 15 tahun. Permainan ini hanya dilakukan oleh anak laki-laki, karena permainan ini mengandung resiko dan tidak disenangi oleh anak-anak wanita.

3. Peralatan/Perlengkapan Permainan
Permainan ini menggunakan alat-alat antara lain: Gayung/Ember untuk mengguyur tanah tebing agar licin dan papan yang dipakai untuk meluncur.

4. Jalannya Permainan
- Persiapan
Sebelum permainan ini dimulai, para pemain mengambil air dari sungai dengan gayung atau ember untuk diguyur pada tanah tebing yang curam. Dengan papan atau kakinya mereka membuat tebing yang diguyur air tersebut diratakan agar licin. Setelah licin baru permainan itu sendiri dilakukan.
- Pelaksanaan Permainan
Luncur-luncuran dengan papan ini, lebih sulit dalam hal mempertahankan keseimbangan di atas papan. Meluncur dengan papan ini, pemain dapat berdiri di atas papan atau dapat duduk di atas papan tersebut. Setelah sampai di air, pemain berusaha meluncur di atas air tersebut dengan papannya. Kalau hal itu berhasil maka, pemain tersebut dianggap yang terpandai atau menang.

VI. MAIN GALAH
1. Asal Usul Permainan
Main Galah adalah nama yang diberikan oleh penduduk suku Daya Mualang di Daerah Kabupaten Sanggau. Kata “Galah” dalam bahasa Indonesia dapat diartikan dengan Kayu. Biasanya kayu yang disebut Galah ini dipergunakan untuk menyolok buah-buahan. Menurut bahasa suku Daya Mualang, kata Galah ini yaitu Bambu panjang. Galah yang dipergunakan di sini sebenarnya hanya berfungsi sebagai alat untuk membatasi saja antara manusia dan hantu. Karena dalam permainan ini ada yang berperan sebagai Manusia dan satu orang berperan sebagai hantu. Dimana Hantu ini berusaha mencari atau mengambil salah seorang Manusia. Sedangkan Manusia berusaha menghindari pengambilan Hantu tadi. Sang Hantu pada saat mengambil anggota Manusia, tidak boleh melewati batas tadi yang berupa Galah. Sehingga permainan ini oleh penduduk suku Daya Mualang dinamakan Main Galah.
Pelaksanaan permainan Galah dapat dilakukan kapan saja. Permainan ini dimainkan oleh peserta pemain pada waktu mereka istirahat, biasanya sore hari. Lamanya permainan ini tidak ada batasnya, tergantung kehendak pemain. Bila akan berhenti maka diadakan perundingan secara bersama diantara seluruh pemain untuk mendapatkan persetujuan bahwa permainan ini harus diakhiri.

2. Pemain-pemainnya
Jumlah pemain dari permainan ini tidak ada batasnya. Hanya ada batas minimalnya, adalah sejumlah tiga orang. Adanya batas minimal tiga orang, karena bila dilihat peranan yang ada dalam pelaksanaan permainan ini, yaitu ada tiga peran. Peran pertama sebagai hantu, peran kedua sebagai pemimpin manusia dan peran ke tiga sebagai anggota manusia biasa.
Usia dari para pemain itu berkisar antara 8 sampai 12 tahun. Anak yang berusia di bawah delapan tahun dianggap kurang mampu, terutama dari segi fisik mereka. Permainan ini dapat dilakukan baik anak wanita maupun anak pria. Anak pria dapat bermain bersama-sama dengan anak wanita asal ada persetujuan dua belah pihak.

3. Peralatan/Perlengkapan Permainan
Sesuai dengan nama permainannya, yaitu Main Galah maka alat yang digunakan adalah Galah. Adapu Galah tersebut terdiri dari sebatang bambu bergaris tengah antara lima sampai dengan sepuluh centi meter. Panjangnya bamboo tergantung dari banyaknya jumlah pemain. Semakin banyak jumlah pemain maka semakin panjang pulalah ukuran bamboo. Rata-rata satu orang menempati 0,5 meter dari bamboo.

4. Jalannya Permainan
Pada tahap persiapan para pemain menentukan lokasi untuk bermain. Dicarilah tanah lapang berukuran sekitar sepuluh kali sepuluh meter yang kering serta mempersiapkan galah sebagai alat untuk bermain.
Kemudian para pemain berdiri membentuk lingkaran untuk mencabut undian. Alat yang digunakan untuk undian adalah potongan-potongan rumput sebanyak jumlah pemain.
Potongan rumput harus sama panjang kecuali satu yang agak pendek. Semua potongan rumput tadi dimasukkan dalam tempat yang tertutup seperti topi atau kaleng bekas, kemudian digoncang-goncang oleh salah seorang peserta. Setelah itu semua peserta mengambil potongan rumput di dalam kaleng tadi satu persatu. Seorang pemain hanya boleh mengambil satu potongan rumput. Siapa yang dapat rumput dari potongan terpendek, maka dialah yang menjadi hantu. Sedangkan yang lain menjadi manusia. Kelompok manusia ini harus pula memilih pemimpin mereka. Pemilihan pemimpin dilaksanakan secara mufakat dan biasanya jatuh kepada anggota pemain yang dianggap bijaksana walaupun fisiknya tidak begitu kuat. Tugas pemimpin adalah memimpin teman-temannya menghadapi hantu terutama mengadakan dialog dengan hantu dan juga menentukan siapa dari anggota manusia yang melanggar peraturan.
Peraturan permainan ini adalah, bagi anggota manusia apabila keadaan anggotanya dapat dipegang oleh hantu dan apabila dia berada dalam radius lebih satu meter dari Galah maka yang bersangkutan menjadi hantu, sedangkan bagi hantu apabila dia dapat memegang anggota badan dari salah seorang manusia tapi kakinya menginjak galah, maka pegangan atau sentuhan tadi tidak sah atau batal.
Tahap berikutnya adalah manusia berdiri berbaris menghadap kepada hantu. Pemimpin manusia berdiri paling depan. Hantu berdiri berhadapan dengan pemimpin di luar galah. Pada waktu manusia berdiri berbaris, galah harus diletakkan di tanah dan berada diantara ke dua belah kaki semua pemain.
Selanjutnya pemimpin memeriksa dan menanyakan kepada anggotanya sudah siap atau belum. Oleh anggota akan dijawab “sudah” apabila mereka sudah siap, dijawab “belum” apabila belum siap. Apabila anggota sudah mengatakan “siap”, maka selanjutnya pemimpin memberitahukan kepada hantu bahwa “kami sudah siap”.
Jarak antara pemimpin dengan hantu sewaktu berdiri berhadapan adalah kira-kira dua meter, agar pada waktu permulaan pengejaran tidak dapat disentuh tubuhnya oleh hantu. Manusia berlari secepatnya agar jangan sampai disentuh oleh hantu. Misalnya hantu berada atau akan berlari di sebelah kiri galah, maka manusia harus berusaha berada di sebelah kanan galah. Begitulah sebaliknya bila hantu berada di sebelah kanan galah maka manusia secepatnya berada disebelah kiri galah.
Perpindahan manusia dari kiri ke kanan galah atau dari kanan ke kiri galah boleh melangkahi galah. Tetapi hantu berpindah dari kiri ke kanan atau sebaliknya dari kanan ke kiri tidak boleh melangkahi galah. Jadi hantu harus lewat dari bagian luar ke dua ujung galah.
Siapa yang dapat dipegang/disentuh tubuhnya oleh hantu atau anggota manusia berada di luar radius satu meter dari galah maka yang bersangkutan menjadi hantu, sedangkan hantu berubah menjadi manusia. Apabila terjadi pertukaran hantu menjadi manusia, maka permainan berhenti sejenak untuk memilih pemimpin manusia dan mempersiapkan permainan lagi. Setelah itu anggota manusia berbaris seperti yang dijelaskan di atas tadi dengan pempinan paling depan yang berhadapan dengan hantu. Kalau semua manusia sudah siap, maka hantupun berusaha menyentuh bagian tubuh dari manusia.
Demikianlah permainan ini berlangsung terus menerus sehingga selesai permainan. Mungkin saja ada beberapa anak tidak pernah menjadi hantu selama berlangsungnya permainan.

VII. LOGOK
1. Asal Usul Permainan
Istilah Logok tidak diketahui berasal dari bahasa mana, karena tidak ada keterangan menganai hal ini.
Logok adalah salah satu permainan yang bersifat kompetitif dan edukatif. Bersifat kompetitif karena permainan ini mengandung unsur-unsur kalah atau menang, dan bersifat edukatif karena permainan ini dapat mendidik jiwa sportif dalam diri anak, berkenaan dengan ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi. Disamping itu juga permainan ini dapat melatih daya berpikir anak untuk memperhitungkan taktik (siasat) permainannya dalam mencari kemenangan.
Permainan Logok ini sama dengan main “Lobang Satu” yang terdapat di daerah Kecamatan Sei Kunyit Kabupaten Sambas, hanya saja penggunaan istilah dalam permainannya sedikit berbeda misal istilah game disebut “tabung”, istilah “gambol” disebut “makan” dan lain sebagainya.

2. Pemain-pemainnya
Pemain terdiri dari anak-anak umur kurang lebih enam tahun sampai dengan dua belas tahun, laki-laki atau perempuan. Jumlah pemain paling sedikit 3 orang dan jumlah maksimal tidak dibatasi.

3. Peralatan/Perlengkapan Permainan
Alat yang dipakai untuk bermain adalah kelereng (istilah daerah “guli”), buah gurah (buah dari sejenis tumbuh-tumbuhan yang hidup di daerah pesisir buah getah dan buah apa saja yang dapat menggelinding dengan baik, asalkan besarnya kurang lebih sebesar buah kelereng.
Setiap pemain memilih salah satu buah permainan yang paling baik, yang akan dipakai menjadi “gacu” (buah andalan) dalam permainan tersebut. Perlu diperhatikan disini bahwa buah permainan yang dipakai haruslah sejenis. Jadi kalau buah kelereng yang dipakai, haruslah semuanya memakai kelereng.
Main Logok ini memerlukan tempat untuk bermain. Arena bermain biasanya di halaman rumah, atau dapat juga dimainkan di mana saja asal tanahnya datar dan tidak berumput. Untuk memberikan keleluasaan dalam bermain sebaiknya ukuran arena tidak boleh kecil dari 4 meter kali 8 meter.

4. Jalannya Permainan
- Persiapan Permainan
Sebelum permainan dimulai terlebih dahulu arena tempat bermain perlu dipersiapkan. Setiap pemain sudah siap dengan “gacu”nya masing-masing yang akan dipakainya sebagai alat untuk membidik gacu lawan.
Setelah siap semuanya, pemain menentukan berapa “gem” (asal kata bahasa Inggris = game) yang akan diambil sebagai batas permainan. Istilah “gem” ini memang dipakai dalam permainan ini. (kalau di daerah Kabupaten Sambas istilahnya “tabung”). Seseoarng dinyatakan telah gem apabila dia telah dapat mengumpulkan angka (= point) yang sudah disepakati bersama, misal : 10 : 25, atau berapa saja.
- Teknis Permainan
Ada beberapa teknis permainan yang harus dikuasai oleh setiap pemain, yaitu :
Melempar Gacu, maksud dari melempar gacu adalah untuk menentukan giliran main (giliran mengumpulkan point/angka). Melempar gacu ini dilakukan dari garis batas pelemparan kea rah lobang logok dengan kaki depan tidak boleh melewati garis batas. “Gacu” diletakkan di atas kuku jari tengah (tangan kanan) dan ditekan oleh ibu jarinya.
Jari tengah ini dapat diumpamakan semacam tali busur pada panah, untuk memberikan tekanan kepada buah gacu agar dapat meluncur kea rah sasaran yang sudah ditentukan, yaitu lobang logok. Siapa yang lemparan gacunya paling dekat dengan lobang atau dapat memasuki lobang, maka dialah yang paling dahulu memperoleh kesempatan mengumpulkan angka (kesempatan jalan).
Teknis Mengumpulkan Angka, setiap gacu yang dapat dimasukkan ke lobang dihitung satu angka oleh karena itu, setiap pemain berusaha untuk dapat memasukkan gacunya ke lobang. Untuk ini setiap pemain harus memiliki kepandaian untuk membidik dengan tepat. Agar teknis memasukkan gacu ke lobang dapat berlangsung dengan mulus, maka si pemain terlebih dahulu harus memperhitungkan betul-betul apakah dia adapat melakukannya dengan baik. Apabila diperkirakannya ada gacu lawan yang membahayakan kedudukannya, maka dia boleh menghantam/memukul gacu lawan terlebih dahulu (hanya sekali pukul saja), kemudian baru memasukkan gacunya ke lobang, kalau masuk berarti angka satu untuknya. Sesudah itu dia diharuskan kembali memukul gacu lawan dari lobang (sekali pukul juga) dan apabila kena dapat diteruskannya dengan memasukkan gacunya ke lobang lagi. Kalau seandainyawaktu menghantam gacu lawan atau waktu memasukkan gacunya ke lobang gagal, maka giliran jalan akan digantikan oleh pemain lain.
Teknik Membidik, dalam hal membidik terdapat 2 hal, yaitu teknis “jentik” dan “kilan”. Teknis jentik dapat dilakukan dengan cara meletakkan gacu diantara ibu jari dan belakang kuku jari tengah/telunjuk jari kanan kemudian telunjuk jari kiri menekan gacu tersebut. Sedangkan ujung jari kelingking sebelah kiri ditekankan pada tempat bekas gacu berada, dan jari-jari tangan kanan yang tidak berfungsi direnggangkan sedemikian rupa. Setelah sikap ini siap, maka bidikkanlah gacu tersebut ke arah sasaran (lobang atau ke gacu lawan) secara jitu. Jentik ini biasa dilakukan untuk pukulan jarak dekat.
Sedangkan yang dimaksud dengan “kilan”, adalah apabila gacu dibidikkan dengan cara menekankan gacu antara ruas ujung jari tengah dan telunjuk tangan kiri. Posisi jari-jari tangan kanan dikilankan pada tempat bekas gacu berada. Jari tengah tangan kanan berfungsi seperti tali busur dan tangan kanan berfungsi seperti busur pada waktu akan membidikkan anak apanah. Setelah sikap ini siap maka gacu segera dibidikkan pada sasaran. “Kilan” biasa dilakukan pada pukulan jarak jauh.
Gambul, istilah “gambul” ini terjadi apabila bidikan pemain mengenai gacu lawan. Apabila terjadi gambul dan gacu lawan measuk ke lobang, maka si pembidik berkewajiban untuk mengeluarkan gacu tersebut, sebelum dia diperkenankan untuk mengumpulkan angka kembali. Kalau ternyata usaha itu gagal, maka jalannya diberikan pada pemain lain, dengan cara memberikan kesempatan terhadap pemain tersebut terlebih dahulu memasukkan gacunya ke lobang (point satu untuknya kalau gacu itu masuk), kemudian memukul gacu yang ada di lobang itu keluar. Kalau gagal, kesempatan jalan diberikan pada pemain berikutnya. Kalau seandainya tidak satupun pemain dapat mengeluarkan gacu tadi dari lobang, maka si empunyalah sendiri akan mengeluarkannya (apabila giliran “jalan” sudah sampai kepadanya) dan angka masuk dihitung satu.
Pemenang, urutan pemenang ditentukan oleh urutan pemain dalam mencapai gem sesuai dengan jumlah yang sudah disepakati. Apabila pemain yang belum gem tinggal dua orang, maka mereka harus melanjutkan permainan sampai salah satu mencapai gem.
Pemain yang kalah mencatat berapa angka yang baru dikumpulkannya. Apabila angka yang terkumpul baru 22, sedangkan jumlah angka gem 25, maka dia harus mencukupi angka gem tersebut dengan jalan memberikan kesempatan pada pemain yang menang (istilah daerah “mengumpan”) untuk “memangkak” guli. Adapun yang dimaksud dengan memangkak adalah memukul gacu lawan dengan gacunya sendiri dalam posisi berdiri. Untuk setiap pemain yang menang diberikan kesempatan memangkak dua kali setiap periode pengumpulan angka akan dimulai.
Setelah semua lawan diberikan kesempatan memangkak, maka si kalah baru boleh memasukkan gacunya ke lobang, kalau masuk berarti satu angka tambahan, sesudah itu ia harus mengumpankan lagi gulinya dan si pemenang akan memangkaknya lagi dan seterusnya sampai angka gem dapat terkumpul.

VIII. SEPAK BELEG
1. Asal Usul Permainan
Sepak Beleg merupakan nama yang diberikan oleh penduduk suku Melayu di Daerah Kabupaten Sanggau. Beleg adalah kaleng yang sudah kosong atau kaleng bekas. Dengan demikian Sepak Beleg dapat diartikan permainan menyepak kaleng kosong. Biasanya Sepak Beleg ini dimainkan pada waktu sore hari sebelum menjelang waktu maghrib. Permainan ini memerlukan kekuatan fisik terutama otot kaki untuk berlari. Permainan ini juga memerlukan kejujuran baik dari “pencari” dan yang “dicari”.

2. Pemain-pemainnya
Jumlah pemain Sepak Beleg tidak ada ketentuan batasnya. Biasanya jumlah pemainnya 10 sampai 15 orang. Pada umumnya usia dari peserta pemain adalah enam sampai duabelas tahun. Baik wanita maupun pria dapat bermain Sepak Beleg ini hanya ada semacam pengelompokan anak wanita bermain dengan anak wanita dan pria dengan anak pria. Pengelompokan ini hanya didasarkan pada kekuatan fisik saja. Karena dianggap anak perempuan lebih lemah dibandingkan dengan anak pria, jadi kurang baik jika bermain bersama-sama. Tetapi dapat saja anak perempuan ikut bermain dengan kelompok anak pria atau sebaliknya asalkan ada kesepakatan dari anggota pemainnya.

3. Peralatan/Perlengkapan Permainan
Permainan Sepak Beleg menggunakan alat berupa sebuah kaleng yang sudah kosong dan biasanya kaleng bekas. Ukuran dari kaleng tadi tidaklah ada ketentuan. Biasanya dipakai kaleng bekas susu. Hanya yang harus diperhatikan ialah kaleng itu harus dapat mengeluarkan suara yang sangat lantang apabila disepak. Untuk itu biasanya kaleng tadi diisi dengan batu-batu kerikil, supaya bila disepak dapat berbunyi dengan keras.
Fungsi dari bunyi kaleng tadi ialah sebagai tanda bahwa kaleng itu disepak atau berada di luar lingkaran dan dapat pula berfungsi sebagai pemberitahuan bahwa salah seorang yang bersembunyi sudah didapati oleh penunggu kaleng.

4. Jalannya Permainan
Arena di mana dilaksanakannya permainan ini biasanya di halaman rumah atau tanah lapang yang agak kering.
Sebelum berlangsungnya permainan, terlebih dahulu para pemain membuat lingkaran di tengah-tengah lapangan atau halaman. Garis tengahnya adalah sepanjang 0,5 meter. Kegunaan lingkaran itu adalah untuk meletakkan beleg dan sebagai pusat di dalam pelaksanaan permainan. Setelah lingkaran dibuat dan beleg diletakkan di dalamnya, maka diadakan undian. Siapa yang kalah (hanya satu oaring) sebagai penunggu beleg. Penunggu beleg sebenarnya berfungsi sebagai pencari sedangkan yang menang dalam undian tadi adalah berfungsi sebagai yang dicari.
Bila dusah didapati siapa sebagai penunggu beleg, maka semua peserta pemain mengelilingi lingkaran yang dibuat tadi dengan sikap kaki untuk berlari. Salah satu anggota yang menang undian menyepak beleg sejauh-jauhnya. Penunggu beleg mengambil beleg yang disimpan tadi untuk dimasukkan kembali dalam lingkaran. Pada saat penunggu beleg mengambil beleg inilah pemain yang lain berlari untuk mengambil tempat persembunyian sebelum penunggu beleg dapat meletakkan kembali beleg ke dalam lingkaran. Andaikata penjaga beleg sudah meletakkan beleg tadi dalam lingkaran, ternyata ada dari pemain yang sembunyi ternyata kelihatan oleh si penjaga beleg, maka si penjaga beleg dapat menyebut namanya dari peserta yang masih kelihatan. Pemain yang sudah disebutkan namanya ini tidak boleh sembunyi lagi dan harus berdiri dekat lingkaran.
Pada saat setiap menyebutkan nama pemain yang sembunyi tadi harus diiringi pula dengan membunyikan beleg. Bila beleg tidak dibunyikan, maka penyebutan nama yang sembunyi tidak sah atau batal.
Untuk membunyikan beleg ini bukan saja hak dari penjaga beleg tapi juga hak semua pemain. Misalnya penjaga beleg dapat menyebutkan salah satu atau beberapa yang sembunyi, maka baik yang disebutkan namanya tadi atau peserta lain dapat berlomba dengan penjaga beleg menuju lingkaran untuk membunyikan beleg. Bila dalam perlombaan ini ternyata salah satu yang sembunyi tiba terlebih dahulu dekat beleg, mereka menyepak beleg tadi sejauh-jauhnya, maka tidak sahlah nama pemain yang sudah disebutkan tadi. Tetapi apabila penjaga beleg terlebih dahulu dapat membunyikan beleg, maka yang sudah disebutkan namanya tadi harus berdiri dekat lingkaran tidak boleg sembunyi lagi.
Hanya pada saat beleg disepak ke luar, maka semua peserta yang berlomba berlari menyembunyikan atau menyepak beleg tadi kecuali penjaga beleg, maka harus cepat-cepat sembunyi lagi sebelum beleg dapat dimasukkan kembali dalam lingkaran. Malah yang sudah disebutkan namanyapun atau yang sudah dapat dicaripun dapat sembunyi lagi. Hal semacam ini merupakan pertolongan bagi yang sudah dapat dicari.
Memang dalam permainan ini ada istilah tolong-menolong antara yang sudah disebutkan namanya dengan yang masih sembunyi. Pertolongan ini dilakukan dengan misalnya, penjaga beleg dalam keadaan lengah atau jauh meninggalkan beleg, maka oleh salah satu yang masih sembunyi berlari sekuat-kuatnya menuju lingkaran untuk menyepak beleg. Bila beleg sudah dapat disepak semua peserta yang sudah dapat disebutklan namanya secepatnya sembunyi lagi sebelum beleg dimasukkan kembali ke dalam lingkaran oleh penjaga beleg. Namun dapat saja pembantu atau penolong ini tidak dapat menyepak beleg karena didahului dipegang atau disembunyikan oleh penjaga beleg. Dengan demikian penolong tadi dapat saja menjadi semacam “orang tahanan” yang tidak boleh sembunyi lagi seperti temannya yang lain yang sudah disebutkan namanya.
Penggantian penjaga beleg dapat terjadi apabila semua yang semua yang sembunyi dapat semua dicari oleh penjaga beleg atau dengan kata lain sudah keluar semua persembunyiannya. Untuk menentukan siapa penjaga beleg berikutnya, maka diadakan undian sedangkan yang sudah menjadi penjaga beleg tadi diberikan keistimewaan untuk tidak ikut undian.
Biasanya penggantian penjaga beleg ini dapat terjadi dalam waktu yang lama dan dapat pula secara cepat. Lama apabila misalnya setelah beberapa orang keluar atau dapat dicari dari tempat persembunyian akan tetapi ditolong oleh yang belum dapat dicari. Maka yang sudah disebutkan namanya ini sembunyi lagi. Demikianlah proses ini terjadi berulang kali sehingga memakan waktu yang lama. Malah mungkin sampai usainyapermainan ini penjaga beleg tidak diganti-ganti hanya satu orang saja.
Biasanya anak yang tidak diganti-ganti menjaga beleg ini suatu pertanda bahwa anak itu tidak begitu akrab dengan yang dicari. Andaikata penjaga beleg tadi merupakan anak yang akrab dengan yang sembunyi, maka biasanya secara otomaris yang sembunyi akan keluar dengan sendirinya dari tempat persembunyiannya. Dengan demikian proses penggantian penjaga beleg akan cepat sekali.


IX. TELOK PENYOK
1. Asal Usul Permainan
Istilah “Telok Penyok” berasal dari bahasa Melayu, yang artinya sama dengan telur penyu. Konsep permainan ini berasal dari cerita seekor induk penyu yang berjuang mati-matian untuk mempertahankan telur-telurnya dari pencuri-pencuri yang jahat yang suka makan telurnya. Permainan ini bersifat edukatif, yang menggambarkan bagaimana cinta dan tanggung jawab seorang ibu terhadap naka-anaknya (keturunannya). Disamping itu permainan ini bersifat rekreatif, yang dpat menggugah kegembiraan bermain.
Permainan ini berasal dari daerah Kecamatan Sei Kunyit Kabupaten Pontianak, dimana masyarakat setempat sudah menganggap permainan ini sebagai permainan asli daerah mereka.

2. Pemain-pemainnya
Pemain terdiri dari anak-anak berumur antara kurang lebih enam tahun sampai dengan lima belas tahun. Permainan ini boleh dimainkan oleh anak laki-laki atau perempuan. Jumlah pemain biasanya dilakukan sekitar tiga sampai dengan sepuluh pemain.

3. Peralatan/Perlengkapan Permainan
- Seutas tali (tali apa saja sepanjang kurang lebih dua atau tiga meter.
- Sejumlah benda apa saja yang dapat diumpamakan sebagai telur, seperti buah pinang, bola-bola plastic, potongan-potongan kayu persegi, buah getah dan sebagainya. Mengenai jumlah telur yang disediakan terserah pada pemain. Tentu saja makin banyak jumlah telurnya makin baik, karena dengan demikian jalan permainan akan bertambah lama.
- Sepotong kayu apa saja (persegi atau bulat) sepanjang setengah meter, dengan garis tengah kurang lebih 2,5 cm. Kegunaan kayu ini adalah untuk tempat mengikatkan tali, yang mana sebelumnya kayu ini dipatokkan terlebih dahulu ke dalam tanah.
-
4. Jalannya Permainan
- Persiapan permainan
Terlebih dahulu dicari tempat untuk bermain. Setelah itu tancapkan/patokkan kayu yang telah disediakan ke dalam tanah sekuat mungkin sehingga tidak mudah dicabut. Ikatkan tali kuat-kuat pada patok tersebut. Telur penyu dengan jumlah yang sudah disetujui, diletakkan dekat tiang tonggak tadi. Kemudian untuk menentukan siapa yang jadi induk penyu, terlebih dahulu diadakan “sut” (istilah daerah “om-pim-pah”, apabila jumlahnya lebih dari dua, dan apabila berdua disebut “om-pin-sut”). Bagi pemain yang kalah dalam sut, dialah yang akan menjadi induk penyu. Sedangkan pemain yang lain akan menjadi si pencuri telur.
Teknis Permainan
Induk penyu memegang ujung tali yang sudah diikatkan pada patok tadi. Induk penyu berjaga-jaga di sekitar telurnya, tanpa diperkenankan untuk melepas tali yang dipegangnya.
Si pencuri bersiap-siap untuk mencuri telur dan berusaha untuk mencari kesempatan pada saat induk penyu lengah. Dalam hal ini pemain berusaha untuk membuat tipuan-tipuan terhadap induk penyu agar perhatiannya terarah pada salah satu pemain, sehingga pencuri lainnya mempunyai kesempatan untuk mengambil telur penyu tersebut. Dalam mengejar pencuri, gerak induk penyu dibatasi panjang tali yang dipegangnya, sehingga tidak mudak baginya untuk menangkap sang pencuri.
Apabila salah satu pencuri dapat mengambil telur-telur tersebut maka telur tersebut akan dikumpulkannya terlebih dahulu. Setiap pencuri masing-masing akan mengumpulkan telur curiannya sampai telur yang tersedia habis. Setelah telur-telur itu habis tercuri, untuk memberikan kesempatan pada si pencuri menyembunyikan hasil curiannya di tempat yang paling sulit untuk diketemukan.
Namun perlu diingat bahwa tempat menyembunyikan telur tersebut tidaklah boleh keluar dari batas yang sudah ditentukan. Apabila saat-saat penyembunyian telur selesai, maka berikan tanda bagi induk penyu agar segera melaksanakan tugas pencariannya. Jika telur yang disembunyikan ketemu, maka si pencurinya harus menyerahkan diri. Apabila seluruh telur sudah ketemu, maka pencuri yang hasil curiannya paling dulu diketemukan akan menggantikan peranan induk penyu. Kalau seandainya si induk penyu tidak berhasil untuk mendapatkan telur-telurnya kembali dan dia menyerah kalah, maka kejar-mengejar pencuri akan dimulai lagi seperti semula.
Apabila kejar-mengejar pencuri sedang berlangsung, si induk penyu dapat menangkap pencurinya, maka peranan induk pentu segera digantikan si pencuri, sedangkan telur-telur yang sudah sempat dicuri dikembalikan lagi, dan permainan dimulai lagi dengan induk penyu baru.
- Pelaksanaan Permainan
Pemain terdiri dari lima orang anak, yaitu si A, B, C, D, dan si E. setelah dilakukan “sut” ternyata si A kalah dan dia harus jadi induk penyu. Telur yang disediakan ada 20 butir. Begitu permainan dinyatakan dimulai, begitu pencuri mulai beraksi untuk mengadakan pencurian, sehingga terjadilah kejar mengejar pencuri. Waktu si A mengejar si B, si C berhasil mencuri telur si A sebanyak lima butir, si D sebanyak sepuluh butir. Ketika si A balik mengejar si E, si B berhasil mencuri lima butir lagi, sehingga habislah semua telur dicuri.
Permainan dilangsungkan dengan periode penyembunyian telur. Si A menutup matanya dengan ke dua tangannya untuk memberikan kesempatan pada pencuri-pencuri untuk menyembunyikan hasil curiannya masing-masing. Si A akan menghitung sampai sepuluh dan pada hitung ke sepuluh dia akan membuka matanya dan segere mulai mencari telur-telur yang disembunyikan. Ketemu dan ternyata telur disembunyikan si C. kemudian dapat lagi telur yang disembunyikan si D dan si B.
Permainan dilanjutkan kembali dengan induk penyu baru yaitu si C. Kejar mengejar mulai lagi. Si A dapat mencuri telur sebanyak tiga butir dan si B enam butir, namun ketika si E baru mulai beraksi dia tertangkap. Induk penyu harus diganti dengan si E dan telur-telur yang telah dicuri dikembalikan lagi dan permainan dimulai seperti semula, dan demikianlah seterusnya.







DAFTAR PUSTAKA

Drs. Musni Umberan, M.S.Ed, dkk.,1996, Pembinaan Nilai Budaya Melalui Permainan Rakyat Di Daerah Kalimantan Barat, BKSNT : Pontianak

YC, Thambun Anyang, SH, dkk., 1982, Permainan Rakyat Daerah Kalimantan Barat, Depdikbud Dir. Jarahnitra Kalimantan Barat

Razali., 2006, Mengenal Permainan Gasing Kalimantan Barat, Makalah.

Eugene Yohanes Palaunsoeka., 2006, Sumpitan : Sebuah Warisan Tak Ternilai Dari Leluhur, BKSNT : Pontianak.

Tidak ada komentar: