Sabtu, 05 Februari 2011

Makam Sultan Suriansyah Banjarmasin


Komplek Makam Sultan Suriansyah
By. M.Natsir.
• Komplek Makam Sultan Suriansyah adalah sebuah kompleks pemakaman yang terletak di Kelurahan Kuin Utara, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin.Sultan Suriansyah merupakan raja Kerajaan Banjar pertama yang memeluk agama Islam. Sewaktu kecil namanya adalah Raden Samudera, setelah diangkat menjadi raja namanya menjadi Pangeran Samudera dan setelah memeluk Islam namanya menjadi Sultan Suriansyah. Gelar lainnya adalah Panembahan atau Susuhunan Batu Habang.
• Sejarah pemugaran Komplek Makam Sultan Suriansyah
Studi kelayakan dalam rangka pemugaran dilakukan oleh sebuah tim yang dipimpin Drs. Machi Suhadi dengan biaya dari Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Kalimantan Selatan 1982/1983.Kegiatan Pemugaran Pemugaran situs dimulai tahun 1984/1985. Sasaran pokonya ialah memugar makam-makam kuno dan pentrasiran pondasi batu bata,Pemugaran makam kuno terurai atas kegiatan: memperkuat pagar bagian bawah dengan slof beton, membersihkan dan membetulkan letak nisan makam, memperkuat dan merapikan letak marmer makam, memperbaiki ukira-ukiran yang rusak dan mengembalikan cat makam seperti warna semula.Kegiatan pentrasiran menampakan adanya dua kelompok susunan batu bata/tanggul dengan warna yang berbeda. Kelompok tanggul dengan batu bata merah merupakan pengaman bagi kestabilan makam Sultan Suriansyah dan Ratu, makam Khatib Dayan, makam Patih Masih, makam Patih Kuin, Makam hulubaklang raja dan lain-lain. Kelompok tanggul ini terdapat pada bagian barat dengan ukuran 17 x 17 meter.Kelompok tanggul dengan batu bata putih merupakan pengaman bagi kestabilan makam Sultan Rahmatullah dan Makam Sultan Hidayatullah. Kelompok tanggul ini terdapat di bagian timur dengan ukuran 17 x 17 meter. Pada bagian timur sisi selatan ditemukan susunan tanggul batu bata putih yang diberi hiasan/ukiran.
Pemugaran situs tahun 1985/1986 diarahkan pada kegiatan penyusunan kembali batu bata tanggul dan membangun cungkup yang baru menggantikan cungkup lama yang didirikan pada tahun 1985.
• Tokoh-Tokoh yang dimakamkan
Sultan Suriansyah, berasal dari keturunan raja-raja Kerajaan Negara Daha. Ia merupakan Raja Banjar pertama yang memeluk Islam, dan sejak beliaulah agama Islam berkembang resmi dan pesat di Kalimantan Selatan. Untuk pelaksanaan dan penyiaran agama Islam beliau membangun sebuah masjid yang dikenal sebagai Masjid Sultan Suriansyah yang merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan. Menurut sarjana Belanda J.C. Noorlander bahwa berdasarkan nisan makam, maka umur kuburan dapat dihitung sejak lebih kurang tahun 1550, berarti Sultan Suriansyah meninggal pada tahun 1550, sehingga itu dianggap sebagai masa akhir pemerintahannya. Ia bergelar Susuhunan Batu Habang. Menurut M. Idwar Saleh bahwa masa pemerintahan Sultan Suriansyah berlangsung sekitar tahun 1526-1550. Sehubungan dengan hal ini juga dapat menetapkan bahwa hari jadi kota Banjarmasin jatuh pada tanggal 24 September 1526.
Ratu Intan Sari atau Puteri Galuh adalah ibu kandung Sultan Suriansyah. Ketika itu Raden Samudera baru berumur 7 tahun dengan tiada diketahui ayahnya Raden Manteri Jaya menghilang, maka tinggallah Raden Samudera bersama ibunya. Pada masa itu Maharaja Sukarama, raja Negara Daha berwasiat agar Raden Samudera sebagai penggantinya ketika ia mangkat. Tatkala itu pula Raden Samudera menjadi terancam keselamatannya, berhubung kedua pamannya tidak mau menerima wasiat, yaitu Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Tumenggung, karena kedua orang ini sebenarnya kemenakan Sukarama. Ratu Intan Sari khawatir, lalu Raden Samudera dilarikan ke Banjar Masih dan akhirnya dipelihara oleh Patih Masih dan Patih Kuin. Setelah sekitar 14 tahun kemudian mereka mengangkatnya menjadi raja (berdirinya kerajaan Banjar Masih/Banjarmasin). Ratu Intan Sari meninggal pada awal abad ke-16.
Sultan Rahmatullah, putera Sultan Suriansyah, beliau raja Banjar ke-2 yang bergelar Susuhunan Batu Putih. Masa pemerintahannya tahun 1550-1570. Sultan Hidayatullah, raja Banjar ke-3, cucu Sultan Suriansyah. Ia bergelar Susuhunan Batu Irang. Masa pemerintahannya tahun 1570-1595. Ia senang memperdalam syiar agama Islam. Pembangunan masjid dan langgar (surau) telah banyak didirikan dan berkembang pesat hingga ke pelosok perkampungan. Khatib Dayan. Pada tahun 1521 datanglah seorang tokoh ulama besar dari Kerajaan Demak bernama Khatib Dayan ke Banjar Masih untuk mengislamkan Raden Samudera beserta sejumlah kerabat istana, sesuai dengan janji semasa pertentangan antara Kerajaan Negara Daha dengan Kerajaan Banjar Masih. Khatib Dayan merupakan keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon, Jawa Barat. Ia menyampaikan syiar-syiar Islam dengan kitab pegangan Surat Layang Kalimah Sada di dalam bahasa Jawa. Ia seorang ulama dan pahlawan yang telah mengembangkan dan menyebarkan agama Islam di Kerajaan Banjar sampai akhir hayatnya.
Patih Kuin adalah adik kandung Patih Masih. Ia memimpin di daerah Kuin. Ketika itu ia telah menemukan Raden Samudera dan memeliharanya sebagai anak angkat. Pada masa beliau keadaan negerinya aman dan makmur serta hubungan dengan Jawa sangat akrab dan baik. Ia meninggal pada awal abad ke-16. Patih Masih adalah seorang pemimpin orang-orang Melayu yang sangat bijaksana, berani dan sakti. Ia memimpin di daerah Banjar Masih secara turun temurun. Ia keturunan Patih Simbar Laut yang menjabat Sang Panimba Segara, salah satu anggota Manteri Ampat. Ia meninggal sekitar awal abad ke-16.
Senopati Antakusuma adalah cucu Sultan Suriansyah. Ia seorang panglima perang di Kerajaan Banjar dan sangat pemberani yang diberi gelar Hulubalang Kerajaan. Ia meninggal pada awal abad ke-16. Syekh Abdul Malik atau Haji Batu merupakan seorang ulama besar di Kerajaan Banjar pada masa pemerintahan Sultan Rahmatullah. Ia meninggal pada tahun 1640. Haji Sa'anah berasal dari keturunan Kerajaan Brunei Darussalam. Ia menikah dengan Datu Buna cucu Kiai Marta Sura, seorang menteri di Kerajaan Banjar. Semasa hidupnya Wan Sa'anah senang mengaji Al-Qur'an dan mengajarkan tentang keislaman seperti ilmu tauhid dan sebagainya. Ia meninggal pada tahun 1825.
Pangeran Ahmad merupakan seorang senopati Kerajaan Banjar di masa Sultan Rahmatullah, yang diberi tugas sebagai punggawa atau pengatur hulubalang jaga. Ia sangat disayangi raja dan dipercaya. Ia meninggal pada tahun 1630.
Pangeran Muhammad, adalah adik kandung Pangeran Ahmad, juga sebagai senopati Kearton di masa Sultan Hidayatullah I. Ia meninggal pada tahun 1645.
Sayyid Ahmad Iderus, adalah seorang ulama dari Mekkah yang datang ke Kerajaan Banjar bersama-sama Haji Batu (Syekh Abdul Malik). Ia menyampaikan syiar-syiar agama Islam dan berdakwah di tiap-tiap masjid dan langgar (surau). Ia meninggal pada tahun 1681.
Gusti Muhammad Arsyad putera dari Pangeran Muhammad Said. Ia meneruskan perjuangan kakeknya Pangeran Pangeran Antasari melawan penjajah Belanda. Ia kena tipu Belanda, hingga diasingkan ke Cianjur beserta anak buahnya, setelah meletus perang dunia, ia dipulangkan ke Banjarmasin. Ia meninggal pada thaun 1938.
Kiai Datu Bukasim merupakan seorang menteri di Kerajaan Banjar. Ia keturunan Kiai Marta Sura, yang menjabat Sang Panimba Segara (salah satu jabatan menteri). Ia meninggal pada tahun 1681. Anak Tionghoa Muslim. Pada permulaan abad ke-18, seorang Tionghoa datang berdagang ke Banjarmasin. Ia berdiam di Kuin Cerucuk dan masuk Islam sebagai muallaf. Tatkala itu anaknya bermain-main di tepi sungai, hingga jatuh terbawa arus sampai ke Ujung Panti. Atas mufakat tetua di daerah Kuin, mayat anak itu dimakamkan di dalam komplek makam Sultan Suriansyah.

Adat Tepung Tawar Melayu Sambas

Tepung Tawar

By.Erma
Editor.M.Natsir

Adat dan upacara adat yang disebut Tepung Tawar merupakan salah satu bentuk adat dari sekian banyak bentuk adat berserta upacaranya, yang sejak ratusan tahun silam telah di kenal dan diapresiasi cukup baik oleh masyarakat Melayu Sambas. Tepung Tawar mulai dikenal masyarakat Malayu Sambas, belum di dapatkan data yang jelas. Namun bila disimak dari pelaksanaan upacaranya, acara tepung tawar ini mulai sejalan dangan mulai pesatnya ajaran agama Islam yang di sebarkan ke daerah ini oleh para mubaliq, baik yang datang dari Arab, Sumatera, Malaysia, Thailand (patani), dan pulau-pulau lainnya.
Upacara adapt Tepung Tawar terdapat juga pada masyarakat didaera Melayu Pontianak, Mempawah, Ngabang, Ketapang, Sintang, Sanggau dan Kapuas Hulu. Fungsi dan tujuan Tepung Tawar senantiasa menunjukkan persamaan, apabila terdapat perbedaan, kemungkinan dalam sebutan atau dialok bahasa setempat.
Kata Tepung Tawar kalau ditinjau dari bahasa Indonesia terdiri dari kata Tepung dan kata Tawar yang bermakna tepung yang rasanya tawar dan tidak asin. Memang salah satu perlengkapan Tepung Tawar terdiri dari tepung beras tersebut. Tetapi didalam bahasa Melayu Sambas kata ”tawar” mendekati kata “jampi” atau “mantra” bukan lawan kata asin “air tawar” bermakna air yang telah di jampi atau dibacakan doa oleh tetua-tetua kampong.



A. Tepung Tawar

Acara dan upacara Tepung Tawar olah masyarakat Melayu Sambas dilakukan dlam berbagai kegiatan. Pada umumnya meliputi siklus daur) kehidupan manusia,artinya Tepung tawar dilakukan pada saat pelaksanaan perkawinan, saat si Ibu melahirkan anak pertamanya. Dan pada saat sebuah keluarga mendapat musibah meninggal dunia. Pada masa-masa tertentu. Yaitu terjadinya kejadian atau pristiwa sangat penting dalam masyarakat Melayu Sambas juga dilakukan acara Tepung Tawar. Contoh beberapa kejadian atau pristiwa penting secara singkat diuraikan sebagai berikut.

1. Pada pelaksanaan perkawinan, Tepung Tawar dilakukan terhadap kedua pengantin, yang dilakukan pada hari ketiga setelah hari pesta kawin. Setelah Tepung Tawar dilaksanakan, dilanjutkan dengan acara adat “mandi bululus” dan acara “balik tikar”

2. Calon ibu yang kehamilan pertamanya memasuki usia tujuh bulan dan usia sembilan bulan, melakukan Tepung Tawar tujuh bulan. Tepung Tawar sembilan bulan (disebut juga”Tepung Tawar”atau “Belenggang”) ketika sang bayi berusia 40 hari dilakukan pada acara Tepung Tawar bayi dan kedua suami-istri.

3. Bila ada keluarga yang menempati rumah baru (pindah rumah maka di lakukan pula acara Tepung Tawar)

4. Tepung Tawar dilaksanakan juga bila ada anak laki-laki yang akan dikhitan.

5. demikian juga keluarga yang salah seorang anggota keluarganya meninggal, pada hari-hari tertentu setelah hari penguburan akan dilaksanakan acara Tepung Tawar bagi keluarga yang ditinggalkan.

Maksud dan fungsi mengadakan acara Tepung Tawar ini adalah untuk memohon keselamatan dan terhindar dari sesuatu yang tidak diinginkan, yang tentunya di tunjukkan krpada Allah Swt. Yang menciptakan manusia dan alam raya. Inilah barang kali tujuan pokok, disamping adanya tujuan lain yang tersirat dari upacara Tepung Tawar tersebut. Pada akhir dari acara Tepung Tawar senantiasa dipanjatkan doa selamat oleh tokoh dan tua-tua kampong.

B. Pelaksanaan Tepung Tawar

Manjelang pelaksanaan Tepung Tawar, diperlukan persiapan, perlengkapan, tenaga pelaksanaan, dan lain-lain. Berikut ini uraian secara ringkas hal-hal yang harus ada dan dipersiapkan dalam ritual Tepung Tawar tersebut.
1. Waktu pelaksanaan tepung tawar umumnya pada baiyi atau pada sing hari, bertempat dirumah atau orang yang hajatan. (bersangkutan)

2. Pelaksanaannya terdiri antara lain :
a. Satu buah mangkok putih tempat tepung beras yang telah di hancurkan dengan air tolak bala, yaitu segelas air putih yang di bacakan doa tolak bala. Selain untuk menghancurkan tepung beras, air tawar tolak bala digunakan juga untuk diminum atau untuk disiramkan di kepala yang ditepung tawari.

b. Beberapa helai daun lenjuang ungu, daun mentibar (disebut daun ntibar), dan beberapa helai daun ribu-ribu.

c. Sebentuk cincin emas atau perak, terutama pada tepung tawar mandi belulus pengantin. Cincing tersebut diikatkan pada anyaman daun kelapa muda.

d. Beras kuning secukupnya.

e. Sebuah talam kecil tempat meletakkan mangkuk.

Orang di minta untuk melaksanakan Tepung Tawar disebut “Tukang Pappas”. Pelaksanaan di sebut “mappas”. Tukang Pappas ini biasanya orang-orang tua di kampung, keluarga tua terdekat, dan lain-lain. Jumlah tukang pappas selamanya ganjil, misalnya 3,5 atau 7 orang. Jumlah ganjil ini memang telah ditentukan adat. Kalau dilakukan laki-laki atau perempuan maka jumlahnya di atur, misalnya kalau lima orang, dibagi 3 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Kalau Pemappas sebanyak 7 orang dapat di bagi lima laki-laki, dua orang perempuan atau 3 orang perempuan dan empat orang laki-laki, dan seterusnya. Tiga jenis daun tersebut di atas diikat dijadikan satu berikut cincin, diletakkan disamping mangkuk berisi air tupung beras. Beras kuning dimasukkan kedalam gelas kecil, diletakkan di samping mangkuk.
Setelah sesuatu lengkap dan maka acara Tepung Tawar dilaksanakan. Untuk pelaksanaan penulis mengambil contoh acara Tepung Tawar pindah rumah baru. Acara ini biasanya dilaksanakan pada hari jumat pagi. Pada malam jumat biasanya dilakukan pembacaan surat yasin oleh para tamu. Pada saat selesai membaca surat yasin dan doa maka tamu di sungguhi jamuan berupa nasi, kue-kue sop kimlo, besok paginya tetamu yang hadir tersebut di manta untuk hadir pula sekitar pukul 5.30 WIB atau pukul enam pagi.
Keluarga yang pindah rumah duduk dilantai beralaskan tikar. Sang ibu di samping bapak, di kiri atau kanan duduk anak-anak mereka . Posisi duduk dengan melonjorkan kedua kaki ke depan. Busana yang di pakai bebas, rapi, dan bersih. Kopiah yang di pakai di tanggalkan dan kedua tangan di atas lutut dengan tapak tangan terbuka.
Setelah siap maka tibalah orang pertama Tukang Pappas melaksanakan tugasnya. Mangkuk berisi air tepung beras dipegang dengan tangan kiri, yangan kanan memengan ikatan daun lenjuang ,ntibar, daun ribu-ribu. Ikatan daun dicelupkan kedalam mangkuk, kemudian dengan perlahan-lahan dipukul-pukulkan ke bahu kanan dan kiri si Bapak, kemudian dipukulkan pada kedua tapak tangan, setelah itu, pada kedua kaki. Hal yang sama dilakukan juga kepada si Ibu, anak tertua, dan anak berikut sehingga selesai.
Setelah memappas maka si Bapak, Ibi, dan anak-anak ditaburi beras kuning pada kepalanya. Setelah selesai tukang pappas pertama, dilanjutkan oleh Tukang Pappas kedua, dilanjutkan oleh Tukang Pappas ketiga, keempat, dan seterusnya sesuai dengan jumlah pemappasan yang telah ditentukan.
Tukang Pappas terakhir sedikit berbeda dengan Tukang Pappas sebelumnya. Pappasan terakhir, setelah melakukan pappasan seperti Pemappasan terdahulu, Pemappasan terakhir harus pyla memappas bagian-bagian rumah yang dipindahi, yaitu memeppas keempat sudut (tiag sudut) rumah, dimulai dari sudut kanan luar rumah, kemudian menuju ke belakang rumah. Setelah selesai, daun (ikatan daun) dan air tepung tawar dibuang ketempat khusus di belakang rumah.
Keluarga yang ditepung tawari diberi minum air tolak bala kemudian mandi. Suguhan jamuan pada pagi ituselalu berupa kue-kue sebanyak 5 sampai 8 macam. Diadatkan pula untuk tetep menyuguhkan kue apam beras, ketupat ketan, dan bertih yang diberi gulla merah. Minumannya selalu manis seperti kopi atau kopi susu.
Secara garis besar dan umum dilakukan adalah seperti acara Tepung Tawar pindah rumah baru. Pada acara Tepung Tawar pengantin mandi belullus acara tambahan adalah meniup Tawar yang diletakkan di dalam “dulapan” berisi beras, padi, gula pasir, kelapa, dan lain-lain. Lilin sebanyak 5 sampai 7 buah ditiupkan secara bersamaan oleh kedua pengantin. Setelah itu di lanjutkan dengan mandi bersama yang dilakukan siraman oleh beberapa “tukang siram” dari para tetamu yang di undang.
Pada acara ini salah seorang penyiram melakukan sesuatu yang tidak diduga sebelumnya. Setelah ia melakukan siraman satu atau dua kali, Siraman ketiga bukan ditujukan kepada kedua pengantin tetapi diarahkan dan ditujukan kepada tetamuyang menyaksikan. Tentu saja tetamu yang terkena siraman iar basah kuyup dan ia pun secara spontan mengambil gayung dan menyiram tetamu yang belum terkena siraman. Suasana menjadi ramai dan tawa berkepanjangan.
Selesai acara mandi-mandi ini, dilanjutkan dengan lagi acara “balik tikar” dengan tata cara tertentu pula. Tepung Tawar pengantin jamuan yang di hidangkan biasanya berdentuk makan nasi “bersaprah” (makan beregu).
Pada Tepung Tawar kehamilan pertama berusia tujuh bulan yang ditepung tawari adalah si Ibu yang hamil. Pada acara Tepung Tawar kehamilan berusia atau memasuki usia sembilan bulan, Tepung Tawar ini disebut “Belenggang atau Tepung Tawar Minyak”. Sebelum ditepung tawari cara biasa, si Ibu berbaring diatas tempat tidur ber Alaskan kain batik. Seorang bidan (dukun beranak) yang telah di “tampah” lama sebelumnya mengurut-urut perut si Ibu. Selesai urutan pertama, kain batik pertama diambil demikian dilakukan sampai ketujuh kain ditarik dari alas si Ibu.
Pada saat itu, adapt Tepung Tawar Belenggang sudah jarang dilakukan. Tepung Tawar setelah si bayi berusia empat puluh hari yang kemudian dilanjutkan dengan acara “injak bumi” juga agak jarang dilakukan. Hal ini tidak dilakukan lagi mungkin disebabkan banyaknya perlrngkapan yang diperlukan, misalnya tanah yang akan diinjak si bayi haruslah tanah yang di ambil dimekah, saat orang naik haji.

C. Adat Tepung Tawar ke Depan

Bentuk aspek seni budaya dapat hilang atau mati karena kehilamhan fungsinya dalam masyarakat pendukung. Hilangnya fingsi tersebut karena factor internal dan eksternal, factor ekternal karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup membawa pengaruh dalam budaya lokal sehingga terjadi gesekan dan benturan yang berdampak negative, seperti perubahan nilai-nilai, pola piker dan pola tingkah laku dalam hidup bermasyarakat dan budaya.



A.Muin Ikram. 2004. Adat Istiadat Perkawinan Melayu Sanbas. Naskah.
Sambas : MABM Sambas.

Aghimsa. Tt. Adat Kawin Melayu Sambas. Pontianak: Yayasan Penulis 66.

Musik Dayak

Musik Dayak
By. Fitria Astuti
Editor.M.Natsir

Memahami tradisi musikal dalam budaya Dayak ibarat menyelam ke sebuah danau untuk melihat kehidupan didalamnya. Hampir mustahil melihatnya tanpa beryentuhan dengan unsur-unsur budaya lain, dan hampir mustahil juga untuk memahaminya tanpa hidup dalam nafas keseharian mereka. Musik dalam tradisi Dayak sulit dipisahkan dari kesenian lain, terutama seni tari. Bersama dengan ritus tertentu, semua itu saling berkaitan dan berhubungan erat satu sama lain.Dewasa ini banyak aspek penting dari musik tradisional Dayak telah hilang, mengalami perubahan atau pergeseran karena berbagai faktor. Aspek-aspek tersebut terutama menyangkut nilai, tujuan, latar belakang dan sifat dasar penampilan.Ada beberapa bagian dari musik tradisional yang kurang diperhatikan orang, misalnya alat-alat gong. Alat ini dan alat-alat musik tradisional Dayak yang lain mungkin telah menyimpan nada-nada masa lalu yang merupakan bagian dari jiwa tradisional musikal tersebut, walaupun kemungkinan perubahan karena faktor usia alat sangat besar. Melalui alat-alat tersebut dan seni vokal dan seni tutur yang dinyanyikan, nada-nada (tangga nada) diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Selain untuk sifat dan tujuan penghadirannya, pemahaman akan hal-hal sangat penting, mengingat ‘jiwa’ musik tradisional terwujud dan menjadi ciri khas dari tujuan, sifat musik dan unsur musikalnya.
Dalam pewarisan tersebut, berbagai perubahan, pergaulan, pengaruh dan penyesuai tradisional terjadi, sampai menjadi bentuk tradisional yang dikenal sekarang ini. Kehidupan masyarakat Dayak tak terlepas dari pengaruh dan pergaulan dengan kelompok-kelompok budaya lain, baik masa jayanya kerajaan-kerajaan di nusantara, kolonialisasi bangsa-bangsa barat, maupun masa kemerdekaan. Pengaruh lain dari penerimaan ajaran resmi, kesadaran akan arti pendidikan bagi generasi muda, dan kehadiran perusahaan-perusahaan besar, telah membuat kebudayaan Dayak semakin kerap mengalami ‘ujian’.
Tulisan ini lebih merupakan deskripsi untuk memahami musik Dayak sebagai suatu tradisi dan kondisi umumnya pada saat ini. Dalam pembicaraan ini lebih sering diulas bentuk, istilah dan contoh budaya musik Dayak dari daerah Ketapang yang telah beberapa kali saya teliti.Walaupun tidak banyak hasil penelitian ilmiah yang dipublikasikan tentang musik tradisional Dayak, terutama mengenai ciri-cirinya, saya membandingkan juga beberapa tulusan-tulisan yang berhasil saya kumpulkan selama hampir empat puluh tahun belakangan ini. Dengan memiliki pemahaman yang baik dan benar diharapkan musik yang khas dan kaya ini dapat dikembangkan sebagai salah satu ciri kebudayaan Dayak.Musik tradisional Dayak merupakan salah satu aspek dari kebudayaan Dayak yang memiliki bentuk dan ciri-ciri khas pada tiap kelompok. Walaupun demikian, pada setiap semua kelompok ada ciri-ciri dasar yang sama atau mirip, bahkan dengan musik kelompok masyarakat tradisional lain di Asia Tenggara.
Tradisi berladang tampaknya menjadi semacam pusat yang menentukan tradisi musik Dayak. Walaupun tidak semua kegiatan atau ungkapan musik ditujukan kepada kegiatan berladang, namun ada tradisi tertentu yang membuat ikatan tak terlepas antara kegiatan musik tersebut dengan perladangan. Kegiatan musik tradisional kebanyakan menjadi bagian dari suatu upacara, yang memerlukan biaya dari hasil ladang. Upacara-upacara besar yang banyak memerlukan biaya biasanya diselenggarakan setelah panen ladang. Didaerah Ketapang Kalimantan Barat, pesta ini adalah juga tempat untuk bermusik dan menari.Dalam kehidupan sehari-hari terdapat musik-musik yang ditampilkan bukan untuk perladangan, tetapi untuk upacara-upacara dalam siklus kehidupan. Kebanyakan musik khusus untuk ritus atau masa tertentu yang tidak boleh dimainkan pada sembarang waktu dan sangat erat hubungannya dengan sistem kepercayaan mereka.
Musik Dayak hampir tidak pernah diangkat menjadi bagian dari suatu tradisi besar seperti tradisi kraton bagian yang lebih besar dari kelompok lokal. Sifat masyarakat Dayak yang genealogis, terutama pada masa lalu menyebabkan kebudayaan berkembang dalam lingkup-lingkup kecil juga. Walau di Kalimantan ada kerajaan seperti Kutai, Brunai, Tanjung Pura, Pontianak, atau mengalami masa Kolonial, namun tradisi musik Dayak tidak pernah diangkat menjadi bagian tradisi tersebut. Hal ini menyebabkan musik tradisional Dayak masih dalam ciri komunalnya yang hidup dalam suatu tradisi kecil sampai sekarang, dan itu mungking sebabnya pengaruh asing hampir tidak dijumpai dalam musik tradisional Dayak.Dalam pewarisannya musik Dayak tidak menggunakan sistem tertulis (non-literate). Juga tidak ditemukan sistem lambang untuk permainan musiknya. Kesenian dalam tradisi Dayak lebih merupakan ungkapan kebersamaan kelompok sehingga kelanjutan kehidupannya sangat tergantung pada situasi dan kondisi mayarakat pendukung. Tentang sistem pewarisan musik tersebut Hose menulis sebagai berikut .
“at about fifteen year, or rather earlier, the boys begin to assert their independence by clubbing together with those of their own age, and taking up their sleeping guarters with the bachelor in the gallery. At an earlier age the children have picked up a number of songs and spontaneously sing them in a group, but now they begin to develop their powers of musical expression by practicing with the keluri, mouthohap, drum and gong.”(Hose,1988:64).

Beberapa ciri penting
Secara umum musik Dayak, seperti halnya dengan musik-musik tradisional lain di Asia Tenggara, didominasi oleh musik-musik perkusif. Gong merupakan alat yang paling utama dan terdapat hampir disemua kelompok Dayak. Gong tersebut ditemukan dalam beberapa tipe dan ukuran serta dipakai dalam jumlah yang bervariasi. Dikalangan Dayak paling tidak ditemukan lima tipe gong yaitu :
a. Tipe Gerantung (gong besar), gong berukuran besar, sisi rendah, nada rendah, karakter suara lembut dan beralunan panjang.
b. Tipe Tawak (gong panggil), karena gong ini biasanya digunakan sebagai alat komunikasi (pemberitahuan) apabila ada kematian, bencana, tamu, pesta dan lain-lain. Suara tegas hampir beralunan pendek dn ukurannya agak kecil. Ciri khas adalah ukuran sisi dan pencunya yang tinggi. Alat ini disebut juga ketawak, tetawak atau ogong.
c. Tipe Bondi, dengan ciri ukuran sama atau sedikit lebih kecil daripada tawak. Sisi dan pencunya rendah, permukaan sedikit pencu kebanyakan tidak ada lekukan melingkar. Suara lembut dan merdu. Disebut juga dengan nama behondi, bendai, bandai dan canang.
d. Tipe Boring (gong datar), gong dengan permukaan yang datar. Suaranya bergetar nyaring (deper). Nama-nama lainnya adalah boring-boring, gentai dan puum.
e. Tipe Kelintang (gong-gong kecil horisontal), berbeda dengan tipe-tipe terdahulu yang posisinya digantung ketika dimainkan, alat tipe ini terdiri dari beberapa satuan gong kecil (antara 5 sampai 9 satuan) yang disusun pada sebuah rak resonansi. Suara tinggi dan nyaring, dan kebanyakan berfungsi sebagai alat melodi. Disebut juga dengan nama engkeromong, keromong, kangkonang dan klentang.
Alat-alat musik logam lainnya yang masih dapat ditemukan pada beberapa kelompok, namun tidak tersebar secara merata, antara lain: Rahup (sejenis simbal kecil) dan sejenis saron. Alat-alat perkusi dari bambu, seperti tegunggak, peruncong, sengkurung, senggaung dan lain-lain.
Ciri kedua adanya teknik dengung atau drone, yaitu teknik permainan musik dimana terdapt alat bernada tertentu yang dimainkan dengan suatu ritme, sementara terdapat alat lain (ataupun alat itu sendiri) yang memaikannya melodi. Teknik dengung terdapat hampir pada semua musik tradisional Dayak. Pada musik ansambel gong, teknik ini terutama dimainkan oleh alat-alat gong yang digantung sehingga membentuk semacam ostinato. Selain itu, pada alat jenis kledi (atau keluri, kaldii, engKerurai, seredam, sompotan, dan nama-nama lainnya), sangat jelas juga dijumpai sistem dengung. Bunyi dengung yang jelas juga terdengar adalah pada musik sape, yang dihasilkan oleh dawai kedua dan seterusnya, atau oleh pasangan sape yang lain.
Dengung dapat menjadi bunyi yang kompleks karena dihasilkan oleh beberapa alat yang dimainkan dengan ritme dan nada yang berlainan. Kadang-kadang menjadi semacam melodi yang diulang-ulang. Terutama pada ansampel perkusi, bunyi ini dihasilkan oleh teknik permainan saling pengisian ritme diantara alat-alat yang dimainkan. Dalam istilah tradisionalnya disebut ngait (ngipa’, ningka’). Teknik ini juga umum dijumpai dalam permainan musik Dayak, dan kita beri istilah teknik kait. Teknik membentuk semacam kontrapung diantara alat-alat yang dimainkan.
Seorang etnomusikolog berkebangsaan Amerika, William P. Malm, mencatat bahwa sebagian besar nada dalam musik Kalimantan (Borneo) tidak berbasis pada tangga nada tradisional jawa, melainkan menggunakan tangga nada dengan lima nada yang tidak memiliki jarak nada setengah, yang disebut anhemitonic-pentatonic (Malm 1967:24). Beberapa pihak kemudian menggunakan patokan bahwa musik tradisional Dayak bertangga-nada pentatonis, seperti yang dikatakan Malm. Walaupun pendapat tersebut benar, namun ternyata juga terdapat tangga nada pentatonis dengan beberapa interval nada yang sangat dekat dengan setengah nada (hemitonic_pentatonic), dan dalam permainan (terutama pada musik sape’) tampak adanya penggabungan kedua jenis tangga nada tersebut. Ini menunjukkan bahwa musik tradisional Dayak tidaklah sederhana. Ciri musik dengan kedua tangga nada tersebut juga dituliskan oleh Ivan Polunin dan Tanya Polunin (lihat Malaysia dalam Sadie, 1980:562), walaupun tanpa penjelasan yang mendalam.

Musik Tradisional Dayak Masa Kini
Telah banyak kajian tentang keadaan dan perubahan kebudayaan Dayak pada abad ini maupun abad yang lalu. Bermacam-macam pengaruh dan dampak dari luar telah diteliti. Berikut ini akan kita lihat sebagian kecil dari perubahan dan faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk dan kehidupan tradisi-tradisi asli masyarakat Dayak, terutama yang berhubungan dengan tradisi musikalnya.

A. Pergeseran Nilai
Kesenian yang banyak dikembangkan adalah kesenian tontonan demi hiburan. Dengan demikian kesenian dapat kehilangan spiritnya yang justru menghidupi manusia sejak lama (Bdk. Popowardojo, 1989:vii). Pada banyak musik tradisional Dayak, segi spiritual maupun segi ritual merupakan hal yang kelihatan jelas. Namun sebagian kesenian Dayak dari panggung upacara tradisi dimana keterlibatan seluruh anggota komunitas adalah sangat penting, mulai menampakkan diri bergerak menuju panggung hiburan yang mengutamakan aspek estetik demi tontonan belaka. Banyaknya sanggar kesenian menunjukkan dengan jelas hal trsebut. Tanpa bisa dipungkiri, gejolak untuk mengubah atau menata bentuk ungkapan kesenian tradisional oleh kaum muda Dayak, lahir dari keinginan untuk memelihara agar nilai-nilai estetik peninggalan nenek moyang tetap hidup dan dihargai orang lain.
Selain itu ada kebosanan atau perasaan bahwa ritus tradisi musik terlalu sederhana, tidak relevan lagi dan tidak memperhatikan aspek estetik yang dimengerti secara umum, sehingga timbul keinginan untuk melakukan perubahan, walau dengan resiko penyimpangan dari sifat aslinya. Pergeseran nilai dan fungsi tadi, menurut banyak ahli, pada akhirnya tidak akan dapat ditolak atau dihindari (coomans, 1987:199).

B. Keadaan alat musik
Entah sudah berapa jenis musik tradisional Dayak telah hilang, mengalami krisis atau berubah, karena kerusakan dan kepunahan alat, perkembangan masyrakat Dayak sendiri dan pengaruh luar yang cukup kuat. Cukup banyak musik kuno Dayak yang pada saat ini berada dalam kondisi antara ada dan tiada. Didaerah Ketapang pernah dikenal alat musik dawai yang digesek, alat semacam zither dari bambu, alat jaws harp (jungkih, jinggong), beberapa alat tiup dan mungkin masih ada yang lain, yang kini tinggal cerita. Alat-alat tersebut merupakan kekayaan budaya Dayak yang telah hilang.
Keadaan alat musik menentukan pengetahuan dan teori tentang musik tradisional. Sejarah gong sebagai perangkat dalam tradisi Dayak secara pasti juga belum diketahui. Padahal alat ini menempati posisi penting didalam tradisi musikal, sosial dan ritual (lih. Sukanda, 1992). Dari beberapa hasil pengukuran terhadap gong yang telah dilakukan sampai saat ini belum didapatkan kesimpulan yang memuaskan mengenai susunan nada yang jelas dari alat-alat tersebut. Meskipun demikian, alat-alat tersebut masih dapat digunakan dan dirasa cocok. Ini juga merupakan salah satu keunikan dari musik tradisional. Asumsi bahwa pada masa lalu terdapat semacam standar musik yang sama memang harus dibuktikan dengan penelitian yang panjang. Hal ini penting, selain sebagai studi tentang sejarah masa lalu (kesenian) Dayak, adalah untuk menentukan ciri dan bentuk musik Dayak yang baik dan asli dimasa mendatang, terutama melalui pembuatan perangkat alat musik yang baru.

C. Pembangunan Ekonomi
Kesenian bagi masyarakat Dayak tradisional tidak hanya merupakan ungkapan keindahan atau ekspresi estetis semata. Melalui kesenian orang Dayak berhubungan dengan sesamanya, dengan alam dan lingkungan hidupnya serta dengan penguasa jagat raya. Oleh sebab itu, kesenian memiliki makna yang sangat mendalam. Pembangunan yang mengabaikan tradisi kesenian berarti mengabaikan kebudayaan secara utuh.
Program-program peningkatan taraf hidup masyarakat, seperti proyek terpadu Perkebunan Inti Rakyat dan transmigrasi (PIR_trans) juga akan berpengaruh pada kebudayaan Dayak, termasuk didalamnya tradisi musikal. Program itu mengabaikan sistem kebudayaan tradisional setempat yang telah mampu menghidupi orang Dayak sejak jaman dahulu (bandingkan dengan Dove, 1985:xxvii).
Hilangkan tradisi berladang secara langsung menghilangkan ritus-ritus yang berhubungan dengannya. Paling tidak dalam bentuk dan sifatnya yang asli. Sebagai contoh, terdapat proyek perkebunan terbesar di daerah Kabupaten Ketapang yang berlokasi ditengah-tengah pemukiman masyarakat Dayak yang masih sangat kuat kehidupan tradisinya. Meskipun dikatakan akan meningkatkan taraf ekonomi dan kemakmuran rakyat, perencana dan pelaksana proyek tersebut telah mengabaikan kebudayaan tradisional mereka. Tradisi berladang menjadi terdesak terutama karena lahan yang semakin sempit.

D. Pendidikan
Sistem pewarisan yang lisan (oral-tradition) menjadi semakin lemah seiring meningkatnya kesadaran akan arti pendidikan formal. Semakin tinggi tingkat kesadaran akan pentingnya pendidikan formal tampak dari semakin banyak kaum muda dari daerah terpencil yang melanjutkan sekolah ke kota-kota kecamatan, kabupaten dan propinsi. Dengan demikin, keterlibatan dan hubungannya dengan sitem tradisi di kampung menjadi berkurang, bahkan cenderung akan terputus. Penguasaan dan pengertian tentang tradisi masyarakatnya menjadi berkurang.
Kesenian-kesenian khas Dayak telah sering ditampilkan. Baik didaerah, diluar daerah maupun di luar negeri. Banyak pihak menaruh perhatian terhadap hal tersebut. Kesenian Dayak memang telah mampu menarik minat dan perhatian orang luar karena keindahan dan kekayaanya. Sanggar-sanggar telah banyak berdiri dan tokoh-tokoh pendirirnya adalah orang-orang yang menaruh perhatian besar terhadap kesenian tradisional. Namun, apakah kehidupan tradisi musik dalam bentuk dan sifat aslinya sudah tersentuh? Atau justru terdapat sanggar kesenian yang malah menghindari ritus tradisi yang menampilkan musik? Apakah pendapat bahwa kemajuan berarti modernisasi dan meninggalkan semua yang “kuno”, animistis’, kolot’ sudah benar sehingga tidak perlu dikoreksi?
Tradisi berladang yang telah dijalani orang Dayak sejak ratusan tahun silam mungkin dapat dikembangkan menjadi ladang menetap, dengan konsep ‘in situ development’. Dengan demikian kehidupan tradisi seni akan lebih terjamin kehidupannya. Setiap kegiatan pembangunan yang baru hendaknya tidak dilaksanakan dengan tiba-tiba dan asumsi serta tuduhan negatif terhadap kebudayaan tradisional Dayak hendaknya tidak terburu-buru diberikan.
Suatu hal yang menjadi penting dalam usaha pemeliharaan musik tradisional Dayak adalah pemahaman yang integral terhadap budaya Dayak. Tetapi dewasa ini semakin sedikit orang yang dapat dan berminat memahami musik Dayak secara utuh. Pemahaman terhadap aspek budaya tardisional tersebut juga sangat penting bagi kalangan yang merencanakan dan menjalankan kebijaksanaan pembangunan agar unsur-unsur tradisi yang masih relevan tidak begitu saja dibuang.
A. Saran
Dengan adanya penjelasan tentang musikal kebudayaan Dayak tersebut, disitu telah membuktikan bahwa negara kita kaya dengan kebudayaan, oleh sebab itu kita sebagai warga negara Indonesia wajib melestarikan/mengembangkan kebudayaan kita sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Coomans, Mikhail. 1987. Manusia Daya, Dahulu, Sekarang, Dan Masa Depan. Jakarta: Gramedia.

Dove, Michael R. (ed) 1985. Peranan Kebudayaan Tradisional Dalam Modernisasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Hose, Charles. 1926. Natural Man, A Record From Borneo. London: MacMillan Publisher

Tionghua Ketapang Kalbar

KEBUDAYAAN MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA DI KETAPANG
By. M.Natsir

4.1. Sistem Religi Masyarakat Tionghoa
Agama Resmi Masyarakat Tionghoa di Kabupaten Ketapang Menurut data dari Kantor Departemen Agama yang dianutnya sepertiga orang Tionghoa di Kabupaten Ketapang beragama Budha, Katolik, Protestan dan Konghucu.
Agama secara tradisional , orang Tionghoa percaya percaya bumi ini tidak hanya dihuni oleh manusia, tetapi juga oleh mahluk gaib lainnya yang dibuktikan oleh berbagai kejadian-kejadian yang nyata-nyata tidak dibuat oleh tangan manusia. Menurut kepercayaan agama, Cina adalah politisme (menyembah banyak dewa) bukannya monoteisme (menyembah satu Allah).
Dalam masyarakat etnis Tionghoa terdapat bermacam-macam dewa: diantaranya : dewa musim panen, dewa sungai, dewa kota, dewa dapur, dewa penyakit, dewa perang dan lain-lain. Jadi orang Cina tidak mengenal satu Tuhan – Tuhan yang Mahatinggi seperti halnya orang Yahudi, Kristen dan Islam. Hubungan mereka terhadap kekuatan spiritual, dewa-dewa dan nenek moyangnya sangat diritualkan. Mereka memberi sesajian terhadap roh, memberikan kurban dan kadang – kadang bahkan melakukan puasa dan semedi. Akan tetapi, tujuan utamanya adalah untuk mencapai keselarasan antara manusia dan “dunia lainnya”, terutama dengan menentramkan sang dewa dan roh.
Pemujaan Nenek Moyang merupakan praktek agama yang tertua dan tersebar luas. Kecuali bagi mereka yang memeluk agama Islam, Lamaisme dan Kristen, setiap rumah tangga Cina melakukan pemujaan nenek moyang tanpa memandang kelas sosial dan letak geografisnya.
Kebanyakan rumah Cina memiliki altar, atau mezbah, yang terdiri atas meja kecil yang dihiasi dengan nama, gelar, dan tanggal kelahiran serta kematian anggota keluarga yang meninggal. Biasanya pada tanggal I dan 15 setiap bulan menurut kalender komariah ( yang didasarkan pada orbit bulan) serta tanggal festival lainnya (misalnya Tahun Baru kalender Komariah) diadakan berbagai upacara. Upacara ini terdiri atas pemberian makanan dan anggur, membakar kemenyan, dan kadang kala membakar batangan perak tiruan, Sesajian ini diperuntukkan bagi para arwah leluhur ini perlahan-lahan berkembang selama berabad-abad dan mewakili bentuk asli kepercayaan dan praktek keagamaan Cina.
Taoisme pada mulanya merupakan suatu filsafat yang diturunkan dari ajaran Lao Tse, yang hidup pada abad ke -6 sebelum Masehi dan Chuang Tzu yang hidup pada abad ke- 4 sebelum Masehi. Taoisme menekankan keselarasan antara manusia dan alam dan menjunjung prilaku pasif. Setelah berabad-abad, filasafat ini akhirnya menjadi satu agama, dan dibawah pengaruh Budhisme, memiliki dewa, kuil, dan pendeta sendiri.
Taoisme memisahkan alam manusia ke dalam aspek roh. Meskipun pembebasan roh (jiwa) merupakan tujuan puncaknya, penganut Taoisme juga terlibat dalam penyelidikan dunia fisik. Keterlibatan inilah yang mendorong para Taoisme ke dalam ilmu kimia semu untuk mencari zat pembebas yang akan membawa kepada hidup abadi.
Kongfucuisme bukanlah suatu agama, melainkan suatu filasafat moral dan sosial. Kongfucuisme didasarkan pada ajaran Kongfucu, yang hidup dari tahun 551-479 SM . Kongfucu menekankan pentingnya hubungan yang etis dan keagungan manusia. Dua ajaran utama Kongfucuisme adalah jen dan I jen dodefinisikan sebagai cinta kasih manusia, atau pokok hubungan manusia, sedangkan I adalah apa sepantasnya atau, dengan kata modern, kewajiban seseorang terhadap sesamanya.
Menurut pikiran Kongfucuisme, peningkatan kesejahteraan manusia harus dimulai dengan pembinaan seseorang melalui pendidikan. Peningkatan ini melangkah menjadi aturan hidup keluarga dan kehidupan bangsa bagi ketenangan dunia dan, pada puncaknya, bagi terciptanya kesejahteraan yang diidam-idamkan. Menurut Kongfucuisme, alam manusia akan terjelma dengan baik lewat cinta kasih orang tua dan anaknya. Oleh karena itu penekanan diletakkan pada ajaran hormat-menghormati antara orang tua dan anak, baik disekolah maupun di masyarakat. Apabila seseorang hormat terhadap prang tuanya, dia dapat diharapkan patuh terhadap penguasa, baik terhadap saudaranya dan dapat dipercaya oleh teman-temannya.
Budhiisme masuk ke Cina dari India sekitar permulaan zaman Kristen. Budha lalu menjadi agama besar dan tersabar luas. Meskipun banyak pendeta Kongfucuisxme menyesalkan pangaruah agama Budha, mereka tidask dapat menghentikan penyebarannya. Mungkin alasan utamanya adalah karena sejak dinasti Han yang terakhir (pada abad ke-2) hingga abad ke-6, di Cina tidak terdapat kedamaian dan persatuan. Akhirnya, banyak orang mencari naungan dibawah Budhisme.
Penduduk yang mendiami wilayah Kabupaten Ketapang sebagian besar adalah suku Melayu yang beragama Islam dan mereka melaksanakan ibadah sudah tersedia masjid, surau yang memadai. Sedangkan bagi masyarakat etnis Tionghoa ada ditemukan beberapa rumah ibadah etnis keturunan Tionghoa yang khas, yaitu Vihara atau kelenteng dapat ditemui pada banyak tempat di Kota Ketapang. Pelestarian kepercayaan / religi leluhur etnis Tionghoa dilakukan dengan membangun pekong-pekong. Pekong-pekong / vihara tersebar dimana-mana, antara lain di pinggir jalan, sungai dan kaki bukit, penggir hutan, ditengah kampung ditengah kota dan pinggiran kota. Ukuran pekong itu sangat bervariasi, ada yang kecil, menengah dan besar.
Tulisan yang terdapat pada bagian-bagian badan pekong-pekong itu pada umumnya bertulisan huruf Tionghoa dan disana sini penuh dengan ornament, bermotif gambar naga dan singa dan pohon bambu. Pekong-pekong selalu berwarna merah terang dengan tulisan tulisan yang bewarna kuning keemasan. Ajaran yang menjadi permasalahan adalah Khong Hu Cu sebagai salah satu unsur kepercayaan etnis Tionghoa. Kepercayaan ini adalah “Kohesi Religius” dari tiga sumber, yaitu : Konfuisianisme, Budhisme dan Taoisme dan ketiga isme tersebut biasanya disebut dengan Sam Kaw atau Tri Dharrna.
Ada beberapa nama tempat ibadah etnis Tionghoa dan asal usulnya seperti Kelenteng dan Vihara. Klenteng atau Kelenteng adalah sebutan untuk tempat ibadah penganut kepercayaan tradisional Tionghoa di Indonesia pada umumnya. Dikarenakan di Indonesia, penganut kepercayaan tradisional Tionghoa sering disamakan sebagai penganut agama Konghucu, maka klenteng dengan sendirinya disamakan sebagai tempat ibadah agama Konghucu.
Tidak ada catatan resmi bagaimana istilah "Klenteng" ini muncul, tetapi yang pasti istilah ini hanya terdapat di Indonesia karenanya dapat dipastikan kata ini muncul hanya dari Indonesia. Sampai saat ini, yang lebih dipercaya sebagai asal mula kata Kelenteng adalah bunyi teng-teng-teng dari lonceng di dalam kelenteng sebagai bagian ritual ibadah.Klenteng juga disebut sebagai bio yang merupakan dialek Hokkian dari karakter (miao). Ini adalah sebutan umum bagi klenteng di Tiongkok.Pada mulanya "Miao" adalah tempat penghormatan pada leluhur "Ci" (rumah abuh). Pada awalnya masing-masing marga membuat "Ci" untuk menghormati para leluhur mereka sebagai rumah abuh. Para dewa-dewi yang dihormati tentunya berasal dari suatu marga tertentu yang pada awalnya dihormati oleh marga / family / klan mereka. Dari perjalanan waktu maka timbullah penghormatan pada para Dewa / Dewi yang kemudian dibuatkan ruangan khusus untuk para Dewa/Dewi yang sekarang ini kita kenal sebagai Miao yang dapat dihormati oleh berbagai macam marga, suku. Saat ini masih di dalam "Miao" masih juga bisa ditemukan (bagian samping atau belakang) di khususkan untuk abuh leluhur yang masih tetap dihormati oleh para sanak keluarga / marga / klan masing-masing. Ada pula di dalam "Miao" disediakan tempat untuk mempelajari ajaran-ajaran / agama leluhur seperti ajaran-ajaran Konghucu, Lao Tze dan bahkan ada pula yang mempelajari ajaran Buddha.
Miao - atau Kelenteng (dalam bahasa Jawa) dapat membuktikan selain sebagai tempat penghormatan para leluhur, para Suci (Dewa/Dewi), dan tempat mempelajari berbagai ajaran - juga adalah tempat yang damai untuk semua golongan tidak memandang dari suku dan agama apa orang itu berasal. Saat ini Kelenteng bukan lagi milik dari marga, suku, agama, organisasi tertentu tapi adalah tempat umum yang dipakai bersama.
- Kategori Klenteng
Klenteng adalah sebutan umum sehingga klenteng sendiri terbagi atas beberapa kategori:
Klenteng berdasarkan umat
• Pada masyarakat Konghucu ada disebut Lithang, Ci dan Miao.
• Pada penganut Taoisme disebut dengan Gong dan Guan
• Buddhisme menyebut dengan Si dan An
Klenteng berdasarkan fungsi
• Fungsi ibadah
• Fungsi sosial masyarakat
• Fungsi politik
Klenteng berdasarkan pemilik
• Milik kekaisaran (pejabat)
• Milik masyarakat
• Milik pribadi
Klenteng, vihara dan Orde Baru
Banyak umat awam yang tidak mengerti perbedaan dari klenteng dan vihara. Klenteng dan vihara pada dasarnya berbeda dalam arsitektur, umat dan fungsi. Klenteng pada dasarnya beraritektur tradisional Tionghoa dan berfungsi sebagai tempat aktivitas sosial masyarakat selain daripada fungsi spiritual. Vihara berarsitektur lokal dan biasanya mempunyai fungsi spiritual saja. Namun, vihara juga ada yang berarsitektur tradisional Tionghoa seperti pada vihara Buddhis aliran Mahayana yang memang berasal dari Tiongkok.
Perbedaan antara klenteng dan vihara kemudian menjadi rancu karena peristiwa G30S pada tahun 1965. Imbas peristiwa ini adalah pelarangan kebudayaan Tionghoa termasuklah itu kepercayaan tradisional Tionghoa oleh pemerintah Orde Baru. Klenteng yang ada pada masa itu terancam ditutup secara paksa. Banyak klenteng yang kemudian mengadopsi nama Sansekerta atau Pali, mengubah nama sebagai vihara dan mencatatkan surat izin dalam naungan agama Buddha demi kelangsungan peribadatan. Dari sinilah kemudian umat awam sulit membedakan klenteng dengan vihara.
Setelah Orde Baru digantikan oleh Orde Reformasi, banyak vihara yang kemudian mengganti nama kembali ke nama semula yang berbau Tionghoa dan lebih berani menyatakan diri sebagai klenteng daripada vihara. Vihara (dibaca "wihara" - V diucapkan sebagai W) adalah rumah ibadah umat Buddha.
Biasanya satu minggu sebelum tanggal satu bulan satu Imlek, yang sudah berumah tangga, semua anggota keluarga membersihkan rumah secara keseluruhan.
Semua Hu yang sudah berubah warna dilepas dan diganti dengan baru. Meja sembahyangan dibersihkan, patung-patung Dewa Dewi diturunkan, dicuci dengan sabun dan dibilas dengan air bunga agar bersih dan wangi kemudian. ditata kembali dengan rapi dan siap menyambut tahun baru.

Persiapan apa saja yang dibutuhkan:
Satu atau dua hari sebelum hari H tiba, yaitu tanggal satu bulan satu tahun baru Imlek. Buah-buahan dengan jumlah masing-masing lima buah, lima jenis (apel, jeruk, pear, anggur, jeruk besar, dan lain lain) dan rangkap dua, artinya untuk meja sembahyangan Thian Kung satu set dan untuk meja sembahyangan yang didalam rumah satu set. Hindari memilih jenis buah yang berduri (salak, nanas, dan lainnya).
Meja sembahyangan Tian Gong (Thian Kung) disiapkan. Kemudian Hio besar sesuai kebutuhan, minimum dua batang. Hio kecil secukupnya tergantung anggota keluarga yang ingin sembahyang, masing-masing anggota 12 batang Hio pada tiap meja sembahyang. Lilin yang pantas 2 batang tiap meja (jangan terlalu tinggi dan besar) sebagai penerangan.
Bunga segar untuk meja bila mampu, sebagai pewangi.
Xiang Lu (Hio Lo / tempat Hio) untuk meja Tian Gong. Bila tidak ada yang permanen, dapat dibuat dari kaleng susu besar, dibungkus dengan kertas merah dan diisi beras.
Cangkir kecil (Jiu Jing), tempat teh sebanyak 5 buah untuk masing-masing meja sembahyang. Permen satu piring kecil sebagai pemanis untuk masing-masing meja sembahyang. Minyak wangi disemprotkan ke tangan anggota keluarga saat sebelum sembahyang.
Kain merah sebagai taplak meja Tian Gong. Untuk menjaga keamanan dan keindahan lebih baik diatas taplak meja tadi diberi alas kaca, sebelum buah, lilin, Xiang Lu (Hio Lo) dan lainnya disusun.

Penyusunan / Persiapan Sembahyang:
Letakkan meja Tian Gong menghadap Timur dengan langit-langit terbuka.Pasang taplak meja merah, letakkan kaca diatasnya. Susun Xiang Lu [Hio Lo], cangkir teh setengah lingkaran, lilin disamping kanan kiri, buah-buahan melingkar setengah lingkaran juga, bunga dibelakang kanan kiri meja. Permen di sebelah kanan depan meja.
Demikian pula dengan susunan yang sama untuk meja sembahyang yang ada di dalam rumah.

Saat Sembahyang:
Waktu sembahyang pada tanggal satu bulan satu tahun baru Imlek, jam 00:30 sampai 06:00 adalah yang paling baik.
Pakailah pakaian yang rapi. Susunlah permohonan permintaan untuk satu Tahun Baru ini, agar tidak ada yang tertinggal. Kepala keluarga memimpin sembahyang dengan Xiang [Hio] besar satu di hadapan Tian Gong, kemudian diikuti dengan 12 Xiang [Hio] kecil. Sembah sujud seperti biasa sembahyang, permohonan-permohonan diutarakan. Setelah selesai diikuti dengan anggota keluarga yang lain, mulai dari pangkat yang tertinggi menurun.
Kepala keluarga melanjutkan sembahyang yang sama di meja sembahyangan dalam rumah dengan pola yang sama. Setelah semuanya selesai, tunggu sebentar, sekitar 30 menit. Bila situasi lingkungan tidak mengijinkan, maka meja sembahyangan Tian Gong boleh diberesin / diangkat semua persembahan yang ada, tinggalkan Xiang [Hio] nya saja. Bila situasi mengijinkan maka dapat dibiarkan sampai pagi, sampai lilin dan Xiang [Hio] terbakar habis.
Kemudian pagi harinya dilanjutkan dengan adat keluarga masing-masing, seperti berkunjung kerumah orang tua, orang yang dituakan, dan lain lain.


4. 1.1. Upacara Religi
-Tradisi Bakar-Bakaran
Leluhur orang Tionghoa sebelum mengenal agama dan filsafat telah terlebih dahulu mengenal penghormatan pada leluhur. Penghormatan leluhur ini kemudian menjadi titik tolak dan dasar daripada kepercayaan tradisional Tionghoa yang muncul lebih dulu daripada semua agama yang ada di Tiongkok. Kepercayaan tradisional pada mulanya hanya mempercayai bahwa ada 2 alam di alam semesta ini, alam langit dan alam manusia.
Alam langit merupakan tempat domisili para dewa-dewi yang dimuliakan, mempunyai kontribusi dan jasa yang besar bagi masyarakat pada zamannya. Setelah masuknya Buddhisme, alam baka ditambahkan ke dalam konsep ini, sehingga menjadi 3 alam.
Evolusi kepercayaan tradisional Tionghoa ini kemudian mempercayai bahwa manusia setelah meninggal akan menuju ke alam baka, namun bagi manusia yang dianggap mempunyai kontribusi dan jasa besar bagi masyarakat dapat pengecualian untuk berdomisili di alam langit. Alam langit, alam baka juga dipercaya mempunyai pemerintahan, kehidupan interaksi masyarakat yang mirip dengan alam manusia. Atas dasar kepercayaan inilah, uang emas dan uang perak diciptakan. Uang emas (kim cua) adalah diperuntukkan kepada dewa-dewi di alam langit. Uang perak (gin cua) diperuntukkan kepada roh manusia di alam baka. Uang perak juga diperuntukkan bagi roh manusia yang gentanyangan di alam manusia (hantu).Mengapa dibakar? Ini dikarenakan kepercayaan bahwa dewa api adalah penghubung antara ketiga alam tadi. Ini lazim di zaman dulu di banyak kebudayaan lainnya di dunia.Sejak kapan? Tradisi ini tercatat pertama kali dalam literatur sejarah adalah di zaman Dinasti Jin (265 - 420). Di saat itu telah ada pembakaran uang kertas untuk menghormati leluhur. Tradisi ini menjadi tradisi umum di Tiongkok di zaman Dinasti Tang dan Dinasti Song.
Makna dari tradisi bakar-bakaran tetap saja adalah semacam simbolisasi saja. Simbolisasi atas penghormatan leluhur dan dewa-dewi. Dewa-dewi di dalam kebudayaan Tionghoa adalah makhluk adikodrat yang dimanusiakan, dianggap hidup dan bertindak seperti manusia. Itu makanya tidak heran kalau ada dewa yang mempunyai keluarga misalnya Yu Huang Da Di. Itu semuanya hanya untuk mendekatkan dewa-dewi dengan manusia.
Sekarang, tradisi bakar-bakaran tetap saja ada dilaksanakan di sebagian kalangan Tionghoa. Namun pergeseran nilai juga mulai menggeser tradisi ini. Tanpa mengurangi rasa hormat bagi yang percaya, pemerintah Taiwan, HK atau Singapura mulai mendorong kebijakan mengurangi jumlah pembakaran uang kertas ini. Di Taiwan, selain memasyarakatkan semboyan "kurang jumlah, tidak kurang bakti", pemerintah juga bekerjasama dengan kelenteng-kelenteng untuk memusatkan pembakaran uang kertas di tempat pembakaran yang ditentukan pemerintah. Banyak kelenteng yang sudah meniadakan kompor-kompor tempat pembakaran uang kertas. Semua ini tujuannya untuk menjaga kebersihan lingkunga..
Bagi orang tua masih melaksanakan tradisi ini, demi menghormati mereka, disarankan agar jumlah uang kertas yang dibakar dibatasi dalam jumlah tertentu karena jumlah tidak mewakili besar ketulusan hati. Bagi yang beranggapan membakar uang kertas dalam jumlah besar dapat menyenangkan leluhur atau menunjukkan bakti, lebih baik tunjukkan rasa sayang anda itu semasa leluhur anda masih di dunia.
- Cap Go Meh
Puncak atau akhir dari perayaan Sin Cia / Tahun Baru Imlek adalah Cap Go Meh yaitu tanggal 15 Cia Gwee merupakan malam pertama bulan purnama dalam Tahun Baru. Dalam Kehidupan kita sehari-hari dikenal hidangan khusus pada waktu Cap Go Meh yaitu yang dikenal dengan Lontong Cap Go Meh. Sembahyang pada waktu Cap Go Meh dilaksanakan pada tanggal 15 Cia Gwee antara Sien Si (07.00 - 9.00 ) sampai Cu Si ( 15.00-01.00) disebut sembahyang syukur saat Siang Gwan atau Gwan Siau. Pelaksanaan sembahyang cukup dengan Thiam hio atau upacara besar, penyelenggaraan sembahyang ini bersifat syukur, saat ini umat Konghucu memanjat do’a puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena pada saat Siang Gwa / Gwan Siau merupakan pada saat mulai diturunkannya berkah kehidupan, keselamatan dan kesejahteraan bagi segenap umat manusia.
Sembahyang syukur saat Siang Gwan tidak memerlukan altar khusus sebagaimana pada sembahyang, King Thi Kong atau sembahyang Dewa Dapur / Malaikat Dapur / Co Kun Kong, sehingga dapat dilaksanakan di altar / meja sembahyang orang tua yang telah meninggal dunia. Juga dapat dilaksanakan di altar Nabi di Lithang atau pun para suci (Sin Bing) terutama di altar Malaikat bumi ( Hok Tik Cing Sien )
Makna Hari Raya Cap Go Meh (Siang Gwan )Saat Siang Gwan merupakan hari pertama menyatakan sifat Maha Kasih, Maha Sempurna Tuhan Khalik semesta alam, sebagaimana tersurat dalam Kitab Babaran Rohani, Yak King yang berbunyi bahwa Thian mempunyai sifat Gwan yaitu Maha Sempurna, HingMaha Meliputi), Li (Maha Murah), dan Cing (Maha Kekal). Gwan artinya Yang Maha Sempurna.Khalik atau Pencipta yang menjadi di muka alam semesta.

- Tahun Baru Imlek
Tahun Baru Imlek atau Sin Cia jatuh pada tanggal satu bulan Cia Gwee atau bulan pertama penanggalan / Tarikh Khongcu. Tarikh Kongcu merupakan sistem pananggalan dari Dinasti He (Tahun 2205 – 1766 SM ) yang diperhitungkan berdasarkan peredaran bulan dan matahari. Sistem penanggalan inilah yang sampai saat ini masih dipergunakan, yang dikenal sebagai penanggalan Imlek.
Sistem penanggalan tersebut dicanangkan untuk dipergunakan kembali oleh Nabi Khongcu yang hidup pada 551 – 479 SM, sehingga tahun pertama dari penanggalan Imlek tersebut dihitung mulai tahun kelahiran Nabi Khongcu,tepatnya tanggal 27 bulan delapan Imlek, tahun 551 SM sehingga tahun Imlek adalah tahun Masehi ditambah 551, oleh karena itu penanggalan Imlek ini sering disebut penanggalan / Tarikh Khongcu.

Makna Tahun Baru Imlek
Tahun Baru Imlek 1 Cia Gwee yang selalu jatuh pada bulan baru antara tanggal 21 Januari sampai tanggal 19 Pebruari Tarikh Masehi atau antara saat Tai Han (saat terdingin) sampai dengan Hari Hi Swi (musim semi).
Bagi masyarakat yang kurang mengerti, mereka mengatakan bahwa Si Cia Hari raya adat Tionghoa atau tradisi kebudayaan orang Tionghoa atau merayakan Pesta Musim Semi, atau sekadar bersenang-senang dan berkumpul dengan sanak keluarga, sehingga tidak mengherankan bila ada komentar yang mengatakan perayaan Sin Cia mengganggu harmoni kehidupan masyarakat Indonesia, atau tanggapan-tanggapan lain yang nadanya negative. Adanya larangan untuk merayakan Sin Cia yang dikeluarkan oleh otoritas yang tidak mengerti arti dan makna Hari Raya Sin Cia. Ada sementara kalangan yang menganggap sama sekali tidak ada hubungannya dengan agama. Sepintas lalu kalau dilihat dari warga masyarakat yang merayakan Sin Cia, mungkin pernyataan demikian seolah-olah benar, namun bila kita jujur dan konsekuen, maka apa yang dikatakan tersebut adalah salah dan memberikan kesan tak mengerti.
Setiap memasuki Tahun Baru, masyarakat etnis Tionghoa akan merenung dan memeriksa perjalanan hidup selama satu tahun, tugas apa yang belum dikerjakan dengan baik dan tugas apa yang harus kita kerjakan dalam menghadapi tahun mendatang. Bagi umat Khonghucu menyambut Tahun Baru / Sin Cia merupakan suatu momentum untuk memperbarui diri dalam arti meningkatan pembinaan diri sebagai upaya mengamalkan kebajikan yangh diwujudkan dalam kata dan perbuatannya secara sungguh-sungguh, sepanjang hidupnya, umat Konghucu merasa wajib mematuhi perintah agar menjadikan sebagai manusia susilawan (Kuncu / insan kamil).

4. 2. Simbol-Simbol Dalam Sistem Religi
Bupati Ketapang. H. Morkes Effendi baru baru ini telah meresmikan penggunaan Toapekong rumah ibadat umat Agama Khong fu tsu yang terletak Desa Rantau Panjang Kec. Simpang Hilir. Kelenteng tua yang berdiri sejak tahun 1920 ini oleh umat khong fu tsu di pugar dengan menghabiskan dana 500 juta rupiah. Penyelesaian rumah ibadat agama Khong Fu tsu ini berkat kerjasama berbagai pihak . Beberapa donator baik yang ada di Ketapang, Pontianak bahkan ada juga yang datang dari Tenggerang, Bekasi Jakarta dan lain lain, kata Apendi salah seorang pengurus Forum Umat Tionghoa ( Format) kabupaten Ketapang.
Memang masih belum seluruhnya selesai, oleh karena itu sumbangan dari para donatur ini masih sangat diharapkan. Digunakannmya kata Tionghoa bukan Cina dalam organisasi Format menurut Afandi , karena kalau Cina adalah nama suatu negara dan bangsa, Tetapi kalau menggunakan nama Tionghoa berarti mereka adalah warga negara Indonesia. Salah satu latar belakang berdirinya Format di kabupaten Ketapang untuk menjembatani silaturahmi antar sesama umut Tionghoa ,dengan umat lain maupun pemerintah daerah yang berfungsi sebagai pembina.
Sejumlah instansi dan tokoh masyarakat dari berbagai kalangan tumpah ruah di desa Rantau Panjang tersebut. Ketua Majelis Umat Khong Fu tsu Kalbar Apeng Tanjaya dalam kata sambutannya mengatakan bahwa umat agama khong Fu tsu mengucapkan terima kasih atas partisipasi pemerintah daerah dan masyarakat yang juga mempunyai andil dalam pembangunan Toapekong ini. Kehadiran tempat ibadat agama Kong Fu tsu ini diharapkan dapat membantu pemerintah untuk membangun masyarakat disegala bidang baik jasmani maupun rohani. Ajaran agama Khong Fu tsu selalu mengingatkan pentingnnya menebar kebajikan, karena dengan kebajikan manusia akan mencapai kesempurnaan, baikdidunia maupun diakhirat. Sementara itu Bupati Ketpang H. Morkes Effendi Spd mengatakan bahwa sekarang tidak ada lagi diskriminasi antar umat Tionghoa atau umat lainnya. Pemerintah akan selalu melindungi masyarakatnya, karena hal ini merupakan tugas dari pemerintah.
Sebagai warga negara masyarakat Tionghoa juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara. Kerukunan antar umat beragam yang ada diketapang ini supaya terus dipertahankan. Pada kesempatan tersebut juga telah dilantik segenap pengurus Format Kec. Simpang Hilir.
Dari kalangan budayawan dan nara sumber yang dapat dipercaya ada beberapa jenis smbol-simbol dalam masyarakat etnis Tionghoa dengan sangat sederhana tetapi tetap utuh maupun masyarakat pelaku bisnis yang melakukannya sejak zaman dahulu hingga saat ini seperti :
- Kue Keranjang
Salah satu kue khas perayaan tahun baru imlek adalah kue keranjang. Menurut kepercayaan zaman dahulu, rakyat Tiongkok percaya bahwa bahwa anglo dalam dapur di setiap rumah didiami oleh Dewa Tungku, dewa yang dikirim oleh Yik Huang Shang Ti (Raja Surga) untuk mengawasi setiap rumah dalam menyediakan masakan setiap hari. Setiap tanggal 24 bulan 12 imlek (enam hari sebelum penggantian tahun), Dewa Tungku akan pulang ke surga untuk melaporkan tugasnya. Maka untuk menghindarkan hal-hal yang tidak menyenangkan bagi rakyat, timbullah gagasan untuk menyediakan hidangan yang menyenangkan Dwa Tungku. Seluruh warga kemudian menyediakan dodol manis yang disajikan dalam keranjang, disebut Kue Keranjang.
Kue Keranjang bebrbentuk bulat, mengandung makna agar keluargayang merayakan imlek tersebut dapat terus bersatu, rukun dan bulat tekad dalam menghadapi tahun yang akan datang. Kue Keranjang disajikan di depan altar atau dekat tempat sembahyang di rumah.
- Kue Bulan
Kue bulan (Hanzi: , pinyin: yuèbǐng) adalah penganan tradisional Tionghoa yang menjadi sajian wajib pada perayaan Festival Musim Gugur setiap tahunnya. Di Indonesia, kue bulan biasanya dikenal dalam dialek Hokkian-nya, gwee pia atau tiong chiu pia.
Kue bulan tradisional pada dasarnya berbentuk bulat, melambangkan kebulatan dan keutuhan. Namun seiring perkembangan zaman, bentuk-bentuk lainnya muncul menambah variasi dalam komersialisasi kue bulan.
1 Kue bulan bermula dari penganan sesajian pada persembahan dan penghormatan pada leluhur di musim gugur, yang biasanya merupakan masa panen yang dianggap penting dalam kebudayaan Tionghoa yang berbasis agrikultural.
Perkembangan zaman menjadikan kue bulan berevolusi dari sesajian khusus pertengahan musim gugur kepada penganan dan hadiah namun tetap terkait pada perayaan festival musim gugur tadi.
Beberapa legenda mengemukakan bahwa kue bulan berasal dari Dinasti Ming, yang dikaitkan dengan pemberontakan heroik Zhu Yuanzhang memimpin para petani Han melawan pemerintah Mongol. Namun sebenarnya, kue bulan telah ada tercatat dalam sejarah paling awal pada zaman Dinasti Song. Dari sini, kue bulan dipastikan telah populer dan eksis jauh sebelum Dinasti Ming berdiri.
• menurut cara pembuatan: Guangdong, Beijing, Taiwan, Hongkong, Chaozhou.
• menurut rasa: manis, asin, pedas
• menurut isi: kuning telur, tausa (kacang merah), buah-buahan, kacang hijau, es krim
• menurut bahan kulit: tepung gandum, gula dan es
Pembuatan kue bulan di Indonesia pada dasarnya berasal dari gaya pembuatan Guangdong dan Chaozhou. Juga ada lokalisasi dengan cara pencampuran bahan-bahan yang mudah didapatkan di Indonesia, semisal daun pandan sebagai perasa.
Dan masih banyak kategori-kategori lainnya hasil inovasi gaya pembuatan kue bulan gaya baru di pasaran.
- Bakcang
Bakcang atau bacang (Hanzi: , hanyu pinyin: rouzong) adalah penganan tradisional masyarakat Tionghoa. Kata 'bakcang' sendiri adalah berasal dari dialek Hokkian yang lazim dibahasakan di antara suku Tionghoa di Indonesia.
Bakcang menurut legenda pertama kali muncul pada zaman Dinasti Zhou berkaitan dengan simpati rakyat kepada Qu Yuan yang bunuh diri dengan melompat ke Sungai Miluo. Pada saat itu, bakcang dilemparkan rakyat sekitar ke dalam sungai untuk mengalihkan perhatian makhluk-makhluk di dalamnya supaya tidak memakan jenazah Qu Yuan. Untuk kemudian, bakcang menjadi salah satu simbol perayaan Peh Cun atau Duanwu.
Bakcang secara harfiah berarti cang yang berisi daging, namun pada prakteknya, cang juga ada yang berisikan sayur-sayuran atau yang tidak berisi. Yang berisi sayur-sayuran disebut chaicang dan yang tidak berisi biasanya dimakan bersama dengan serikaya atau gula disebut kicang.
Bakcang dibuat dari beras ketan sebagai lapisan luar; daging, jamur, udang kecil, seledri dan jahe sebagai isi. Ada juga yang menambahkan kuning telur asin. Untuk perasa biasanya ditambahkan sedikit garam, gula, merica, penyedap makanan, kecap dan sedikit minyak nabati.
Tentunya yang tidak kalah penting adalah daun pembungkus dan tali pengikat. Daun biasanya dipilih daun bambu panjang yang harus dimasak terlebih dahulu untuk detoksifikasi. Bakcang biasanya diikat berbentuk prisma segitiga.

-Bakmi
Bakmi adalah salah satu jenis mie yang dibawa oleh pedagang-pedagang Tionghoa ke Indonesia. Bakmi juga merupakan makanan yang terkenal terutama di daerah-daerah pecinan di Indonesia. Biasanya bakmi telah di adaptasi dengan menggunakan bumbu-bumbu Indonesia. Tebalnya bakmi adalah antara mie Cina dan Udon Jepang, selain itu ada berbagai variasi bakmi di Indonesia.
Bakmi yang paling umum adalah yang terbuat dari tepung terigu atau bakmi kuning. Jenis kedua yang juga terkenal adalah kwetiaw, yang dibuat dari beras dan bentuknya lebih lebar serta lebih tipis dari bakmi. Kedua variasi ini biasa digoreng atau direbus sebelum disajikan.
- Bakpao
Bakpao (Hanzi: hanyu pinyin: roubao) merupakan makanan tradisional Tionghoa. Dikenal sebagai bakpao di Indonesia karena diserap dari bahasa Hokkian yang dituturkan mayoritas orang Tionghoa di Indonesia.
Bakpao sendiri berarti harfiah adalah baozi yang berisikan daging. Baozi sendiri dapat diisi dengan banyak isian lainnya seperti daging, sayur-sayuran, serikaya manis, selai kacang kedelai atau kacang merah dan sebagainya sesuai selera.
Kulit bakpao dibuat dari adonan tepung terigu yang setelah diberikan isian, lalu dikukus sampai mengembang dan matang.

- Cahkwe
Cahkwe (Hanzi: , hanyu pinyin: you tiao) adalah salah satu penganan tradisional Tionghoa. Cahkwe adalah dialek Hokkian yang berarti hantu yang digoreng. Nama ini berhubungan erat dengan asal-usul penganan yang kecil namun sarat akan nilai sejarah ini.
Cahkwe mulai populer di zaman Dinasti Song, berawal dari matinya Jenderal Yue Fei (Hanzi: ) yang terkenal akan nasionalismenya akibat fitnahan Perdana Menteri Qin Kuai (Hanzi: ). Mendengar kabar kematian Yue Fei, rakyat Tiongkok kemudian 2 batang kecil dari adonan tepung beras yang melambangkan Qin Kuai dan istrinya lalu digoreng untuk dimakan. Ini dilakukan sebagai simbolisasi kebencian rakyat atas Qin Kuai.
Cahkwe ini populer sebagai makanan untuk sarapan pagi bersama-sama susu kedelai.
- Cap cai
Cap cai (Hanzi: , hanyu pinyin: za sui) adalah dialek Hokkian yang berarti harfiah "aneka ragam sayur". Cap cai adalah nama hidangan khas Tionghoa yang populer yang khas karena dimasak dari banyak macam sayuran. Jumlah sayuran tidak tentu, namun banyak yang salah kaprah mengira bahwa cap cai harus mengandung 10 macam sayuran karena secara harfiah adalah berarti "sepuluh sayur". Cap di dalam dialek Hokkian juga berarti "sepuluh".
- Kwetiau
Kwetiau (guotiao; juga disebut shā hé fěn) adalah sejenis mi Tionghoa berwarna putih yang terbuat dari beras. Dapat digoreng ataupun dimasak berkuah.
- Tahu
Tahu adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang difermentasikan dan diambil sarinya. Berbeda dengan tempe yang asli dari Indonesia, tahu berasal dari China, seperti halnya kecap, tauco, bakpau, dan bakso. Tahu adalah kata serapan dari bahasa Hokkian (tauhu) (Hanzi: , hanyu pinyin: doufu) yang secara harfiah berarti "kedelai yang difermentasi". Tahu pertama kali muncul di Tiongkok sejak zaman Dinasti Han sekitar 2200 tahun lalu. Penemunya adalah Liu An (Hanzi: ) yang merupakan seorang bangsawan, cucu dari Kaisar Han Gaozu, Liu Bang yang mendirikan Dinasti Han.
Di Jepang dikenal dengan nama tofu. Dibawa para perantau China, makanan ini menyebar ke Asia Timur dan Asia Tenggara, lalu juga akhirnya ke seluruh dunia.
Sebagaimana tempe, tahu dikenal sebagai makanan rakyat. Beraneka ragam jenis tahu yang ada di Indonesia umumnya dikenal dengan tempat pembuatannya, misalnya tahu Sumedang dan tahu Kediri.
- Teh
Minum teh telah menjadi semacam ritual di kalangan masyarakat Tionghoa. Di Tiongkok, budaya minum teh dikenal sejak 3.000 tahun Sebelum Masehi (SM), yaitu pada zaman Kaisar Shen Nung berkuasa. Bahkan, berlanjut di Jepang sejak masa Kamakaru (1192 – 1333) oleh pengikut Zen.
Tujuan minum teh, agar mereka mendapatkan kesegaran tubuh selama meditasi yang bisa memakan waktu berjam-jam. Pada akhirnya, tradisi minum teh menjadi bagian dari upacara ritual Zen. Selama abad ke-15 hal itu menjadi acara tetap berkumpul di lingkungan khusus untuk mendiskusikan berbagai hal.
Meski saat itu belum bisa dibuktikan khasiat teh secara ilmiah, namun masyarakat Tionghoa sudah meyakini teh dapat menetralisasi kadar lemak dalam darah, setelah mereka mengonsumsi makanan yang mengandung lemak. Mereka juga percaya, minum teh dapat melancarkan buang air seni, menghambat diare, dan sederet kegunaan lainnya.
-Angpao
Angpao (Hanzi: hanyu pinyin: hong bao) adalah bingkisan dalam amplop merah yang biasanya berisikan sejumlah uang sebagai hadiah menyambut tahun baru Imlek.
Namun angpao sebenarnya bukan hanya monopoli perayaan tahun baru Imlek semata karena angpao melambangkan kegembiraan dan semangat yang akan membawa nasib baik, sehingga angpao juga ada di dalam beberapa perhelatan penting seperti pernikahan, ulang tahun, masuk rumah baru dan lain-lain yang bersifat suka cita.
- Hu
Hu atau jimat merupakan sesuatu yang dipercaya akan memberikan suatu efek/keajaiban yang bermanfaat kepada penggunanya. Pengguna hu adalah para umat Taoisme dan sebagian besar umat Buddha Mahayana. Hu biasanya dituliskan ke dalam sebuah kertas atau kain dengan ukuran tertentu yang berwarna kuning, hijau, putih atau merah. Setiap warna kertas ada perbedaan dalam menggunakannya. Hu dibuat oleh Tatung atau seseorang yang mengerti ilmu Taoisme, dengan mengukirkan tulisan/aksara/mantra yang kemudian di berkati dengan mantra lisan dan stempel dewa tertentu. Hu biasanya dibuat di depan altar dewa.
Keperluan hu bermacam-macam, hu untuk diminum dibuat dengan menggunakan kertas warna kuning; warna hijau untuk keperluan umum seperti hu anti maling; hu pelindung tubuh; hu anti makluk halus dan lain-lain. Sedangkan warna merah biasanya dipakai untuk membuat hu pelaris untuk usaha dagang. Warna putih jarang digunakan karena hanya aliran Taoisme tertentu yang menggunakannya.
Dalam penggunaannya, hu bisa dibakar, ditempel atau dilipat dan ditaruh ke tempat yang telah ditentukan. Hu juga mempunyai batas waktu manfaatnya, rata-rata adalah 1 tahun, dan dapat diisi lagi kekuatannya agar manfaatnya bekerja lagi.

4. 1.3. Kegiatan dan Tradisi
• Makan Bakcang : Tradisi makan bakcang secara resmi dijadikan sebagai salah satu kegiatan dalam festival Peh Cun sejak Dinasti Jin. Sebelumnya, walaupun bakcang telah populer di Tiongkok, namun belum menjadi makanan simbolik festival ini. Bentuk bakcang sebenarnya juga bermacam-macam dan yang kita lihat sekarang hanya salah satu dari banyak bentuk dan jenis bakcang tadi. Di Taiwan, di zaman Dinasti Ming akhir, bentuk bakcang yang dibawa oleh pendatang dari Fujian adalah bulat gepeng, agak lain dengan bentuk prisma segitiga yang kita lihat sekarang. Isi bakcang juga bermacam-macam dan bukan hanya daging. Ada yang isinya sayur-sayuran, ada pula yang dibuat kecil-kecil namun tanpa isi yang kemudian dimakan bersama serikaya, gula manis.
• Mandi Tengah Hari : Tradisi ini cuma ada di kalangan masyarakat yang berasal dari Fujian (Hokkian, Hokchiu, Hakka), Guangdong (Teochiu, Kengchiu, Hakka) dan Taiwan. Mereka mengambil dan menyimpan air pada tengah hari festival Peh Cun ini, dipercaya dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit bila dengan mandi ataupun diminum setelah dimasak.
4. 1.4. Shio-Shio dan Fengshui
a. Shio-Shio
Dua belas shio
Kedua belas binatang shíèr shēngxiào, atau shíèr shǔxiāng) yang melambangkan kedua belas Cabang Bumi adalah, sesuai urutannya:Tikus, kerbau, macan, kelinci, naga, ular, kuda, kambing, kera, ayam, anjing, babi.
- Hari-hari libur
Berikut adalah hari-hari perayaan Tionghoa. Tanggal-tanggal berdasarkan penanggalan Tionghoa.
Tanggal Nama Bahasa Indonesia Nama Mandarin Keterangan
bulan 1
hari 1 Tahun Baru Imlek
atau Festival Musim Semi
chūnjié Pertemuan keluarga dan perayaan besar selama tiga hari; secara tradisional selama 15 hari
4 atau
5 Apr Festival Membersihkan Makam,
atau Ching Ming/Cheng Beng
qīngmíngjié Pertemuan keluarga,ziarah ke makam keluarga/leluhur
bulan 5
hari 5 Festival Perahu Naga

duānwǔjié Lomba perahu naga
dan memakan zhongzi
bulan 7
hari 7 Festival Meminta Ketrampilan,
sebuah hari kasih sayang
qǐqiǎojié Para gadis mempelajari ketrampilan rumah tangga dan 'meminta' perkawinan yang baik
bulan 7
hari 15 Festival Hantu atau Festival Para Roh
zhōngyuánjié

21 atau
Festival Titik Balik Matahari
dōngjié Pertemuan keluarga
Tikus (shio)
Shio tikus adalah salah satu dari kedua belas shio yang ada dalam penanggalan Tionghoa.
Menurut kepercayaan Tionghoa, orang yang mempunyai shio tikus adalah orang yang kreatif, jujur, murah hati, ambisius, cepat marah dan boros. Pemilik shio ini mempunyai hubungan yang baik dengan shio kera dan shio naga, dan buruk dengan shio kuda.
Orang-orang yang bershio tikus
• Richard Nixon presiden AS,
• Diego Maradona pemain sepak bola
Tahun-tahun shio tikus dan kelima unsur
• 31 Januari 1900 - 18 Februari 1901: Besi
• 18 Februari 1912 - 5 Februari 1913: Air
• 5 Februari 1924 - 24 Januari 1925: Kayu
• 24 Januari 1936 - 10 Februari 1937: Api
Macan (shio)
Shio macan adalah salah satu dari kedua belas shio yang ada dalam penanggalan Tionghoa.
Orang-orang yang bershio macan
Stevie Wonder penyanyi, Leonardo DiCaprio actor, , Ratu Elizabeth II,Tom Cruise actor, Cahya Wiguna actor.
Tahun-tahun shio macan dan kelima unsur
• 8 Februari 1902 - 28 Januari 1903: Air
• 26 Januari 1914 - 13 Februari 1915: Kayu
• 13 Februari 1926 - 1 Februari 1927: Api
• 31 Januari 1938 - 18 Februari 1939: Tanah
Kelinci (shio)
Shio kelinci adalah salah satu dari kedua belas shio yang ada dalam penanggalan Tionghoa.
Menurut kepercayaan Tionghoa, orang yang mempunyai shio kelinci adalah orang yang pendiam, pemalu, retrospektif dan bertenggang rasa.
Orang-orang yang bershio kelinci
Albert Einstein ilmuwan, Jet Li, aktor, sutradara, wushu juara dunia, kungfu master, David Beckham, pemain sepakbola.
Tahun-tahun shio kelinci dan kelima unsur
• 29 Januari 1903 - 15 Februari 1904: Air
• 14 Februari 1915 - 2 Februari 1916: Kayu
• 2 Februari 1927 - 22 Januari 1928: Api
• 19 Februari 1939 - 7 Februari 1940: Tanah
Naga (shio)
Shio naga adalah salah satu dari kedua belas shio yang ada dalam penanggalan Tionghoa.
Menurut kepercayaan Tionghoa, orang yang mempunyai shio naga adalah orang yang idealis, perfeksionis; mereka terlahir dengan pikiran bahwa mereka itu sempurna dan infleksibel. Mereka juga sangat agresif dan penuh tekad.
Orang-orang yang bershio naga
Bruce Lee aktor, olahragawan bela diri, John Lennon artis, Pelé pemain sepakbola.
Tahun-tahun shio naga dan kelima unsur
• 16 Februari 1904 - 3 Februari 1905: Kayu
• 3 Februari 1916 - 22 Januari 1917: Api
• 23 Januari 1928 - 9 Februari 1929: Tanah
• 8 Februari 1940 - 26 Januari 1941: Besi
Ular (shio)
Shio ular adalah salah satu dari kedua belas shio yang ada dalam penanggalan Tionghoa.
Menurut kepercayaan Tionghoa, orang yang mempunyai shio ular adalah orang yang tenang dan lembut, romantis dan perseptif. Meskipun begitu, mereka gampang malas dan terkadang sombong.
Orang-orang yang bershio ular
Mao Zedong, pemimpin dan ketua Partai Komunis di RRT, John F. Kennedy presiden ke-35 AS, Muhammad Ali petinju.
Tahun-tahun shio ular dan kelima unsur
• 4 Februari 1905 – 24 Januari 1906: Kayu
• 23 Januari 1917 – 10 Februari 1918: Api
• 10 Februari 1929 – 29 Januari 1930: Tanah
• 27 Januari 1941 – 14 Februari 1942: Besi
• 14 Februari 1953 – 2 Februari 1954: Air
Kuda (shio)
Shio kuda adalah salah satu dari kedua belas shio yang ada dalam penanggalan Tionghoa.
Menurut kepercayaan Tionghoa, orang yang mempunyai shio kuda adalah orang yang pintar, independen dan berpikiran bebas.
Orang-orang yang bershio kuda
Jackie Chan aktor laga John Travolta actor, George Soros spekulator finansial dan investor.
Tahun-tahun shio kuda dan kelima unsur
• 25 Januari 1906 - 12 Februari 1907: Api
• 11 Februari 1918 - 31 Januari 1919: Tanah
• 30 Januari 1930 - 16 Februari 1931: Besi
• 15 Februari 1942 - 4 Februari 1943: Air
• 3 Februari 1954 - 16 Februari 1955: Kayu
Kera (shio)
Shio kera adalah salah satu dari kedua belas shio yang ada dalam penanggalan Tionghoa. Orang yang bershio kera dipercayai sebagai orang yang cerdas, cerdik, eksentrik, dan mudah bergaul.
Orang-orang yang bershio kera
Jennifer Aniston, aktris,Harry S. Truman, presiden AS ,Tom Hanks, actor,Michael Schumacher, pembalap F1
Tahun-tahun shio kera dan kelima unsur
• 2 Februari 1908 - 21 Januari 1909: Tanah
• 20 Februari 1920 - 7 Februari 1921: Besi
• 6 Februari 1932 - 25 Januari 1933: Air
• 25 Januari 1944 - 12 Februari 1945: Kayu
• 12 Februari 1956 - 30 Januari 1957: Api
Ayam (shio)
Shio jago atau shio ayam adalah salah satu dari kedua belas shio yang ada dalam penanggalan Tionghoa.
Menurut kepercayaan Tionghoa, orang yang mempunyai shio ayam adalah orang yang giat bekerja dan selalu pasti mengenai keputusan mereka. Mereka tidak takut untuk menyatakan apa yang ada dalam pikiran mereka dan karena itu kadang terlihat seperti orang yang pamer.
Pekerjaan yang cocok untuk mereka adalah pemilik restoran dan penjelajah dunia.
Orang-orang yang bershio ayam
Natalie Portman, aktris ,Britney Spears, penyanyi,Hayden Christensen, aktor Osama Bin Laden, Fernando Alonso, pembalap F1
Tahun-tahun shio ayam dan kelima unsur
• 22 Januari 1909 - 9 Februari 1910: Tanah
• 8 Februari 1921 - 27 Januari 1922: Besi
• 26 Januari 1933 - 13 Februari 1934: Air
• 13 Februari 1945 - 1 Februari 1946: Kayu
• 31 Januari 1957 - 17 Februari 1958: Api
Anjing (shio)
Shio anjing adalah salah satu dari kedua belas shio yang ada dalam penanggalan Tionghoa.
Menurut kepercayaan Tionghoa, orang yang mempunyai shio anjing adalah orang yang loyal, jujur, dan dapat dipercaya, namun juga bisa keras kepala dan egois.
Orang bershio anjing cocok dengan orang bershio kuda, shio kelinci dan shio macan.
Orang-orang yang bershio anjing
George W. Bush, Presiden AS ,Bill Clinton, bekas Presiden AS,Michael Jackson, penyanyi, aktor
Tahun-tahun shio anjing dan kelima unsur
• 10 Februari 1910 - 29 Januari 1911: Besi
• 28 Januari 1922 - 15 Februari 1923: Air
• 14 Februari 1934 - 3 Februari 1935: Kayu
• 2 Februari 1946 - 21 Januari 1947: Api
• 18 Februari 1958 - 7 Februari 1959: Tanah
Babi (shio)
Shio babi adalah salah satu dari kedua belas shio yang ada dalam penanggalan Tionghoa.
Menurut kepercayaan Tionghoa, orang yang mempunyai shio babi adalah orang yang jujur, toleran dan merupakan sahabat yang baik namun mereka juga sering mengharapkan hal yang sama dari orang lain dan karena itu sering kecewa. Mereka juga sangat percaya kepada orang lain sehingga sering dianggap naif.
Orang bershio babi cocok dengan orang bershio babi lainnya, shio naga dan shio kambing.
Pekerjaan yang cocok bagi mereka adalah para penghibur dalam dunia seni.

Orang-orang yang bershio babi
Ronald Reagan, aktor, politikus, bekas Presiden AS ,Elton John, penyanyi,Jerry Lee Lewis, aktor ,Arnold Schwarzenegger, aktor, politikus, Gubernur California
Tahun-tahun shio babi dan kelima unsur
• 30 Januari 1911 – 17 Februari 1912: Besi
• 16 Februari 1923 – 4 Februari 1924: Air
• 4 Februari 1935 – 23 Januari 1936: Kayu
• 22 Januari 1947 – 9 Februari 1948: Api
• 8 Februari 1959 - 27 Januari 1960: Tanah
b. Feng Shui
Masyarakat Tionghoa di Kabupaten Ketapang pada umumnya dari dahulu hingga sekarang masih mempercayai pantang larang mendirikan bangunan rumah maupun jenis uasaha yang akan ditekun,i salah satunya mendirikan bangunan rumah antara lain :
1. Rumah tidak boleh didirikan dekat kiri kanan, keluar masuk jalan, karena suatu saat pelebaran jalan rumah tersebut terganggu.
2. Pintu rumah tidak boleh berhadapan seberang jalan dengan ada jalan keluar masuk kendaraan karena dianggap cucuk sate artinya rezeki yang sudah didapat akan mudah habisnya.
3. Bentuk rumah bagian bangunan rumah belakang atau sekitar dapur harus lebih tinggi dari bangunan rumah di muka, karena kalau terjadi sesuatu kebanjiran, sehingga penghuni bisa mengungsi atau pindah ke bangunan belakang karena lantainya lebih tinggi.
4. Bangunan rumah diatas pintu masuk ada kaca muka (cermin) gunanya untuk menangkal roh-roh jahat dan mengusir yang punya niat jahat merusak keharmonisan rumah tangga (penghuni)
5. Tangga rumah, susunan kayu melintang anak tangganya harus ganjil seperti: lima, tujuh, sembilan dan seterusnya, ini bermakna kalau kaki sebelah kiri memulai menginjak anak tangga dan sampai ke ujung atas pasti kaki sebelah kanan begitu kebalikannya.
6.Kaca / cermin digantung diatas pintu masuk, artinya mengusir orang halus, niat jahat masuk kerumah.

4.2. Sistem Pengobatan Tradisional Tionghoa
4.2.1. Pengobatan tradisional Tionghoa
Obat tradisional Cina memliki sejarah panjang dan dikenal di seluruh dunia karena metode diagnosis dan perawatannya yang unik. Beberapa konsep dasar obat teradissional Cina sudaha menjadi bagian dari kebiasaan umum.
Selama musim panas, minum teh herbal untuk mendinginkan, ketika cuaca berubah dingin, minum teh tonik, ketika merasa panas dan merah dimulut makan makanan yang dingin, tetapi ketika bibir dan kuku pucat ini pertanda anemia sehingga harus makan makanan yang dapat menggantikan darah.
Obat tradisional Cina merupakan harta karun peradaban Tionghoa dan aspek unik dari ilmu pengetahuan dan teknologi Tionghoa memiliki sejarah ribuan tahun. Usaha tanpa kenal lelah dari nenek moyang telah membantunya berkembang menjadi cabang ilmu pengobatan yang unik. Meskipun berasal dari Cina, pengobatan tradisional Cina merupakan asset bagi umat manusia. Oleh karena itu untuk bisa bermanfaat bagi banyak orang pengobatan ini harus menyebar ke seluruh dunia.
Obat masuk ke Kalimantan Barat bersama para imigran Tionghoa sejak awal;. Akan tetapi, itu adanya situasi spontan. Dengan perkembangan obat Cina dan dorongan situasi pada awal abad XIX, minat dan keyakinan terhadap pengobatan tersebut semakin meningkat. Beberapa orang belakangan dikenal sebagai Shin Se. Gerai obat tradisional Tionghoa di Tsim Sha Tsui, Hong Kong.
Pengobatan tradisional Tionghoa (Hanzi) adalah praktek pengobatan tradisional yang dilakukan di Tiongkok dan telah berkembang selama beberapa ribu tahun. Praktek pengobatan termasuk pengobatan herbal, akupunktur, dan pijat Tui Na. Pengobatan ini digolongkan dalam kedokteran Timur, yang mana termasuk pengobatan tradisional Asia Timur lainnya seperti Kampo (Jepang) dan Korea.
Pengobatan tradisional Tiongkok percaya bahwa segala proses dalam tubuh manusia berhubungan dan berinteraksi dengan lingkungan. Oleh karena itu, penyakit disebabkan oleh ketidakharmonisan antara lingkungan di dalam dan di luar tubuh seseorang. Gejala ketidakseimbangan ini digunakan dalam pemahaman, pengobatan, dan pencegahan penyakit.
Teori yang digunakan dalam pengobatan didasarkan pada beberapa acuan filsafat termasuk teori Yin-yang, lima unsur (Wu-xing), sistem meridian tubuh manusia (Jing-luo), teori organ Zang Fu, dan lainnya. Diagnosis dan perawatan dirujuk pada konsep tersebut. Pengobatan tradisional Tiongkok tidak jarang berselisih dengan kedokteran Barat, namun beberapa praktisi mengombinasikannya dengan prinsip kedokteran berdasarkan pembuktian.
Sejarah obat tradisional Tionghoa
Sebagian besar filosofi pengobatan tradisional Tiongkok berasal dari filsafat Taois dan mencerminkan kepercayaan purba Tiongkok yang menyatakan pengalaman pribadi seseorang memperlihatkan prinsip kausatif di lingkungan. Prinsip kausatif ini berhubungan dengan takdir dari surga.
Selama masa kejayaan Kekaisaran Kuning pada 2696 sampai 2598 SM, dihasilkan karya yang terkenal yakni Neijing Suwen) atau Pertanyaan Dasar mengenai Pengobatan Penyakit Dalam, yang dikenal juga sebagai Huangdi Neijing.
Ketika masa dinasti Han, Chang Chung-Ching, seorang walikota Chang-sa, pada akhir abad ke-2 Masehi, menulis sebuah karya Risalat Demam Tifoid, yang mengandung referensi pada Neijing Suwen. Ini adalah referensi ke Neijing Suwen terlama yang pernah diketahui.
Pada masa dinasti Chin, seorang tabib akupunktur, Huang-fu Mi (215-282 Masehi), juga mengutip karya Kaisar Kuning itu pada karyanya Chia I Ching. Wang Ping, pada masa dinasti Tang, mengatakan bahwaia memiliki kopi asli Neijing Suwen yang telah ia sunting.
Bagaimanapun, pengobatan klasik Tionghoa berbeda dengan pengobatan tradisional Tionghoa. Pemerintah nasionalis, pada masanya, menolak dan mencabut perlindungan hukum pada pengobatan klasiknya karena mereka tidak menginginkan Tiongkok tertinggal dalam hal perkembangan ilmu pengetahuan yang ilmiah. Selama 30 tahun, pengobatan klasik dilarang di Tiongkok dan beberapa orang dituntut oleh pemerintah karena melakukan pengobatan klasik. Pada tahun 1960-an, Mao Zedong pada akhirnya memutuskan bahwa pemerintah tidak dapat melarang pengobatan klasik. Ia memerintahkan 10 dokter terbaik untuk menyelidiki pengobatan klasik serta membuat sebuah bentuk standar aplikasi dari pengibatan klasik tersebut. Standarisasi itu menghasilkan pengibatan tradisional Tionghoa.
Kini, pengobatan tradisional Tionghoa diajarkan hampir di semua sekolah kedokteran di Tiongkok, sebagian besar Asia, dan Amerika Utara.
Walauapun kedokteran dan kebudayaan Barat telah menyentuh Tiongkok, pengobatan tradisional belum dapat tergantikan. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor sosiologis dan antropologis. Pengobatan tradisional dipercaya sangat efektif, dan terkadang dapat berfungsi sebagai obat paliatif ketik kedokteran Barat tidak mampu menangani lagi, seperti pengobatan rutin pada kasus flu dan alergi, serta menangani pencegahan keracunan.
Tiongkok sangat dipengaruhi oleh marxisme. Pada sisi lain, dugaan supranatural bertentantangan pada kepercayaan Marxis, materialisme dialektikal. Tiongkok modern membawa pengobatan tradisional Tiongkok ke sisi ilmiah dan teknologi serta meninggalkan sisi kosmologisnya.

4.2.2. Akupunktur
Akupunktur (Bahasa Inggris: Acupuncture; Bahasa Latin: acus, "jarum" (k benda), dan pungere, "tusuk" (k kerja)) atau dalam Bahasa Mandarin standard, zhēn jiǔ ( arti harfiah: jarum - moxibustion) adalah teknik memasukkan atau memanipulasi jarum ke dalam "titik akupunktur" tubuh. Menurut ajaran ilmu akupunktur, ini akan memulihkan kesehatan dan kebugaran, dan khususnya sangat baik untuk mengobati rasa sakit. Definisi serta karakterisasi titik-titik ini di-standardisasi-kan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) [1]. Akupunktur berasal dari Cina dan pada umumnya dikaitkan dengan Obat-obatan Tradisional Cina. Bermacam-macam jenis akupunktur (Jepang, Korea, dan Cina klasik) dipraktekkan dan diajarkan di seluruh dunia.

4.3 Sistim Kekerabatan Masyarakat Tionghoa
4.3.1. Cara Menghitung Garis Keturunan
- Tata Panggilan Menurut Adat-Istiadat Tionghoa
Adat istiadat panggilan atau tradisi panggilan yang termasuk dalam kebudayaan Tionghoa merupakan suatu hal yang sangat indah dan sudah tua. Mengapa dikatakan demikian? Karena dengan mendengar panggilan seseorang dalam sebuah keluarga, maka dapat kita ketahui kedudukan orang tersebut dalam keluarga. Di dunia internasionalpun mengakui bahwa kebudayaan Tionghoa merupakan suatu kebudayaan yang kuno dan antik. Tata panggilan ini sekarang mulai sirna, karena generasi mudanya memilih hal-hal yang dianggap praktis dan modern misalnya mengikuti panggilan orang Belanda terhadap keluarga mereka yaitu Oom dan Tante. Namun masih untung ada juga yang ingin mengetahui apa arti panggilan tersebut. Secara garis besar dapat dikatakan sebagai berikut :
1. Orang Tionghoa sangat menghormati orang-orang yang lebih tua (leluhur)
2. Kekerabatan orang Tionghoa sangat erat dan saling mendukung
3. Setiap orang yang lebih tua untuk pria dipanggil "Coo", untuk wanita dipanggil "Poo", misalnya : untuk panggilan kakek buyut : Kongco, untuk panggilan nenek buyut : Popo atau Apo
4. Untuk besan pria dipanggil : Cengkeh, untuk besan wanita dipanggil : Ceem
5. Urutan-urutan panggilan : yang paling besar : taa, yang nomor dua: ji, yang nomor tiga : saa, dst
6. Saudara pihak ayah dipanggil: "ncek", Saudara pihak ibu dipanggil : "ie", misalnya : kakak ibu I : taie, kakak ibu II : jiie , kakak ibu III : saie
7. Kakak ipar laki-laki dipanggil : "cihu", kakak ipar perempuan dipanggil : "nso (taso, jiso, saso)"
8. Adik ipar laki-laki dipanggil : ntio , adik ipar perempuan dipanggil : ncim
9. Silsilahnya adalah sebagai berikut :
Kakek buyut (Kongco) Nenek buyut
(Papoo) Generasi I
Kakek (nkong) Nenek (apo/ama) Generasi II
Ayah (tia-tia/papa) Ibu (nene/mama) Generasi III
Anak I
(tacek) Istri
(tacim) Anak II
(jicek) Istri
(jicim) Anak III
(takoh) Suami
(tatio) Generasi IV
Anak I (tapek) Istri (taem) Generasi V
• Anak I pria dipanggil : tapek. Istrinya dipanggil : taem. Anak II pria dipanggil : jipek. Istrinya dipanggil : jiem. Anak III pria dipanggil : sapek. Istrinya dipanggil : saem dst sesuai urutan dan nomor Tionghoa
• Anak I wanita dipanggil : takoh. Suaminya dipanggil : ntio. Anak II wanita dipanggil : jikoh. Suaminya dipanggil : jitio. Anak III wanita dipanggil : sakoh. Suaminya dipanggil : satio dst sesuai urutan dan nomor Tionghoa
• Antar ipar : Anak I pria dipanggil : tacek. Istrinya dipanggil : tacim. Anak II pria dipanggil : jicek. Isterinya dipanggil : jicim. Anak III pria dipanggil: sacek. Isterinya dipanggil : sacim
Pada umumnya : Orang tua pria dapat dipanggil : ncek. Orang tua wanita dipanggil : ncim. Kalau masih muda pria dipanggil : ngkoh/akoh. Kalau masih muda wanita dipanggil : ncie/acih. Saudara ibu dipanggil: ie/aie.

4.3.2. Mengenal Adat Istiadat
Selama berabad-abad, Cina merupakan suatu masyarakat yang berpusat pada keluarga. Menurut tradisi Cina ayah memiliki kekuasaan mutlak terhadap seluruh keluarga. Laki-laki meiliki status yang lebih tinggi disbanding wanita. Kakak laki-laki berkuasa atas adik-adiknya hingga mereka menjadi seorang kepala keluarga. Kelangsungan keluarga dipandang sebagai tugas terpenting oleh seluruh keluarga. Keterikatan terhadap keluarga termasuk saudara sepupu jauh , dipandang sebagai lebih wajib daripada keterkaitan terhadap Negara. Namun saat ini, khususnya di bawah rezim komunis pola-pola keluarga tradisional ini telah berubah secara drastis.
Masyarakat Tionghoa di Indonesia adalah masyarakat patrilinial yang terdiri atas marga / suku yang tidak terikat secara geometris dan teritorial, yang selanjutnya telah menjadi satu dengan suku-suku lain di Indonesia. Mereka kebanyakan masih membawa dan mempercayai adat leluhurnya. Tulisan ini membahas dua upacara adat yang cukup dominan dalam kehidupan yaitu tentang adat pernikahan dan adat kematian.

4.3.2.a. Adat Pernikahan
Upacara pernikahan merupakan adat perkawinan yang didasarkan atas dan bersumber kepada kekerabatan, keleluhuran dan kemanusiaan serta berfungsi melindungi keluarga. Upacara pernikahan tidaklah dilakukan secara seragam di semua tempat, tetapi terdapat berbagai variasi menurut tempat diadakannya; yaitu disesuaikan dengan pandangan mereka pada adat tersebut dan pengaruh adat lainnya pada masa lampau.
Umumnya orang-orang Tionghoa yang bermigrasi ke Indonesia membawa adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan mereka. Salah satu adat yang seharusnya mereka taati adalah keluarga yang satu marga (shee ) dilarang menikah, karena mereka dianggap masih mempunyai hubungan suku. Misalnya : marga Lie dilarang menikah dengan marga Lie dari keluarga lain, sekalipun tidak saling kenal. Akan tetapi pernikahan dalam satu keluarga sangat diharapkan agar supaya harta tidak jatuh ke orang lain. Misalnya : pernikahan dengan anak bibi (tidak satu marga, tapi masih satu nenek moyang).
Ada beberapa yang sekalipun telah memeluk agama lain, seperti Katolik namun masih menjalankan adat istiadat ini. Sehingga terdapat perbedaan di dalam melihat adat istiadat pernikahan yaitu terutama dipengaruhi oleh adat lain, adat setempat, agama, pengetahuan dan pengalaman mereka masing-masing.

- Upacara-Upacara Yang Dilaksanakan Dalam Pernikahan
Pesta dan upacara pernikahan merupakan saat peralihan sepanjang kehidupan manusia yang sifatnya universal. Oleh karena itu, upacara perkawinan selalu ada pada hampir setiap kebudayaan. Demikian pula halnya dengan adat pernikahan orang Tionghoa yang mempunyai upacara-upacara antara lain :
a. Upacara menjelang pernikahan :
Upacara ini terdiri atas 5 tahapan yaitu :
a. Melamar, yang memegang peranan penting pada acara ini adalah mak comblang. Mak comblang biasanya dari pihak pria.
b. Penentuan
Bila keahlian mak comblang berhasil, maka diadakan penentuan bilamana antaran/mas kawin boleh dilaksanakan.
c. "Sangjit" / Antar Contoh Baju
Pada hari yang sudah ditentukan, pihak pria/keluarga pria dengan mak comblang dan kerabat dekat mengantar seperangkat lengkap pakaian mempelai pria dan mas kawin. Mas kawin dapat memperlihatkan gengsi, kaya atau miskinnya keluarga calon mempelai pria. Semua harus dibungkus dengan kertas merah dan warna emas. Selain itu juga dilengkapi dengan uang susu (ang pauw) dan 2 pasang lilin. Biasanya "ang pauw" diambil setengah dan sepasang lilin dikembalikan.
d. Tunangan
Pada saat pertunangan ini, kedua keluarga saling memperkenalkan diri dengan panggilan masing-masing.
e. Penentuan Hari Baik, Bulan Baik
Suku Tionghoa percaya bahwa dalam setiap melaksanakan suatu upacara, harus dilihat hari dan bulannya. Apabila jam, hari dan bulan pernikahan kurang tepat akan dapat mencelakakan kelanggengan pernikahan mereka. Oleh karena itu harus dipilih jam, hari dan bulan yang baik. Biasanya semuanya serba muda yaitu : jam sebelum matahari tegak lurus; hari tergantung perhitungan bulan Tionghoa, dan bulan yang baik adalah bulan naik / menjelang purnama.

B. Upacara pernikahan :
a. 3 - 7 hari menjelang hari pernikahan diadakan "memajang" keluarga mempelai pria dan famili dekat, mereka berkunjung ke keluarga mempelai wanita. Mereka membawa beberapa perangkat untuk meng-hias kamar pengantin. Hamparan sprei harus dilakukan oleh keluarga pria yang masih lengkap (hidup) dan bahagia. Di atas tempat tidur diletakkan mas kawin. Ada upacara makan-makan. Calon mempelai pria dilarang menemui calon mempelai wanita sampai hari H.
b. Malam dimana esok akan diadakan upacara pernikahan, ada upacara "Liauw Tiaa". Upacara ini biasanya dilakukan hanya untuk mengundang teman-teman calon kedua mempelai. Tetapi adakalanya diadakan pesta besar-besaran sampai jauh malam. Pesta ini diadakan di rumah mempelai wanita. Pada malam ini, calon mempelai boleh digoda sepuas-puasnya oleh teman-teman putrinya. Malam ini juga sering dipergunakan untuk kaum muda pria melihat-lihat calonnya (mencari pacar).
c. Upacara Sembahyang Tuhan ("Cio Tao")
Di pagi hari pada upacara hari pernikahan, diadakan Cio Tao. Namun, adakalanya upacara Sembahyang Tuhan ini diadakan pada tengah malam menjelang pernikahan.
Upacara Cio Tao ini terdiri dari :
o Penghormatan kepada Tuhan
o Penghormatan kepada Alam
o Penghormatan kepada Leluhur
o Penghormatan kepada Orang tua
o Penghormatan kepada kedua mempelai.
Meja sembahyang berwarna merah 3 tingkat. Di bawahnya diberi 7 macam buah, a.l. Srikaya, lambang kekayaan. Di bawah meja harus ada jambangan berisi air, rumput berwarna hijau yang melambangkan alam nan makmur. Di belakang meja ada tampah dengan garis tengah ± 2 meter dan di atasnya ada tong kayu berisi sisir, timbangan, sumpit, dll. yang semuanya itu melambangkan kebaikan, kejujuran, panjang umur dan setia.
Kedua mempelai memakai pakaian upacara kebesaran Cina yang disebut baju "Pao". Mereka menuangkan teh sebagai tanda penghormatan dan memberikan kepada yang dihormati, sambil mengelilingi tampah dan berlutut serta bersujud. Upacara ini sangat sakral dan memberikan arti secara simbolik.
d. Ke Klenteng
Sesudah upacara di rumah, dilanjutkan ke Klenteng. Di sini upacara penghormatan kepada Tuhan Allah dan para leluhur.
e. Penghormatan Orang tua dan Keluarga
Kembali ke rumah diadakan penghormatan kepada kedua orang tua, keluarga, kerabat dekat. Setiap penghormatan harus dibalas dengan "ang pauw" baik berupa uang maupun emas, permata. Penghormatan dapat lama, bersujud dan bangun. Dapat juga sebentar, dengan disambut oleh yang dihormati.
f. Upacara Pesta Pernikahan
Selesai upacara penghormatan, pakaian kebesaran ditukar dengan pakaian "ala barat". Pesta pernikahan di hotel atau tempat lain.
Usai pesta, ada upacara pengenalan mempelai pria ( Kiangsay ). Mengundang kiangsay untuk makan malam, karena saat itu mempelai pria masih belum boleh menginap di rumah mempelai wanita.
C. Upacara sesudah pernikahan
Tiga hari sesudah menikah diadakan upacara yang terdiri dari :
1. Cia Kiangsay
2. Cia Ce'em
Pada upacara menjamu mempelai pria ("Cia Kiangsay") intinya adalah memperkenalkan keluarga besar mempelai pria di rumah mempelai wanita. Mempelai pria sudah boleh tinggal bersama. Sedangkan "Cia Ce'em" di rumah mempelai pria, memperkenalkan seluruh keluarga besar mempelai wanita.
Tujuh hari sesudah menikah diadakan upacara kunjungan ke rumah-rumah famili yang ada orang tuanya. Mempelai wanita memakai pakaian adat Cina yang lebih sederhana.

- Perubahan Yang Biasa Terjadi Pada Adat Upacara Pernikahan
1. Ada beberapa pengaruh dari adat lain atau setempat, seperti :
Mengusir setan atau mahkluk jahat dengan memakai beras kunyit yang ditabur menjelang mempelai pria memasuki rumah mempelai wanita. Demikian juga dengan pemakaian sekapur sirih, dan lain-lain.

2. Pengaruh agama, jelas terlihat perkembangannya :
Sekalipun upacara Sembahyang Tuhan / Cio Tao telah diadakan di rumah, tetapi untuk yang beragama Kristen tetap ke Gereja dan upacara di Gereja. Perubahan makin tampak jelas, upacara di Klenteng diganti dengan di gereja.
3. Pengaruh pengetahuan dan teknologi, dapat dilihat dari kepraktisan upacara. Dewasa ini orang-orang lebih mementingkan kepraktisan ketimbang upacara yang berbelit-belit. Apalagi kehidupan di kota-kota besar yang telah dipengaruhi oleh teknologi canggih.
Sebagai suatu pranata adat yang tumbuh dan mempengaruhi tingkah laku masyarakat yang terlibat di dalamnya, sasaran pelaksanaan adat pernikahan Tionghoa mengalami masa transisi. Hal ini ditandai dengan terpisahnya masyarakat dari adat pernikahan tersebut melalui pergeseran motif baik ke arah positif maupun negatif dan konflik dalam keluarga.
Dewasa ini masyarakat Tionghoa lebih mementingkan kepraktisan ketimbang upacara adat. Hampir semua peraturan yang diadatkan telah dilanggar. Kebanyakan upacara pernikahan berdasarkan dari agama yang dianut

4.4. Adat Kematian
Kita sering melihat upacara kematian Suku Tionghoa di tempat-tempat / ruang duka di rumah-rumah sakit. Kelihatannya begitu ramai oleh aneka perhiasan rumah-rumahan dengan perlengkapannya dan upacara yang bising serta pakaian duka cita yang dipakai oleh anak, menantu dan cucu-cucunya. Tetapi sebagian besar dari kita bertanya-tanya dan belum tahu apa arti semua itu. Adat upacara kematian suku Tionghoa dilatarbelakangi oleh kepercayaan mereka. Mereka mempercayai bahwa dalam relasi seseorang dengan Tuhan atau kekuatan-kekuatan lain yang mengatur kehidupan baik langsung maupun tidak langsung, berlaku hal-hal sebagai berikut :
• Adanya reinkarnasi bagi semua manusia yang telah meninggal (cut sie)
• Adanya hukum karma bagi semua perbuatan manusia, antara lain tidak mendapat keturunan (ko kut)
• Leluhur yang telah meninggal (arwah leluhur) pada waktu-waktu tertentu dapat diminta datang untuk dijamu (Ce'ng be'ng )
• Menghormati para leluhur dan orang pandai (tuapekong)
• Kutukan para leluhur, melalui kuburan dan batu nisan yang dirusak (bompay )
• Apa yang dilakukan semasa hidup ( di dunia ) juga akan dialami di alam akhirat. Kehidupan sesudah mati akan berlaku sama seperti kehidupan di dunia ini namun dalam kualitas yang lebih baik.
Upacara kematian terdiri atas empat (4) tahap yaitu :
1. Belum Masuk Peti.
o Semenjak terjadinya kematian, anak-cucu sudah harus membakar kertas perak (uang di akhirat ) merupakan lambang biaya perjalanan ke akhirat yang dilakukan sambil mendoakan yang meninggal.
o Mayat dimandikan dan dibersihkan, lalu diberi pakaian tujuh lapis. Lapisan pertama adalah pakaian putih sewaktu almarhum/almarhumah menikah. Selanjutnya pakaian yang lain sebanyak enam lapis.
o Sesudah dibaringkan; kedua mata, lubang hidung, mulut, telinga, diberi mutiara sebagai lambang penerangan untuk berjalan ke alam lain.
Di sisi kiri dan kanan diisi dengan pakaian yang meninggal. Sepatu yang dipakai harus dari kain. Apabila yang meninggal pakai kacamata maka kedua kaca harus dipecah yang melambangkan bahwa dia telah berada di alam lain.
2. Upacara masuk peti dan penutupan peti
- Seluruh keluarga harus menggunakan pakaian tertentu. Anak laki-laki harus memakai pakaian dari blacu yang dibalik dan diberi karung goni. Kepala diikat dengan sehelai kain blacu yang diberi potongan goni. Demikian pula pakaian yang dipakai oleh anak perempuan namun ditambah dengan kekojong yang berbentuk kerucut untuk menutupi kepala. Cucu hanya memakai blacu, sedangkan keturunan ke empat memakai pakaian berwarna biru. Keturunan ke lima dan seterusnya memakai pakaian merah sebagai tanda sudah boleh lepas dari berkabung.
- Mayat harus diangkat oleh anak-anak lelaki almarhum. Sementara itu anak perempuan, cucu dan seterusnya harus terus menangis dan membakar kertas perak, di bawah peti mati. Mereka harus memperlihatkan rasa duka cita yang amat dalam sebagai tanda bakti (uhaouw).

Bila kurang banyak (tidak ada) yang meratap, maka dapat menggaji seseorang untuk meratapi dengan bersuara, khususnya pada saat tiba waktunya untuk memanggil makan siang dan makan malam.
- Sesudah masuk peti, ada upacara penutupan peti yang dipimpin oleh hwee shio atau cayma. Bagi yang beragama Budha dipimpin oleh Biksu atau Biksuni, sedangkan penganut Konfusius melakukan upacara Liam keng. Upacara ini cukup lama, dilaksanakan di sekeliling peti mati dengan satu syarat bahwa air mata peserta pada upacara penutupan peti tidak boleh mengenai mayat. Dalam upacara ini juga dilakukan pemecahan sebuah kaca / cermin yang kemudian dimasukkan ke dalam peti mati. Menurut kepercayaan mereka, pada hari ke tujuh almarhum bangun dan akan melihat kaca sehingga menyadarkan dia bahwa dirinya sudah meninggal.
- Bagi anak cucu yang "berada" (kaya), mulai menyiapkan rumah-rumahan yang diisi dengan segala perabotan rumah tangga yang dipakai semasa hidup almarhum. Semuanya harus dibuat dari kertas. Bahkan diperbolehkan diisi secara berlebih-lebihan, termasuk adanya para pembantu rumah tangga. Semua perlengkapan ini dapat dibeli pada toko tertentu.
- Setiap tamu-tamu yang datang harus di sungkem (di soja) oleh anak-anaknya, khusus anak laki-laki.
- Di atas meja kecil yang terletak di depan peti mati, selalu disediakan makanan yang menjadi kesukaan semasa almarhum masih hidup.
- Upacara ini berlangsung berhari-hari. Paling cepat 3 atau 4 hari. Makin lama biasanya makin baik. Dilihat juga hari baik untuk pemakaman.
- Selama peti mati masih di dalam rumah, harus ada sepasang lampion putih yang selalu menyala di depan rumah. Hal ini menandakan bahwa ada orang yang meninggal di rumah tersebut.
3. Upacara pemakaman
- Menjelang peti akan diangkat, diadakan penghormatan terakhir. Dengan dipimpin oleh hwee shio atau cayma, kembali mereka melakukan upacara penghormatan.
- Sesudah menyembah (soja) dan berlutut (kui), mereka harus mengitari peti mati beberapa kali dengan jalan jongkok sambil terus menangis; mengikuti hwee shio yang mendoakan arwah almarhum.
- Untuk orang kaya, diadakan meja persembahan yang memanjang ± 2 sampai 5 meter. Di atas meja disediakan macam-macam jenis makanan dan buah-buahan. Pada bagian depan meja diletakkan kepala babi dan di depan meja berikutnya kepala kambing. Makanan yang harus ada pada setiap upacara kematian adalah "sam seng", yang terdiri dari lapisan daging dan minyak babi (Samcan), seekor ayam yang sudah dikuliti, darah babi, telur bebek. Semuanya direbus dan diletakkan dalam sebuah piring lonjong besar.
- Putra tertua memegang photo almarhum dan sebatang bambu yang diberi sepotong kertas putih yang bertuliskan huruf Cina, biasa disebut "Hoe". Ia harus berjalan dekat peti mati, diikuti oleh saudara-saudaranya yang lain. Begitu peti mati diangkat, sebuah semangka dibanting hingga pecah sebagai tanda bahwa kehidupan almarhum di dunia ini sudah selesai.
- Dalam perjalanan menuju tempat pemakaman, di setiap persimpangan, semua anak harus berlutut menghadap orang-orang yang mengantar jenasah. Demikian pula setelah selesai penguburan.
- Setibanya di pemakaman, kembali diadakan upacara penguburan. Memohon kepada dewa bumi ("toapekong" tanah) agar mau menerima jenasah dan arwah almarhum, sambil membakar uang akhirat.
Semua anak - cucu tidak diperkenankan meninggalkan kuburan sebelum semuanya selesai, berarti peti sudah ditutup dengan tanah dalam bentuk gundukan. Di atas gundukan diberi uang kertas perak yang ditindih dengan batu kecil. Masing-masing dari mereka harus mengambil sekepal / segenggam tanah kuburan dan menyimpannya di ujung kekojong.
- Setibanya dirumah, mereka harus membasuh muka dengan air kembang. Sekedar untuk melupakan wajah almahum.
4. Upacara Sesudah Pemakaman
1. Semenjak ada yang meninggal sampai saat tertentu, semua keluarga harus memakai pakaian dan tanda berkabung terbuat dari sepotong blacu yang dilikatkan di lengan atas kiri. Tidak boleh memakai pakaian berwarna ceria, seperti :merah, kuning ,coklat, orange.
2. Waktu perkabungan berlainan lamanya, tergantung siapa yang meninggal,
a. untuk kedua orangtua, terutama ayah dilakukan selama 2 tahun
b. untuk nenek dan kakek dilakukan selama 1 tahun
c. untuk saudara dilkukan selama 3 atau 6 bulan.
3. Di rumah disediakan meja pemujaan, rumah-rumahan dan tempat tidur almarhum. Setiap hari harus dilayani makannya seperti semasa almarhum masih hidup.
Upacara sesudah pemakaman biasanya terdiri dari :
1. Meniga hari ( 3 hari masa sesudah meniggal )
Sesudah 3 hari meninggal seluruh keluarga melakukan upacara penghormatan dan peringatan di tempat jenazah berada (pergi ke kuburan almarhum). Mereka membawa makanan, buah-buahan, dupa, lilin, uang akhirat. Dengan memakai pakaian berkabung/blacu mereka melakukan upacara penghormatan (soja dan kui). Tak lupa mereka juga menangis dan meratap sambil membakar uang akhirat. Pulang ke rumah, kembali mencuci muka dengn air kembang.
2. Menujuh hari ( 7 hari sesudah meniggal )
Seperti halnya upacara meniga hari, seluruh keluarga melakukan upacara penghormatan dan peringatan di tempat jenasah berada (kembali ke kuburan). Mereka membawa rumah-rumahan, makanan dan buah-buahan serta uang akhirat. Lilin dan dupa (hio) dinyalakan. Seluruh rumah-rumahan dan sisa harta yang perlu dibakar, dibakar sambil melakukan upacara mengelilingi api pembakaran. Sudah selesai, tanah sekepal/segenggam diambil, diserahkan ke atasnya.
3. 40 hari sesudah meniggal
Pada hari ke 40 ini kembali anak – cucu dan keluarga melakukan upacara penghormatan di tempat jenazah berada (kuburan). Semua baju duka dari blacu dan karung goni dibuka dan diganti baju biasa. Mereka masih dalm keadaan bekabung, namun telah rela melepaskan arwah si alrmahum ke alam akhirat. Sebagai tanda tetap berkabung, semua anak cucu memakai tanda di lengan kiri atas berupa sepotong kain blacu dan goni.
4. Tiap-tiap tahun memperingati hari kematian
Satu tahun dan tahun-tahun berikutnya, akan selalu diperigati oleh anak cucunya dengan melakukan “soja dan kui” sebagai tanda berbakti dan menghormat. Peringatan tahunan ini berupa upacara persembahan. Bagi keluarga yang berbeda, di atas meja persembahan diletakkan berbagai makanan, buah-buahan, minuman, antara lain teh dan kopi, manisan minimum 3 macam, rokok, sirih, sekapur, sedangkan makanan yang paling utama adalah “samseng” 2 pasang, lilin merah sepasang dan hio. Senja hari sebelum upacara ini adalah meminta kepada dewa bumi (toapekong tanah) untuk membukakan jalan bagi para arwah yaitu dengan cara membakar uang akhirat (kerta perak dan kertas emas)


4.5. Nama Fam dan Jaringan Kekerabatan
Ada beberapa nama Tionghoa. Orang Tionghoa bisa memberi nama yang diinginkan. Akan tetapi, orang tua biasanya memberi nama yang bedrmakna nasib baik atau tercapainya mimpi yang indah. Setiap nama sering memliki arti khusus. Misalnya Fu (keberuntungan), Cai (kekayaan) dan Gui (prestise) merupakan nama-nama yang menunjukkan keinginan untuk mendapatkan kekyaaan dan kemakmuran. Kuang (kesehatan), Shou (umur panjang), Jian (kesehatan dan kekuatan) dan Song (pinus) menyatakan keinginan atas hidup yang panjang dan sehat.
Kata-kata yang menyatakan kekuatan dan kekuasaan sering digunakan untuk nama anak laki-laki untuk mencerminkan kejantanannya. Anak perempuan biasanya diberi nama yang lebih lembut untuk menyatakan kecantikan dan kelelembutan. Arti nama dengan dua huruf melebihi nama dengan satu huruf. Dalam bebrapa keluarga, huruf umum digunakan untuk masing-masing saudara kandung.
Dimungkinkan juga menggunakan huruf umum untuk nama-nama dalam klan. Huruf umum klan ini sudah dibuat oleh leluhur keluarga.Huruf umum untuk 12 generasi atau lebih bisa disebutkan sekaligus. Dengan huruf umum klan, setiap anggota keluarga klan diberi nama sesuai dengan tingkatannya (dalam hal generasi) dalam klan.
Masyarakat Tionghoa membagi semua hal menjadi yin dan yang. Nma juga memeliki unsur yin dan yang. Dalam memberi nama, penting untuk menyeimbangkan yin dan yang. Jika satu huruf memliki jumlah guratan yang ganjil, berarti huruf ini digolongkan sebagai yang. Jika jumlahnya genap, berarti yin. Orang-orang kuno percaya bahwa semua hal di dunia ini terdiri dari lima unsur, yaitu Logam, Kayu,Air, Api dan Tanah. Lima unsur ini saling mendukung atau menghambat satu sama lain. Jika nama memiliki kualitas mendukung, berarti ada keseimbangan nasib baik. Sebaliknya, jika nama memiliki kualitas penghambat, nama itu dianggap tidak baik.
Perkawinan bagaikan tonggak penting dalam kehidupan seseorang, perkawinan bangsa Tionghoa memiliki banyak adat istiadat dan perayaan yang rumit dan banyak diantaranya masih dipraktekkan hingga sekarang. Pada zaman dahulu, perkawinan diatur oleh orang tua dan direncanakan oleh mak comblang. Anak-anak tidak berhak berbicara. Persiapan perkawinan dimulai ketika sebuah keluarga mengirim sorang mak comblang ke keluarga lain dengan membawa lamaran perkawinan. Delapan Trigram kedua orang ini lalu dibandingkan untuk melihat apakah mereka sesuai. Keputusan akhir berada ditangan orang tua. Selain Dinasti Zhou, upacara perkawinan dilaksanakan pada waktu malam. Mempelai pria yang menggenakan pakaian hitam akan menjemput mempelai wanita ketika hari sudah gelap. Pengiring pengantin bahkan katanya juga berwarna hitam. Mereka yang berjalan di depan kereta akan membawa lilin untuk menerangi jalan.
Datangnya kehidupan baru sering dirayakan. Untuk hidup sampai usia tua pun patut dirayakan. Orang Tionghoa memiliki sejumlah perayaan untuk menandai tonggak penting dalam kehidupan seseorang sejak lahir sampai tua. Orang Tionghoia mempunyai pepatah : Dari tiga tindakan yang tidak berbakti, yang terburuk adalah kegagalan menghasilkan anak. Membesarkan anak merupakan tugas yang mempunyai beban moral tinggi
Memeliki banyak anak dan cucu adalah nasib baik. Dengan keinginan untuk mendapatkan keturunan, banyak kebiasaan yang melibatkan berdoa pada dewa untuk meminta anak semakin populer.
Cara yang paling tepat adalah meminta berkat dari kelahiran. Misalnya, orang memuja Dewa Zhang Xian, Dewi Keturunan, Ibu Suri Bunga Emas, Dewi Kemurahan, Ibu Suri Kelhiran dan Dewi Gizi. Kebiasaan lain adalah makan telur perkawinan. Mas kawin bangsa Tionghoa sering berupa ember kecil yang dicat merah. Di dalam ember tersebut, ada lima butir telur rebus yang di cat merah dan sedikit daging manis. Ketika mas kawin disdampaikan ke rumah mempelai pria, kerabat wanita dari keluarga mempelai pria yang tidak punya anak setelah cukup lama menikah bisa meminta telur ini. Katanya, setelah memakannya, mereka akan hamil. Menariknya, beberapa tempat mempraktekkan kebiasaan makan buah melon untuk mendapatkan anak.
Biasanya buah melon merujuk pada labu kuning atau labu putih. Batangnya merambat dan daun labu kuning sangat lebat. Pada sendinya terdapat akar. Satu tanaman bisa menghasilkan banyak labu. Nan dalam mangua (labu kuning) dan nan (pria) adalah homofon. Dari berbagai tipe melon, labu putih mengandung paling banyak biji sehingga kadang-kadang dikenal sebagai keranjang 100 biji, biji menyatakan anak-anak. Menurut legenda, pasangan yang tidak punya anak harus membeli labu pada Hari Qingming. Mereka harus memasak seluruh labu dan makan di siang hari. Sambil duduk berhadapan, pasangan itu harus menghabiskan labu sebanyak mungkin. Dengan melakukan hal ini, mereka akan punya anak kelak.
Perempuan Tionghoa menjalani satu bulan pengitan setelah melahirkan. Hal ini merupakan kebiasaan yang unik bagi warga Tionghoa. Kebiasaan ini telah dipraktekkan untuk waktu yang lama, sampai sekarang. Dalam satu bulan itu,seorang wanita harus merawat diri secara hati-hati, yaitu menjaga kehangatan, mengurangi udara di perut, dan minuman tonikum. Tonikum seperti sari ayam,ayam dimasak dalam minyak wijen, nasi ketan, bubur jail, telur rebus, sup bening ayam, wijin asin, biji walnut dan gula hitam sangat disarankan.
Gunanya adalah untuk mengganti darah yang hilang selama melahirkan dan sekaligus memastikan bahwa ibu memiliki banyak asi untuk memberi makan bayi. Sebuah pepatah kuno mangatakan : Ikuti aturan pengitan dan bebaskan dirimu dari semua kekhawatiran hidup. Beberapa lama seorang wanita beristirahat selama masa pingitan adalah sangat penting karena bisa mempengaruhi kesehatan fisik di masa depan.
Setiap orang memliki hari ulang tahun. Dalam pemikiran bangsa Tionghoa tradisional, hanya orang berusia 60 tahun atau lebih yang berhak merayakan ulang tahunnya. Seseorang yang masih berusia di bawah 60 tahun tidak boleh merayakan ulang tahunnya secara besar-besaran karena dapat memperpendek umur! Mengapa demikian? Dalam pemikiran Bangsa Tionghoa, Batang Langit dan Cabang Bumi membuat lingkaran penuh dalam 60 tahun. Mereka yang bedrusia 60 tahun telah melengkapi lingkaran ini sehingga mereka bukan lagi orang biasa. Mereka menikmati penghoramatan kepada leluhur. Di ulang tahunnya, anak dan cucu akan memberikan ucapan selamat kepada mereka.
Angka 9 dan 10 sangat penting dalam perayaan ini. Angka terbaik adalah 9 karena menyatakan yang terbaik dan juga terdengar seperti kata untuk keabadian. Jika usia seseorang memiliki angka 9 atau merupakan kelipatan 9, mereka boleh merencanakan pesta besar yang dikenal sebagai perayaan 9. Angka 10 dianggap sebagai keseluruhan penuh dan usia dalam angka sepuluh dikenal sebagai ulang tahun keseluruhan penuh. Orang yang telah mencapai usia 80 dipandang sebagai Dewa Bintang. Perayaan ulang tahunnya akan diadakan dengan sangat meriah.
Bagi orang Tionghoa, kelahiran dan kematian merupakan sebuah peristiwa yang memerlukan pengumpulan banyak orang. Usia sebulan bayi dirayakan. Jika seseorang sudah tua, ulang tahunnya dirayakan, Jika ia mati, ada ritual rumit yang harus dipatuhi. Beberapa orang tua bahkan sudah mengatur penguburan mereka sebelumnya.
Orang Tionghoa percaya bahwa ada jiwa dan tubuh. Jika meninggal, jiwanya akan naik ke langit sedangkan tubuhnya tetap di bumi. Meskipun tubuhnya mati, jiwanya tetap ada.
Selain itu juga dipercaya bahwa jiwa tidak bisa dihancurkan. Orang hidup bisa berkomunikasi dan minta berkat padanya. Namun seseorang hanya bisa berdoa untuk memenuhi tujuan ini. Akhirnya plakat leluhur pun dibuat. Kebanyakan plakat dibuat dari kayu. Karenanya kadang-kadang disebut tuan kayu. Putra tertua atau cucu tertua berkewajiban mengurus plakat. Plakat leluhur tidak hanya mencerminkan pentingnya kesalehan anak dalam ajaran Confucius, tapi juga penghormatan bagi yang wafat.
Menurut Ketua Majelis Umat Khong Fu stu Kalimantan Barat yang menetap di kabupaten Ketapang ada beberapa warga Tionghoa masih mempercayai adanya Fam dan jaringan kekerabatn diantaranya :
Shio Babi Fam : Tai Soi, Phak Fu, Eng Jui
Shio Anjing Fam : Phiang, Phu,Khi,Kon Jin, Fuk
ShioAyam Fam : Eng Kui, Tien Ken,Tiau hak, Soi Pho
Shio Kera Fam : Siu Miang, Tai Jim,Tai Jong, Cok Fuk
Shio Kambing Fam : Phak Fu, Eng Kui, Fa Kong, Hie Thian, Cok Fu
Shio Kuda Fam : Tai Yong, Cok Fu
Shio Ular Fam : Shoi Pho, Tien Keu, Tian Hak
Shio Naga Fam : Kim Fa, Tai Yong, Cok Fuk
Shio Kelinci Fam : Eng Kuyi, Phak Fu, Tien Keu, Tiau Hak,Soi Pow
Shio Harimau Fam : Phiang, Phu, Khi, Kon Jim,Fuk
Shio Sapi Fam : Tien Keu, Tian Hak, Soi Pho Phak Fu
Shio Tikus Fam : Tai Yo, Sen kiu

4.5 Sistem Pembagian Harta Waris
Bagi masyarakat Tionghoa pembagian harta wariasan telah berlangsung sejak turun-temurun, jika orang tua telah usia lanjut atau jika sang Bapak mninggal terlebih dahulu, warisan sementara dipegang/ dikelola sang Ibu dan setelah Ibu meninggal warisan tersebut dibagi-bagikan kepada semua anak lelaki, yang perempuan biasanya tidak mendapat warisan, apalagi bagi perempuan yang sudah berumah tangga karena statusnya punya suami, terkecuali ada wasiat dari sang Bapak/Ibu sebelum meninggal itu sudah ditentukan berapa haknya dan jika punya anak angkat di keluarga Tionghoa berhak juga mendapat warisan. Jika warisan sedikit, biasanya dengan musyawarah, warisan tersebut diberikan kepada anak sibungsu.