tag:blogger.com,1999:blog-9154770087802550582024-03-14T04:10:51.502-07:00informasi budayajudul yang di atas adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat luas tentang budaya melayu kalimantan baratM.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.comBlogger89125tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-21845380478478490022011-04-06T19:26:00.000-07:002011-04-06T19:42:48.851-07:00Upacara Pembuatan Rumah Melayu KetapangBAGIAN UPACARA DALAM PEMBUATAN RUMAH<br />MASYARAKAT KABUPATEN KETAPANG<br />KALIMANTAN BARAT<br />Oleh. M.Natsir<br /><br />Upacara mendirikan rumah bagi masyarakat Melayu ketapang mempunyai arti yang sangat penting, sehingga rumah yang akan ditempati diharuskan membuat upacara dan menurut kepercayaan adat bahwa rumah tersebut akan dapat membawa kebaikan dan keburukan bagi penghuninya. Kepercayaan ini masih berlaku sampai sekarang dizaman modern ini bahkan berbagai upacara dilakukan menurut kenyakinan mereka, seperti syarat mendirikan rumah dan pindah rumah maupun lain sebagainya.<br />A. Upacara Mendirikan Rumah<br />I. Syarat Mendirikan Rumah<br />Mendirikan rumah memerlukan beberapa tahapan yang harus dilaksanakan, yaitu :<br />1. Memilih hari baik dan bulan baik menurut perhitungan tetua yang ada dilingkungan mereka<br />2. Memanggor (jika masih semak belukar)<br />3. Membersikan lahan<br />4. Membuat petak tanah yang disesuaikan dengan ukuran denah rumah<br />5. Sholat mangrib yang dilanjutkan dengan membaca surat Yaasin dilokasi rumah secara berjamaah dengan hidangan ketupat colet<br />6. Penancapan tongkat tiang pertama oleh pemilik rumah. Tahapan-tahapan ini nyaris tak pernah dilewati pada setiap mendirikan rumah oleh orang Melayu Kayung,dimanapun ia berada. Adapun bahan-bahan yang diperlukan untuk dimasukan kedalam satu lubang yang telah digali sebelumnya antara lain:<br />1. Paku<br />2. Keminting<br />3. Sirih Salapan<br />4. Rokok sebantang<br />5. Nasi sekepal<br />6. Pisang 1 buah<br />7. Uang logam lempengan<br />8. Bertih beras kuning<br />9. Tanam pisang<br />II. Membersihkan tanah dipasang papan mal<br />• Sholat diatas tanah<br />• Surah yasin disimpan di atas kayu yang dibuat tongkat<br />• Tanah lobang yang sudah digali tidak boleh ditinggalkan<br />• Tanah diterangi<br />• Tongkat tiang utama diusahakan berbunyi padat dan disholatkan<br />• Selesai mendirikan rumah membaca doa selamat dengan makanan ketupat lemak<br />Ketupat lemak yang dikenal oleh masyarakat ada empat jenis<br />1. Ketupat segi empat<br />2. Ketupat sorban<br />3. Ketupat bawang<br />4. Ketupat tolak bala<br />Tuan rumah yang akan mendirikan rumah baru berniat minta dikeluarkan rezeki yang ada di dalam tanah. Rezeki jika berada diatas minta diturunkan,yang jauh didekatkan, dekat minta disampaikan <br /> Membersikan rumah<br />1. Menggunakan pecahan kaca beling yang sudah lama<br />2. Kayu yang berduri 3-5-7<br />3. Serpihan besi<br />4. Kuyit<br />5. Beras 7 genggam<br />6. Garam<br />7. Sabut kelapa<br />8. Paku keminting<br />9. Sabut bakar (penghidupan manusia dan perlengkapannya)<br /> Pemasangan Kep tiang bangunan rumah baru<br />• Tiang seri<br />• Tiang utama pada bahagian atas puncak disimpan Mas atau Intan<br />• Tiang pintu disimpan pisang<br />Pemasangan alang diberikan kain berwarna putih yang bertuliskan wafak (tulisan huruh arab yang memohon keselamatan) <br />Pantang larang bagi rumah baru<br />• Jika rumah sudah berdiri dilarang anak istri untuk melihatnya<br />• Tiap penyambungan kayu harus ditutup menghindari gerhana, pada bahagian pintu dilarang ada sambungan dibahagian atas maupun bawahnya. Pada posisi alang maupun kep sambungan gelegar<br />• Tinggi rumah ditentukan dengan panjang jika tinggi 3,6,9,11 disebut dengan berkabung rejeki masuk akan tetapi selalu keluar yang lainnya<br />• Tinggi rumah 9 + 1,5 = 10,5 disebut Telajur mas orang akan senang berkunjung kerumah<br />• Tinggi rumah 3 dibandingkan dengan 1disebut dengan Naga belimbur yang menghadap kerah bintang, selalu ada rezeki yang dengan tidak bayak mengeluarkannya. <br />• Tinggi rumah lebih dari 5 disebut dengan bantal mayat, sebelum rumah ditinggal sudah ada kematian<br />Hitungan gelegar rumah<br />1. Gelegar bertanda baik bagi pemilik rumah<br />2. Gelegor bertanda kurang baik selalu berselisih paham bertengkar<br />3. Bantal sipemilik rumah selalu tidur malas kerja<br />4. Mayat kematian sebelum rumah tersebut ditempati<br />Hitungan Kasau<br />1. Kasau bertanda baik bagi pemilik rumah<br />2. Risau bertanda kurang tenang tidak sabaran<br />3. Bulan bertanda baik bagi pemilik rumah<br />4. Bintang bertanda <br />5. Matahari bertanda<br />Pindah rumah harus dihitung pada tanggal yang baik, bulan yang baik dan tahun yang baik<br />B. Upacara Pindah Rumah<br />Rumah yang telah selesai dikerjakan, maka tuan rumah mencari hari baik bulan baik untuk melaksanakan pindah rumah baru. Apabila sesuatunya telah rampung maka dimulai dengan membawa barang-barang atau peralatan rumah tangga kerumah yang baru dibuat, pada waktu yang ditentukan pemilik rumah pindah dengan memangil sanak keluarga, tetangga lingkungan yang ada disekitarnya. Pada malam hari diadakan sholat mangrib berjamaah dilanjutkan membaca surat yasin bersama-sama disertai doa. Rumah yang baru ditempati biasanya keluarga terdekat yang menemani tinggal sementara, membantu mempersiapkan makanan bagi undangan. <br />Pindah rumah sudah ditentukan oleh pemiliknya dengan hitungan hari baik bulan baik yang disebut dengan “pelangkahan”, maka tuan rumah dengan anak isterinya jika sudah bekeluarga datang kerumah baru membawa pakaian serta tempat sirih. Mereka masuk kedalam rumah pakaian biasanya dibawa oleh suami sedangkan tempat sirih dibawa oleh isteri. Pada saat sampai dimuka pintu suami memberikan salam kepada penjaga rumah yang sebelumnya sudah bermalam dirumah tersebut, sekaligus ditaburkan beras kuning bagi rombongan yang datang. Pada umumnya rumah yang baru telah hadir beberapa orang yang dituakan, setelah tuan rumah duduk maka dibacakan doa selamat dengan hidangan ketupat colet. <br /><br />3.3. ORNAMEN <br />Saat memasuki sebuah bangunan arsitektur tradisional, di dalamnya kita akan mendapatkan adanya perlengkapan interior yang juga khas daerah setempat, termasuk pilarnya, ukiran daun pintu sebuah rumah, ornamen lubang angin di atas pintu kamar dan jendela, kursi dan meja serta detail arsitektur lain. Itulah Seni ragam hias atau ornamen yang merupakan warisan budaya tradisi, saat ini masih biasa di jumpai di seluruh pelosok tanah air, walau tidak terlestari seperti zamannya.Ornamen ragam hias Melayu Ketapang, selain sebagai nilai estetik pada sebuah bangunan arsitektur, juga kita temukan pada seni gambar naga belipur. Dari Khazanah Melayu Sumatera, ada beberapa motif Ragam Hias yang digunakan dalam berbagai kepentingan. Pada sebuah kapal, lancang atau perahu dibuat ornamen khusus. Bahkan beberapa Ragam Hias juga mempunyai yang disejajarkandenganRajahSpiritual.<br /> Buku Bemban merupakan motif Ragam Hias yang dianyam yang beragam. Ada yang sederhana seperti diatas hingga sarat hiasan. Mempunyai filsafat akan kebaikan dan kemakmuran..Motif Melayu ini disebut Sayap Layang-Layang. Dimaknai sebagai Simbol Kegagahan, Mampu Menghadapi Halangan & Rintangan, Penangkal Kejahatan dan Simbol Memperoleh Hasil Usaha yg maksimal. Karenanya Atap rumah (kajang angkap) orang Melayu serta haluan kapal, sering dipasang motif ini.Motif Tapak Sulaiman adalah motif dasar di Melayu, yang bentuknya mengalami berbagai variasi, sebagai simbol kebaikan., Keabadiakemakmuran. Walau di Melayu, ornamen hewan secara utuh sangat jarang bisa kita temukan, namun motif Naga Belipur di atas tampak utuh. Ini merupakan simbol kejantanan, keperkasaan dan percayadiri.Itik Pulang Petang. Simbol kesabaran, kedisiplinan dan taat hukum.Lebah Begantung. Pelambang kesetiaan, punya faedah yang banyak, rajin, tawar penyakit, begagan, beturai, bersyahadat, namun apa bila musuh menjual pantang tak dibeli dan selalu mendatangkan kebaikan.Semut Beriring. Sebagai lambing kerajinan, gotong royong, tetap pendirian dan tahu diri.Badak Balek. Simbol pagar diriSelembayung. Orang Melayu meletakkannya di puncak rumah, sebagai simbol tangkal gaib, kemakmuran dan ketentraman. <br />Ragam hias pada umumnya yang dipasang di dalam keratin Matan adalah buga sulur yang mengembang dan tidak terputus, hal ini mengambarkan akan menjadi harum mewangi jika kaum kerabat saling menjaga persatuan dan kesatuan, menjaga tali siraturahmi sesama keluarga besar, hidup akan tentram damai dan sejahtera.<br />Banyak para ahli berpendapat bahwa, perkataan berasal dari kata Ornare (bahasa Latin) yang berarti menghiasi, dalam Ensiklopedia Indonesia, dijelaskan sebagai setiap hiasan bergaya atau yang lainnya; dibuat pada suatu bentuk dasar dari hasil kerajinan tangan ( perabot , pakaian, dsb) dan arsitektur.Ornamen merupakan komponen produk seni yang ditambahkan atau sengaja di buat untuk tujuan sebagai hiasan. Di samping tugasnya sebagai penghias secara menyangkut segi-segi keindahaan, misalnya untuk menambah keindaahan suatu barang sehingga lebih bagus dan menarik, di samping itu dalam sering ditemukan pula nilai-nilai simbolik atau maksud-maksud tertentu yang ada hubungannya dengan pandangan hidup ( falsafah hidup ) dari manusia atau masyarakat pembuatnya, sehingga benda-bendayangditerapinya memiliki arti dan makna yang mendalam, dengan disertai harapan-harapan yang tertentu pula. Pada perkembangan-perkembangan lebih lanjut, pemanfaatan di samping memiliki maksud-maksud tertentu dan pada waktu yang lebih kekinian ( saat sekarang ) banyak penekannya hanya sekedar sebagai penghias saja, dengan demikian betul merupakan komponen produk seni yang di tambahkan atau sengaja di buat untuk tujuan sebagai hiasan semata. Dengan demikian jelas bahwa tugas dan fungsi ornament adalah sebagai penghias suatu objek, dan apabila tersebut di letakkan atau diterapkan pada benda lain akan memiliki nilai tambah pada benda tersebut. Apakah akan menambah indah, angker, cantik, dan atau predikat yang lain lagi. Tentunya dalam cakupan yang sesuai dengan bagaimana dan di mana suatu harus di gunakan. Ternyata pengertiannya tidak semudah itu,sebabdalam menyangkut masalah-masalah lain yang lebih kompleks dan luas. <br />Karena dalam hubungannya perlu diuraikan tentang motif, atau tema maupun pola-pola yang di kenakan pada benda-benda seni, bangunan, dan pada permukaan apa saja tanpa memandang kepentingannya bagi struktur dan fungsinya.Selanjutnya apabila diteliti lebih mendalam dari pembahasan di atas, cakupan menjadi sangat luas. Karena sesuatu yang mempunyai tugas menghiasi serta menambah nilai dari benda yang ditempatinya berarti disebut sebagai . Pengertian ini akan lebih menyulitkan dalam memahami apabila ingin mengembangkannya, dan tidaklah sepenuhnya pengertian tidaklah demikian, sebab memiliki , sifat dan karakter yang sangat khusus. <br />Sehubungan dengan itu, coba kita bandingkan persoalan-persoalan berikut ini dalam sebuah kelompok , sebuah patung yang berdiri sendiri berubah menjadi suatu unit bila di letakkan di taman kotaatauditempatkan pada pintu-pintu masuk gedung/bangunan. Begitu juga seandainya sebuah lukisan yang di pasang pada dinding suatu ruangan/ruang tamu beserta mebel-mebelnya yang begitu serasi, membuat suasana ruangan tersebut menjadi lebih menarik dan indah. Dari uraian di atas jelas fungsi patung, lukisan serta mebel-mebel adalah sebagai hiasan kota, ruang tamu, maupun pintu gerbang, jadi dengan demikian patung, lukisan, patung dan mebel tadi dapat diartikan sebagai dari taman Kota, ruang tamu maupun pintu gerbang tersebut. Namun perlu di ketahui bahwa hal yang demikian itu bukanlah yang di maksud dengan sesungguhnya, sebagai mana yang saya maksudkan. Contoh lain, ada sebuah mebel yang di dalamnya terdapat ukiran-ukiran yang melilit-lilit ke seluruh bagian mebel, atau ukirannya hanya pada beberapa bagian saja. Dalam kasus ini mudah dijelaskan kedudukan ukiran tadi, yaitu sebagai hiasan atau dari mebel tersebut. Sejalan dengan itu, adalah samapersoalannyabila gelang, kalung, liontin di anggap sebagai dari orang yang memakainya, padahal di sisi lain benda-benda perhiasan tersebut juga terdapat yang menghiasinya.Pengertian di atas agak cukup menyulitkan dalam menarik kesimpulan yang memadai, terlebih lagi apabila dikaitkan dengan penertian dekorasi. Sebab arti dari dekorasi juga menghiasi, sekalipun demikian dapat di pahami bahwa pada umumnya pengertian dengan dekorasi dalam banyak hal terdapat kesamaan, namun tetap saja ada perbedaan-perbedaan yang signifikan, karena dekorasi dalam banyak hal lebih menekankan pada penerapan-penerapan yang bersifat khusus, misalnya dekorasi interior, dekorasi panggung. Dalam menanggapi masalah itu, barangkali akan menjadi lebih terbuka pemikiran kita apabila menyadari bahwa dapat menjadi elemen atau dekorasi, tetapi tidak untuk sebaliknya ( dekorasi sebagai ). Oleh sebab itu pengertianornamentakan bergantung dari sudut mana kita melihatnya, dan setiap orang bebas menarik kesimpulan menurut sudut pandangnya. <br /><br />Ornamen<br />Ukiran yang tertera pada gambar berbentuk ukiran ular naga disebut juga naga belimpur. Ular naga belimpur ini juga terdapat di klenteng tempat persembahan orang Tionghua. Lambang ular naga belimpur juga terdapat di lisplang. Tempat lainnya adalah sebagai hiasan pada pinggir bawah bidang yang memanjang. Ukiran bunga rampai yang berkaitan juga terpasang pada tempat-tempat tertentu, lisplang,daun cendela dan daun pintu. Pada timbangan anak-anak yang terletak diatas tali dacing. Ular-ularan naga belimpur melambangkan kesuburan dan kemakmuran, ular naga belimpur biasa melambanghkan kecerdikan dan kekuasaan. Oleh karena itu ular naga belimpur dipergunakan oleh raja raja, termasuk diantaranya Sultan Kerajaan Siak dan Sultan Kerajaan Pelalawan yang memakai symbol naga pada mahkotanya.M.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-90827256861818309382011-04-05T18:47:00.000-07:002011-04-05T18:48:27.684-07:00KERAJAAN SELIMBAUKERAJAAN SELIMBAU PUTUSSIBAU<br />KABUPATEN KAPUAS HULU <br />KALIMANTAN BARAT<br />Oleh.M.Natsir <br /><br />Abstract<br />Putussibau Territory is the capital of the Kapuas Hulu regency is one of the provinces of West Kalimantan are formed and become an integral part of the territory of the unitary republic of Indonesia since th 1953.Suku dayak dayak Park Kantuk'dan that inhabit this region as well as the many Dayak Kayan converted to Islam, this area is included in Selimbau empire in the 19th century, later founded the kingdom of the Dragon Bunut also included in the kingdom's territory Selimbau. Selimbau kingdom was attacked by royal Sintang occurred on 7 Ramadan 1259 AH On the date, December 15, 1847 royal Selimbau also fought with the royal Sekadau Ketungau river area. Resistance to the Dutch carried out by the society and one of the known named Djeranding Abdurrahman Dayak Iban religion of Islam, through the organization People's Union and the publication of newspapers Lightning Djaranding then discarded by the Dutch government to Bevon Digul West Papua in 1927. National Park and Lake Sentarum Betung Karihun one of the parks that are in the area Putussibau.<br /><br />A. Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Putussibau<br />Putussibau pada masa sekarang merupakan Ibukota Kabupaten Kapuas Hulu yang berada di wilayah propinsi Kalimantan Barat. Keberadaan Kota Putussibau tidak terlepas dari adanya pemerintahan tradisional zaman dahulu hingga pemerintah modern sesudah masuknya Bangsa Belanda dalam bentuk pemerintahan Koloni Belanda. Putussibau sendiri merupakan satu nama daerah atau tempat di antara beberapa nama daerah yang ada di wilayah Kabupaten Kapuas Hulu.Di antara nama daerah di wilayah Kabupaten Kapuas Hulu, selain Kota Putussibau yang sejak zaman dahulu adalah Embaloh, Kalis, Suhaid, Selimbau, Silat, Bunut dan lain-lain. Nama-nama daerah itu zaman dahulu adalah nama-nama kerajaan yang ada di wilayah Kapuas Hulu. Namun sekarang daerah tersebut telah menyatu mejadi bagian yang integral dari NKRI, khususnya sejak terbentuknya Pemerintahan Administrati pada tahun 1953 berdasarkan UU Darurat No 3 Tahun 1953. Pada perkambangannya daerah-daerah tersebut menjadi wilayah-wilayah kecamatan sebagai bagian dari Kabupaten Kapuas Hulu.<br />1. Asal Mula Kata Putussibau<br />Nama Putussibau menurut cerita rakyat yang berkembang di Kota Putussibau berasal dari gabungan kata “putus” (memutus atau memotong) dan ‘Sibau” (nama sungai yang membelah kota Putussibau). Sungai Sibau dinamakan demikia karena daerah di kiri kanan yang dilalui sungai Subau banyak terdapat pohon/kayu Sibau yang buahnya seperti buah rambutan. Selain Sungai Sibau, Kota Putusibau juga dialiri Sungai Kapuas yang merupaan sungai terpanjang di Indonesia.<br />Wilayah Kabupaten Kapuas Hulu sendiri dinamakan demikian karena di kabupaten inilah yang menjadi hulu Sungai Kapuas. Sungai Kapuas yang melewati Kota Putussibau telah memutus aliran Sungai Sibau yang membelah Kota Putussibau sehingga dikatakan Putussibau.Menurut versi cerita rakyat lainnya, bahwa munculnya nama Putussibau berasal dari kata “Sibau” yang merupakan jenis pohon/kayu Sibau yang buahnya seperti buah rambutan. Daun pohon ini dapat digunakan sebagai bahan pewarna pada tikar. Diceritakan dahulu kala ada pohon Sibau yang tumbuh besar ditepi sungai. Pohon Sibau tersebut tumbang menghalangi aliran sungai, dan dari peristiwa itulah masyarakat menamakan daerah itu dengan nama putussibau.<br />2. Asal Mula Penduduk Putussibau<br />Pada mulanya penduduk yang mendiami Kota Putussibau adalah orang Dayak Kantu’ dan Dayak Taman. Daya Kantu’ berasal dari daerah Sanggau yang berimigrasi ke timur. Orang-orang Dayak Kantu’ tinggal di sebelah selatan Kota Putussibau. Sedangkan orang Dayak Taman tinggal di daerah hilir di kampong Teluk Barat. Setelah berimigrasi ke Putussibau, banyak dayak Taman yang memeluk agama Islam. Selain dua suku tersebut, ada pula Suku Kayan yang menetap di daerah Kedamin. Suku Kayan ini juga banyak yang memeluk Islam. Sebelum kedatangan Bangsa Belanda, suu-suku Dayak ini membentuk pemerintahan tradisional sendiri yang mengatur wilayahnya masing-masing. Pada abad ke-19 Masehi mereka termasuk dalam wilayah Kerajaan Selimbau.<br />B. Masa Penjajahan<br />1. Kondisi Sosial Politik Zaman Belanda<br />Belanda datang pertama kali ke wilayah Kapuas Hulu di Kerajaan Selimbau pada tahun 1847, dengan pemerintahan Abbas Surya Negara. Orang Belanda yang dating ke kerajaan Selimbau tersebut adalah Asisten Residen Sintang bernama Cettersia. Dia dating dengan maksud meminta izin kepada Raja Selimbau untuk menebang kayu di daerah Kenerak.Kayu tersebut oleh Belanda untuk mendirikan benteng di daerah Sintang. Permohonan tersebut dikabulkan oleh raja Selimbau dengan perjanjiannya adalah bahwa seandainya jumlah kayu yang dibutuhan banyak maka mereka diperbolehkan bekerja lebih lama di Kenerak. <br />Setelah perjanjian disetujui oleh kedua belah pihak, Cettersia kemudian menyuruh tukang kayu Cina dan satu orang Melayu Bugis bernama Wak Cindarok. Kayu-kayu hasil tebangan tersebut diangkut melalui sungai Kenera, Kendali, Raya, Kenepai, Gebong, Rigi, Riau, Lemeda, Marsida, Kemelian, Subang, dan Kemayung.Pada tanggal 15 November 1823 (11 Rabiul Awal 1239 H), pada masa pemerintahan Pangeran Soema, pemerintahan koloni Hindia Belanda mengakui kedaulatan Kerajaan Selimbau yang menguasai tanah negeri Silat. Kemudian Kerajaan Selimbau mendirikan negeri baru yang diberi nama Nanga Bunut dan mengangkat Abang Berita sebagai rajanya dengan gelar Raden Suta.<br />Sejak pangeran Muhammad Abbas Negara berkuasa, terjadi konflik antara Kerajaan Selimbau dengan Kerajaan Sintang. Pada tahun 1838 M, Kerajaan Sintang melakukan penyerangan terhadap Kerajaan Selimbau. Kerajaan Sintang dipimpin oleh Pangeran Adipati Moh Jamaluddin meyerang Kerajaan Selimbau pada tanggal 7 Ramadhan 1259 H. Kerajaan Selimbau meminta bantuan kepada Kerajaan Pontianak yang dipimpin oleh Sultan Syarif Usman bin Sultan Syarif Abdulrahman Al Kadri. Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda juga turut campur dalam peperangan itu karena pihak Belanda mempunyai perjanjian dengan Kerajaan Pontianak dalam masalah keamanan dan peperangan.<br />Selain berkonflik dengan Kerajaan Sintang, Kerajaan Selimbau juga sempat berperang dengan Kerajaan Sekadau di daerah Sungai Ketungau. Pada tanggal 15 Desember 1847, Pangeran Muh Abbas Surya Negara mendapat pengakuan dari pemerintah kolonia Hindia Belanda untuk memimpin tanah Kapuas Hulu yang wilayahnya sampai ke hulu negeri Silat. Pada pemerintahan Pangeran Abbas inilah Kerajaan Selimbau mengalami zaman keemasan dan mempunyai daerah kekuasaan yang sangat luas sampai ke daerah Batang Aik Serawak Malaysia. Panembahan Haji Muda Muh Saleh Pakunegara mendapat pengakuan kedaulatan oleh pemerintahan colonial Belanda di Batavia sebagai penguasaKerajaan Selimbau. Ia diangkat menjadi raja ke-23 pada tanggal 28 Februari 1882 M. panembahan H. Gusti Muh Usman menjadi raja terakhir Kerajaan Selimbau yang ke 25, beliau dinobatkan oleh pemerintahan Belanda pada tahun 1912 M. Pada masanya ini Kerajaan Selimbau mengalami penderitaan karena harus membayar pajak tinggi. Beliau meninggal tahun 1923 M.<br />Selama kedudukan Gusti Muhammad Usman, pemerintahan Belanda melakukaan beberapa perjanjian:<br />1) Tanggal 15 November 1823 M dengan Pangeran Soama. Isi perjanjian adalah pengakuan pemerintahan Belanda atas kedaulatan Kerajaan Selimbau yang menguasai tanah negeri Kapuas Hulu dan negeri Silat.<br />2) Tanggal 5 Desember 1847 M, dengan Pangeran Muh Abbas Surya Negara. Isi perjanjiannya adalah pengauan pemerintah Belanda atas kedaulatan Kerajaan Selimbau di tanah Kapuas hulu yang kekuasaannya sampai ke Hulu Negeri Silat.<br />3) Tanggal 27 Maret 1855 M, dengan Pangeran Muh Abbas Surya Negara. Isi perjanjiannya adalah pengauan pemerintahan Belanda atas kedaulatan Kerjaan Selimbau di Tanah Kapuas Hulu. Daerah yang telah ditaklukkan oleh Pangran Muh Abbas meliputi: Dayak Batang Lumpur yang tinggal di Suriyang, Tangit, Sumpak, Semenuk, dan Lanja.<br />4) Tanggal 28 Februari 1880 M, dengan Pangeran Haji Muda Agung Muh Saleh Pakunegara.<br />2. Perlawanan Terhadap Bangsa Belanda<br />Perlawanan yang dilakukan oleh rayat Putussibau terhadap pemerintahan Belanda di antaranya dilaukan oleh Djarading Abdurrahman yang berasal dari<br />Suku Dayak Iban yang memeluk Islam. Pada masa mudanya Ajarading pernah sekolah sampai kelas V SD. Melalui pendidian tersebut beliau mulai mengerti akan kondisi bangsanya yang sedang di jajah Belanda.<br />Djarading mulai terjun dalam pergeraan setelah bertemu dengan Gusti Sulung Lelanang, bersamanya Djalading terjun dalam organisasi Serikat Rakyat. Dalam organisasi ini djarading mengadakan propaganda di kalangan Suku Dayak dan membantu menerbitkan Surat Kabar Halilintar di Pontianak pada tahun 1925. Djaranding kemudian dibuang oleh pemerintah Belanda ke Bevon Digul Papua Barat pada tahun 1927 karena ativitasnya dianggap menentang pemerintahan Belanda. <br />3. Kondisi Sosial Ekonomi Zaman Jepang<br />Jepang masuk ke Kapuas Hulu pada tahun 1942 dengan membuka pertambangan Batu Bara di bagian hulu Sungai Tebaung dan Sungai Mentebah. Dengan mempeerjakan orang pribumi, dengan jam kerja 8 jam/hari. Pada masa pendudukan Jepang di Kalimantan Barat antara tahun 1942-1945 wilayah Kapuas Hulu dipimpin oleh; Abang Oesman (1942-1943), K. Kastuki (1943-1944), dan Honggo (1944-1945)<br />4. Perlawanan Terhadap Bangsa Jepang<br />Pada masa Jepang berkuasa di Kalbar antara tahun 1942-1945, wilayah Kapuas Hulu juga termasuk dikuasainya. Pada awalnya kedatangan Jepang mendatangkan harapan akan membebasan rakyat dari penjajahan Belanda. Namun kenyataannya Jepang malah tidak lebih baik dari Belanda. Banyak sumber daya alam dan manusia dimanfaatkan oleh Jpang untuk kepentingan Jepang sendiri. Rakyat Putussibau benar-benar dieksploitasi guna kepentingan bangsa Jepang dengan tanoa diberi imbalan yang memadai.Melihat ketimpangan ini, maka banyak rakyat yang melakukan perlawanan terhadap Jepang. Demi mempertahankan kedudukannya di Kalbar khususnya Putussibau, <br />Jepang melakukan penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang yang dianggap membahayakan kedudukan Jepang. <br />C. Masa Kemerdekaan <br />1. Situasi Setelah Kemerdekaan<br />Pada masa setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, wilayah Kapuas Hulu dipimpin oleh: Abang A. Gani (1945-1947), A. V. Dahler (1947-1949), Pd Abubakar Ariadiningrat (1949-1949), J.A. Schoohiem (1949-1950), Oesman Yahya (1950-1951), dan A, Salam (1951-1951).Wilayah Kapuas Hulu kemudian bergabung ke dalam Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) yang dipimpin oleh Sultan Hamid II. <br />2. Pembentukan Kabupaten Kapuas Hulu<br />Pada zaman Jepang seluruh daerah Kalimantan berada di bawah kekuasaan Angkatan Laut Jepang Borneo Menseibu Coka yang berpusat di Banjar MAsin. Sedangkan untuk Kalimantan Barat berstatus “Minseibu Syuu”. Berdasaran keputusan gabungan kerajaan-kerajaan Borneo Barat pada tanggal 22 Oktober 1946 Nomor 20L, wilayah Kalimantan Barat terbagi ke dalam 12 Swapraja dan 3 Neo-Swapraja: Swapraja Sambas, Pontianak, Mempawah, Landak, Kubu, Matan, Sukadana, Simpang, Sanggau, Sekadau, Tayan, dan Sintang. Sedangkan Neo Swapraja : Meliau, Nanga Pinoh, dan Kapuas Hulu.<br />Presiden Kalimantan Barat melalui Surat Keputusan Nomor 161 tanggal 10 Mei 1948 membentuk suatu ikatn federasi dengan nama daerah Kelimantan Barat. Untuk mendukung federasi ini, Belanda mengeluarkan Besluit Luitenant Gouverneur Kenderal Nomor 8 tanggal 2 Maret 1948 yang isinya adalah pengakuan status Kalimantan Barat sebagai daerah Istimewa dengan pemerintahan sendiri beserta sebuah Dewan Kalimantan Barat.<br />Pada masa republic Indonesia Serikat (RIS), daerah Kalimantan berstatus <br />sebagai daerah bagian (bukan Negara bagian) yang terdiri dari satuan-satuan<br />kenegaraan seperti Daya Besar, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Banjar. Dengan adanya tuntutan rakyat, maka DIKB yang dipandang sebagai peninggalan pemerintah Belanda, berdasarkan keputusan Dewan Kalimantan Barat tanggal 7 Mei 1950, dengan masing-masing No 235/R dan 235/R menyatakan bahwa baik baddan pemerintah harian DIKB maupun pejabat kepala pusat PIS yang diwakili oleh seorang pejabat berpangkat presiden.<br />3. Jumlah Penduduk <br />Berdasarkan registrasi penduduk Kabupaten Kapuas Hulu diperoleh data jumlah penduduk Kapuas Hulu tahun 2007 mencapai 216.918 jiwa dengan rincian 109.932 jiwa laki-laki dan 106.986 jiwa perempuan yang tersebar di 23 Kecamatan dengan mata pencaharian sebagian besar adalah petani.<br />D. Potesi Wisata dan Peninggalan Sejarah Di Kota Putussibau<br />1. Potensi Wisata<br />Kabupaten Kapuas Hulu merupakan salah satu daerah tujuan wisata di propinsi Kalimantan Barat. Sungai Kapuas yang masih terpelihara alamnya, budaya dan kearifan tradisional masyarakat. Terdapat dua kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional yaitu Betung Kerihu dan Danau Sentarum. Potensi pariwisata di Kabupaten Kapuas Hulu selain ditunjang oleh bentang alam yang indah juga ditunjang oleh keunikan budaya yang ada. Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu melalui Dinas Pariwisata dan kebudayaan telah mengambil kebijakan dengan membagi empat wilayah yaitu: bagian Timur Kapuas Hulu, Barat , Utara, dan Selatan Kapuas Hulu.<br />Pembagian wilayah ini dimaksudkan untuk mempermudah pengembangan program pariwisata berkenaan dengan kelompok-elompok atraksi yang ada, sehingga pengembangannya dapat terkonsentrasi berdasarkan kelompok masing-masing wilayah tersebut.<br />2. Peninggalan Sejarah<br />Di Kota Putussibau terdapat peninggalan sejarah yaitu berupa Situs Neolitikum di Nanga Balang, Kecamatan Putussibau Selatan dan Rumah Mayat (Kulambu) Semangok II yang terletak di Kecamatan Putussibau Utara. Kedua peninggalan sejarah tersebut telah terdaftar sebagai benda cagar budaya.<br /><br />PENUTUP <br />Kota Putussibau adalah salah satu nama daerah dan tempat diantara beberapa nama daerah yang ada diwilayah kabupaten Kapuas hulu.ada pun nama- nama daerah di wilayah kabupaten Kapuas Hulu selain kota Putussibau yang sejak zaman dahulu telah ada Embaloh,Kalis, Suhaid,Selimbau,Silat,Bunut,dan lain-lain.nama –nama tersebut adalah nama kerajaan pada zaman dahulu yang ada di Kapuas Hulu. Nama Putussibau berasal dari gabungan kata “ putus “ dan “ sibau “. Karena kata “ putus “ adalah “ memutus “ atau “memotong”. Sedangkan kata “sibau” adalah kata yang membelah kota Putussibau. Kota Putussibau juga dialiri oleh sungai Kapuas yang merupakan sungai terpanjang di Indonesia. <br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA <br />Juniardi, Karel, S.S,2008. Sejarah Kota Putussibau. Pontianak : Penerbit BPSNT <br />Royani, 2011.Sejarah Kota Putussibau. STKIP-PGRI PontianakM.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-60162117877774730092011-03-13T11:11:00.000-07:002011-03-13T11:13:46.900-07:00Kesultanan Sanggau Kalimantan BaratKESULTANAN SANGGAU<br />KALIMANTAN BARAT<br /><br />Oleh.M.Natsir<br /><br /><br />I. PENDAHULUAN<br />A. Latar Belakang<br />Pemerinatahan di Sanggau dimulai dengan dikirimnya Dayang Mas (anak Dara Nante) yang bersuamikan Nurul Kamal keturunan Kiyai Kerang dari Banten. Pada masa pemerintahan Dayang Mas inila memindahkan pusat pemerintahan ke Mangkiang. Dayang Mas kemudian diganti oleh Dayang Puasa dengan gelar Nyai Sura yang dibantu suaminya, Abang Awal (keturunan Kesultanan Embau). Di zaman inilah Kesultanan Sanggau menjalin persahabatan dengan Kesultanan Sintang (Sultan Zubair).<br />Sultan selanjutnya adalah Abang Gani yang bergelar Kiyai Dipati Kusuma Bungsu Negara. Pada masa pemerintahan Abang Gani ini, datanglah Sultan Matan (Tanjungpura) bermaksud mengawini Puteri Sanggau yang bernama Dayang Seri Gemala dengan gelar Ratu Ayu. Setelah wafat, Abang Gani digantikan oleh puteranya yang bernama Abang besum yang bergelar Pangeran Mangkubumi. Dalam pemerintahannya beliau dibantu oleh saudara kandungnya yang bernama Abang Abon dan sepupunya Abang Guneng.<br />Setelah abang Besum wafat, diangkatlah Abang Bungsu (Abang Uju) putera dari isteri yang ketiga dengan gelar Sultan Muhammad Jamaluddin. Menurut kisah beliau pernah berkunjung ke kota Cirebon dengan membawa oleh-oleh 3 (tiga) buah meriam yaitu Bujang Juling, Dara Kuning dan Dara Hijau. Pada masa pemerintahannya inilah pusat kota Kesultanan di Mengkiang dipindahkan ke Kota Sanggau.<br /><br /><br /><br /><br /><br />B. Kebudayaan dan Adat Istiadat<br />1. Istana Kuta<br />Beberapa peninggalan sejarah Kesultanan Kuta di Sanggau<br />a. Komplek Istana Kuta<br />Pengertian komplek Istana Kuta yang dimaksud adalah bekas bangunan utama dan pendukung Kesultanan Kuta, baik yang berfungsi sebagai administratif Kesultanan maupun urusan kemasyarakatan.<br />Adapun bangunan dan fungsi bangunan pada komplek Istana Kuta:<br />• Istana Kuta adalah bangunan utama sebagai simbol kekuasaan Kesultanan Kuta, dimana digunakan untuk aktifitas Kesultanan ataupun tamu Sultan.<br />• Rumah laut, merupakan tempat tinggal Sultan atau Pengeran dimana bangunan ini dibangun ketika terjadinya giliran kekuasaan antara pihak keluarga Istana.<br />• Rumah balai, bangunan yang digunakan untuk mengadakan pertemuan dengan kerabat, masyarakat dan tamu<br />• Rumah besar, yaitu bangunan khusus bagi keluarga Sultan, selir Sultan atau pangeran.<br />• Rumah penghulu, penghulu adalah penasehat Sultan yang berhubungan dengan kegiatan keagamaan, ataupun pemimpin pada ritual keagamaan lainnya.<br />• Rumah Wredhana. Wredhana adalah pembantu Sultan yang mengatur tentang tata negara dan administrasi Kesultanan.<br />• Rumah tinggi, disebut demikian karena kolong (ruang antara tanah dan lantai sangat tinggi.<br />Beberapa peninggalan atau pusaka Kesultanan yang masih terdapat di Istana Kuta (Rumah darat) pada ruang Koleksi, antara lain:<br />• Meriam<br />• Baju kebesaran Sultan<br />• Beberapa buah senjata Berhulu Emas<br />• Stempel Kesultanan Berbahasa Arab <br />• Seperangkat alat musik<br />• Photo-photo tua Sultan dan bangunan Istana atau Masjid<br />• Karya Kaligrafi<br />• Payung <br />b. Masjid Jami’<br />Posisi awal Masjid Jami’ ini berada antara Rumah Laut dan Rumah besar, hingga pada abad 18 posisi bangunan ini dipindahkan ke pinggir Sunga Kapuas.<br />2. Istana Beringin<br />Secara umum bentuk dan kondisi bangunan ini dalam keadaan baik, hal ini dikarenakan usia bangunan yang relatif muda dibandingkan dengan istana Kuta, mengingat terbentuknya Istana akibat dari sistem pemerintahan Belanda (abad 18) pada saat itu yang ingin mendapatkan kekuasaan mutlak melalui pihak istana. <br />3. Komplek makam Sultan<br />Lokasi komplek makam Sultan berada disebaran jalan utama Sanggau-Sintang atau berjarak kurang lebih 2 km dari istana Kuta yang berada diatas bukit. Lokasi makam pada saat ini tidak hanya digunakan oleh pihak kerabat, tapi juga digunakan oleh masyarakat dengan pembagian posisi sebagai berikut:<br />• Pihak kerabat berada diatas bukit yang memiliki dua puncak bukit<br />• Masyarakat menggunakan kaki bukit bagian sebelah timur. Dimana pemakaman umum ini memiliki akses tersendiri.<br />Adat istiadat yang masih berlangsung atau diselenggarakan sebagian besar adalah yang berhubungan dengan perayaan:<br />• Hari-hari besar Islam<br />• Kegiatan Istana, membersihkan benda pusaka, dan lain-lain<br />• Pada kondisi tertentu, misalnya pada musim kemarau ketika air sungai surut, maka daratan kering biasa digunakan sebagai tempat bermain. <br /><br />C. DATA KONDISI ISTANA KAWASAN<br />1. Kebijakan Pemerintah<br />a. Tata ruang Kota<br />• Tata guna lahan pada istana Kuta diarahkan sebagai kawasan wisata dan olahraga, dan pada kawasan istana Beringin sebagai pusat perdaganagn.<br />• Lokasi kedua Istana berada pada BWK pusat kota yang mempunyai kebijakan pembagian unit lingkungan berdasarkan RUTRK Kota Sanggau adalah sebanyak 3 unit lingkungan perumahan. <br />b. Pengembangan Kota<br />• Strategi pengembangan jaringan darat daerah tepian sungai sebagai jalan kolektor sekunder dan arteri skunder, serta peningkatan kualitas jalan (pedestrian dan jalur hijau).<br />• Pengembangan dermaga pada pusat perdagangan (kawasan Beringin) dan Tanjung Kapuas, serta peningkatan sarana dan prasarana transportasi air.<br />• Peningkatan fasilitas pelayanan kota yang dapat menunjang kebutuhan penduduk adalah: Kesehatan, Peribadatan, Perdaganga (pusat perbelanjaan), pelayanan umum, Rekreasi dan pendidikan. <br />D.Lingkungan dan Kondisi Sosial Ekonomi<br />1. Istana Kuta<br />Posisi Istana Kuta pada skala kota Sanggau, adalah sebagai berikut:<br />• Administratif Komplek Istana Kuta berada pada perbatasan antara Kelurahan Ilir Kota dan Kelurahan Tanjung Kapuas.<br />• Geografis, posisi Istana berada pada pinggiran pertemuan sungai Kapuas dan sungai Sekayam. <br />2. Istana Beringin<br />Posisi Istana Beringin secara administratif terletak pada kelurahan Beringin, dimana pada kelurahan tersebut merupakan CBD Kota Sanggau serta tempat penyeberangan tradisional masyarakat Sanggau.<br /><br />E. DATA FISIK SITUS ISTANA<br />A. Istana Kuta<br />1. Komplek Istana Kuta<br />Berdasarkan hasil pengumpulan dan pengamatan terhadap masyarakat serta pihak kerabat Istana Kuta, kondisi komplek Istana Kuta terdiri dari:<br />• Bangunan Utama, Istana Kuta, Istana Ilir, Rumah balai, rumah Besar dan Masjid Jami’<br />• Fasilitas pendukung: Rumah Penghulu, Rumah Tinggi, Rumah Wredhana, Dermaga Utama, Rumah Meriam, Alun-alun. <br />2. Istana Kuta (Rumah darat)<br />• Dibangun pada tahun 1600-an oleh Sulatn Muhammad Jamaluddin.<br />• Secara umum bentuk bangunan masih asli.<br />• Bentuk denah bangunan memanjang dari depan ke belakang, dengan arah bangunan menghadap sungai Kapuas.<br />• Bangunan ini terdiri dari 2 lantai<br />• Tinggi lantai 01 terhadap tanah (kolong) kurang lebih 2m<br />• Zonning ruang secara umum dibagi dua, yaitu: bagian depan yang berfungsi sebagai ruang publik dan dikelilingi oleh ruang-ruang publik. Serta bagian belakang dengan fungsi sebagai zone semi private dan service.<br />• Struktur utama bangunan terbuat dari kayu kelas 1 (kayu belian/ besi), pola grid kolom.<br />• Bahan penutup atap menggunakan atap sirap dari kayu belian, dan bahan penutup badan bangunan menggunakan papan yang dipasang horisontal.<br />• Pada bagian depan bangunan terdapat tiang bendera 1 buah.<br />3. Istana Ilir (Rumah Laut)<br />• Dibangun ketika terjadi giliran pemegang kekuasaan istana Kuta pada tahun 1876, ketika itu pergantian kekuasaan dari panembahan Thahir II ke Ade Sulaiman.<br />• Fungsi bangunan adalah rumah sementara bagi pengganti Sultan sebelum diangkat menjadi Sultan<br />• Saat ini bangunan tersebut sudah tidak ada.<br />• Banguna terdiri dari 1 lantai.<br />• Pola grid struktur yang digunakan adalah 3x4 m.<br />4. Rumah Balai (Balirung)<br />• Usia bangunan ini perkirakan hampir sama dengan usia Istana Kuta<br />• Bangunan ini terdiri 1 ruang utama untuk tempat berkumpul 12 ruang tidur untuk menginap tamu, ruang perantara.<br />• Pada tahun 1970-an bangunan ini pernah digunakan sebagai barak militer.<br />• Pola grid yang digunakan 3x3 m. <br />5. Rumah Besar<br />• Bangunan diperkirakan sama usianya dengan istana kuta<br />• Bentuk denah bujursangkar dan bangunan menghadap ke arah sungai<br />• Terdiri dari 1 hall sebagai ruang untuk bermain, berkumpul ataupun acara keluarga lainnya. 8 ruang tidur bagi kerabat dan selir-selir yang tidak dapat ditampung di Istana Kuta.<br />• Tinggi lantai terhadap kaki atap diperkirakan 6m.<br />• Mempunyai teras pada bagian depan, serta selasar yang mengelilingi bangunan dan berhubungan langsung dengan dapur umum.<br />• Berdasarkan informasi, bangunan ini rubuh pada hari Kamis tanggal 02 Mei 1965 Jam 14.00 WIB. <br />6. Rumah Tinggi<br />• Bangunan ini merupakan ciri khas dari kelompok bangunan Istana Kuta yang berfungsi sebagai pusat militer saat itu untuk memantau kedatangan maupun pergerakan musuh.<br />• Disebut bangunan tinggi karena jarak antara lantai dan tanah paling tinggi diantara semua bangunan pada komplek Istana Kuta.<br />• Ruang pada bangunan ini terdiri dari 3 bagian utama ruang besar.<br />• Posisi bangunan diperkirakan berada didepan Rumah Penghulu, serta berada tepat di persimpangan Sungan Kapuas dan Sungai Sekayam. <br /><br /><br />7. Rumah Penghulu<br />• Dibangun guna mendukung pemerintahan Sultan pada bidang yang berhubungan dengan keagamaan, atau sebagai penasehat Sultan khusus bidang agama.<br />• Fungsi bangunan sebagai rumah tinggal dan tempat kerja.<br />• Dimana pada bagian depan dan tengah bangunan terdapat ruang besar guna menampung masyarakat.<br />• Posisi bangunan berada bagian timur rumah besar, serta terletak dibelakang rumah tinggi.<br />• Struktur utama dan penutup bangunan dari bahan kayu. Dimensi kolom 30x30 cm bujursangkar.<br />• Tinggi kolong sekitar 2m <br />8. Rumah Wredhana<br />• Bangunan ini difungsikan sebagai tempat tinggal penasehat Sultan yang mengurus seluruh administrasi dan tata negara Istana Kuta.<br />• Didirikan ketika pendudukan Belanda, hampir bersamaan dengan rumah Ilir.<br />• Ruang-ruang yang dimiliki antara lain: ruang tidur, ruang tamu, ruang keluarga dan dapur.<br />• Akses yang dimiliki dari depan dan belakang bangunan <br />9. Masjid Jami’<br />• Didirikan sekitar tahun 1825-2830 pada masa pemerintahan Sultan Ayub Pakunegara <br />• Lokasi pertama masjid Jami’ adalah diantara Istana Kuta dengan Rumah Besar.<br />• Bentuk denah bangunan asli adalah bujursangkar<br />• Tampilan bangunan masih dipertahankan secara utuh, bangunan ini diperluas dari dua bagian utama.<br />• Bagian depan bangunan sebagai entrance saat ini digunakan sebagai perpustakaan<br />• Bagian tengah bangunan terdiri dari dua lantai.<br />• Struktur utama dan penutup bangunan dari bahan kayu. Dimensi kolom 30x30 cm bujursangkar.<br />• Tinggi kolong sekitar 1m.<br />B. Istana Beringin (Rumah Laut)<br />1. Istana Beringin (Tanah laut)<br />• Didirikan pada abad ke-18<br />• Bentuk denah bujursangkar<br />• Bangunan hanya terdiri dari 2 lantai<br />• Tidak ada ruang-ruang khusus pada bangunan, kecuali jumlah ruangan yang lebih banyak dari rumah standar pada umumnya.<br />• Tinggi lantai dari tanah sekitar 2m<br />2. Rumah Penebahan<br />• Bangunan ini dibuat bersamaan dengan dibangunnya istana Laut<br />• Fungsi ruang bagian depan digunakan untuk berkumpul sebagai ruang tamu, dan bagian belakang digunakan untuk ruang keluarga.<br />• Untuk ruang sirvice berada pada bagian belakang, bersebelahan dengan ruang keluarga.<br />• Pola ruang adalah grid, dengan pola kolom yang terbentuk 3x3 m dari bahan kayu bujursangkar.<br />• Struktur bangunan dan penutup keseluruhan dari kayu. <br />C. Komplek Makam Sultan<br />1. Istana Kuta<br />• Secara adminstratif berada pada kelurahan Ilir kota berada diatas dua puncak bukit sebelah utara Istana.<br />• Akses menuju komplek Makam dari jalan raya utama telah mengalami perkerasan.<br />• Puncak bukit sebelah barat terdapat makam utama penembahan Haji Gusti Much. Ali Suryanegara yang telah diberi pelindung bangunan pada tahun 1980-an dengan ukuran atap pelindung 10x10 m<br />• Puncak sebelah timur terdapat selah atau lembah memanjang ke arah sungai <br />• Pada pinggiran bukit masih terdapat sisa bangunan bekas benteng pertahanan untuk memantau musuh dari puncak bukit.<br />• Diantara dua bukit terdapat dua celah atau lembah memanjang kea arah sungai.<br />2. Istana Beringin<br />• Lokasi makam berada diutara Istana Beringin dengan jarak dari Istana + 400m melalui jalan lingkungan perumahan penduduk.<br />• Akses alternatif bisa melalui jalan utama sebelah barat Istana, lebar jalan 2m dan telah mengalami perkerasan dari semen.<br />• Luas site makam + 1000 m2<br />TINGKAT KERUSAKAN<br />A. Istana Kuta<br />1. Lingkungan<br />Penurunan kualitas lingkungan terjadi pada komplek Istana Kuta, hal ini diakibatkan beberapa hal:<br />• Penataan lanskap dan perumahan yang tidak teratur<br />• Fasade bangunan perumahan penduduk bervariatif<br />• Keengganan penduduk<br />• Abrasi sungai Sanggau yang berada di komplek Istana Kuta <br />2. Bangunan<br />Pada Istana Kuta kerusakan situs yang terjadi secara umum adalah sedang dan berat, antara lain:<br />• Hilangnya situs bangunan<br />• Istana Kuta kerusakan berat terdapat pada bagian penutup atap, lantai dan dinding<br />• Masjid Jami’ terapat pada tiang/kolom bangunan yang telah mengalami kemiringan ke arah sungai.<br />• Rumah penghulu pada bagian struktur kolom dan pondasi bangunan bagian samping terjadi kerusakan sedang dikarenakan pelapukan. <br />B. Istana Beringin<br />1. Lingkungan<br />Penurunan kualitas lingkungan terjadi pada komplek Istana Kuta, hal ini diakibatkan beberapa hal:<br />• Lokasi Istana berada di CBD Kota, sehingga fungsi kawasan Istana pada saat ini adalah Mix Used.<br />• Bentuk aktifitas perdagangan yang bervariatif di sekitar kawasan mengakibatkan fasilitas perdagangan akan tumbuh secara alamiah dan tidak terkendali. <br />2. Bangunan<br />• Hilangnya situs bangunan<br />• Istana Kuta kerusakan berat terdapat pada bagian penutup atap, lantai dan dinding<br />• Masjid Jami’ terapat pada tiang/kolom bangunan yang telah mengalami kemiringan ke arah sungai.<br />• Rumah penghulu pada bagian struktur kolom dan pondasi bangunan bagian samping terjadi kerusakan sedang dikarenakan pelapukan. <br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Roffi Faturrahman, Weni, Dewi Utmmai, ST. Nunik Hasriyanti, ST. (1980), Istana Kuta, Beringing-Sanggau. Inventarisasi Istina Kalimantan Barat<br />Sartika Listina Galatia. 2011. Kebudayaan Kesultanan Sanggau. Pontianak. STKIP-PM.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-14283824475363457792011-03-13T09:21:00.000-07:002011-03-13T09:23:11.114-07:00SEJARAH KERAJAAN SEKADAUSejarah Kerajaan Sekadau<br /><br />Oleh.M.Natsir<br /><br />A.LATAR BELAKANG<br />Nama Sekadau terambil dari sejenis pohon yang banyak tumbuh di muara sungai Sekadau. Penduduk setempat menamakannya Batang Adau. Asal mula penduduk Sekadau adalah pecahan rombongan Dara Nante yang di bawah pimpinan Singa Patih Bardat dan Patih Bangi yang meneruskan perjalanan ke hulu sungai Kapuas. Rombongan Singa Patih Bardat menurunkan suku Kematu, Benawas, Sekadau dan Melawang. Sedangkan rombongan Patih Bangi adalah leluhur suku Dayak Melawang yang menurunkan raja-raja Sekadau.Mula-mula kerajaan Sekadau terletak di daerah Kematu, lebih kurang 3 kilometer sebelah hilir Rawak. Raja pertama Sekadau adalah Pangeran Engkong yang memiliki tiga putra, yakni Pangeran Agong, Pangeran Kadar dan Pangeran Senarong. Sesudah Pangeran Engkong wafat, kerajaan diteruskan oleh putra keduanya, Pangeran Kadar, karena dinilai lebih bijaksana dari putra-putra yang lain. Karena kecewa, Pangeran Agong kemudian meninggalkan Sekadau menuju daerah Lawang Kuwari. Sedangkan Pangeran Senarong kemudian menurunkan penguasa kerajaan Belitang.<br />Setelah Pangeran Kadar wafat, pemerintahan dilanjutkan oleh putra mahkota Pangeran Suma. Pangeran Suma pernah dikirim orangtuanya untuk memperdalam pengetahuan agama Islam ke kerajaan Mempawah, karena itu pada masa pemerintahannya agama Islam berkembang pesat di kerajaan Sekadau. Ibukota kerajaan kemudian dipindahkan ke kampung Sungai Bara dan sebuah masjid kerajaan didirikan di sana. Pada masa ini pula Belanda sampai ke kerajaan Sekadau.Pangeran Suma kemudian digantikan oleh putra mahkota Abang Todong dengan gelar Sultan Anum. Lalu digantikan lagi oleh Abang Ipong bergelar Pangeran Ratu yang bukan keturunan raja namun naik tahta karena putra mahkota berikutnya belum cukup dewasa. Setelah putra mahkota dewasa, ia pun dinobatkan memerintah dengan gelar Sultan Mansur. Kerajaan Sekadau kemudian dialihkan kepada Gusti Mekah dengan gelar Panembahan Gusti Mekah Kesuma Negara karena putra mahkota berikutnya, yakni Abang Usman, belum dewasa. Abang Usman kemudian dibawa ibunya ke Nanga Taman.Sesudah pemerintahan Panembahan Gusti Mekah Kesuma Negara berakhir, Panembahan Gusti Akhmad Sri Negara dinobatkan naik tahta. Tetapi oleh penjajah Belanda, panembahan beserta keluarganya kemudian diasingkan ke Malang, Jawa Timur, dengan tuduhan telah menghasut para tumenggung untuk melawan Belanda.Karena peristiwa tersebut, Panembahan Haji Gusti Abdullah kemudian diangkat dengan gelar Pangeran Mangku sebagai wakil panembahan. Ia pun dipersilakan mendiami keraton. Belum lama setelah penobatannya, Pangeran Mangku wafat. Ia kemudian digantikan oleh Panembahan Gusti Akhmad, kemudian Gusti Hamid.Raja Sekadau berikutnya adalah Panembahan Gusti Kelip.<br /> Tahun 1944 Gusti Kelip tewas dibunuh penjajah Jepang. Pihak Jepang kemudian mengangkat Gusti Adnan sebagai pembesar kerajaan Sekadau dengan gelar Pangeran Agung. Ia berasal dari Belitang. Juni 1952, bersama Gusti Kolen dari kerajaan Belitang, Gusti Adnan menyerahkan administrasi kerajaan kepada pemerintah Republik Indonesia di Jakarta.Juga diatur mengenai kewajiban rakyat negeri terhadap hak orang lain seperti kapal pecah, barang hanyut, melindungi model – model kejahatan dan berpindah – pindah negeri. Yang sangat menarik perhatian dimana Gubernement Hindia Nederlands telah berusaha menghapus perbudakan dan pengayauan oleh orang dayak sebagai suatu kondisi yang turun temurun.Semula para raja menjadi tuan dinegeri sendiri kemudian menjadi tanah pinjaman dari Gubernement kepada raja dan seluruh kerajaan. Membatasi segala pungutan dan hasil bumi harus seijin Gubernument Setelah Panembahan Haji Ade Sulaiman meninggal dunia, seharusnya yang naik tahta adalah Pangeran Haji Gusti Muhammad Ali II Suria Negara anak dari Haji Gusti Ahmad Putera Negara. Namun oleh Pangeran Dipati Ibnu yang merupakan putera dari Panembahan Haji Ade Sulaiman Paku Negara, tidak mau menyerahkan pemerintahan, maka kembali Belanda ikut campur tangan. <br /> Gubernement Belanda memilih Pangeran Haji Gusti Muhammad Ali II Suria Negara menjadi raja yang memerintah tahun 1908 – 1915. sedangkan Pangeran Dipati oleh Belanda dibuang ke Jawa. Sebagai Mangkubumi diangkatlah adik dari Panembahan Haji Sulaiman Paku Negara yang bernama Pangeran Haji Ade Muhammad Said Paku Negara. <br /><br />Panembahan Gusti Muhammad Ali mempunyai 9 orang putera dan 5 orang puteri yaitu :<br />1.GustiMuhammadTahirIIISuriaNegara<br />2.Gusti Ahmad yang bergelar Pangeran Adipati Suria Negara<br />3. Gusti Abdurrahman<br />4. Gusti Burhan<br />5. Gusti Muhammad Arief<br />6. Gusti Zainal Abidin<br />7. Gusti Syamsudin<br />8. Gusti Abdul Murad<br />9. Gusti Terahib<br />10. Utin Isah<br />11. Utin Hadijah<br />12. Utin Mas Urai<br />13. Utin Maryam<br />14. Utin Maimun <br /><br /> Setelah Panembahan Gusti Muhammad Ali II Surya Negara wafat maka diangkatlah Haji Muhammad Said Paku Negara sebagai raja. Beliau naik tahta pada tahun 1915 – 1920 pada masa itu yang menjadi Mangkubumi adalah anak dari Pangeran Haji Muhammad Ali II yaitu Gusti Muhammad Tahir III Suria Negara.<br />Pembaharuan – pembaharuan mulai dilakukan setelah Gusti Muhammad Tahir II Suria Negara menjadi raja menggantikan Panembahan Haji Ade Muhammad Said Paku Negara Pembaharuan yang dilakukan antaralain dalam bidang pendidikan. Dengan mendirikan Gubernement School kelas V di SD Negeri I Sanggau sekarang ini . kemudian membangun jalan raya yang menghubungkan Sanggau – Ngabang dan Sanggau – Sintang pembangunan ini pada dasarnya merupakan perintah dari Penjajah Belanda dengan cara “KERJA RODI”.<br />Pembaharuan juga dilakukan dengan mendirikan suatu Lembaga Mahkamah Syariah atau Raad Agama di Kerajaan Sanggau yang dipimpin oleh :<br />1. Pangeran Temenggung Suria Igama atau nama aslinya ialah Haji Muhammad Yusuf.<br />2. Raden Penghulu Suria Igama yang nama aslinya adalah Ade Ahmaden Baduwi.<br />Dari segi hukum adat kerajaan juga terjadi pembaharuan karena pada tanggal 31 Oktober 1932 bersamaan dengan 2 Rajab 1351 Hijriah telah disempurnakan kembali hukum adapt Kerajaan sanggau dari 34 pasal menjadi 70 pasal dengan istilah lain hukum adat tambahan yang ditandatangani oleh : <br />1. Raden Penghulu Suria Igama Abang Haji Ahmad<br />2. Pangeran Tumenggung Hoofd Penghulu Haji Muhammad Yusuf<br />3. Panembahan Gusti Muhammad Tahir III Suria Negara <br />Segala urusan agama tidak hanya dilakukan raja sanggau tetapi dilakukan oleh Raad Agama tersebut seperti nikah, talak dan rujuk serta hukum waris dan wasiat. Demikian pula dengan penetapan awal Ramadhan, Fardlu Kifayah serta urusan peribadatan dimasjid termasuk pengangkatan para imam dan khatib maupun bilal masjid semua dilakukan oleh Raad ama atas nama raja sanggau. Jadi Kerajaan Sanggau tidak hanya menggunakan huklum adatjuga menggunakan hukum islam, Perkembangan agama Islam terus berkembang dan bertambah maju pada masa Panembahan Muhammad Tahir III, karena Belanda menyerahkan pengurusan agama sepenuhnya kepada pemerintah negeri atau kerajaan. Hal ini sesuai dengan ketetapan yang diberikan oleh pemerintah Belanda antara lain :<br />1. Peribadatan umum umat Nasrani berada dibawah wewenang Departemen Van Onderwijs En Eredient ( Departemen Pengajaran dan peribadatan ). Sedangkan Agama Islam diserahkan kepada Kerajaan dan bagi Daerah Gubernement dibawah wewenang Departement Van Dinnenlasche en Muhamadaanch Zaken.<br />2. Bidang politik gerakan agama ditampung oleh kantor Voon Inlandsche en Muhammadaanche Zaken.<br />3. Mahkamah Islam Tinggi ( MIT ) atau Hof Voor Islamatische Zaken dan wewenang Departement Van JUstitie ( Departemen Kehakiman<br /><br /><br />1.GAWAI BAHAS PERANAN ADAT DALAM PEMBANGUNAN <br /><br />Dalam PDG tahun 2009 diadakan momen yang tidak kalah pentingnya dalam penataan pembinaan kelembagaan Suku Dayak Kabupaten Sekadau, yakni seminar yang diadakan di Gedung Kateketik Jalan Rawak Sekadau. Seminar ini dihadiri 40 orang peserta dari kontingen kecamatan dan sanggar yang ada di Kabupaten Sekadau. <br />Dalam PDG tahun 2009 diadakan momen yang tidak kalah pentingnya dalam penataan pembinaan kelembagaan Suku Dayak Kabupaten Sekadau, yakni seminar yang diadakan di Gedung Kateketik Jalan Rawak Sekadau. Seminar ini dihadiri 40 orang peserta dari kontingen kecamatan dan sanggar yang ada di Kabupaten Sekadau. <br />Hadir sebagai narasumber dalam acara tersebut yaitu Hendri Lisar, sebagai Ketua DAD Kabupaten Sekadau dan Elias Ngiok, dari lembaga penelitian dan pendokumentasian seni dan budaya Institut Dayakologi Kalbar. <br />Materi yang disampaikan oleh Hendri Lisar yaitu tentang peranan masyarakat Adat Dayak dalam pembangunan. Hendri Lisar memaparkan bahwa keinginan masyarakat Dayak untuk berperan aktif dalam pembangunan sungguh besar, tapi, terbentur oleh berbagai aturan dan perundang-undangan yang diberlakukan oleh pemerintah pusat dan daerah. <br />”Kita melihat selama ini masyarakat Adat Dayak itu sudah mulai aktif dalam berbagai peran di berbagai sektor pembangunan, tapi sayang masih banyak warga Dayak itu belum tahu aturan main sesuai dengan undang-undang yang diberlakukan oleh pemerintah, ini terbukti dengan benturan dengan keinginan masyarakat untuk memekarkan diri sebagai desa dan kecamatan baru, tapi semua itu berbenturan dengan PP nomor 19 tahun 2008,” katanya. <br />Topik hangat yang dibahas dalam seminar tersebut yaitu tentang sebutan hukum adat yang selalu salah diartikan oleh pemerintah bahwa hukum adat itu adalah hukum negatif, sedangkan hukum yang ditegakan oleh oknum pengadilan negeri adalah hukum positif. “Padahal hukum adat merupakan hukum dasar semenjak zaman nenek moyang kita untuk mengatur peradaban kehidupan di dunia ini dan sebagai sumber dari hukum nasional,” katanya.<br />Memang benar selama ini berbagai pihak sering menyebut bahwa hukum adat adalah hukum negatif, padahal itu salah penasiran dan fatal kalau disebut sebagai hukum negatif. Dalam kesempatan tersebut Hendri Lisar juga mengharapkan agar para penegak hukum adat seperti Temenggung Adat kabupaten maupun di kampung-kampung tidak mengkomersilkan hukum adat. Dalam arti menetapkan nilai adat tidak sesuai dengan takaran adat yang sesungguhnya. <br />Pada sesi kedua yaitu membahas tentang pentingnya pelestarian seni dan budaya bagi masyarakat adat. Elias Ngiok, mengatakan bahwa selama ini kita miskin data dan dokumentasi, sehingga berbagai hal tentang pelestarian budaya sulit untuk dilacak keberadaan dan asal usulnya. <br />“Pihak kita ingin mengetahui data-data kebudayaan di Dinas Kebudayaan, tapi selama ini dinas yang menangani bidang ini juga tidak memiliki data yang lengkap,” katanya.<br />Selama ini pihak pemerintah sering menyelenggarakan acara festival atau perlombaan untuk menggalakkan pelestarian budaya itu sendiri, padahal jika diperlombakan hal tersebut sangat fatal dan celaka. Hal ini disebabkan karena kesenian atau buadaya itu mengandung nilai makna tersendiri bagi masing-masing sub suku Dayak. “Jika diperlombakan pasti masing-masing daerah mengunggulkan makna kesenian yang ditampilkan, pasti tidak ada yang mau kalah dalam lubuk hati mereka,” paparnya. <br /><br /> <br />Hermanus Hartono<br />Borneo Tribune, Sekadau<br />Pangeran Agung Gusti Muhammad Efendi kini resmi menjabat sebagai Pemangku Adat Keraton Kusumanegara Sekadau. Terpilinya Gusti Muhammad Efendi sebagai pemangku adat keraton Sekadau setelah melalui rapat akbar kerabat keraton Kusumanegara yang dilaksanakan di masjid At-Taqwa desa Mungguk pada 4 April 2010 lalu.<br />Pemilihan pemangku adat keraton kartanegara sekadau menurut Gusti Efendi dinilai perlu dan mendesak, demi kemajuan dan perkembangan keraton dan para kerabat kedepan yang lebih baik. “Mengingat pentingnya hal tersebut, perlu mengambil langkah untuk menetapkan figure yang dapat duduk sebagai jabatan pemangku adat,” terang Gusti Efendi kepada wartawan di Sekadau Rabu (28/4), kemarin.<br />Dikatakan Gusti, pertimbangan lain ditetapkannya seorang figur untuk dapat duduk sebagai pemangku adat keraton ialah, karena pada saat ini pejabat pemangku adat keraton kartanegara sekadau belum ada selaian itu, jabatan pemangku adat juga sangat diperlukan demi kelancaran dalam urusan keraton.<br />“Dari hasil pertemuan akbar yang kita laksanakan di masjid At-Atqwa bersama dengan kerabat keraton Kartenegara Sekadau, pada 4 April 2010 lalu, saya yang dipercaya untuk menduduki jabatan sebagai pemangku adat di Keraton Kartenegara Sekadau,” ujar Gusti.<br />Dikatakan Gusti, sekitar kurang lebih 100 orang para kerabat keraton Kartanegara yang hadir dalam pertemuan pemilihan kerabat keraton itu. Usai terpilihnya Pangeran Agung Gusti Muhammad Efendi sebagai pemangku adat keraton, langsung dikukuhkan oleh sesepuh sektor adat dari kecamatan Sekadau Hilir H. AB Mat Umar, Kecamatan Nanga Taman Abang Nahar dan sesepuh adat sektor kecamatan Belitang Ade Effendi.<br />Terpilihnya pangeran agung Gusti Muhammad Effendi, selain dikukuhkan oleh sesepuh adat dari tiga sektor kecamatan tersebut, juga di ketahui oleh Panageran Ratu sri Negara H.R.M Ihksan Perdana, selaku sesepuh keraton sektor timur Kesuma Negara V, Sintang. <br />Dikatakan Efendi, tembusan hasil pengukuhan pemangku adat keraton kusumanegara sekadau disampaikan kepada menteri dalam negeri di Jakarta, menteri keuangan di Jakarta, menteri kebudayaan dan pariwisata di Jakarta, menteri sosaial di Jakarta, ketua komisi X di Jakarta, ketua firum silahturahmi kesultanan nusantara pusat di Jakarta, ketua asosiasi kesultanan Indonesia di Jakarta, ketua firum silahturahmi kesultanan nusantara kalbar di potianak, gubernur kalbar di potianak, ketua DPRD Kalbar di pontianak, Kepala Dinas PU, Up Kepala Bidang Cipta Karya di Pontianak, sesepuh keraton sektor timur di sintang, Ketua DPRD Sekadau, Kepala Kejaksaan Negeri Sekadau, ketua pengadilan negeri Sekadau, kepala dinas kebudayaan dan pariwisata kabupaten sekadau, ketua dewan adat dayak sekadau, ketua dewan adat tionghoa sekadau dan camat se kabupaten Sekadau. <br />D. Objek Wisata Air Panas Seburuk <br />Objek Wisata Air Panas Seburuk<br /> <br />DESA SEBURUK, Kecamatan Belitang Hulu Balai Sepuak, Kabupaten Sekadau menyimpan aset wisata yang tak ternilai harganya, yaitu Sumber Air Panas Bumi. Air ini mengebul dan mengalir sepanjang masa dari perut bumi hingga sekarang. Panas air ini cukup tinggi sehingga dapat dimanfaatkan untuk merebus telur jika kita rendamkan di dalamnya beberapa saat. <br />Menurut kepercayaan masyarakat setempat, apabila mandi di sana, air tersebut dapat menyembuhkan bermacam-macam penyakit kulit. Objek wisata ini sangat menakjubkan. Jarak tempuh antara Balai Sepuak dan Desa Seburuk kurang lebih 10 km. Jarak ini dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua sampai ke Desa Seburuk, kemudian berjalan kaki 45 menit ke lokasi air panas tersebut.. <br /> E. Batu Betulis Ng Mahap <br />Batu Betulis Ng Mahap<br /> <br />BATU BERTULIS adalah merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Hindu di tanah air. Batu bertulis di Sungai Tekaret anak sungai Mahap, dari pinggir sungai kurang lebih 30 M dekat Kampung Pait Kecamatan Nanga Mahap 18 km dari ibu kota kecamatan ke lokasi, dan 59,85 km dari ibu kota kabupaten ke Kecamatan Nanga Mahap. <br /> Tinggi sebelah kiri batu tersebut dua meter. Sebelah kanan 3,90 meter. Lebar 5,10 meter. Batu ini satu-satunya bukti tertulis sejarah Indonesia Kuno di Kalimantan Barat. Bangunan ini dari bahan batu alam, ditulis secara vertikal untuk masing-masing bait, menggunakan huruf Pallawa bahasa Sanksekerta. Ditilik dari langgam tulisannya ditulis padatahun 650 Masehi (abad 7 M) akhir Hindu dan awal Budha, berisi doa dan mantera untuk keselamatan dan kesejahteraan warga di sekitarnya <br />F. Kulit Padi Purba <br />Kulit Padi Purba<br /> OBYEK wisata ini berada di Dusun Landau Kodah, Desa Seberang Kapuas, Kecamatan Sekadau Hilir. Jaraknya sekitar 7 km dari lbu Kota Kecamatan ke lokasi. <br />Keunikan obyek wisata ini merupakan kulit padi (gabah) dalam ukuran besar. Benda ini merupakan warisan nenek moyang masyarakat setempat yang sudah turun temurun, disimpan di rumah adat setempat. Konon katanya kulit padi ini dikeramatkan dan diyakini membawa berkah untuk rezeki panen berlimpah bagi masyarakat setempat. Oleh karena itu setiap tahun benda ini diberkati dengan suatu upacara adat.. <br /> <br />Komplek Gua Lawang Kuari<br /> KOMPLEKS gua ini berada di Desa Seberang Kapuas, Kecamalan Sekadau Hilir. Merupakan gua alam yang memiliki sejarah bagi kerajaan Sekadau yang merupakan tempat bertapa raja zaman kuno.<br />Gua ini berada di tebing Sungai Kapuas. Ada tiga gua berjejer (lubang). Konon katanya gua pertama paling kanan (hilir) milik sukuDayak, Bagian tengah milik suku Senganan (Melayu), dan bagian kiri (Hulu) milik suku China (Tionghoa). <br />2. seni tradisional masyarakat sekadau yang mulai hilang <br />sekadau sebagai daerah transit/segitiga emas yang kotanya dibelah oleh sungai kapuas dan sungai sekadau, sekadau dulunya merupakan daerah kesultanan yang kental dengan seni/budaya melayunya <br /><br />1. TARI JEPEN<br />kesenian JEPEN yang merupakan perpaduan seni beladiri/ketangkasan yang diiringi dengan alat musik gambus dan dua buah gendang yang disebut" ketapak" menyerupai beduk, kesenian jepen dimainkan oleh muda-mudi maupun orangtua biasanya di gelar pada acara-acara menyambut tamu, berangkat/pulang perang, pernikahan<br />2. HADROH<br />Kesenian HADROH hampir mirip dengan kesenian yang terkenal dari aceh dan alat musik utamanya adalah "TAR" yang mirip dengan beduk tapi ukurannya kecil di sekelilingnya diberi dua buah lempengan tembaga yang saling berbenturan biasanya 3 pasang (6 buah lempengan tembaga) apabila "TAR" dipukul dan menghasilkan suara khas HADROH kesenian ini biasaya digunakan pada saat upacara keagamaan islam seperti acara maulid nabi muhammad SAW, berangkat haji, Pernikahan, dan menyambut tamu<br />sair/lagu yang digunakan pada saat alat musik hadroh "TAR" ditabuh biasanya berupa sholawat nabi, pantun/sair<br />dan masih banyak yang lainnya, dan hampir 90% kesenian tradisional masyarakat sekadau khususnya budaya melayu sekadau sudah hampir punah dikarenakan generasi mudanya tidak ada yang mau belajar.<br /><br /><br />KESIMPULAN<br />Dengan adanya makalah ini kita dapat mengetahui bahwa kerajaan sekadau setempat menamakannya dari sejenis pohon yaitu batang adau.<br />Asal mula kerajaan Sekadau terletak di daerah Kematu, lebih kurang 3 kilometer sebelah hilir Rawak. Segala urusan agama tidak hanya dilakukan raja sanggau tetapi dilakukan oleh Raad Agama tersebut seperti nikah, talak dan rujuk serta hukum waris dan wasiat. Demikian pula dengan penetapan awal Ramadhan, Fardlu Kifayah serta urusan peribadatan dimasjid termasuk pengangkatan para imam dan khatib maupun bilal masjid semua dilakukan oleh Raad ama atas nama raja sanggau. Jadi Kerajaan Sanggau tidak hanya menggunakan huklum adatjuga menggunakan hukum islam, Perkembangan agama Islam terus berkembang dan bertambah maju pada masa Panembahan Muhammad Tahir III<br /><br /><br /><br /><br />Daftar Pustaka <br /><br />Pehanurjana, 2011. Sejarah Kerajaan Sekadau. Pontianak STKIP-PGRI<br /><br />my.opera.com/B4d-b0Y/blog/.../sejarah-kerajaan-sekadau<br /><br />id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sekadau<br /><br />wisatasekadau.blogspot.com<br /><br />melayuonline.com › ... › Kerajaan Melayu di Kalimantan BaratM.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-90264716699542112912011-03-13T08:51:00.000-07:002011-03-13T08:52:56.610-07:00LEGENDA BUKIT KELAMLEGENDA BUKIT KELAM SINTANG <br />KALIMANTAN BARAT<br />Oleh. M.Natsir<br /><br /> Pendahuluan<br />Bukit Kelam merupakan salah satu obyek wisata alam yang eksotis di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Indonesia. Bukit yang telah menjadi Kawasan Hutan Wisata ini memiliki panorama alam yang memesona, yaitu berupa pemandangan air terjun, gua alam yang dihuni oleh ribuan kelelawar, dan sebuah tebing terjal setinggi kurang lebih 600 meter yang ditumbuhi pepohonan di kaki dan puncaknya. Dibalik pesona dan eksotisme Bukit Kelam, tersimpan sebuah cerita yang cukup menarik. Konon, Bukit Kelam dulunya merupakan sebuah rantau, (tempat yang tidak pernah di datangi orang) Namun, karena terjadi suatu peristiwa, maka kemudian rantau itu menjelma menjadi Bukit Kelam. Kisahnya dapat Anda ikuti dalam cerita Legenda Bukit Kelam berikut ini.Alkisah, di Negeri Sintang, Kalimantan Barat, Indonesia, hiduplah dua orang pemimpin dari keturunan dewa yang memiliki kesaktian tinggi, namun keduanya memiliki sifat yang berbeda. Yang pertama bernama Sebeji atau dikenal dengan Bujang Beji. Ia memiliki sifat suka merusak, pendengki dan serakah. Tidak seorang pun yang boleh memiliki ilmu, apalagi melebihi kesaktiannya. Oleh karena itu, ia kurang disukai oleh masyarakat sekitar, sehingga sedikit pengikutnya. Sementara seorang lainnya bernama Temenggung Marubai. Sifatnya justru kebalikan dari sifat Bujang Beji. Ia memiliki sifat suka menolong, berhati mulia, dan rendah hati. Kedua pemimpin tersebut bermata pencaharian utama menangkap ikan, di samping juga berladang dan berkebun.Bujang Beji beserta pengikutnya menguasai sungai di Simpang Kapuas, sedangkan Temenggung Marubai menguasai sungai di Simpang Melawi. Ikan di sungai Simpang Melawi beraneka ragam jenis dan jumlahnya lebih banyak dibandingkan sungai di Simpang Kapuas. Tidak heran jika setiap hari Temenggung Marubai selalu mendapat hasil tangkapan yang lebih banyak dibandingkan dengan Bujang Beji.<br />Temenggung Marubai menangkap ikan di sungai Simpang Melawi dengan menggunakan bubu (perangkap ikan) raksasa dari batang bambu dan menutup sebagian arus sungai dengan batu-batu, sehingga dengan mudah ikan-ikan terperangkap masuk ke dalam bubunya. Ikan-ikan tersebut kemudian dipilihnya, hanya ikan besar saja yang diambil, sedangkan ikan-ikan yang masih kecil dilepaskannya kembali ke dalam sungai sampai ikan tersebut menjadi besar untuk ditangkap kembali. Dengan cara demikian, ikan-ikan di sungai di Simpang Melawi tidak akan pernah habis dan terus berkembang biak.Mengetahui hal tersebut, Bujang Beji pun menjadi iri hati terhadap Temenggung Marubai. Oleh karena tidak mau kalah, Bujang Beji pun pergi menangkap ikan di sungai di Simpang Kapuas dengan cara menuba. Dengan cara itu, ia pun mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak. Pada awalnya, ikan yang diperoleh Bujang Beji dapat melebihi hasil tangkapan Temenggung Marubai. Namun, ia tidak menyadari bahwa menangkap ikan dengan cara menuba lambat laun akan memusnahkan ikan di sungai Simpang Kapuas, karena tidak hanya ikan besar saja yang tertangkap, tetapi ikan kecil juga ikut mati. Akibatnya, semakin hari hasil tangkapannya pun semakin sedikit, sedangkan Temenggung Marubai tetap memperoleh hasil tangkapan yang melimpah. Hal itu membuat Bujang Beji semakin dengki dan iri hati kepada Temenggung Marubai.”Wah, gawat jika keadaan ini terus dibiarkan!” gumam Bujang Beji dengan geram.Sejenak ia merenung untuk mencari cara agar ikan-ikan yang ada di kawasan Sungai Melawi habis. Setelah beberapa lama berpikir, ia pun menemukan sebuah cara yang paling baik, yakni menutup aliran Sungai Melawi dengan batu besar pada hulu Sungai Melawi. Dengan demikian, Sungai Melawi akan terbendung dan ikan-ikan akan menetap di hulu sungai.<br /> Setelah memikirkan masak-masak, Bujang Beji pun memutuskan untuk mengangkat puncak Bukit Batu di Nanga Silat, Kabupaten Kapuas Hulu. Dengan kesaktiannya yang tinggi, ia pun memikul puncak Bukit Batu yang besar itu. Oleh karena jarak antara Bukit Batu dengan hulu Sungai Melawi cukup jauh, ia mengikat puncak bukit itu dengan tujuh lembar daun ilalang.Di tengah perjalanan menuju hulu Sungai Melawi, tiba-tiba Bujang Beji mendengar suara perempuan sedang menertawakannya. Rupanya, tanpa disadari, dewi-dewi di Kayangan telah mengawasi tingkah lakunya. Saat akan sampai di persimpangan Kapuas-Melawi, ia menoleh ke atas. Namun, belum sempat melihat wajah dewi-dewi yang sedang menertawakannya, tiba-tiba kakinya menginjak duri yang beracun.”Aduuuhhh.... !” jerit Bujang Beji sambil berjingkrat-jingkrat menahan rasa sakit.<br />Seketika itu pula tujuh lembar daun ilalang yang digunakan untuk mengikat puncak bukit terputus. Akibatnya, puncak bukit batu terjatuh dan tenggelam di sebuah rantau yang disebut Jetak. Dengan geram, Bujang Beji segera menatap wajah dewi-dewi yang masih menertawakannya.”Awas, kalian! Tunggu saja pembalasanku!” gertak Bujang Beji kepada dewi-dewi tersebut sambil menghentakkan kakinya yang terkena duri beracun ke salah satu bukit di sekitarnya.<br />”Enyahlah kau duri brengsek!” seru Bujang Beji dengan perasaan marah.<br />Setelah itu, ia segera mengangkat sebuah bukit yang bentuknya memanjang untuk digunakan mencongkel puncak Bukit Batu yang terbenam di rantau (Jetak) itu. Namun, Bukit Batu itu sudah melekat pada Jetak, sehingga bukit panjang yang digunakan mencongkel itu patah menjadi dua. Akhirnya, Bujang Beji gagal memindahkan puncak Bukit Batu dari Nanga Silat untuk menutup hulu Sungai Melawi. Ia sangat marah dan berniat untuk membalas dendam kepada dewi-dewi yang telah menertawakannya itu.Bujang Beji kemudian menanam pohon kumpang mambu. Yang akan digunakan sebagai jalan untuk mencapai Kayangan dan membinasakan para dewi yang telah menggagalkan rencananya itu. Dalam waktu beberapa hari, pohon itu tumbuh dengan subur dan tinggi menjulang ke angkasa. Puncaknya tidak tampak jika dipandang dengan mata kepala dari bawah.Sebelum memanjat pohon kumpang mambu, Bujang Keji melakukan upacara sesajian adat yang disebut dengan Bedarak Begelak, yaitu memberikan makan kepada seluruh binatang dan roh jahat di sekitarnya agar tidak menghalangi niatnya dan berharap dapat membantunya sampai ke kayangan untuk membinasakan dewi-dewi tersebut.<br /> <br />Namun, dalam upacara tersebut ada beberapa binatang yang terlupakan oleh Bujang Beji, sehingga tidak dapat menikmati sesajiannya. Binatang itu adalah kawanan sampok (Rayap) dan beruang. Mereka sangat marah dan murka, karena merasa diremehkan oleh Bujang Beji. Mereka kemudian bermusyawarah untuk mufakat bagaimana cara menggagalkan niat Bujang Beji agar tidak mencapai kayangan.<br />”Apa yang harus kita lakukan, Raja Beruang?” tanya Raja Sampok kepada Raja Beruang dalam pertemuan itu.<br />”Kita robohkan pohon kumpang mambu itu,” jawab Raja Beruang.<br />”Bagaimana caranya?” tanya Raja Sampok penasaran.<br />”Kita beramai-ramai menggerogoti akar pohon itu ketika Bujang Beji sedang memanjatnya,” jelas Raja Beruang.<br />Seluruh peserta rapat, baik dari pihak sampok maupun beruang, setuju dengan pendapat Raja Beruang.<br />Keesokan harinya, ketika Bujang Beji memanjat pohon itu, mereka pun berdatangan menggerogoti akar pohon itu. Oleh karena jumlah mereka sangat banyak, pohon kumpang mambu yang besar dan tinggi itu pun mulai goyah. Pada saat Bujang Beji akan mencapai kayangan, tiba-tiba terdengar suara keras yang teramat dahsyat.<br />”Kretak... Kretak... Kretak... !!!”<br />Beberapa saat kemudian, pohon Kumpang Mambu setinggi langit itu pun roboh bersama dengan Bujang Beji.<br />”Tolooong... ! Tolooong.... !” terdengar suara Bujang Beji menjerit meminta tolong.<br />Pohon tinggi itu terhempas di hulu sungai Kapuas Hulu, tepatnya di Danau Luar dan Danau Belidak. Bujang Beji yang ikut terhempas bersama pohon itu mati seketika. Maka gagallah usaha Bujang Beji membinasakan dewi-dewi di kayangan, sedangkan Temenggung Marubai terhindar dari bencana yang telah direncanakan oleh Bujang Beji.<br /> <br />Menurut cerita, tubuh Bujang Beji dibagi-bagi oleh masyarakat di sekitarnya untuk dijadikan jimat kesaktian. Sementara puncak bukit Nanga Silat yang terlepas dari pikulan Bujang Beji menjelma menjadi Bukit Kelam. Patahan bukit yang berbentuk panjang yang digunakan Bujang Beji untuk mencongkelnya menjelma menjadi Bukit Liut. Adapun bukit yang menjadi tempat pelampiasan Bujang Beji saat menginjak duri beracun, diberi nama Bukit Rentap.Demikian cerita Legenda Bukit Kelam dari daerah Kalimantan Barat, Indonesia. Cerita di atas termasuk dalam cerita teladan yang mengandung pesan-pesan moral. Sedikitnya ada dua pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas, yaitu akibat yang ditimbulkan dari sikap iri hati dan tamak, dan keutamaan sifat suka bermusyawarah untuk mufakat. Sifat iri hati dan tamak tercermin pada sifat dan perilaku Bujang Beji yang hendak menguasai ikan milik Temenggung Marubai yang ada di Sungai Melawi. Dari sini dapat diambil sebuah pelajaran, bahwa sifat tamak dan serakah dapat menyebabkan seseorang menjadi iri dan dengki. Sifat ini tidak patut dijadikan sebagai suri teladan dalam kehidupan sehari-hari. Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu:<br />kalau orang tak tahu diri,<br />seumur hidup iri mengiri<br />apa tanda orang serakah,<br />berebut harta terbuan tuah<br /> Sementara sifat suka bermusyawarah untuk mufakat terlihat pada perilaku kawanan sampok dan beruang yang berusaha untuk menggagalkan rencana jelek Bujang Beji yang hendak membinasakan dewi-dewi di kayangan. Menurut Tenas Effendy, melalui musyawarah dan mufakat, tunjuk ajar dapat dikembangkan dengan pikiran, ide, atau gagasan yang dapat disalurkan. Dalam ungkapan Melayu dikatakan: di dalam musyawarah,buruk baiknya akan terdedahdi dalam mufakat,berat ringan sama diangkat<br /> <br /> <br /> B. Kebudayaan Masyarakat.<br />Kebudayaan akan masyarakat sintang pada masa itu menjolok pada hal-hal yang dianggap gaib dan memiliki kekuatan atau kesaktian yang luar biasa, sebagaimana yang telah dipelajari oleh Bujang Beji dan Temenggung Marubai, namun keduanya memiliki sifat dan krakter yang berlawanan sehingga masyarakat pada masa itu juga memiliki dua aliran yang tumbuh dari kedua sakti ter sebut (Bujang Beji dan Temenggung Merubai), sebagian masyarakat mengikuti aliran dari Bujang Beji dan sebagian lainnya mengikuti aliran dari Temenggung Merubai.Dua kesaktian tersebut (Bujang Beji dan temenggung Merubai) saling bertentangan dalam segala hal kehidupannya.Temenggung Merubai merupakan sosok yang memiliki sifat yang patut di tiru segala tabiatnya, dia merupakan seseorang yang penuh kerja keras, tidak sombong, suka menolong, rendah hati, dan mulia terhadap masyarakat, sedangkan Bujang Beji merupakan sosok sesorang yang memiliki sifat-sifat yang kurang baik sehingga pada masa itu dia tidak disukai oleh banyak masyarakat, dia juga memiliki kesaktian yang tingggi namun dalam penggunaannya kesaktiannya untuk melakukan hal-hal yang tidak disukai oleh masyarakat karena juga krakternya yang serakah, iri dengki, yang akan membawa dia dalam kehancuran.Dengan sifat-sifat buruk yang di miliki oleh Bujang Beji, dia dapat melakukan segala cara untuk mengalahkan lawannya.Sebagaimana yang diceritakan saat Temenggung Merubai mendapatkan hasil tangkapan ikan yang banyak di pedalaman hulu sungai Melawi, mendengar berita ini Bujang Beji merasa iri, kemudian dia mendapatkan cara untuk agar tangkapan yang di hasilkan oleh Temenggung Merubai menjadi sedikit,yaitu dengan membendung sungai tersebut dengan sebuh gunung besar,namun pada saat peroses pembendungan tersebut ternyata Bujang Beji mengalami kegagalan yang membuat kebinasaannya.Dalam hal ini terdapat pertanyaan besar, mengapa seseorang yang memiliki kesaktian yang tinggi namu dipergunakan pada hal-hal yang merusak, sehingga harus membinasakan dirinya sebagaimana yang dialami oleh Bujang Beji.<br /> Menurut cerita kesaktian Bujang Beji melebihi kekuatan yang ada pada Temenggung Merubai, jadi pemikiran secara logika jika Bujang Beji ingin menjadi penguasa mengapa dia tidak membunuh Temenggung Marubai, dan memaksa para pengikutnya tunduk padanya.<br /> C. PENUTUP<br /> Setelah mempelajari materi yang terkupas makalah ini dapat di pahami atau di simpulkan bahwa perbuatan-perbuatan yang di anggap kurang baik yang terdapat pada Bujang Beji dapat di kalahkan perbuatan baik, sebagaimana yang terjadi pada Temenggung Marubi, dia memeliki sipat yang baik sehingga banyak orang yang menyukainya. Kejahatan tidak akan memiliki keuntungan. Dan dengan kenersamaan kita dapat mengakahkan kejahatan, sebagaimana yang di lakukan oleh para binatang-binatang di dalam legenda ini. Kejahatan tidak akan di senangi oleh orang lain. Namun kebaikan akan selalu di perlombakan oleh orang banyak untuk mendapatkannya. Namun mengapa hal-hal yang baik sukar di lakukan oleh masyarakat sekarang ini, sedangkan hal-hal yang buruk muhdah sekali di lakukan. Demikian penyajian materi yang dapat kami sampaikan, semoga apa yang telah di pahami akan menjadi pedoman kita dalam menghadapi bahtera kehidupan dalam bermasyarakat dan bertanah air.<br /><br /> DAFTAR PUSTAKA<br />Alfian.Amir,dkk. 2011.Legenda Masyarakat Sintang. Pontianak STKIP_PGRI<br /> http://folktalesnusantara.blogspot.com/2009/02/legenda-bukit-kelam.html [onlinM.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-42368287960922998522011-03-13T07:56:00.000-07:002011-03-13T07:57:30.125-07:00Budaya Melayu Mempawah KalbarADAT BUDAYA PERKAWINAN MELAYU MEMPAWAH<br />Oleh. M.Natsir <br /><br />Adat perkwinan budaya melayu mempawah banyak mengalami perubahan ,perubahan adat perkawinan budaya melayu mempawah menjadi banyak di pengaruhi dengan berkembang dan lajunya kemajuan ilmu pengetahuan yang di tandai dengan kemajuan teknologi. Hampir di semua bidang sehingga mempunyai dampak pada sumber daya manusia dan cara berfikir masyarakat.Jarak antara daerah menjadi mudah dan singkat begitu pula jarak antara Negara di dunia,hubungan komunikasi lebih mudah,biaya rendah cukup dengan SMS saja dapat mengirim berita pada keluarga sanak family, di daerah lain atau keluar negri.Secara jujur kalau mau kita katakana bahwa terjadi perubahan atau pergerasan adatperkawinan budaya mempawah secara garis besar dapat kita ketahui dari dua waktu yaitu :<br />1. Adat perkwinan Budaya Melayu Mempawah Tempoe Doeloe<br />2. Adat perkawinan Budaya Melayu Mempawah zaman global sekarang ini.<br /><br />Perbedaan ini dapat kita ikuti kalau mungkin dapat ditelaah untuk kesempurnaan adat perkwinan budaya melayu mempawah pada waktu yang akan datang sehingga kita daparr menghormati ,mentaati ,menjaga serta melestarikan adat budaya melayu dengan menggali budaya-budaya asli ,menambah bahkan memperbaharui dan mempunyai nilai adat budaya melayu yang tinggi.<br /><br />1. ADAT PERKAWINAN BUDAYA MELAYU MEMPAWAH TEMPOE DOELOE. <br /><br /><br />1. Dengan proses :<br /> Pra melamar /meretas jalan<br /> Melamar<br /> Antar pancang/antar pengikat<br /> Antar barang/antar uang<br /> Akad nikah<br /> Penyampaian nikah<br /> Hari besar,naik penganten<br /> Mandi-mandi<br /> Nyucok nasi selubang<br /><br />ADAT PERKWINAN BUDAYA MELAYU MEMPAWAH PADA ZAMAN SEKARANG INI.<br />Proses perkenalan :<br />Prosesnya terdiri dari :<br /> Melamat dan antar pengikat<br /> Antar barang ]<br /> Akad nikah<br /> Penyamapian mas kawin<br /> Cucur air mawar<br /> Sembah sujud<br /> Pesta perkawinan<br /> Kunjungan keluarga.<br /><br />A. ADAT PERKAWINAN BUDAYA MELAYU MEMPAWAH TEMPO DOELOE<br />Adat perkawinan budaya melayu mempawah tempo doeloe dapat diartikan seperti peribahasa orang tua : ‘ tidak lekang karena panas, tidak luput karena hujan’ kalau ini dikiaskan terhadap adat perkawinan budaya melayu tempo doeloe mempunyai makna kurang lebih sebagai berikut : perkawinan budaya melayu mempaeah tempo doeloe tahan di uji untuk dijaga dan ditaat.Sejalan dengan makna tersebut diatas baik masyarakat adat melayu, lebih lagi pemuka masyarakat ,pemuka agama maupun pemangku adat atau sesepuh memperhatikan menjalankan ,menghormati,, mentaati,serta menjaga agar supaya tidak terjadi pelanggaran adat budaya melayu umumnya dan khususnya tidak pula terjadi pelenggaraan adat perkwinan budaya melayu mempawah.Adat budaya melayu ditaati karena mempunyai sanksi tidak ringan berupa cemoohan ,diberi malu oleh masyarkat bagaiman kata peribahasa : ‘masyarakat adat budaya melayu malu dengan adat dan menjunjung tinggi adat istiadat ‘jika terjadi pelanggaran adat istiadat melayu mereka merasa terhina .Oleh karena itu penyusun mencoba member gambaran tentang proses pelaksanaan adat perkawinan budaya melayu mempawah tempo doeloe melalui tahapan sebagai berikut :<br />1. Meretas . <br />Sebelum suatu keluatraga akan menyamapikan untuk melamar anak gadis keluarga yang lain atau anak gadis saudaranya sendiri ,terlebih dahulu keluarga yang akan melamar bermusyawarah untuk menetapkan anak gadis siapa dipersuntingkan untuk putranya. Kalau yang akan dilamar tidak ada hubungan daerah atau bukan sanak family harus diketahui secara jelas :<br />a. Mungkin terhadap keluarga yang sudah dikenal maka perlu diketahui bahwa anak gadis yang bersangkutan.<br />1. Sudah dilamar atau belum<br />2. Tentang tingkah lakunya<br />3. Kalau belum dilamar orang lain,kiranya boleh tidak keluarga si B melamarnya untuk anaknya yang sulung<br />4. Kalau boleh ,kapan boleh datang melamar ? untuk tugas tersebut adalah orang adalah orang yang dipercaya oleh kedua keluarga.<br />b. Keluarga pihak laki-laki melihat seorang anak gadis tidak tahu putrid siapa ,tetepi dari gerak –gerik gadis kena dihati keluarga laki-laki maka dilakukan susur galur tentang :<br />1. Anak siapa<br />2. Bagaiman orang tuannya<br />3. Agamanya<br />4. Keturunan<br />5. Dan seterusnya<br />Setelah itu baru di putuskan <br />a. Tentang apakah cocok atau tidak putranya dijodohkan dengan si putrid si anu<br />b. Apabila pilihan telah cocok ,maka baru akan dilanjutkan dengan tahap berikutnya <br />‘ Melamar’ <br />Di samping itu pihak keluarga perempuan ,juga melaksanakan musyawrah keluarga dengan berbagai pertimbangan seperti pihak keluarag laki-laki.<br />Setelah itu diambil keptusan :<br /> Diterima atau tidak lamaran tersebut <br /> Kalau diterima siapa yang pantas di tunjuk sebagai wakil keluarga .<br /> Dibicarakan pula <br />o Berapa uang asap<br />o Beras <br />o Dan peralatan yang diperlukan <br />o Tempat tidur<br />Dialog merentas / angin-anginkan : dialog antara utusa pihak laki-laki dengan orang tua gadis yang akan dilamar ,diaolog ini biasaya tidak tembak langsung kesasaran.<br />2. Melamar <br />Sebagai relaisasi untuk melaksanakan hasil pemufaktan antara utusan keluarga bapak amat degan bapak gani orang sua siti pihak keluarga perempuan ,maka masing-masing pihak keluarga menunjuk seorang kerabat yang bertindakk sebagai wakil untuk menerima atau menolak lamaran dan wakil dari pihak laki-laki untuk menyampaikan lamaran. <br />Rombongan utusan wakil keluarga pihak laki-laki terdiri dari juru bicara, suami iseteri di tambah lagi dengan dua pasangan suami istri , begitu juga dengan pihak keluarga perempuan telah mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut rombongan keluarga pihak laki-laki yang akan melamar.<br />Rombongan keluarga pihak laki-laki berangakat menuju rumah kediaman keluarga pihak permapuan ,begitu rombongan tiba di sambut oleh pihak perempuan dengan penuh sopan tata krama serta dihormati ,di silahkan masuk dan duduk bersilah di atas tikar, kedua keluarga memakai pakaian telok belangga kain setengah tiang dan kopiah,sedangkan yang perempuan memakai pakaian baju kurung ,kain dan kain dua dengan sanggul lipat dandan .Setelah istirhat sejenak ,maka acara dialog lamar melamar segera dimulai.<br />3. Antar pengikat <br />Pengikat/ perancang dari pihak keluarga calon mempelai laki-laki kepada pihak keluarga perempuan dilakukan ,jika proses (jangka waktu ) perkawinan yang di sepakati cukup lama misalnya setahun lebih. Cincin pengikat untuk dipakai calon kedua mempelai.<br />4. Antar barang <br />Menjelang tiba waktu yang telah di janjikan untuk melaksanakan antar pinang ,kedua kelauarga bernusyawarah. <br /> Hari tanggal dan jam berapa rombongan sampai kerumah keluarga pihak perempuan<br /> Berapa jumlah rombongna yang akan datang pada saat antar pinang<br /> Dibicarakan juga :<br />Mas kawin dalam bentuk apa <br />Besarnya uang asap dan lain-lain.<br />Antar barang yang kita kenal dengan antar uang.mempunyai suatu makna bahwa barang –barang yang diantarkan oleh keluarga calon mempelai laki-laki kepada keluarga calon mempelai perempuan sebagai suatu tanda ikatan tali silahturahmi dari keluarga calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai perempuan dan juga sebagai suatu ungkapan terima kasih dan pengahargaan atas terjalin hubungan keluarga.<br />Disamping itu antar pinang juga merupkan suatu tanda ungkapan rasa kasih saying yang tulus ikhlas dari calon mempelai laki-laki kepada yang tercinta calon isterinya, barang-barang antaran itu juga sebagai bekal bagi kedua mempelain yang berbahagia dalam mengarungii bahtera kehidupan keluarga sakinah,mawadah waharmah.<br />1. Jenis barang antar (jenis barang antaran )<br />Barang –barang antaran terdiri dari berbagai jenis yaitu :<br />a. Jebah berisi :<br /> Sirih (dilipat dengan betbagai bentuk )<br /> Pinang<br /> Kapur<br /> Tembakau<br /> Gambir<br /> Bunga rampai di temapatkan di selah sirih pinang kapur dan lain-lain.<br />Jebah sebagai suatu lambing dari antar pinang atau antar pinang barang atau di sebut pula istilah antar uang merupakan pelambang peresmbahan sebagai wujud dari ungkapan terima kasih dari keluarga calon mempelai laki-laki kepada keluarga calon mempelai perempuan yang telah mengabulkan atau menerima lamaran keluarga calon mempelai laki-laki.<br />Jebah syarat dengan symbol-simbol yang sangat dijaga oleh orang-orang tua kita dahulu<br /> Sirih pinang adalah syarat meminang serta melambangkan bahwa kedua belah pihak telah bulat kara atau ada pesesuaian pendapat /sepakat sehingga dikatakan ‘bak pinang pulau ke tampuk sirih pulau gagung’<br /> Kapur berwarana putih melambangkan bahwa barang –barang yang di antarkan diserahkan dengan sepenuh hati ,ikhlas dan hanya mengaharapkan reda allah.<br /> Temabakau bisanya dibuat sugi yang digunakan untuk membersihkan mulut ,mengandung harapan agar barang yang diberikan bersih dari bisik-bisik yang merugikan kedua belah pihak.<br />b. Uang asap <br />Uang asap adalah bantuan yang disimpan dalam biantang /kampu atau cepu durian dari keluarga calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai perempuan untuk biaya pesta perkawainan.<br />Dalam bintang atau kempu berisi pula beras kuning ,paku keminting, sirih,seleka, penuh-penuh liak, kunyit, semua itu adalah sebagai lambang agar supaya dalam kehidupan kelak (nanti) kedua mempelai cukup sandang pangan ,cukup papan beroleh jeriat lainnya. <br /><br /><br />c. Perkakas emas<br />Perkakas emas ini berupa perangkat barang –barang yang tediri dari emas yang terdiri dari :<br /> Sebentuk cincin<br /> Sebungkah emas<br /> Seuntai kalung<br /> Sepasan gewang (anting-anting)<br />Seperangkat perkakas emas tersebut diberikan kepada calon mempelai perempuan . tidak termasuk mahar atau mas kawin.<br />d. Separah sihir ,pinang, dan bunga rampai<br />Sirih,pinang kapur, gambir, tembakau dan bunga rampai dibagi-bagikan kepada sanak family ,kaum kerabat dan tamu undangan yang hadir dalam acara antar barang. Maksdudnya agar punya anak segera mendapat jodoh atau berbagi rasa kebahagiaan.<br />e. Seperangkat pakaian <br />Artinya sejumlah pakaian baik pakaian luar maupun pakaian dalaml yang diberi oleh keluarga calon mempelai laki-laki untuk mempelai perempuan.<br />f. Seperangakat alat dan bahan kecantikan<br />Artinya sejumlah peralatan dan bahan kecantikan seperti sisir. Kaca,pupur dan lain-lain yang diberikan dari keluarga calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai perempuan untnuk dipergunakan sebagai peralatan dan bahan mempercantik diri, sehingga sang suami apabila melihat isteri tercintanya selalu berdandan rapi hatinya menjadi senanag dan jiwanya bertambah sayang.<br /><br />g. Seperangkat tempat tidur <br />Artinya sejumlah peralatan tempat tidur seperti ranjang kasur, kelambu .bantal. dan lain-lain untuk dipakai bersama kedua mempelai<br />h. Seperangkat alat dan bahan mandi <br />Artinya sejumlah alat untuk mandi seperti handuk sabun, sikat gigi , dan lain-lain untuk dipakai bersama kedua mempelai<br />i. Barang-barang kelontong <br />Seperti sandal ,sepatu,tasl paying dan lain-lain untuk calon mempelai perempuan<br />j. Beras dan rempah –rempah<br />Barang pemberian dari keluarga calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai perempuan untuk bahan pesta perkawinan<br />5. Akad nikah<br />Akad nikah atau ijab Kabul padaadat perkawinan melayu tempo doeloe lazim dilakukan dirumah kediaman keluarga calon mempelai laki-laki dan jarang sekali akad nikah dilakukan kediman kelurga calonmempelai permepuan<br />Andaikan akad ikah dilaksanak dirumah keluarga calon mempelai permepuan berarati yang mangakad nikahkan calon mempelai laki-laki adalah orang tua calon mempelai perempuan selaku wali secara langsung tidak pakai wakil wali.<br />Meskipun akad nikalh dilakukan dirumah kediaman calon mempelai perempuan,bukan berarati penyamapaian akad nikah kepada calon mempelai perempuan setelah ijab Kabul tetapi tertap pada hari sabtu minggu kedua bulan depan ,sehari sebelum pengantin bersanding.<br />Akad nikalh yang dilaksanakan dirumah kediaman keluarga calon mempelai laki-laki dilaksanakan oleh penghulu nikah selaku wakil wali. <br /><br /><br />6. Penyampaian nikah<br />Sesuai dengan kesepakatan kedua keluarga calon mempelai bahwa penyampaian akad nikah oleh mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan pada hari sabtu ,sehati sebelum naik pengantin atau pengantin bersanding ,atau hari besar perkawinan dirumah. Keluarga mempelai perempuan. <br />Penyamapian nikah oleh mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan dengan beberapa cara diantararnya adalah :<br /><br /> Mempelail laki-laki mencimum kening mempelai perempuan<br /> Mempelai laki-laki menekan ibu jari kanannya keningnya perempuan<br /> Mempelai perempuan mencium tangan mempelai laki-laki<br /> Dan lain cara yang menuru keinginan mempelai laki-laki.<br />Pada waktu penyampaiain nikah keluarga mempelai laki-laki mengantar mempelailaki-laki hanya beberapa pasan suami keluarga saja yang penting dalam rombongan ada yang dituangkan dan menegerti tentang adat perkawinan budaya melayu.<br />Demikian pula dengan keluarga mempelai perempuan dalm menyambut mempelai laki-laki dan rombongan yang akan menyampaikan nikah. Setelah penyampaian nikah oleh mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ,dilannjutkan dengan pembacaan do’a .setelah menikmati hidangan dan istrrahat sejenak mempelai laki-laki dan rombongan kembali kerumah keluargalaki-laki menyampaikan salam keluarga mempelai permempuan dan pelaksanaan penyamapaian nikah tersebut.<br />7. Hari besar <br /> Rumah keluarga mempelai perempuan<br />o Undangan <br />Untuk laki-laki di undang mulai pukul 08.00 sampai pukul 10.00 unutk perempuan di undang pukul 10.00 sampai selesai.<br />Hidangan disajikan dalam bentuk seraph. Satu seraph untuk orang laki-laki 4 orang laki-laki maupun perempuan. Hidangan seraph terdiri dari 5 jenis yaitu terdiri atas :<br />o Sayur<br />o Ayam daging<br />o Ikan (udang)<br />o Pejeri nenas<br /> Seperah :<br /> Sepereah seputang besar untuk alas hidangan lauk pauk. Nasi dan air minum serta cemboaan dan serbet.<br /> Satu seraph artinya satu kelompok (satuan ) sajian.<br /> Tenaga yang menghidangkan :<br />Tenaga yang menghindangkan satu regu terdiri dari 6 orang laki-laki untuk melayani undangan laki-laki , dan satu regu untuk melayani perempuan , pakaian yang di pakai baik laki maupun perempuan .pakaian adat budaya melayu seragam,setiap regu menyajikan hidangan satu irama yaitu duduk serentak,berdiri dan mundur langkah semua gerak langkah seragam begitu juga cara menata hidangan sama antara talam yang satu denga talam yang lain dalam satu ruangan serapa<br /> Rumah keluarga mempelai perempuan<br /> Undangan<br />Semua di undang baik laki-laki maupu perempuan mulai pukul 08.00 – 10.00 sebab pukul 10.00 pengantin diarak menuju rumah kedaiaman mempelai perempuan.<br /> Hidangan dan pelayanan<br />Semua dengan tata cara dirumah mempelai perempuan.<br /> Berangkat<br />Mempelai laki-laki dan rombongan berangkat menuju kerumah kediaman mempelai perempuan .waktu mempelai laki-laki akan turun dari rumahnya diantar dengan bacaan tiga kali shalawat Nabi. Rombongan laki-laki berangkat di pimpin oleh sesepuh kerabat. Rombongan mempelai lakil-laki dilengkapi dengan arak- arakan yang terdiri dari atas iringa-iringan pokok telur . bunga manggar. Tanjidor, dan lain-lain. Pada waktu itu pengantin lai-laki diarak jalan kaki dengan menggunakan tandu yang di pikul 4 orang secara bergilir .<br /> Di hadang<br /> Dalam jarak kurang lebih 15-20 meter mendekati rumah mempelai perempuan .rombongan pengantin laki-laki di hadang oleh 3 orang tukang masak nasi dengan memakai topeng<br /> Di sandingakan<br />Rombongan pengantin laki-lai tiba dirumah mempelai perempuan ,disambut oleh keluarga mempelai perempuan ,masing-masing diantar di tempat duduk yang ditentukan sementara mempelai permpuan telah duduk dipelaminan menanti mempelai laki-laki sedang menuju ke pelaminan tempat duduk istrinya, diiringi oleh sesepoh kedua belah pihak yang disaksikan sanak saudara keluarganya.<br /> Cucur air mawar<br /> Dalam suasana agak tenang dilaksanakan secara cucur air mawar 3 orang laki-laki dang 3 orang perempuan. Dari pihak laki-laki maupun permpuan. <br /> Pembacaan do’a<br />Sesudah cucur air mawar dilanjutkan pembacaan do’a sebagai ungkapan rasa syukur kehadirat ALLAH S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada semua pihak.<br />8. Sesudah hari besar<br />Sesudah hari besar maka pads sorenya dilaksanakan acara lomba, mandi- mandi, nyucok nasi selubang serta hiburan itu bermaksud untuk mengungkapkan pergaulan kedua mempelai sebelum begitu tidak mengenal.<br />9. Mengantar mempelai perempuan ketempat peraduan<br /><br />Dalam ‘ adat perkwinan budaya melayu mempawah tempo doeloe ‘ acara mengantar mempelai perempuan ketempat peraduan dilaksanakn pada malam setelah jamu besan.<br />Pengantin perempuan harus diantar oleh mak pengantin atau seorang ibu yang di tuangkan dari keluarga mempelai perempuan sementara mempelai laki-laki sudah disuruh masuk keperaduan lebih dahulu. Dengan demikian mengertilah mempelai laki-lakibahwa pada malam itulah. Malam pertama. Dia tidur bersama isterinya sebab sebelum malam itu dia tidur sendirik<br />Selang beberapa saat setelah mempelai laki –laki masuk keparaduan ,mak mak pengantin atau yang dituakan di keluarga mempelai perempuan mengatur pengantin perempuan membuka pintu kelambu dengan cekatan pula mendorong mempelai perempuan masuk kedalam kelambu dan sedang di tunggu oleh suaminya.<br />Sang suami harus member salam kepada sang isteri sebelum salamnya di jawab oleh sang isteri maka sang suami tidak dapat berbuat apa-apa dan harus bersabar menanti selamnya di jawab sang isteri.<br /><br />1. Kesimpulan <br />Suatu harapan yang diinginginkan oleh penyusun bahwa kedepan adat budaya melayu akan berkembang lebih maju. Lebih baik dari yang ada sekarang tentunya dengan melalui berbagai daya dan upaya serta usaha yang tak kunjung berhenti untuk menggali :<br />1. Menggali yang tempo doeloe di sesuaikan dengan kondisi yang sekarang <br />2. Menciptakan yang baru dengan nilai budaya melayu daerah lain yang cocok dengan keadaan kita<br />3. Berpedoman pada adat budaya melayu tempo doeloe yang sederhana tetapi sempurna ,diminati untuk dilaksanakan di taati<br />4. Aplikasi semua harapan ini banyak ditentuka oleh MABM kabupaten Pontianak sebagai suatu wadah dari majlis adat melayu.<br />5. Hampir semua kabupaten /kota dikallimantan barat mempunyai adat budaya yang sangat mirip dan perbedaan yang hanya menunjukkan cirri khas daerrah masing-,masing tetapi secara garis besar benyak sekali persamaanya mungkin di perlukan suatu kodipikasi adat buaya melayu Kalimantan barat.<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />2. Hj. Encek Marim Binti Encek M. Taha. Umur 85 tahun Pulau Pedalaman Mempawah. Nama Panggilan : Encek alias Iyong.<br />3. Siti Aisyah Binti M. Taha ( Bukan adik / kaka Encik Marim). Umur 78 Tahun. Pasir Panjang Kuala mempawah.<br />4. H.M Yatim Bakar umur 65 Tahun tinggal di Sungai Kunyit.<br />5. Ilyas Suryani Soren umur 58 tahun Mempawah.<br />6. Masri Usman umur 55 tahun anggota DPRD Kabupaten Pontianak 2004- 2009<br />7. Nurrahima 2011. Adat Budaya Perkawinan Melayu Mempawah. Pontianak STKIP-PGRI<br />8. Sulaiman Syachrul umur 68 tahun Kelurahan Tanjung.<br />9. H.M. Zaini (2005), Adat Perkawinan Budaya Melayu Mempawah, Pontianak: Kantor Informasi, Arsip dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Pontianak.M.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-77929696660572674852011-03-13T07:51:00.000-07:002011-03-13T07:54:23.089-07:00Sejarah Kerajaan MempawahSEJARAH KERAJAAN MEMPAWAH<br />KALIMANTAN BARAT<br /><br />Oleh : M.Natsir<br /><br /><br />A. Latar Belakang<br />Sebelum terkenalnya Kerajaan Mempawah yang dikenal dengan Istana Amantubillah dan Opu Daeng Manambon, dulu telah ada Kerajaan Dayak yang ketika itu sangat popular di Kalimantan Barat. Dan apabila ingin menceritakan tentang Kerajaan di Kalimantan Barat, maka tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan penduduk asli yaitu Suku Dayak yang dahulu menjadi penguasa.Kerajaan Melayu (Islam) di Kalimantan Barat tumbuh sebelum Imperium Malaka jatuh ketangan Portugis pada abad ke 16, sebagaimana yang telah kita ketahui adanya Kerajaan Mempawah, Kerajaan Sambas, Kerajaan Matan (Ketapang) dan sejumlah kerajan kecil lainnya di daerah pedalaman. Perkembangan Kerajaan Melayu di Kalimatan Barat, khususnya Sambas, Mempawah, dan Ketapang tidak terlepas dari kontibusi pahlawan-pahlawan Bugis yang memainkan peran di Kepulauan Riau dan Tanah Semenanjung.Dalam hal kebudayaan yang ada di Kerajaan Mempawah salah satunya yaitu Ritual Robo’-Robo’. Sebagian masyarakat di beberapa daerah di Indonesia, bulan Safar diyakini sebagi bulan naas dan sial. Sang Pencipta dipercayai menurunkan berbagai malapetaka pada Bulan Safar.oleh sebab itu, masyarakat yang menyakini akan mengelar ritual khusus agar terhindar dari “kemurkaan” Bulan Safar. Ritual tersebut juga untuk dimaksudkan sebagai penghormatan terhadap arwah leluhur.<br />Namun padangan tersebut di atas berbeda dengan pandangan masyarakat Kota Mempawah yang menganggap Bulan Safar sebagai bulan “keberkahan” dan kedatangannya senantiasa dinanti-nantikan. Karena pada bulan Safar terjadi peristiwa penting yang sangat besar artinya bagi masyarakat Kota Mempawah hinga saat ini. Kerajaan Mempawah banyak dikenal orang karena pemerintahan Opu Daeang Menambon, yaitu sejak tahun 1737. Pertama kali Kerajaan Mempawah berdiri, pusat pemerintahannya bukanlah terletak di Mempawah seperti yang dapat dilihat bekas-bekas peninggalnnya sekarang. Tetapi pusatnya terletak di Pegunungan Sadiniang (Mempawah Hulu). Kerajaan yan sangat terkenal saat itu adalah Kerajaan Suku Dayak, Dalam pemerintahan Kerajaan Mempawah, terdapat dua zaman yaitu zaman Hindu dan zaman Islam. Pada zaman Hindu Kerajaan di pimpin oleh Suku Dayak. Sedangkan pada zaman Islam di mulai dari kepemimpinan Opu Daeng Menambon.<br /> B. Zaman Hindu<br />a. Pemerintahan Kerajaan Dayak dalam kekuasaan Patih Gumantar.<br />Pada masa Kerajaan yang dipimpin oleh Patih Gumantar, disebut kerajaan Bangkule Rajakng, pusat pemerintahannya di Sadaniang, bahkan Kerajaan dinamakan Kerajan Sadaniang. Pada masa kekuasaan Kerajaan Patih Gumantar, Kerajaan Bangkule Rajakng berada dalam era kejayaan dan sangat terkenal. Sehingga kerajaan banyak kerajaan tetangga ingin merebutnya. Salah satu Kerajaan itu adalah Kerajaan Suku Bijau (Bidayuh) di Sungkung. Karena keinginan yang kuat untuk merebut Kerajaan tersbut, terjadilah Perang Kayau Mengayau (memenggal kepala orang). Meskipun Patih Gumantar terkenal raja yang sangat berani, tetapi dengan adanya serangan yang mendadak dari Kerajaan Biaju, akhirnya Patih Gumantar kalah. Kepalanya terkayau oleh orang-orang Suku Biaju dan dibawa ke kerajaannya. Pada peristiwa itu juga banyak jatuh korban di antara kedua belah pihak. Akibatnya sejak kematian Patih Gumantar menyebabkan Kerajaan Sadaniang ini hancur.<br />b. Raja Kudung <br />Beberapa abad kemudian sekitar tahun 1610, kerajaan ini bangkit kembali dibawah kekuasaan Raja Kudung dan pusat pemerintannya dipindahkan ke Pekana (sekarang namanya Karangan). Kerajaan ini berdiri tidak ada hubungannya denagn Patih Gumantar Tidak banyak yang dapat diceritakan dari kerajaan ini. Yang jelas, setelah beliau wafat dan dimakamkan di Pekana, hulu sungai Mempawah, berakhir pula pemerintah Raja Kudung.<br /> c. Raja Senggaok<br />Setelah Raja Kudung wafat, pemerintahn diambil oleh Raja Senggaok. Pada masa pemerintahan Raja Senggaok, pusat pemerintatan dipindahklan daerah Pekana ke Senggaok (masih di Hulu Sungai Mempawah). Raja Senggaok lebih terkenal dengan nama Penembahan Senggaok. Raja Senggaok mempunyai Istri bernama Putri Cermin, salah satu Putri Raja Qahar dari Kerajaan Baturizal Indragiri (Sumatera). Dalam perkawinannya, Raja Senggaok dan Putri Cermin dikaruniai seorang anak perempuan yang bernama Utin Indrawati.Pada saat perkawinan Raja Senggaok dan Putri Cermin, diramalkan seorang ahli nujum apabila kelak lahir seorang anak perempuan (Utin Indrawati), maka kerajaan mereka akan diperintah ole seorang raja dari kerajaan lain. Ketika umur Utin Indrawati telah cukup dewasa, ia dikawinkan dengan Sultan Muhammad Zainuddin dari Kerajaan Matan (Ketapang). Dari perkawinan ini, mereka dikaruniai seorang Putri berparas cantik yang diberi nama Puteri Kesumba.Ramalan ahli nujum tersebut menjadi kenyataan. Setelah berakhir masa pemerintana Raja Senggaok. Kerajaan tersebut diperintah oleh Opu Daeng Menambon pelaut ulung dari kerajaan Luwu, Sulawesi Selatan.<br /> C. Zaman Islam<br />Sebelum Opu Deang Menambon menjadi seorang raja, banyak hal yang telah beliau alami. Opu Deang Menambon, bukanlah oarng asli Kalimantan,. Beliau serta keempat kakak beradiknya berasal dari Kerajaan Luwu (Sulawesi Selatan). Mereka terkenal pelaut ulung dan berani. Mereka meninggalkan daerah kelahirannya merantau mengarungi lautan luas menuju Banjarmasin, Betawi, berkeliling sampai Johor, Riau, semenanjung Melayu, akhirnya sampai pula di Kerajaan Matan (Ketapang).Dalam perantauannya, mereka berlima banyak membantu kerajaan-kerajaan kecil. Baik yang terlibat perang antar kerajaan maupun perang antar saudara.karena kebiasaan tersebut dan sifatnya yang suka menolong inilah, mereka terkenal sampai dimana-mana.Pada saat kedatangan mereka di kerajaan Matan, disaat itu kerajaan tersebut sedang terjadi perang saudara. Penyebabnya adalah adik kandung Sultan Muhammad Zainuddin (Raja Matan) yang bernama Pangeran Agung menyerang Sultan Muhammad Zainuddin. Tujuan dari penyerangan ini adalah ingin merebut tahta Kerajaan Matan. Tanpa perlawanan, keluarga Raja diungsikan ke Banjarmasin.Dengan bantuan oarng-orang Bugis, Sultan Muhammad Zainudin mengadakan penyerangan tetapi selalu kalah. Sampai akhirnya Beliau sendri ditawan dan dipenjara didalam mesjid Agung Tanjungpura (Matan).Pada saat Beliau dipenjara, Beliau sempat mengirim surat kepada kelima kakak beradik melalui rakyat yang masih setia kepadanya. Surat tersebut berisi meminta bantuan untuk merbut kembali tahta kerajaan yang telah dirampas oleh adiknya. Menerima surat dari Sultan Muhammad Zainuddin, Opu Daeng Menambon beserta keempat saudaranya yang sedang berada di Kerajaan Johor utuk membantu kerajaan tersebut yang diserang oleh kerajaan kecil dari Minangkabau, langsung kembali ke Kerajaan Matan untuk membantu Beliau. Singkat cerita, mereka dapat mengalahkan Pangeran Agung tanpa melalui pertumpahan darah. Sultan Muhammad Zainudin kembali memegang tampuk pemerintahan di Kerajaan Matan.<br />Pada waktu mereka berlima membantu Sultan Muhammad Zainuddin inilah, Opu Daeng Menambom diperkenalkan kepada Putri Kesumba. Akhirnya dari perkenalan mereka itu, mereka menikah. Putri Kesumba merupakan cucu dari Penembahan Senggaok. Dalam pernikahannya antara Opu Deang Menanbon, mereka dikaruniai beberapa orang putra dan putri. Tetapi yang paling terkenal yaitu Utin Chandramidi dan Gusti Jamiril atau Penembahan Adijaya Kesuma Jaya.<br />a. Opu Daeng Menambon<br />Tidak lama kemudian, ada kabar dari Kerajaan Mempawah kalau wafat. Tahta kerajaan berikut harta peninggalannya diserahakan kepada Sultan Muhammad Zainuddin. Maka diserahkanlah senua itu pada menantunya yaitu Opu Daeng Menambon, termasuk tahta Kerajaan Mempawah.Akhirnya Opu Deang Menanbon menjadi Raja Mempawah yang pertama memeluk agama Islam. Saat dinobatkan menjadi Raja, Opu Daeng Menambon bergelar Pengeran Surya Negara dan Putri Kesumba bergelar Ratu Agung Sinuhun.Sejak Opu Daeng Menambon naik tahta, pusat pemerintahan dipindahkan dari Senggaok ke Sebukit Rama. Daerah Sebukit Rama adalah sebuah tempat yang subur makmur, ramai didatangi para pedagang dari daerah sekitarnya.Pada masa pemerintah Opu Daeng Menambon, terdapat banyak perbedaan dengan penguasa-penguasa sebelumnya. Perbedaan yang mencolok diantaranya adalah sistem pemerintahannya. Sebelumnya, hukum bersumber pada adat setempat, yaitu hukum adat Suku Dayak. Tetapi setelah Opu Daeng Menambon berkuasa, sistem pemerintahan selain bersumber dari adat setempat, melainkan juga bersumber hukum Syara yang bersumber pada Agama Islam. Dengan adanya Agama Islam yang dipakai sebagai sumber hukum pemerintahnya, maka pada saat pemerintahan raja ini, agama islam menyebar sanpai ke daerah sekitar Mempawah. Dan sejak itu pula Kerajaan Mempawah menjadi Kerajaan Islam<br />Selain itu, pemerintahan yang dilaksanakan oleh Opu Daeng Menambon berjalan dengan lancer, kerana beliau termasuk seorang raja yang bijaksana dan penduduknya beragama islan serta taat. Dalam memecakan masalah, beliau selalu bermusyawarah dengan bawahannya.Setelah kira-kiara 20 tahun Opu Daeng Menambon memegang tampuk pemerintahan, beliau wafat. Tepatnya pada hari Senin, tanggal 20 Safar 1175 Hijiriah, atau 1761 Masehi. Opu Daeng Menambon dimakamkan di Sebukit Rama.<br />b. Gusti Jamiril<br />Setelah Opu Daeng Menambon wafat, maka tampuk kerajaan diserahkan kepada Gusti Jamiril yang bergelar Penembahan Adijaya Kesuma Jaya. Sejak Gusti Jamiril menjadi raja, Kerajaan Mempawah makin terkenal. Mempawah menjadi Bandar Dagang yang ramai. Wilayah kekuasaanya pun semakin luas. Bukan hanya itu, Kerajaan Mempawah juga memgalami masa kejayaannya.Pada saat pemerintahan Gusti Jamiril, Kerajaan Mempawah selalu bertempur melawan Belanda. Ini disebabkan karena Beliau difitnah, dibenci dan mau memberontak terhadap pemerintahan Hindia Belanda. Tentunya, Belanda murka dan mengerahkan ratusan prajuritnya yang bermakas di Pontianak untuk menyerang Kerajaan Mempawah.Melihat situasi yang tidak baik, Gusti Jamiril memindahkan pusat pemerintahan di Sunga (karangan) yang letaknya di Mempawah Hulu. Keputusan tersebut diambil karena pada masa itu hubungan baik komunikasi maupun transportasi Mempawah ke Karangan sangat sulit sehingga pergerakkan pasukan Belanda menuju Karangan berjalan lambat sekali.Kedatangan Gusti Jamiril di Sunga disambut baik oleh masyarakat setempat. Tetapi belum sempat Gusti Jamiril mengusir Belanda, beliau wafat pada hari Ahad (minggu) bula Zulhijjah 1204 H bertepatan dengan tahun 1790 M. Beliau dimakamkan di Karangan, karena beliau pernah bersumpah tidak rela dikuburkan ditanah yang telah diinjak oleh Belanda. <br /> c. Syarif Kasim<br />Pada saat Gusti Jamiril meninggalkan Mempawah menuju karangan, roda pemerintahan tidak ada yang mengendalikan. Maka Belanda mengangkat Syafif Kasim (Putra dari Sultan Abdurrahman dari Kerajaan Pontianak) menjadi Raja Mempawah. Syarif Kasim memegang pemerintahan di Kerajaan Mempawah hanya sebentar saja. Hal ini disebabkan beliau harus menggantikan kedudukan ayahnya menjadi raja di Kerajaan Pontianak.<br /> d. Syarif Hussein<br />Setelah Syarif Kasim yang dipanggil pulang untuk menggantikan ayahnya menjadi raja, maka disuruhlah adiknya yang bernama Syarif Hussein menggantikan kedudukannya. Lagi-lagi Syarif Hussein memerintah hanya sebentar saja karena Putra raja Gusti Jamiril yang bernama Gusri Jati berhasil memukul mundur pasukan Belanda.<br /> e. Gusti Jati<br /> Dibawah pimpinan Gusti Jati dengan bantuan Gusti Mas, Belanda berhasil dipukul mundur dari pusat Kerajaan. Dengan perginya Belanda dari Mempawah, tahta kerajaan diambil alih oleh Gusti Jati sebagai Putra Mahkota.Gusti Jati yang bergelar Sultan Muhammad Zainal Abidin memindahkan pusat pemerintahan yang dulunya di Sebukit Rama, sekarang dipindahkan ke Mempawah, tepatnya di Pulau Pedalaman. Tempat ini sangat strategis untuk pernag karena terletak di tepi sungai. Selain itu, Gusti Jati merupakan pendiri Kota Mempawah. Kerajaan Mempawah dibawah kekuasaan Gusti Jati semakin tersohor sebagai pusat perdagangan dan kota pertahanan yang kokoh. Belanda tidak mau lagi menyerang Mempawah. Mereka mengubah siasatnya yaitu menmpuh jaln damai. Namun, Mempawah malah mendapat serangan dari Kerajaan Pontianak. Akhirnya Kerajaan Mempawah kalah disebebkan armada laut Kerajaan Pontianak sangat tangguh. Dengan kekalahan ini Gusti Jati meninggalkan Kota Mempawah menuju ke daerah kerajaan lama. Dengan demikian Kerajaan Mempawah tidak ada yang memerintah.<br /> f. Gusti Amir <br />Setelah meninggal, tahta yang kosong diisi oleh Belanda dengan menobatkan Gusti Amir dengan gelar Panembahan Adinata Karma Oemar Kamaruddin. <br /><br /><br />g. Gusti Mu’min<br />Setelah Gusti Amir wafat, tahta kerajaan digantikan oleh Gusti Mu’min. yang menobatkannya menjadi raja, juga pemerintahan Belanda. Hal ini disebabkan sebelum menjadi raja, beliau bekerjasama dengan pemerintah Belanda. Saat menjadi raja, Gusti Mu’min bergelar Panembahan Mu’min Natajaya Kusuma. Gusti Mu’min tidak lama menjadi karena setelah selesai penobatan beliau wafat dan sebab itu lah beliau disebut Raja Sehari.<br />h. Gusti Mahmud <br />Wafatnya Gusti Mu’min, tahta kerajaan digantikan oleh Gusti Mahmud. Beliau bergelar Panembahan Muda Mahmud Alauddin. <br /> i. Gusti Usman<br />Setelah Gusti Mahmud wafat, sebagai penggantinya adalah Putra Mahkota yang bernama Gustu Usman. Gusti Usman bergelar Panembahan Usman Natajaya Kesuma.<br /> j. Gusti Ibrahim<br />Gusti Usman mangkat, maka tahta dipegang oleh Gusti Ibrahim yang bergelar Panembahan Ibrahin Muhammad Tsafiudin. Pada saat pemerintahannya, Belanda mulai lagi menyakiti hati rakyat Mempawah. Sehingga tahun 1941 timbul pemberontakan Suku Dayak terhadap Belanda. Apalagi Belanda sudah mulai menggunakan kekrasan dan memaksa rakyat untuk membayar pajak. Peristiwa ini disebut Perang Sangking. <br /> k. Gusti Intan<br />Setelah Gusti Ibrahim wafat, Putra Mahkota dari Gusti Ibrahim yang bernama Gusti Taufik belum cukup umur untuk menjadi raja. Sehingga tahta kerajaan dipegang oleh Gusti intan yaitu kakak dari Gusti Taufik. Gusti Intan bergelar Panembahan Mangku.<br />l. Gusti Taufik<br />Setelah Gusti Taufik dewasa, maka Beliau naik tahta pada tahun1902 M dab bergelar Panembahan Muhammad Taufik Accamaddin. Kurang lebih 42 Tahun Gusti Taufik memerintah Kerajaan Mempawah, Jepang datang. Pada waktu pendudukan Jepang inilah terjadi suatu tragedi di Kalimantan Barat. Tragedy yang dimaksud adalah pembantaian secara besar-besaran terhadap para raja, tokoh masyarakat, kaum cendekiawan maupun rakyat biasa. Salah satunya koraban pembantaian tersebut ialah Raja Mempawah bersama-sama dengan Raja dari daerah lainnya. Kemudian 12 kepa Swapraja beserta tokoh-tokoh masyarakat lainnya yang ditangkap Jepang yang akan memberontak terhadap rezim “Pemerintah Bala Bantuan Tentara Jepang” semuanya dihukum mati. Korban Pembantaian tersebut tidak kurang dari 21.037 orang. Dan sebagian korban tersebut dikuburkan di Mandor dalam semak belukar. Sekarang tempat tersebut menjadi makam pahlawan yang dinamakan “ Makam Juang Mandor”.Saat Gusti Taufik wafat, Putra Mahkota yang bernama Jimmy Ibrahim masih terlalu muda untuk menduduki tahta Kerajaan. Untuk memangku jabatan ini, Jepang mengangkat Gusti Mustaan sebagai Wakil Panembahan. Sampai berakhirnya masa jabatan Gusti Mustaan sebagai Wakil Panembaha, Jimmy Ibrahim tidak pernah memangku jabatn sabai raja di Kerajaan Mempawah. Dan akhirnya Gusti Taufik dianggap sebagai raja terakhir di Kerajaan Mempawah.<br /> D. Peninggalan-peniggalan Kerajaan Mempawah<br />Ada pun peniggalan-peniggalan adri Kerajaan Mempawah yang masih dapat di nikmati yaitu :<br />1. Keraton Amantubillah : bekas keraton Mempawah terletak di Kampung Pedalaman Mempawah Hilir<br />2. Makam Raja-Raja Mempawah : makam Raja-raja terpencar di beberapa tempat, yaitu : a. Makam Opu Daeng Menambon di Sebukit Rama<br />b. Makam Raja-raja di Kampung Pedalaman Mempawah<br />c. Makam Panembahan Adiwijaya di Karangan<br />3. Mesjid Jami’ Mempawah : terletak di pinggir sungai Mempawah, masuk wilayah kampong Pedalaman Mempawah.<br /><br /><br /> E. Kebudayaan Kerajaan Mempawah<br />Kebudayaan yang ada di Kerajaan Mempawah yang telah bercorak Agama Islam yaitu Robo’-Robo’. Robo’-Robo’ merupakan kebudayaan yang sangat melekat kepada masayarakat Kota Mempawah dan sekitarnya.<br /> 1. Sejarah Robo’-Robo’<br />Awal diperingatinya Robo-robo ini sendiri, bermula dengan kedatangan rombongan Opu Daeng Manambon dan Putri Kesumba yang merupakan cucu Panembahan Mempawah kala itu yakni, Panembahan Senggaok yang merupakan keturunan Raja Patih Gumantar dari Kerajaan Bangkule Rajangk Mempawah pada tahun 1148 Hijriah atau 1737 Masehi.Masuknya Opu Daeng Manambon dan istrinya Putri Kesumba ke Mempawah, bermaksud menerima kekuasaan dari Panembahan Putri Cermin kepada Putri Kesumba yang bergelar Ratu Agung Sinuhun bersama suaminya, Opu Daeng Manambon yang selanjutnya bergelar Pangeran Mas Surya Negara sebagai pejabat raja dalam Kerajaan Bangkule Rajangk.Berlayarnya Opu Daeng Manambon dari Kerajaan Matan Sukadana (Kabupaten Ketapang) diiringi sekitar 40 perahu. Saat masuk di Muara Kuala Mempawah, rombongan disambut dengan suka cita oleh masyarakat Mempawah. Penyambutan itu dilakukan dengan memasang berbagai kertas dan kain warna warni di rumah-rumah penduduk yang berada di pinggir sungai.Terharu karena melihat sambutan rakyat Mempawah yang cukup meriah, Opu Daeng Manambon pun memberikan bekal makanannya kepada warga yang berada di pinggir sungai untuk dapat dinikmati mereka juga. Karena saat kedatangannya bertepatan dengan hari Minggu terakhir bulan Syafar, lantas rombongan tersebut menyempatkan diri turun di Kuala Mempawah. Selanjutnya Opu Daeng Manambon yang merupakan keturunan dari Kerajaan Luwu Sulawesi Selatan, berdoa bersama dengan warga yang menyambutnya, mohon keselamatan kepada Allah agar dijauhkan dari bala dan petaka. Usai melakukan doa, kemudian dilanjutkan dengan makan bersama. Prosesi itulah yang kemudian dijadikan sebagai awal digelarnya hari Robo-robo, yang saban tahun rutin dilakukan warga Mempawah, dengan melakukan makan di luar rumah bersama sanak saudara dan tetangga.<br />Dinamakan Robo-robo karena ritual ini digelar setiap hari Rabu terakhir bulan Safar menurut penanggalan Hijriah. Tujuan digelarnya ritual ini adalah untuk memperingati kedatangan dan/atau napak tilas perjalanan Opu Daeng Menambon yang bergelar Pangeran Mas Surya Negara dari Kerajaan Matan, Martapura, Kabupaten Ketapang, ke Kerajaan Mempawah, Kabupaten Pontianak, pada tahun 1737 M/1448 H.<br />2. Lokasi Ritual Robo’-Robo’<br />Lokasi prosesi Ritual Robo-robo tersebar di beberapa tempat di Kota Mempawah, seperti di muara Sungai Mempawah di Desa Kuala Mempawah, Istana Amantubillah dan Kompleks Pemakaman Sultan-sultan Mempawah di Kelurahan Pulau Pedalaman, serta Makam Opu Daeng Menambon di Sebukit Rama, Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia.<br />3. Keistimewaan Ritual Robo’-Robo’<br />Sebagai sebuah peristiwa budaya, Ritual Robo-robo sarat dengan simbol-simbol yang mengandung nilai-nilai historis dan kultural. Ritual Robo-robo merupakan napak tilas kedatangan Opu Daeng Menambon beserta pengikutnya dari Kerajaan Matan ke Kerajaan Mempawah yang konon menggunakan 40 Perahu Bidar. Kedatangan Opu Daeng Menambon beserta pengikutnya ini menjadi cikal-bakal masuk dan berkembangnya agama Islam ke Kota Mempawah. Perlahan-lahan, proses islamisasi pun terjadi dan puncaknya adalah beralihnya Kerajaan Mempawah yang semula beragama Hindu menjadi kerajaan bercorak Islam.Pengumandangan azan dan pembacaan doa yang dilakukan oleh Pemangku Adat Istana Amantubillah sebelum dimulainya Ritual Buang-buang menandakan bahwa dalam prosesi Ritual Robo-robo juga terdapat nilai-nilai religius. Sesajennya yang terdiri dari beras kuning, bertih, dan setanggi pun sarat dengan makna-makna tertentu. Nasi kuning dan bertih melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan, sedangkan setanggi mengandung makna keberkahan. Dalam Ritual Buang-buang tidak semata-mata penghormatan dan pengakuan terhadap keberadaan sungai dan laut sebagai salah satu sumber penghidupan masyarakat, tapi juga tersirat keinginan untuk hidup selaras dengan alam sekitar.<br />Ritual ini biasanya dimulai selepas shalat Zuhur, di mana raja Istana Amantubillah beserta para petinggi istana bertolak dari Desa Benteng menggunakan Perahu Lancang Kuning dan Perahu Bidar. Perahu Lancang Kuning khusus digunakan oleh raja, sedangkan Perahu Bidar diperuntukan bagi petinggi istana. Mereka akan berlayar selama satu jam menuju muara Kuala/Sungai Mempawah yang terletak di Desa Kuala Mempawah, Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Sesampainya di muara Sungai Mempawah, seorang kerabat istana yang menjabat Pemangku Adat mengumandangkan azan dan membaca doa talak bala (talak balak). Kemudian dilanjutkan dengan Ritual Buang-buang, yaitu melempar sesajen ke Sungai Mempawah. Setelah itu, raja beserta para petinggi istana merapat ke tepi Sungai Mempawah untuk bersiap-siap melaksanakan Makan Saprahan di halaman depan Istana Amantubillah.Kebersamaan dan silaturahmi antarberbagai elemen masyarakat adalah nilai-nilai lain yang terkandung dalam prosesi Ritual Robo-robo. Hal ini, misalnya, terlihat pada kegiatan Makan Saprahan. Makan Saprahan adalah makan bersama-sama di halaman depan Istana Amantubillah menggunakan baki atau talam. Setiap baki/talam (saprah) yang berisi nasi dan lauk biasanya diperuntukan bagi empat atau lima orang.Hal lain yang tak kalah menariknya dalam Ritual Robo-robo adalah dihidangkannya berbagai masakan khas istana dan daerah setempat yang mungkin tidak lagi populer di tengah-tengah masyarakat, seperti lauk opor ayam putih, sambal serai udang, selada timun, ikan masak asam pedas, dan sop ayam putih. Sebagai penganan pencuci mulut disuguhkan kue sangon, kue jorong, bingke ubi, putuh buloh, dan pisang raja. Sementara untuk minumnya, disediakan air serbat yang berkhasiat memulihkan stamina.Selain itu, untuk memeriahakan Ritual Robo’Robo’, biasanya ada menampilkan kesenian Tradisional Melayu masyarakat setempat, yaitu seperi Tundang (Pantun Berdendang), Tarian Japin, dan Lomba Perahu Bidar. <br /> A. Penutup <br />1. Sejak berdirinya Kerajaan Mempawah hingga berakhir sudah menggalami perpindahan pusat Kerjaan sampai dengan 5 kali. Daerah-daerah tersebut ialah <br />a. Pegunungan Sadaniang<br />b. Pekana<br />c. Senggaok<br />d. Sebukit Rama<br />e. Mempawah<br />2. raja-raja yang berkuasa di Kerajaan Mempawah terbagi menjadi 2 jaman yaitu <br />a. Zaman Hindu<br />1) pemerintahan kerajaan dayak dalam kekuasaan Patih Gumanatar<br />2) Raja Kudung<br />3) Penembahan Senggaok.<br /><br /> b. Zaman Islam<br />1) Opu Daeng Menambon, bergelar Pangeran Mas Surya Negara<br />2) Gusti Jamiril, bergelar Panembahan Adiwijaya Kusumajaya<br />3) Syarif Kasim bin Abdurrahaman Al Kadrie<br />4) Syarif Hussein bin Abdurrahaman Al Kadrie<br />5) Gusti Jati, bergelar Sultan Muhammad Zaienal Abidin<br />6) Gusti Amir, bergelar Panembahan Adinata Krama Umar Kamaruddin<br />7) Gusti Mu’min, bergelar Panembahan Mu’min Natajaya Kusuma<br />8) Gusti Mahmud, bergelar Panembahan Muda Mahmud Alauddin<br />9) Gusti Usman, bergelar Panembahan Usman<br />10) Gusti Ibrahim, bergelar Panembahan Ibrahim Muhammad Syafeiuddin<br />11) Gusti Intan, bergelar Pangeran Mangku<br />12) Gusti Taufik, bergelar Panembahan Taufik Muhammad Akamudin<br />3. kebudayaan Robo’-Robo’ dilaksanakan untuk memperingati kedatangan Raja Opu Daeng Menambon di kota Mempawah<br /> Daftar Pustaka<br /> Umberan, Musni, dkk. 1996. Sejarah Kerajaan-Kerajaan Di Kalimantan Barat. Pontianak : Balai Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisional Pontianak<br />Fitri,Efrianti, 2011. Sejarah Kerajaan Mempawah Kalimantan Barat. Pontianak STKIP_PGRI<br /> www.google.com “Sejarah Kerajaan Mempawah”<br /> www.google.com “kebudayaan Robo’-Robo’”M.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-50535182548554130562011-03-13T07:44:00.000-07:002011-03-13T07:45:42.901-07:00kebudayaan DayakKEBUDAYAAN DAYAK<br />Oleh. M.Natsir <br /><br />A. Latar Belakang<br />Dayak atau Daya adalah suku-suku asli yang mendiami Pulau Kalimantan, lebih tepat lagi adalah yang memiliki budaya sungai dimasa sekarang yaitu setelah berkembangnya agama Islam di Borneo, sebelumnya Budaya masyarakat Dayak adalah Budaya Maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya. Seperti sebutan Bidayuh dari bahasa kekeluargaan Dayak Bidayauh itu sendiri yaitu asal kata "Bi" yang bearti "orang" dan Dayuh yang bearti " Hulu" jadi Bidayuh bearti "orang hulu". Sebutan Ot Danum yang berasal dari bahasa mereka sendiri yaitu asal kata "Ot" yang bearti hulu dan Danum yang bearti "air" jadi Ot Danum bearti Hulu Air ( sungai ) yaitu orang-orang yang bermukim di daerah hulu. Sebutan Biaju dari bahasa Biaju ( Lama / kuno ) sendiri yang berasal dari kata "Bi" yang bermakna "Orang" dan kata "Aju / Ngaju" yang bermakna hulu jadi Biaju bermakna "orang hulu". <br />Di daerah sarawak Malaysia suku Dayak rumpun Apokayan ( Kayan, Kenyah dan Bahau) sering disebut "Orang Ulu" ini juga merupakan pe-melayu-an dari kata " Apokayan" itu sendiri. Sementara itu warga Dayak Kendayan setelah kedatangan Islam oleh orang luar juga sering disebut "orang hulu" dan diterjemahkan ke dalam bahasa mereka sendiri dengan kata " Daya". Jadi sangat jelas bahwa sebutan Dayak ini adalah sebutan kolektif karena orang Dayak terdiri dari beragam budaya dan bahasa, yang kehidupannya sangat erat berhubungan dengan sungai ( Budaya Sungai ), hal ini disebabkan karena setelah kedatangan Islam hampir seluruh perkampungan orang-orang Borneo asli yang masih berbudaya asli ( Dayak ) banyak terdapat tidak di pesisir pantai laut lagi ( meski di beberapa wilayah masih terdapat di pesisir pantai Laut ), melainkan di sepanjang daerah aliran sungai ( DAS ). <br />Kata Dayak sendiri selain berasal dari bahasa Dayak Kendayan, juga berasal dari bahasa Dayak kenyah dan Dayak lainnya, yakni dari istilah kata " Daya" yang memiliki dua arti yakni "daerah hulu" dan "kekuatan". ketika ada orang lain yang menanyai seseorang yang hendak ke daerah hulu dimasa lampau dengan kalimat dalam bahasa Dayak Kendayan seperti ini: Ampus Ka mae kau? maka akan di jawab oleh orang yang di tanyai sebagai berikut: Aku Ampus ka daya...yang artinya " pergi ke mana kau? aku pergi ke hulu". Dimasa dahulu dalam naskah-naskah Jawa kuno pulau kalimantan disebut "Nusa Kencana" yang bearti pulau emas, namun oleh orang Jawa kebanyakkan lebih sering disebut "Tanah Sabrang" penghuninya adalah "Orang Sabrang" sebutan orang Dayak oleh orang Jawa di masa lampau. Jadi jelaslah bahwa istilah "Dayak" bukan berasal dari bahasa Jawa yang bermakna sebagai sesuatu yang compang-camping, urakan dan sejenisnya.<br /> Istilah "ndayakan" dalam bahasa Jawa sendiri tergolong masih baru yaitu terbentuk dimasa penjajahan Belanda. Istilah ini di populerkan oleh para prajurit Belanda yang berasal dari orang Jawa yang ketika mereka datang ke pedalaman jauh kalimantan ( Yang sangat jauh dari pantai ) mereka melihat banyak orang Dayak yang berpakaian seadanya yang terbuat dari kulit kayu atau kain yang sudah compang-camping, lusuh dan urakan. suku bangsa Dayak terdiri atas enam Stanmenras atau rumpun yakni Rumpun atau stanmenras Klemantan alias Kalimantan, Stanmenras Iban, Stanmenras Apokayan yaitu Dayak Kayan,kenyah dan bahau, Stanmenras Murut, Stanmenras Ot Danum-Ngaju dan Stanmenras Punan. Penduduk Madagaskar adalah keturunan para pelaut Dayak Ma'anyan dimasa lampau yaitu dimasa Islam belum datang ke Indonesia. mereka masih menggunakan bahasa Dayak Ma'anyan (Bahasa Barito) yang bercampur dengan sedikit bahasa jawa dan melayu.<br />B.Asal Mula Suku Dayak<br />Secara umum seluruh penduduk dikepulauan nusantara disebut-sebut berasal dari China selatan, demikian juga halnya dengan Bangsa Dayak. Tentang asal mula bangsa Dayak, banyak teori yang diterima adalah teori imigrasi bangsa China dari Provinsi Yunnan di Cina Selatan. Penduduk Yunan berimigrasi besar-besaran (dalam kelompok kecil) di perkirakan pada tahun 3000-1500 SM (sebelum masehi). Sebagian dari mereka mengembara ke Tumasik dan semenanjung Melayu, sebelum ke wilayah Indonesia. Sebagian lainnya melewati Hainan, Taiwan dan Filipina.Menurut H.TH. Fisher, migrasi dari asia terjadi pada fase pertama zaman Tretier. Benua Asia dan pulau Kalimantan merupakan bagian nusantara yang masih menyatu, yang memungkinkan ras Mongoloid dari Asia mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan “Muller-Schwaner”.<br />Sebelum kedatangan islam ke kalimantan belum ada istilah Dayak dan istilah melayu. Semua manusia penghuni pulau borneo merupakan manusia-manusia yang saling berkekerabatan dan bersaudara ( Bangsa Dayak ). Penduduk-penduduk yang tinggal dipesisir pantai oleh penduduk yang tinggal di pedalaman disebut sebagai Orang Laut sebaliknya penduduk yang tinggal di pedalaman oleh penduduk yang tinggal di pesisir pantai di sebut Orang Darat . Jauh sebelum agama Islam datang ke borneo Bangsa Dayak sudah mempunyai kerajaan-kerajaan. Misal kerajaan Nek Riuh ( Mbah Riuh ) dan Kerajaan Bangkule Rajakng serta kerajaan bujakng nyangkok di bagian barat kalimantan . <br />Islam ke borneo di sebarkan oleh orang-orang arab atau gujarat, namun mayoritas oleh orang melayu sumatra, karena itu oleh orang Dayak agama islam disebut agama melayu, istilah islam sendiri jaman dahulu tidak sepopuler istilah " agama melayu". Sejak itulah setiap orang Dayak pesisir yang masuk islam disebut masuk melayu atau jadi orang melayu. namun oleh orang Dayak pedalaman, saudara mereka yang masuk islam disebut sebagai " senganan" di kalimantan bagian barat dan "halog" di kalimantan bagian timur. Dikarenakan adat budaya Dayak umumnya bertentangan dengan agama islam maka hal ini membuat masyarakat Dayak pesisir yang telah menjadi islam tadi meninggalkannya dan mengadopsi adat budaya para pendahwah islam ( orang melayu) namun tidaklah semua adat aslinya di tinggalkan, cukup banyak juga adat asli ( adat budaya Dayak ) yang di modifikasi agar selaras dengan islam, seperti tepung tawar, betangas, tumpang seribu dan lain-lain. selain masyarakat <br />Dayak pesisir pantai, masyarakat Dayak yang tinggal di kota-kota kerajaan juga akhirnya masuk islam dengan alasan mengikuti jejak Rajanya. maka mulailah adat budaya melayu merasuki adat budaya Dayak dalam keraton-keraton. Pada umumnya kerajaan-kerajaan di kalimantan di dirikan oleh orang-orang yang berdarah daging Dayak asli seperti pada kerajaan mempawah oleh Patih Gumantar, kerajaan Kutai ( Kerajaan Dayak Tunjung - Dayak Benuaq ) oleh Kundung atau Kudungga dan kerajaan-kerajaan lain. sementara kerajaan-kerajaan yang di dirikan oleh manusia-manusia yang berdarah daging blasteran Dayak dengan pendatang seperti kerajaan pontianak (blasteran Dayak dan arab ). Kerajaan sanggau, matan, ketapang dan sintang ( oleh blasteran Dayak Jawa ). sejak dahulu dalam pergaulannya dengan sesama suku Dayak dan dengan suku-suku luar kalimantan orang Dayak telah menggunakan bahasa melayu, hal ini terjadi mengingat suku dayak hampir setiap sub sukunya mempunyai bahasa sendiri-sendiri. Hal ini tentu menyulitkan dalam berkomunikasi, tentunya karena alasan semacam ini jugalah yang menyebabkan bahasa melayu dijadikan bahasa persatuan Indonesia. Bahasa-bahasa melayu di kalimantan dikarenakan seluruh manusia penuturnya mempunyai bahasa yang berbeda ( Manusia Dayak meyebabkan bahasa melayu tersebut juga mempunyai banyak versi sesuai daerah asalnya, misal di daerah sanggau kapuas dikarenakan bunyi vokal bahasa Dayak di daerah tersebut kebanyakan berbunyi vokal " o " maka bahasa melayunya juga cenderung bervokal " O " misal kata ada akan di ucapkan menjadi ado, kata Ngapa ( Mengapa ) di ucapkan menjadi ngapo dan lain sebagainya. sementara di daerah kapuas hulu, sintang dan ketapang bahasa melayunya sangat mendekati bahasa Dayak, cukup banyak istilah dalam bahasa Dayak asli yang masih di pakai seperti Nuan, sidak dan lain-lain. Di bagian barat kalbar ada istilah Terigas yang asalnya dari kata Tarigas dan istilah-istilah lainnya.<br />Di daerah selatan Borneo Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak didaerah itu sering disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni kerajaan Nansarunai dari Dayak Maanyan yang dihancurkan oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389. Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasal dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu (sekitar tahun 1608).Sebagian besar suku Dayak di wilayah selatan dan timur kalimantan yang memeluk Islam tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai atau orang Banjar. Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Watang Amandit, Labuan Amas dan Watang Balangan. Sebagain lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang Sultan Kesultanan Banjar yang terkenal adalah Lambung Mangkurat sebenarnya adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum).<br />Tidak hanya dari nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa Tionghoa diperkirakan mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming tahun 1368-1643. Dari manuskrip berhuruf kanji disebutkan bahwa kota yang pertama di kunjungi adalah Banjarmasin. Kunjungan tersebut pada masa Sultan Hidayatullah I dan Sultan Mustain Billah.Kedatangan bangsa Tionghoa di selatan kalimantan tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak. Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik.<br />Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada abad XV Raja Yung Lo mengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di bawah pimpinan Chang Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah sebelumnya singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun 1750, Sultan Mempawah menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas. Orang-orang Tionghoa tersebut membawa juga barang dagangan diantaranya candu, sutera, barang pecah belah seperti piring, cangkir, mangkok dan guci. <br />C. Pembagian sub-sub etnis<br />Dikarenakan arus migrasi yang kuat dari para pendatang, Suku Dayak yang masih mempertahankan adat budayanya akhirnya memilih masuk ke pedalaman . Akibatnya, Suku Dayak menjadi terpencar-pencar dan menjadi sub-sub etnis tersendiri.Kelompok Suku Dayak, terbagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan, 1975). Masing-masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka.Etnis Dayak Kalimantan menurut seorang antropologi J.U. Lontaan, 1975 dalam Bukunya Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub suku kecil, yang menyebar di seluruh Kalimantan.[3]<br />D. Dayak pada masa kini<br />Dewasa ini suku bangsa Dayak terbagi dalam enam rumpun besar, yakni: Apokayan (Kenyah-Kayan-Bahau), Ot Danum-Ngaju, Iban, Murut, Klemantan dan Punan. Rumpun Dayak Punan merupakan suku Dayak yang paling tua mendiami pulau Borneo. sementara rumpun Dayak yang lain merupakan rumpun hasil asimilasi antara Dayak punan dan kelompok proto melayu ( Moyang Dayak yang berasal dari yunnan ) dari yunnan. Keenam rumpun itu terbagi lagi dalam kurang lebih 405 sub-etnis. Meskipun terbagi dalam ratusan sub-etnis, semua etnis Dayak memiliki kesamaan ciri-ciri budaya yang khas. Ciri-ciri tersebut menjadi faktor penentu apakah suatu subsuku di Kalimantan dapat dimasukkan ke dalam kelompok Dayak. Ciri-ciri tersebut adalah rumah panjang, hasil budaya material seperti tembikar, mandau, sumpit, beliong (kampak Dayak), pandangan terhadap alam, mata pencaharian (sistem perladangan), dan seni tari. Perkampungan Dayak rumpun Ot Danum-Ngaju biasanya disebut lewu/lebu dan pada Dayak lain sering disebut banua / benua. Di kecamatan-kecamatan di Kalimantan yang merupakan wilayah adat Dayak dipimpin seorang Kepala Adat yang memimpin satu atau dua suku Dayak yang berbeda.Menurut Prof. Lambut dari Universitas Lambung Mangkurat, secara rasial, manusia Dayak dapat dikelompokkan menjadi :<br />• Dayak Mongoloid<br />• Malayunoid<br />• Autrolo-Melanosoid<br />• Dayak Heteronoid<br />a.Rumah Panjang<br />Hampir semua Orang Dayak kecuali Dayak punan dan Dayak Meratus, mempunyai rumah panjang di masa lampau. Rumah panjang merupakan gabungan atau gandengan rumah-rumah tunggal warga Dayak dalam satu desa. Rumah panjang di bangun agar persatuan atau kekuatan dari warga desa terkonsentrasi, ketika menghadapi serangan dari luar kampung atau luar kelompok ( Kayau ) atau serangan binatang buas. Rumah panjang di dibangun dalam rupa rumah panggung yang memanjang. Semua material rumah panjang dibuat dari kayu keras seperti kayu ulin atau belian. Mulai dari sirap ( atap kayu ),tiang, rangka, dinding, lantai hingga tangga. Dimasa kini rumah panjang yang tersisa sudah sangat sedikit. Umumnya rumah panjang di bongkar karena warga penghuninya memilih membangun rumah tinggal tunggal. Dayak Punan merupakan suku Dayak yang paling tua mendiami Borneo. Berdasarkan data pengukuran karbon yang terdapat pada fosil tengkorak yang pernah ditemukan di gua Niah Sarawak Malaysia. diketahui bahwa tengkorak yang sangat mirip dengan tengkorak orang Dayak Punan tersebut telah berusia mencapai 40.000 tahun. Jadi dengan berasumsikan bahwa tengkorak tersebut benar-benar tengkorak Dayak punan, maka jelas bahwa Dayak Punan merupakan salah satu puak nenek moyang Bangsa Dayak Borneo setelah berasimilasi dengan puak nenek moyang Dayak yang berasal dari Yunnan. <br />Dengan mengetahui betapa tuanya keberadaan Dayak Punan di borneo ( bahwa mereka datang jauh sebelum peradaban manusia planet bumi mengenal logam ), maka dapat dimaklumi jika mereka kurang memiliki peradaban desa dan lebih menyukai cara-cara hidup nomaden, karena itu rumah mereka dibangun seadanya ( umumnya hanya berupa gubuk ). Meskipun demikian sampai detik ini hanya segelintir warga Dayak punan saja yang masih senang hidup nomaden, sementara kelompok mayoritas telah membangun pemukiman seperti masyarakat Dayak Lain. Pada masyarakat Dayak Meratus ( Bukit ) rumah mereka di kenal dengan sebutan Balai. Istilah suku Dayak Bukit menurut Hairus Salim dari kosa kata lokal di daerah tersebut istilah "bukit" berarti "bagian bawah dari suatu pohon" alias pangkal pohon, yang juga bermakna "orang atau sekelompok orang atau rumpun keluarga yang pertama yang merupakan cikal bakal masyarakat lainnya". Kata Bukit yang bermakna " Pangkal " ini jelas menunjukan asal mereka yaitu berpangkal dari Banua bukit di Kalimantan Barat jadi pada dasarnya istilah Bukit ini tidak bearti Bukit / gunung, hanya saja sudah telanjur di maknai dengan arti orang gunung oleh orang luar. Dayak Bukit merupakan masyarakat yang masih memegang adat tradisi budaya Banjar lama.<br /> Suku Banjar sendiri jika diperhatikan dari bahasanya merupakan campuran antara bahasa Dayak Biaju, Dayak Maanyan, bahasa Jawa dan Bahasa Dayak Kendayan, Tetapi oleh sebagian kecil kelompok masyarakat Banjar yang fanatik menyatakan bahwa moyang mereka adalah melayu sumatera hal ini dapat di fahami karena akibat pengaruh Islam ( bahwa di masa lampau agama Islam oleh orang Dayak di sebut agama Melayu ). Jika kita runut kembali sejarah terbentuknya suku Banjar yang bermula Sejak Kerajaan Banjar menjadi Islam, disitu akan kita ketahui bahwa Raja Banjarmasin yang menganut agama Islam pertama yaitu pangeran Suriansyah (seorang Blasteran Jawa-keling ) beliau di angkat menjadi raja oleh dua belas orang Demang Dayak Ngaju dan patih Masih, yang dikatakan sebagai seorang Patih melayu. Harap di ingat dan di fahami bahwa Pangeran Suriansyah sendiri pada waktu itu tidak pernah memerintahkan agar rakyatnya yang terdiri atas orang Biaju, orang Maanyan, orang Kendayan yang dikira melayu ( mengingat pada waktu itu istilah suku Kendayan / Kannayatn sendiri belum terbentuk, dan seperti yang telah di sebutkan di atas bahwa nama salah satu Banua Dayak Kendayan Kalimantan Barat adalah Banua bukit jadi jelas bahwa keturunan masyarakat Dayak Kendayan yang berasal dari Banua bukit inilah yang dikenal sebagai Dayak Bukit / Meratus di kalimantan selatan itu ). dan sekelompok kecil orang jawa untuk merubah nama suku-nya. Patih melayu? Dalam sejarah di ketahui bahwa Gelar patih pertamakali atau mayoritas merupakan Gelar orang-orang penting atau raja-raja Dayak Kalimantan Barat. <br />Di sumatra sendiri tidak ada gelar patih. Dimasa lalu yaitu masa dimana kepercayaan adat ( Kaharingan), budaya Kayau dan budaya rumah Panjang ( Budaya Kayau dan Rumah Panjang muncul secara bersamaan tujuan rumah panjang ini di buat agar kekuatan terkonsentrasi untuk menghadapi kayau ) belum di kenal oleh bangsa Dayak. para pelaut Dayak Kendayan telah menyusuri pantai-pantai pulau Borneo baik ke arah utara maupun ke arah selatan. Pelaut Dayak Kendayan yang sampai ke utara Borneo membangun pemukiman di daerah sarawak timur dan Brunei sekarang ini, keturunannya di kenal dengan sebutan suku Dayak Kedayan. sementara yang menyusuri pantai ke arah selatan borneo membangun pemukiman di tengah-tengah Dayak Biaju / Ngaju, orang Dayak Kendayan ini masih memakai Bahasa Dayak Kendayan. Karena Bahasa Dayak kendayan mirip dengan bahasa melayu, oleh orang Ngaju di kira orang Melayu ( mengingat pada waktu itu istilah Kendayan / Kannayatn sendiri belum terbentuk). Dan Patih Masih adalah satu-satunya petinggi Dayak Kendayan di tanah rantau di daerah itu. Jadi pada dasarnya warga yang didefenisikan sebagai melayu oleh orang Ngaju itu tidak lain dan tidak bukan merupakan keturunan para pelaut atau perantau Dayak Kendayan yang tidak kembali. Dan mengembangkan adat tradisi serta bahasa Dayak Kendayan yang sampai saat ini dapat disaksikan pada keturunannya yang tidak mau menganut Islam, yang di sebut suku Dayak Meratus / Bukit. Dan Bahkan penamaan sebuah sungai besar di daerah Kalimantan Tengah yang oleh masyarakat Dayak Biaju sering disebut batang Biaju Kecil, dengan nama sungai Kapuas, juga merupakan nama pemberian oleh para pelaut atau perantau Dayak Kendayan ( karena waktu pertamakali mereka datang, nama sungai tersebut tidak diketahui oleh mereka ), sama seperti nama sungai besar di daerah asalnya yaitu sungai kapuas di kalimantan Barat. Intinya bahwa suku Banjar merupakan keturunan Blasteran antara Dayak Kendayan dengan Dayak Biaju, Dayak Maanyan dan sedikit pendatang Jawa.<br /><br /><br />b. Budaya Telinga Panjang<br />Di masa sekarang Budaya unik masyarakat Dayak yang satu ini hanya dapat disaksikan pada warga Dayak Stanmenras / rumpun Apokayan (Kenyah, Kayan dan Bahau) serta sedikit warga Dayak Iban dan Dayak Punan saja, sementara pada masyarakat Dayak Lainnya sudah tidak ditemukan. Apakah Masyarakat Dayak lain tidak punya budaya ini? Sejujurnya hampir semua sub etnis Dayak dimasa lampau punya tradisi ini hanya saja sudah lama di tinggalkan. Kebanyakan tradisi ini ditinggalkan sejak kedatangan orang luar ke kalimantan, yaitu sejak datangnya para pelaut India dan arab serta China atau etnis Indonesia lainnya ke kalimantan, dengan alasan merasa malu. namun tidak sedikit yang meninggalkan budaya ini di masa awal penjajahan Belanda hingga dimasa penjajahan Jepang. Pada masyarakat Dayak Kendayan yang berdialek Banyadu misalnya, dari cerita orang tua di kampung Tititareng kecamatan Menyuke darit disebutkan bahwa dimasa penjajahan Jepang masih terdapat seorang nenek yang mempertahankan Telinga panjangnya. Sepeninggalan Nenek tersebut maka berakhirlah masa budaya telinga panjang pada masyarakat Dayak Banyadu. <br />Ada satu hal yang menarik yang mungkin menjadi alasan kenapa masyarakat Dayak rumpun Apokayan masih setia mempertahankan budaya telinga panjang ini, Jika kita perhatikan bahwa kebanyakan sesepuh adat atau orang yang dituakan atau orang-orang penting dalam strata sosial adat masyarakat Dayak rumpun apokayan ini kebanyakan adalah kaum wanita. Kaum wanita umumnya dikenal cenderung sangat teguh mempertahankan kebiasaan atau tradisi yang berkembang dalam masyarakat ketimbang kaum pria, apalagi jika tradisi tersebut sudah dianggap sebagian dari adat yang harus dilestarikan, maka sudah tentu akan di pertahankan, dan terutama jika para orang penting yang umumnya kaum wanita tersebut selalu menganjurkan agar kaum wanita tetap memanjangkan telinganya. Namun meski demikian seiring perkembangan jaman hal tersebut akhir-akhir ini nampaknya sudah berada pada kondisi yang kritis dimana banyak kaum wanita masyarakat Dayak rumpun apokayan ini meninggalkan budaya telinga panjang dengan cara memotongnya.<br />c. Budaya Tatto<br />Tatto pada masyarakat Dayak dimasa lampau merupakan simbol fisik yang secara langsung memperlihatkan strata seseorang dalam masyarakat. Baik kaum pria maupun kaum wanita sama-sama mempunyai tatto. Sementara motif-motif gambar tatto juga disesuaikan dengan strata sosial yang berlaku di masyarakat. Gambar tatto antara orang biasa berbeda dengan orang-orang penting seperti para temenggung, para Baliatn, para Demang dan para Panglima perang. Dimasa kini budaya ini sepertinya juga sudah banyak ditinggalkan, dengan berbagai alasan, meski cukup banyak juga generasi Dayak yang sadar untuk terus mengembangkannya.<br />d. Kayau<br />Kata Kayau bermakna sebagai kegiatan perburuan kepala tokoh-tokoh masyarakat yang menjadi musuh, dimana kepala hasil buruan tersebut akan digunakan dalam ritual Notokng ( Istilah Dayak Kendayan ). Jadi pada dasarnya yang dimaksud dengan Kayau bukanlah perang antar suku seperti perang dalam kerusuhan-kerusuhan yang pernah terjadi di Kalimantan beberapa waktu yang lalu, yang korbannya tidak pandang bulu apakah seorang biasa atau seorang yang berpengaruh pada kelompok musuh. <br />Kayau tidak sembarangan di lakukan, demikian juga tokoh-tokoh musuh yang di incar, semua dipertimbangkan dengan penuh seksama. Sementara itu, jumlah pasukan Kayau yang akan bertugas di medan minimal tujuh orang. Dimasa silam Kayau umumnya dilakukan terhadap tokoh-tokoh musuh yang memang kebanyakan berbeda sub etnis Dayak-nya. Peristiwa Kayau yang terekam sejarah dan cukup terkenal adalah peristiwa Kayau Kepala Raja Patih Gumantar dari kerajaan Mempawah (Kerajaan Dayak Kendayan ) Kalimantan Barat oleh pasukan Kayau Dayak Biaju / Ngaju Kalimantan tengah, meskipun cerita yang beredar di kalangan masyarakat Dayak Kendayan dimasa kini menyebutkan bahwa nama Biaju ini sering di katakan sebagai Dayak Bidayuh sungkung, dan hal ini diperparah oleh para penulis buku-buku tentang sejarah Kalimantan Barat yang menerima begitu saja cerita dalam Masyarakat tanpa ditelaah lebih lanjut dan bahkan beberapa penulis dengan gampangnya menyebutkan bahwa Dayak Biaju ini punya pulau tersendiri di luar Borneo hanya karena mendengar cerita rakyat yang mengatakan bahwa mereka datang memakai Ajong / Kapal, padahal sebenarnya satu pulau dengan Dayak Kendayan hanya saja untuk sampai ke daerah asalnya memang melalui sungai dan laut. Hal ini terjadi ditengarai oleh awalan kata Biaju dan Bidayuh yang sama-sama diawali oleh kata "Bi" dan kedua-duanya mempunyai bunyi kata yang hampir mirip (BI-AJU dan BI-dAYUh), padahal yang namanya cerita lisan pasti cukup beresiko mengalami perubahan. Namun yang sangat pasti dan jelas kata Biaju secara tegas di sebutkan dalam cerita tersebut. <br />e. Senjata Sukubangsa Dayak<br />1. Sipet / Sumpitan. Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 - 2,5 meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼ - ¾ cm yang digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan.<br />2. Lonjo / Tombak. Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai dari bambu atau kayu keras.<br />3. Telawang / Perisai. Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah dalam dijumpai tempat pegangan.<br />4. Mandau. Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun temurun yang dianggap keramat. Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan maupun hanya ukiran biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah, diukir dengan emas/perak/tembaga dan dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia. Mandau mempunyai nama asli yang disebut “Mandau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau”, merupakan barang yang mempunyai nilai religius, karena dirawat dengan baik oleh pemiliknya. Batu-batuan yang sering dipakai sebagai bahan dasar pembuatan Mandau dimasa yang telah lalu yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu Mujat atau batu Tengger, Batu Montalat.<br />5. Dohong. Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah. Hulunya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh kepala-kepala suku, Demang, Basir.<br /><br /><br /><br />f. Totok Bakakak (kode) yang umum dimengerti Sukubangsa Dayak<br />1. Mengirim tombak yang telah di ikat rotan merah (telah dijernang) berarti menyatakan perang, dalam bahasa Dayak Ngaju "Asang".<br />2. Mengirim sirih dan pinang berarti si pengirim hendak melamar salah seorang gadis yang ada dalam rumah yang dikirimi sirih dan pinang.<br />3. Mengirim seligi (salugi) berarti mohon bantuan, kampung dalam bahaya.<br />4. Mengirim tombak bunu (tombak yang mata tombaknya diberi kapur) berarti mohon bantuan sebesar mungkin karena bila tidak, seluruh suku akan mendapat bahaya.<br />5. Mengirim Abu, berarti ada rumah terbakar.<br />6. Mengirim air dalam seruas bambu berarti ada keluarga yang telah mati tenggelam, harap lekas datang. Bila ada sanak keluarga yang meninggal karena tenggelam, pada saat mengabarkan berita duka kepada sanak keluarga, nama korban tidak disebutkan.<br />7. Mengirim cawat yang dibakar ujungnya berarti salah seorang anggota keluarga yang telah tua meninggal dunia.<br />8. Mengirim telor ayam, artinya ada orang datang dari jauh untuk menjual belanga, tempayan tajau.<br />9. Daun sawang/jenjuang yang digaris (Cacak Burung) dan digantung di depan rumah, hal ini menunjukan bahwa dilarang naik/memasuki rumah tersebut karena adanya pantangan adat.<br />10. Bila ditemukan pohon buah-buahan seperti misalnya langsat, rambutan, dsb, didekat batangnya ditemukan seligi dan digaris dengan kapur, berarti dilarang mengambil atau memetik buah yang ada dipohon itu.<br />g Tradisi Penguburan<br />Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur tegas dalam hukum adat. Sistem penguburan beragam sejalan dengan sejarah panjang kedatangan manusia di Kalimantan. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan :<br />• penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.<br />• penguburan di dalam peti batu (dolmen)<br />• penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.<br />Pada umumnya terdapat dua tahapan penguburan:<br />1. penguburan tahap pertama (primer)<br />2. penguburan tahap kedua (sekunder).<br />Penguburan sekunder<br />Penguburan sekunder tidak lagi dilakukan di goa. Di hulu sungai Bahau dan cabang-cabangnya di Kecamatan Pujungan, Malinau, Kaltim, banyak dijumpai kuburan tempayan-dolmen yang merupakan peninggalan megalitik. Perkembangan terakhir, penguburan dengan menggunakan peti mati (lungun) yang ditempatkan di atas tiang atau dalam bangunan kecil dengan posisi ke arah matahari terbit.<br />Masyarakat Dayak Ngaju mengenal tiga cara penguburan, yakni :<br />• dikubur dalam tanah<br />• diletakkan di pohon besar<br />• dikremasi dalam upacara tiwah.<br />Prosesi penguburan sekunder<br />1. Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder pada penganut Kaharingan, sebagai simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan) yang dilaksanakan setahun atau beberapa tahun setelah penguburan pertama di dalam tanah.<br />2. Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah.<br />3. wara<br />4. marabia<br />5. mambatur (Dayak Maanyan)<br />6. kwangkai (Dayak Benuaq)<br /><br />PENUTUP<br />Secara umum seluruh penduduk dikepulauan nusantara disebut-sebut berasal dari China selatan, demikian juga halnya dengan Bangsa Dayak. Tentang asal mula bangsa Dayak, banyak teori yang diterima adalah teori imigrasi bangsa China dari Provinsi Yunnan di Cina Selatan. Penduduk Yunan berimigrasi besar-besaran (dalam kelompok kecil) di perkirakan pada tahun 3000-1500 SM (sebelum masehi). Sebagian dari mereka mengembara ke Tumasik dan semenanjung Melayu, sebelum ke wilayah Indonesia. Sebagian lainnya melewati Hainan, Taiwan dan FilipinaSuku dayak merupakan salah satu suku yang ada di indonesia. Suku ini berdomisili di pulau kalimantan dan kebanyakan beragama kristen dan katolik serta sebagian islam dalam kebudayaan dayak contoh budayanya yaitu kayau, tatoo,rumah panjang dll. Suku dayak mengenal ada dua cara pengguburan yaitu primer dan sekunder.<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_DayakM.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-34881370746983229222011-03-13T07:43:00.001-07:002011-03-13T07:43:51.922-07:00ANGLUNGALAT ANGLUNG<br />M.Natsir <br /><br />A. Latar Belakang <br />Alat musik angklung adalah alat musik multitional atau bernada ganda yang secara tradisional berkembang dalam masyrakat berbahasa sunda di pulau Jawa bagian barat. Alat musik angklung terbuat dari bambu yang dimainkan dengan cara digoyangkan, sehinga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2,3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran baik besar maupun kecil. Dalam laras atu nada alat musik angklung dalam tradisi Sunda ada dua yaitu salendro dan pelog. Selain itu juga alat musik angklung terdaftar sebagai karya agung warisan budaya lisan dan nonbendwi manusia di UNESCO sejak november 2010. dalam makalah ini juga akan mempelajari jenis atau macam-macam bambu untuk bahan pembuatan alat musik angklung, serta macam-macam nama angklung dan daerahnya, serta asal usul alat musik angklung tersebut. Dan fungsi atau kegunaan angklung di daerahnya masing-masing.Supaya para generasi penerus bangsa mengetahui dan mempelajari apa yang disebut angklung dan bagaimana bentuknya angklung tersebut. Serta mengajak para generasi penerus bangsa atau kaum muda untuk melestarikan alat-alat musik tradisional khususnya angklung. <br /><br />B. Asal Usul Musik Angklung <br />Musik angklung pertama kali dimainkan anak-kana di Jawa Barat, yaitu diawal abad ke 20, diduga bentuk primitifnya telah digunkan dalam kultur Neolitikum yang berkembang di Nusantara sampai awal pengenalan moderen. Sehinga angklung merupakan bagian dri relik prahinduisme dalam kebudayaan Nusantara.Cattan mengenai angklung pun muncul merunjak pada masa Kerajaan Sunda yaitu pada abad ke 12 sampai abad ke 16. Asal usul terciptanya musik bamboo, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup masyrakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi sebagai makan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan masyrakat Sunda terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang dewi padi pemberi kehidupan. Masyrakat Badui yang diangap sebagai sisa-sisa masyrakat sunda asli ini menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi. Permainan angklung gubrag di Jasinga Bogor adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun yang lampau. Kemunculannya ini berawal dari ritus padi. Kepercayaan masyrakat tersebut angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur, sera menghasilkan buah yang melimpah.<br />Jenis-jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat pembuatan musik angklung adalah: bambu hitam atu dalam bahasa Sundanya adalah awi wulung, dan bambu putih atau dalam bahasa Sundanya adalah awi temen. Pada dasarnya tiap nada atau laras, dapat dihasilkan dari bunyi tabung bambu yang berbentuk bilah atau wilahan, setiap ruas bambu di buat ukuran dari kecil hingga besar.<br />Pada masa kerajaan Sunda, angklung juga dikenal masyrakatnya sebagai penggugah semangat juang masyrakat Sunda dalam pertempuran melawan penjajahan Hindia Belanda. Selain itu fungsi angklung sebagai alat musik juga sebagai pemompa semangat untuk melawan penjajahan. Dalam perkembanganya pada saat itu, alat musik angklung berkembang dan menyebar ke Seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatra. Pada tahun 1908, tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand ditandai penyerahan angklung. Lalu permainan alat musik bambu ini pun sempat menyebar di sana. <br /> Pada tahun 1966 seorang tokoh angklung yang bernama Udjo Ngalagena, mengembangkan teknik permainan angklung berdasarkn laras-laras taau nada-nada antara lain pelog, selendro, dan madena. Beliau mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai kounitas. <br /><br />C. Macam-Macam Angklung dan Nama Daerahnya <br />1. Angklung Kanekes<br /> Angklung ini terdapat didaerah Kanekes a sering atau kita sering sebut mereka orang Baduy. Digunakan masyrakat Baduy, terutama karena hubungannya dengan ritus padi dan bukan semata-mata untuk hiburan orang-orang saja. Angklung ini digunakan atau dibunyikan ketika mereka menanam padi di huma atau lading. Menabuh angklung ketika menanam padi ada yang hanya dibunyikan bebas atau dikurulungkeun, terutama di Kajeroan, dan ada yang dengan ritmis tertentu yaitu kaluaran. Meski pun demikian angklung bisa juga dimainkan di luar ritus padi; tetapi tetap mempunyai atruan misalnya hanya boleh ditabuh hinga masa ngubaran pare tau mengobati padi. Selama enam bulan berikutnya semua kesenian tidak boleh dimainkan, dan boleh dimainkan lagi pada musim menanam padi pada tahun berikutnya. Menutup angklung Kanekes dilaksanakan dengan cara yang disebut musungkeun angklung yaitu nitipkeun atau menitipkan dan menyimpan angklung setelah dipakai.<br /> Dalam sajian hiburan, angklung biasanya diadakan saat terang bulan dan tidak hujan.Mereka memainkan angklung di halaman luas di pedesaan. Sambil menyanyikan bermacam-macam lagu antara lain:Lutung kesarung, Yandu Bibi, Yandu Sala, Cuek Arileu, dn lain sebagainya. Para penabuh angklung sebanyak delapan orang dan tiga penabuh bedug ukuran kecil membuat posisi berdiri sambil berjalan dalam formasi lingkaran. Sementara itu ada yang menari dengan gerakan tertentu yang telah baku tetapi sederhana. Semuanya dilakukan oleh orang laki-laki.<br /> Namn-nama angklung di Kanekes dari yang terbesar adalah: indung, ringkung, dongdong, gunjing, engklok, indung leutik, torolok, dan roel. Di Kanekes orang-orang yang berhak dalam membuat angklung adalah: orang kajeroan terdiri dari tiga kampung yaitu Cibeo,Cikratawana dan Cikeusik. Di ketiga kampung ini tidak semua orang yang bisa membuatnya. Hanya yang punya keturun dan berhak saja mengerjakan yang penting ada syarat-syarat ritualnya. <br />Pembuat angklung di Cikeusik adalah pak Amir dan, di Cikratawana adalah pak Tarnah.<br />2. Angklung Dogdog Lojor<br /> Kesenian angklung dogdog lojor terdapat di masyrakat Kasepuhan Pancer Pangawinan atau kesatuan adat Banten Kidul yang tersebar di sekitar gunung Halimun yang berbatasan dengan Jakarta, Bogor, dan Lebak. Kesenian angklung ini dinamakan dodog lojor yaitu nama salah satu instrumennya. Tetapi di sana angklung juga digunakan untuk acara masyrakat ini untuk acara ritual padi. Acaranya di selengarakan setahun sekali, setelah panen. Seluruh masyrakat akan mengadakan acara serah taun atau seren taun di pusat kampong adapt. Tradisi penghormatan padi pada msyrakat ini masik dilaksanakan dan diiringi dengan alat musik kesenian yaitu angklung dogdog lojor. Karena mereka termaksud masyrakat yang memegang teguh adat lama mereka. Masyrakat Kasepuhan ini telah menganut agama islam dan agak terbuka akan pengaruh moderenisasi, serta hal-hal hiburan kesenangan duniawi.<br /> Hal ini berpengaruh pula dalam hal fungsi kesenian masyrakat tersebut yaitu angklung dodog lojor. Yang sekitr tahun 1970-an yang telah mengalami perkembangan yaitu digunakan untuk memeriahkan khitanan anak, perkawinan, dan acara kemeriahan lainnya. Instrumen yang digunakan dalam kesenian dogdog lojor adalah dua buah dogdog lojor dan empat buah angklung besar. Kempat buah angklung ini mempunyai nama yaitu: angklung yang terbesar dinamakan gongggong, kemudian panembal, kingking, dan inclok. Tiap instrument dimainkan oleh seseorang sehingga semuanya berjumlah enam orang. Lagu-lagu dogdog lojor diantaranya adalah bale agung, samping hideung, oleng-oleng dan lain sebagainya.<br />4. Angklung Gubrag<br /> Angklung gurbag terdapat di kampung Cipinang kecamatan Cigudeg, Bogor. Angklung ini telah berusia tua dan digunakan oleh masyrakat ini untuk menghormati dewi padi, dalam kegiatan menanam padi, mengangkut padi, dan menempatkan padi ke lumbung padi. Dalam mitosnya angklung gurbag mulai ada ketika suatu masa kampung cipinang mengalami musim paceklik.<br />5. Anklung Bedeng<br /> Bedeng merupakan jenis kesenian yang menekan pada segi musikal dengan angklung sebagai alat musiknya yang utama. Angklung bedeng terdapat di Desa Sanding kecamatan Malangbong, Garut dulu alat musik ini digunakan sebagai hiburan untuk kepentingan dakwah Iislam. Tetapi diduga bedeng telah digunakan masyrkat Sanding sejak lama dari masa sebelum Islam, untuk acara-acara yang berhubungan dengan ritual penanaman padi. Sebagai seni untk dakwah angklung bedeng dipercaya berkembang sejak Islam menyebar di daerah ini sekitar abad ke 16 atau 17. Pda masa itu penduduk Ssnding, Arapaen, dan Nursaen, belajar agama Islam ke kerajaan Demak Mereka berdakwah menyebarkan agama Islam. Salah satu sarana penyebarannya adalah mengunakan alat musik kesenian angklung bedeng. Angklung yang digunakan sebanyak sembilan buah yaitu dua buah angklung roel, satu buah angklung kecer, empat buah angklung indung dan angklung bapa dan dua buh angklung anak. Lagu-lagunya adalah lailahaileloh, kasreng dan lin sebaginya.<br />6.Angklung padaeng<br /> Angklung ini identik dengan angklung nasional dengan tenaga nada diatonis yang dikembangkan sejak tahun 1938. Angklung khas Indonesia ini berasal dari pengembangan angklung Sunda. Angklung Sunda yang bernada lima ( salendro atau pelog ) oleh Daeng Sutigna alias Si Etjle pada tahun 1908-1984, di ubah nadanya menjadi tangga nada barat atau solmisasi, sehinga dapat memainkan berbagai lagu lainnya. Hasil pengembangan angklung ini kemudian di ajarkannya kepada siswa-siswi sekolah dan dimainkan secara orkestra besar atau dimainkan secara bersama-sama. <br />7. Angklung Buncis<br /> Angklung buncis merupakan seni pertunjukan yang bersifat hiburan diantaranya terdapat di Boras ( Arjasari, Bandung ). Pada mulanya angklung buncis digunakan pada acara-acara pertanian yang berhubungan dengan padi. Tetapi pada masa sekarang angklung buncis digunakan sebagi seni hiburan. Hal ini berhubungan semakin berubahnya pandangan masyrakat yang mulai kurang mengindahkan berbau kepercayaan lama. Pada tahun 1940-an dapat diangap sebagai berakhirnya fungsi ritual pengunaan angklung buncis dalam penghormatan padi. Karena pada sejak itu buncis berubah menjadi pertunjukan hiburan. Sejalan dengan itu pun tempat-tempat penyimpanan padi atau lumbung padi pun mulai menghilang dari rumah-rumah penduduk. Dengan demikian kesenian buncis yang tadinya digunakan untuk acara ngujal atau membawa padi tidak diperlukan lagi.<br /> Nama kesenian buncis adalah berkaitan dengan sebuah teks lagu yang terkenal di kalangan rakyat, yaitu cis kacang buncis nyengcle. Sehingga kesenian ini dinamakan buncis. Instrument yang digunakan dalam kesenian buncis adalah dua buah angklung indung, dua buah angklung ambrug, angklung panempas dan tiga buah angklung dogdog lojor. Angklung buncis berlaras atau bernada salendro dengan lagu vocal biasa berlaras madenda atau degung. Lagu-lagunya adalah badud buncis, renggong, senggot dan lain sebagainya. Sekarang lagu-lagu angklung buncis telah menggunakan pula lagu-lagu dari gamelan, dengan penyanyi tadinya laki-laki, kini diganti oleh wanita. <br />8. Angklung pentationis<br /> Angklung pentationis dalah alat musik kesenian tradisional yang berasal dari masyrakat sunda dan di daerah lainnya di Indonesia. Dan dimainkan dengan lima nada tradisional, sehinga disebut pentationis atau lima nada, antara lain yaitu pelog, selendro, dan madenda.<br />9. Angklung Padeang<br /> Angklung padeang di sebut juga angklung diatonis, karena bertangga nada diatonis kormatis. Bapak angklung padeang adalah Diatonis Daeng Sutigna. Jumlah nada angklung ini tujuh buah seperti halnya alat musik dunia lain misalkan piano, organ, dan biola. Dalm angklung ini ada dua jenis yaitu angklung melodi dan angklung accompagenement. Angklung melodi mewakili satu nada, angklung accompagenement mewakili satu akord.<br /><br />D. Cara Memegang dan Memainkan Angklung <br /> Seperti pada umumnya alat musik angklung dimainkan dan dipegang dengan cara digetarkan atau digoyangkan. Untuk menghasilkan bunyi yang lebih baik, ada beberapa teknik yang diterapkan sebagai berikut:<br />1. Tangan kiri bertugas memegang angklung dan tangan kanan bertugas menggetarkan angklung.<br />2. Tangan kiri dapat memegang angklung dengan cara memegang simpul pertemuan dua tiang angklung vertikal dan horizontal yang berada ditengah, sehingga angklung dipegang tepat ditengah-tengah. Hal ini dapat dilakukan baik dengan gengaman tangan, dengan telapak tangn menghadap ke atas atau pun menghadap ke bawah.<br />3. Posisi angklung yang dipegang sebaiknya tegak, sejajar dengan tubuh, dengan jarak angklung dari tubuh cukup jauh dengan siku-siku tangan kiri hamper lurus. Fungsinya agar angklung dapat digetarkan dengan baik dan maksimal.<br />4. Tangan kanan selanjutnya memegang ujung tabung dasar angklung (horisontal) dan siap mengetarkan angklung.<br /> Untuk pemain yang memegang lebih dari satu angklung, dapat dilakukan dengan cara yaitu angklung yang ukurannya lebih besar dipegang tangan kiri pad posisi yang lebih dekat ke tubuh. Baik dengan cara dimasukkan kedalam lengan <br />( jika angklung melodi besar atau yang masuk ke dalam lengan pemain). Di posisi lengan bawah dimasukkan ke dalam jari tangan kiri sehingga angklung sisanya dapat di pegang juga oleh jari tangan kiri lainnya. Dan masing-masing angklung dapat dimainkan dengan smpurna dan baik. <br /><br /> E. Angklung dan Dinamikanya <br /> Pada saat sekarang ini jika kita mendengar kata angklung, maka yang terbayang dalam benak kita adalah alunan musik yang berasal dari bambu yang memainkan lagu-lagu secara amat sederhana, tradisional, dan mungkin berkesan konvensional. Fenomena ini sama sekali tidak dapat dipersalahkan mengingat bahwa hingga saat ini lagu-lagu angklung tradisional tetap dipertahankan karena akar dari musik angklung adalah musik daerah yang secara tradisional. Musik angklung pun tidak mengenal adanya segmentasi, karena golongan apa pun, dan usia berapa pun tanpa terkecuali dapat memainkannya. Karena angklung dibuat secara sederhana dan dapat dimainkan dengan mudah. Jika mempehatikan akan hal-hal tersebut sangatlah disayangkan jika musik tradisional angklung ini tidak mendapatkan perhatian yang layak, serta tidak mendapatkan tempat sebagaimana mestinya. Apa lagi kita semua mengetahui bahwa angklung sudah dikenal di dunia Internasional. <br /> Adapun identifikasi masalah dalam musik angklung pada saat sekarang ini karena dalam memprediksi apa yang akan terjadi pada masa sekarang ini, tentu saja tidak mungkin terlepas dari situasi dan kondisi yang tengah terjadi pada saat ini. Dari berbagai kelebihan yang ada bahwa musik tradisional angklung ini sedikitnya memiliki kelemahan yang dapat diidentifikasi yaitu sebagai berikut: <br />1. Belum adanya wadah atau forum komunikasi yang secara rutin untuk dapat mempertemukan grup angklung yang ada pad saat ini. Kecuali ajang festival atau konser. Sehingga belum ada kesamaan persepsi mengenai standarisasi teknik, kualitas, aransemen dan lain sebagainya.<br />2. Belum adanya standardisasi untuk manajemen organisasi angklung. Di satu pihak ada tim dengan penataan organisasi yang sudah menjurus kearah profsional dengan struktur organisasi, serta dukungan dana yang baik. Sementara dipihak lain ada grup yang sengaja dibentuk secara dadakan. Dan pembentukannya hanya karena diikut sertakan dalam ajang festival saja, atau bukan merupakan kegiatan rutin dan organisasi formal. <br />Dengan kata lain belum ada satu pemahaman bahwa angklung pun perlu ada Penataan manajemen secara sistematis.<br />3. Belum ada standarisasi honorarium yang layak bagi seorang pelatih dan grup angklung secara utuh dalam arti sejauh mana para aktor angklung, dapat diukur atau dihargai secara materi yang memadai. <br /> Jika masalah-masalah tersebut tidak ditangani secara dini maka dimasa yang akan datang grup-grup angklung yang ada akan sulit berkembang secara bersama. Atau mungkin hanya berkembang secara individual. Pembenahan kondisi internal memang harus segera mungkin diantisipasi. Mengingat bahwa bukan tidak mungkin akar permasalahannya yang biasa muncul dari sini.<br /> Sebenarnya grup angklung yang ada pada saat ini sudah cukup marak. Tidak hanya di tingkat sekolah tetapi juga sudah merambah ketingkat perguruan tinggi. Namun demikian, karena tersebar di berbagai daerah, sehingga yang perkembangan musik angklung yang terjadi di kota Bandung belum tentu dapat diikuti oleh daerah-daerah lain, diluar kota bandung. Kendalanya adalah sulitnya pengawasan dan informasi. Sehingga kerap terjadi kesalahan persepsi, meskipun sifatnya sangat mendasar.Selanjutnya adalah faktor kesempatan untuk menguji kemampuan. Bukan tidak mungkin pula, kelak dalam kesempatan untuk tampil pada acara-acara terhormat. Hanya akan diapat oleh grup yang sudah memiliki reputasi dan sudah mapan saja. Sedangkan grup yang lainnya akan sulit untuk mendapatkan kesempatan serupa. Kecuali jika berbentuk pementasan angklung masal. Dengan demikian kesempatan untuk mengasah kemampuan bagi grup lainnya akan sangat minim. Dan akhirnya terjadi pula kesenjangan kualitas, didasari atau tidak, hal ini sudah mulai terjadi. Kemudian dukungan dari berbagai pihk akan sangat kita butuhkan untuk mempelancar langkah dalam mencapai tujuan. Akan lebih baik lagi jika bantuan itu datangnya dari media cetak maupun media elektronik yang bersedia menayangkan secara regular dan berotasi tanpa mengurangi segi komersialnya. <br /> Angklung adalah salah satu musik tradisional yang ada di Indonesia. Dalam memajukan musik angklung tidak semudah kita menjual karcis sepak bola atau pertunjukan musik-musik lainnya. Karena pengemarnya terbatas dan tingkat apresiasi masyrakat terhadap musik angklung pun belum terlalu menggembirakan. Terlalu banyak kendala-kendala yang dihadapi jika pengelolanya tidak memiliki kapasitas sebagai seorang idealis yang baik, maka jangan harap dalam perkembamgan musik angklung sulit dicapai pada saat sekarang ini. Oleh sebab itu dalam memajukan perkembangan musik angklung sangat diperlukan adanya kerjasama antara masyrakat dan pemerintah. <br /><br />B. Kesimpulan <br /> Eksitensi musik angklung dimasa yang akan datang, akan sangat bergantung pada kerjasama dan kesungguhan kita dalam mengelolanya dengan penuh perhatian dan kejujuran. Tanpa adanya hipokrasi serta maksud-maksud untuk membela kepentingan kelompok tertentu atau hal-hal yang mengarah pada primordialisme. Dalam berbagai hal, bahwa jika ada kelompok kepentingan yang bendominasi suatu perkumpulan maka bisa jadi bumerang bagi perkumpulan bagi perkumpulan tersebut. Sebab kesalahan sedikit saja akan dapat memperbesar kesalahan yang telah ada. Dan mungkin akan semangkin menghambat kemajuan musik angklung ini. Jika sudah demikian adanya maka segala idealisme yang muncul selama ini hanya hanya akan sia-sia belaka. <br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />Awi. 2007. Angklung Web Institute. ( online ). ( diakses 22 Januari 2011 )<br />www. 2007. Angklung. wikib pedia. Org./ wiki. ( online ). ( diakses 23 Januarai 2011 )<br />www. 2008. Indonesian musik. Com/…/ bamboo/.htm. ( online ). ( diakses 23 Januari 2011 ).M.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-4842971867022879062011-03-13T07:03:00.000-07:002011-03-13T07:17:23.897-07:00Robo-Robo Multikultur KalbarTRADISI ROBO-ROBO MULTIKULTUR<br />MEMPAWAH KALIMANTAN BARAT<br />Oleh. Hamidah,Spd<br /><br /><br /><br />ABSTRACT <br /><br /> Robo' tradition-Robo ', Cross Multicultural On Earth Equator.Potential culture in Indonesia resulted in a heterogeneous society. Indonesia as a country that stands on cultural diversity multiculturalism berdemensi on nation-building. With multiculturalism is the principle of "Unity in Diversity" as shown in the basic state will be realized. In this globalization era, there is generally still we find people who still adhere to cultural traditions and customs of the region. Ritual is part of an ethnic identity that contains the values, norms, and expressive symbols as a social bond that acts as areinforcement of social bonds of solidarity and social cohesiveness of local communities. Arrival of King Mempawah, Opu Daeng Manambon from South Sulawesi in the 17th century tradition enshrined in Robo'-Robo '. Sacred ritual that is often done is a manifestation of gratitude for the gifts given and at once begged safety, it is still going on continuously for the supporters. Robo' tradition-Robo 'itself is on the agenda of Culture and Tourism of West Kalimantan. Cultural values that can be dug through Tradition Robo'-Robo ', Social values one of which is the social value that can be made a reference in Multicultural Cross Describes the cultural values that can be dug through Tradition Robo'-Robo'. . uniqueness which can be seen from the tradition Robo'-Robo '. shows how wonderful of togetherness, to give a direction to all elementsofsocietyto form a harmony. In this section, raised some understanding of the contents of the discussion of tradition Robo'-Robo 'that can be used to explore the relationship between cultural values and social values.Activities carried out in several areas in West Kalimantan, among others, in Mempawah, Pontianak District, in the district of Kubu Raya Kakap District, West Kalimantan and Ketapang.Event-robo Robo didisi also with other activities, such as canoe races, games tops, Lamba kasidah, dining and entertainment masyarakat.Acara saprah culture containing the history of the arrival of Opu Daeng Menambon to Mempawah, containing moral values very high, such as the creation of a sense of unity between the king with his subjects, and subordinate officials, the rich with the poor and others, as proposed Mardan Adijaya, through eating together called saprah eat, all the complicated issues Insha Allah be easy to solve. indirectly created a fabric of communication between eachother. <br /><br />Keywords: Traditional Robo'-Robo ', Multicultural, Equator <br /><br /> Tradisi Robo’-Robo’, Lintas Multikultural Di Bumi Khatulistiwa. Potensi kebudayaan di Indonesia menghasilkan sebuah masyarakat yang heterogen. Indonesia sebagai suatu negara yang berdiri di atas keanekaragaman budaya yang berdemensi pada multikulturalisme pembangunan bangsa. Dengan multikulturalisme ini maka prinsip “Bhineka Tunggal Ika” seperti yang tercantum dalam dasar negara akan menjadi terwujud. Pada zaman globalisasi ini, umumnya masih ada kita temukan masyarakat yang masih memegang teguh tradisi dan adat istiadat kebudayaan daerahnya. Upacara adat adalah bagian dari identitas suatu suku yang mengandung nilai-nilai, norma, dan simbol-simbol ekspresif sebagai sebuah ikatan sosial yang berperan sebagai penguat ikatan solidaritas sosial dan kohesivitas sosial masyarakat lokal.<br />Kedatangan Raja Mempawah, Opu Daeng Manambon dari Sulawesi Selatan di abad ke-17 diabadikan dalam tradisi Robo’-Robo’. Upacara sakral yang sering dilakukan adalah berupa wujud dari rasa syukur atas karunia yang diberikan dan sekaligus memohon keselamatan, hal ini masih terus berlangsung secara terus menerus bagi masyarakat pendukungnya. Tradisi Robo’-Robo’ sendiri merupakan agenda Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Barat. Nilai-nilai budaya yang dapat di gali melalui Tradisi Robo’-Robo’ , Nilai-nilai sosial salah satunya nilai sosial adalah yang dapat di jadikan acuan dalam Lintas Multikultural Mendeskripsikan nilai-nilai budaya yang dapat di gali melalui Tradisi Robo’-Robo’.. keunikan yang dapat dilihat dari tradisi Robo’-Robo’. memperlihatkan betapa indahnya kebersamaan, memberikan suatu arahan kepada seluruh elemen masyarakat untuk membentuk suatu keharmonisan.Pada bagian ini dikemukakan beberapa pengertian dari isi pembahasan mengenai Tradisi Robo’-Robo’ yang dapat dipergunakan untuk menggali hubungan antara nilai-nilai budaya dan nilai-nilai sosial kemasyarakatan. Kegiatan dilaksanakan dibeberapa wilayah di Kalimantan Barat antara lain di Mempawah, Kabupaten Pontianak, di kecamatan Kakap Kabupaten Kubu Raya, dan Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Acara Robo-robo juga didisi dengan kegiatan lainnya,seperti lomba sampan,permainan gasing,lamba kasidah, makan saprah dan hiburan masyarakat.Acara budaya yang mengandung sejarah kedatangan Opu Daeng Menambon ke Mempawah, mengandung nilai-nilai moral yang amat tinggi, seperti terciptanya rasa kebersamaan antara raja dengan rakyatnya, para petinggi dan bawahan, orang kaya dengan orang miskin dan lain sebagainya,seperti yang dikemukakan Mardan Adijaya, melalui makan bersama yang disebut makan saprah, semua persoalan yang rumit Insya Allah menjadi mudah untuk dipecahkan. secara tidak langsung tercipta sebuah jalinan komunikasi antara satu dengan yang lainnya.<br /><br />Kata Kunci : Tradisi Robo’-Robo’, Multikultural, Khatulistiwa<br /><br />I. PENDAHULUAN<br />A. Latar Belakang<br />Indonesia terkenal dengan negara yang memiliki seribu kemajemukan budaya pariwisata. Potensi kebudayaan didalamnya menghasilkan sebuah masyarakat yang heterogen. Hal ini membuat banyak perbedaan budaya serta keberagaman yang menghasilkan suatu multikultural. Multikulturalisme mempunyai peran yang besar dalam pembangunan bangsa. Indonesia sebagai suatu negara yang berdiri di atas keanekaragaman kebudayaan meniscayakan pentingnya multikulturalisme dalam pembangunan bangsa. Dengan multikulturalisme ini maka prinsip “Bhineka Tunggal Ika” seperti yang tercantum dalam dasar negara akan menjadi terwujud. Keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia akan menjadi inspirasi dan potensi bagi pembangunan bangsa sehingga cita-cita untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dapat tercapai.<br />Pada zaman globalisasi ini, umumnya masih ada kita temukan masyarakat yang masih memegang teguh tradisi dan adat istiadat kebudayaan daerahnya dan hal itu menjadikan suatu kebiasaan yang harus dilaksanakan, apalagi tradisi kebudayaan tersebut bersifat sakral.Tradisi dan budaya merupakan beberapa hal yang menjadi sumber dari akhlak dan budi pekerti. Tradisi merupakan suatu gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan dilakukan secara turun-temurun dimulai dari nenek moyang. Tradisi yang telah membudaya akan menjadi sumber dalam berakhlak dan berbudi pekerti seseorang. Manusia dalam berbuat akan melihat realitas yang ada di lingkungan sekitarnya sebagai upaya dari sebuah adaptasi walaupun sebenarnya orang tersebut telah mempunyai motivasi berperilaku yang sesuai dengan tradisi yang ada pada dirinya.<br />Upacara adat adalah bagian dari identitas suatu suku yang mengandung nilai-nilai, norma, dan simbol-simbol ekspresif sebagai sebuah ikatan sosial yang berperan sebagai penguat ikatan solidaritas sosial dan kohesivitas sosial masyarakat lokal. Identitas adalah harga diri dan sekaligus merupakan “perisai” untuk menghadapi tekanan dan pengaruh kekuatan sosial budaya dari luar. Identitas budaya suatu kelompok sosial berakar pada entitas kultural yang dapat digali dalam domain-domain budaya seperti mitos, religi, bahasa, dan ideologi. Adat istiadat adalah merupakan sebuah wujud dari rasa daya cipta suatu bangsa begitu juga adat budaya yang masih tetap ada di wilayah Kalimantan Barat sebagai sebuah wilayah yang cukup luas yang ada di Indonesia, diantara provinsi Kalimantan Barat meliputi beberapa kabupaten yang mempunyai adat istiadat yang multikultural, dan masih tetap eksis mempertahankan adat istiadat masyarakatnya.<br />Kalimantan Barat juga memiliki beragam budaya dan tradisi yang berasal dari banyak suku, diantaranya: Dayak, Melayu, Tionghoa, Madura, Bugis, dan masih banyak lagi. Ciri khas dari masing-masing kebudayaan menjadikan suatu keunikan tersendiri bagi daerah. Salah satunya suku Bugis Kalimantan Barat yang identik dengan Melayu. Suku Bugis ini memiliki banyak sekali tradisi yang masih kental yang juga bersifat sakral. Seperti tradisi Robo’-Robo’ yang dikenal sebagai tradisi yang memperingati hari datangnya seseorang dari tanah bugis Sulawesi Selatan pada tahun 1637. Kedatangan Raja Mempawah, Opu Daeng Manambon dari Bone, Sulawesi Selatan di abad ke-17 diabadikan dalam tradisi Robo’-Robo’. Upacara sakral yang sering dilakukan adalah berupa wujud dari rasa syukur atas karunia yang diberikan dan sekaligus memohon keselamatan, hal ini masih terus berlangsung secara terus menerus bagi masyarakat pendukungnya. Tradisi Robo’-Robo’ sendiri merupakan agenda Visit Kalbar 2010 dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Barat (Gaya Hidup, 2010).<br />Akhir-akhir ini, intensitas dan ekstensitas konflik di tengah-tengah masyarakat terasa kian meningkat. Terutama konflik yang berkembang di antara anggota masyarakat, meskipun tidak menutup kemungkinan timbulnya konflik berdimensi vertikal, yakni antara masyarakat dan daerah. Hanya saja, persoalannya menjadi lain jika konflik sosial yang berkembang dalam masyarakat tidak lagi menjadi sesuatu yang positif, tetapi berubah menjadi destruktif bahkan anarkis. Oleh sebab itu, maka tradisi Robo’-Robo’ ini dapat menjadikan suatu alat untuk mengurangi konflik yang berkaitan dengan multikultural. Hal ini akan dijelaskan dengan beberapa pertanyaan dalam penyusunan tulis ini.Nilai-nilai budaya apa sajakah yang dapat di gali melalui Tradisi Robo’-Robo’ ?Nilai-nilai sosial apa sajakah yang dapat di jadikan acuan dalam Lintas Multikultural ?<br />Pada bagian ini dikemukakan beberapa pengertian dari isi pembahasan mengenai Tradisi Robo’-Robo’ yang dapat dipergunakan untuk menggali hubungan antara nilai-nilai budaya dan nilai-nilai sosial kemasyarakatan. Kerangka teori sendiri, memiliki peran penting dalam penelitian agar dapat menemukan hasil secara maksimal. Kesalahan dalam memilih teori seringkali akan berpengaruh terhadao hasil yang akan ditemukan kemudian.<br /><br />B. Latar Belakang Kalimantan Barat<br />Kalimantan Barat adalah satu di antara provinsi di tanah air yang sedang berupaya membangun dalam mencapai cita-cita demi kesejahteraan masyarakatnya. Wilayah ini membentang lurus dari utara ke selatan sepanjang lebih dari 600 km dan sekitar 850 km dari barat ke timur, dengan luas wilayah 146.807 km (7,53 persen dari luas Indonesia atau 1,13 kali luas Pulau Jawa) dan menjadi Provinsi terluas keempat setelah Irian, Kaltim dan Kalteng. Keunikan tersendiri dari Kalimantan Barat yaitu adanya Tugu Khatulistiwa. Tugu Khatulistiwa merupakan ikon Kota Pontianak yang memiliki tinggi 15,25 m. Tugu Khatulistiwa yang terlihat sekarang dibuat tahun 1990, Tugu Khatulistiwa ini terletak di garis khatulistiwa yang membelah Bumi menjadi dua bagian, Utara dan Selatan.Daerah Kalimantan Barat termasuk salah satu daerah yang dapat dijuluki provinsi "Seribu Sungai". Julukan ini selaras dengan kondisi geografis yang mempunyai ratusan sungai besar dan kecil yang diantaranya dapat dan sering dilayari. Beberapa sungai besar sampai saat ini masih merupakan urat nadi dan jalur utama untuk angkutan daerah pedalaman. Walaupun sebagian kecil wilayah Kaimantan Barat merupakan perairan laut, akan tetapi Kalimantan Barat memiliki puluhan pulau besar dan kecil (sebagian tidak berpenghuni) yang tersebar sepanjang Selat Karimata dan Laut Natuna yang berbatasan dengan wilayah Provinsi Riau, Sumatera.<br />Beberapa motto pembangunan diluncurkan oleh Mantan Gubernur Kalbar H. Usman Ja'far Periode 2003 - 2008 adalah “Harmonis dalam Etnis, Maju dalam Usaha, dan Tertib dalam Pemerintahan”. Harmonis dalam etnis adalah sebuah keselarasan seluruh komponen masyarakat Kalbar untuk hidup berdampingan, saling menunjang dan berkiprah positif dalam membangun dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, dan negara secara harmonis, rukun, tertib, dan aman dalam kerangka mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan julukan seribu sungai Kalimantan Barat memanfaatkan sebagai tempat untuk bertransaksi, transportasi bahkan berbudaya serta tradisi. Seperti pada tradisi Robo’-Robo’, yang memanfaatkan sungai terutama sungai Kapuas untuk dijadikan salah satu tempat upacara <br />lam ritual tersebut. Agenda perayaan Robo’-Robo’ yang diperingati setiap Rabu akhir bulan Safar itu menggelar ritual penyambutan di Kuala Mempawah Pangeran Ratu Mardan Adijaya Kesuma Ibrahim, oleh para prajurit kerajaan. Kemudian dilanjutkan ritual buang-buang sesaji ke laut atau sungai sebagai tolak bala akan tetapi kegiatan buang-buang sesaji yang berarti member makan penjaga laut sudah tidak dilakukan lagi. Upacara inilah yang memanfaatkan perairan di Kalimantan Barat. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalbar, Kamaruzzaman, menambahkan Perayaan Robo-robo telah diagendakan dalam Visit Kalbar 2010 dan masuk agenda wisata Indonesia menuju wisata internasional.<br /><br />C. Asal-Usul Tradisi Robo’-Robo’<br />Kesultanan Mempawah kini berbeda dengan ketika Kerajaan Mempawah pertama kali berdiri. Sekitar tahun 1610 M, Mempawah kembali bangkit. Tampil sebagai pemimpin baru adalah Panembahan Kudong/Kudung atau juga disebut Panembahan Yang Tidak Berpusat. Raja Kudong memindahkan pusat ibu kota Mempawah ke Pekana (Karangan). Setelah Raja Kudong meninggal pada tahun 1680 M, tahta kekuasaan kemudian dipegang oleh Panembahan Senggauk. Panembahan Senggau menikah dengan putri Raja Qahar dari Kerajaan Baturizal Indragiri Sumatra, yang bernama Putri Cermin. Mereka dikaruniai seorang anak perempuan, Mas Indrawati. Ketika usia Mas Indrawati telah beranjak dewasa, ia dinikahkan dengan Panembahan Muhammad Zainuddin dari Kerajaan Matan (Ketapang). Dari hasil perkawinan ini, lahirlah seorang putri cantik bernama Putri Kesumba. Ketika dewasa, Putri Kesumba dinikahkan dengan Opu Daeng Menambun.<br />Awal diperingatinya Robo’-Robo’ ini sendiri, bermula dengan kedatangan rombongan Opu Daeng Manambon dan Putri Kesumba yang merupakan cucu Panembahan Mempawah kala itu yakni, Panembahan Senggaok yang merupakan keturunan Raja Patih Gumantar dari Kerajaan Bangkule Rajangk Mempawah pada tahun 1148 Hijriah atau 1737 Masehi. Masuknya Opu Daeng Manambon dan istrinya Putri Kesumba ke Mempawah, bermaksud menerima kekuasaan dari Panembahan Putri Cermin kepada Putri Kesumba yang bergelar Ratu Agung Sinuhun bersama suaminya, Opu Daeng Manambon yang selanjutnya bergelar Pangeran Mas Surya Negara sebagai pejabat raja dalam Kerajaan Bangkule Rajangk.<br />Berlayarnya Opu Daeng Manambon dari Kerajaan Matan Sukadana (Kabupaten Ketapang) diiringi sekitar 40 perahu. Saat masuk di Muara Kuala Mempawah, rombongan disambut dengan suka cita oleh masyarakat Mempawah. Penyambutan itu dilakukan dengan memasang berbagai kertas dan kain warna warni di rumah-rumah penduduk yang berada di pinggir sungai. Bahkan, beberapa warga pun menyongsong masuknya Opu Daeng Manambon ke Sungai Mempawah dengan menggunakan sampan.<br />Terharu, karena melihat sambutan rakyat Mempawah yang cukup meriah, Opu Daeng Manambon pun memberikan bekal makanannya kepada warga yang berada di pinggir sungai untuk dapat dinikmati mereka juga. Karena saat kedatangannya bertepatan dengan hari Minggu terakhir bulan Syafar, lantas rombongan tersebut menyempatkan diri turun di Kuala Mempawah. Selanjutnya Opu Daeng Manambon yang merupakan keturunan dari Kerajaan Luwu Sulawesi Selatan, berdoa bersama dengan warga yang menyambutnya, mohon keselamatan kepada Allah agar dijauhkan dari bala dan petaka. Usai melakukan doa, kemudian dilanjutkan dengan makan bersama. <br />Bagi sebagian masyarakat di beberapa daerah di Indonesia, bulan Safar diyakini sebagai bulan na’as dan sial. Sang Pencipta dipercayai menurunkan berbagai malapetaka pada bulan Safar. Oleh sebab itu, masyarakat yang meyakininya akan menggelar ritual khusus agar terhindar dari “kemurkaan” bulan Safar. Ritual tersebut juga dimaksudkan sebagai penghormatan terhadap arwah leluhur. Namun pandangan di atas berbeda dengan pandangan masyarakat Kota Mempawah yang menganggap bulan Safar sebagai “bulan keberkahan” dan kedatangannya senantiasa dinanti-nantikan. Karena pada bulan Safar terjadi peristiwa penting yang sangat besar artinya bagi masyarakat Kota Mempawah hingga saat ini. Peristiwa penting tersebut kemudian diperingati dengan menggelar Ritual Robo’-Robo’. Tujuan digelarnya ritual ini adalah untuk memperingati kedatangan dan/atau napak tilas perjalanan Opu Daeng Menambon yang bergelar Pangeran Mas Surya Negara dari Kerajaan Matan, Martapura, Kabupaten Ketapang, ke Kerajaan Mempawah, Kabupaten Pontianak, pada tahun 1737 M/1448 H. Opu Daeng Menambon adalah putra ketiga Opu Daeng Rilekke yang terkenal sebagai pelaut handal dan gemar sekali melakukan perjalanan ke berbagai daerah di Nusantara bersama dengan anak-anaknya. <br />Opu Daeng Rilekke sendiri adalah putra ketiga Sultan La Madusalat dari Kesultanan Luwuk, Bone, Sulawesi Selatan, yang telah menjadi Kesultanan Islam sejak tahun 1398 M. Opu Daeng Menambon beserta keluarganya pindah dari Kerajaan Matan ke Kerajaan Mempawah atas permintaan Panembahan Senggauk, Raja Mempawah waktu itu. Setelah Panembahan Senggauk mangkat, Opu Daeng Menambon naik tahta. Beliau berkuasa di sana sekitar 26 tahun, yakni dari tahun 1740 M sampai beliau wafat pada tahun 1766 M. <br />Kesultanan Mempawah kini berbeda dengan ketika Kerajaan Mempawah pertama kali berdiri. Sekitar tahun 1610 M, Mempawah kembali bangkit. Tampil sebagai pemimpin baru adalah Panembahan Kudong/Kudung atau juga disebut Panembahan Yang Tidak Berpusat. Raja Kudong memindahkan pusat ibu kota Mempawah ke Pekana (Karangan).<br />2.3. Gambar 4. Foto Saudara Opu Daeng Manambon<br />Setelah Raja Kudong meninggal pada tahun 1680 M, tahta kekuasaan kemudian dipegang oleh Panembahan Senggauk. Pada masa pemerintahan ini, pusat ibu kota dipindahkan dari Pekana ke Senggauk, hulu Sungai Mempawah. Panembahan Senggauk menikah dengan putri Raja Qahar dari Kerajaan Baturizal Indragiri Sumatra, yang bernama Putri Cermin. Mereka dikaruniai seorang anak perempuan, Mas Indrawati. Ketika usia Mas Indrawati telah beranjak dewasa, ia dinikahkan dengan Panembahan Muhammad Zainuddin dari Kerajaan Matan (Ketapang). Dari hasil perkawinan ini, lahirlah seorang putri cantik bernama Putri Kesumba. Ketika dewasa, Putri Kesumba dinikahkan dengan Opu Daeng Menambun.Sebagai informasi, Opu Daeng Menambun merupakan keturunan (cucu) dari Raja La Madusalat yang memerintah Kerajaan Luwu (kini terletak di Provinsi Sulawesi Selatan) pada awal abad ke-18. Raja La Madusalat memiliki tiga putra, yaitu:<br />• Pajung (pernah memerintah di Kerajaan Luwuk).<br />• Opu Daeng (pernah menjadi pemimpin Suku Bugis di Betawi). <br />• Opu Daeng Rilekke, yang dikenal sebagai pelaut pemberani dan suka mengembara ke berbagai daerah dengan mengikutsertakan putra-putrinya. Ia mempunyai lima orang anak, yaitu: Opu Daeng Kemasih, Opu Daeng Perani, Opu Daeng Menambun, Opu Daeng Celak, dan Opu Daeng Melewa.<br />Dengan demikian, Opu Daeng Menambun sebenarnya bukan orang Kalimantan asli, namun sebagai perantau dari Sulawesi Selatan dan keturunan Suku Bugis. Sejak dulu keturunan La Madusalat dikenal sebagai pelaut-pelaut yang sangat ulung dan pemberani. Mereka merantau ke berbagai penjuru Nusantara dengan mengarungi laut-laut yang begitu luas, dengan tujuan Banjarmasin, Betawi, Johor, Riau, Semenanjung Melayu, hingga akhirnya tiba di Tanjungpura (Matan).<br /><br />Setelah bertahun-tahun menetap di Matan, Opu Daeng Menambun beserta keluarganya pindah ke Mempawah. Ketika Panembahan Senggauk meninggal pada tahun 1740 M, Opu Daeng Menambun naik tahta kekuasaan Mempawah dengan gelar Pangeran Mas Surya Negara. Opu Daeng Menambun memindahkan pusat kerajaan ke Sebukit Rama (kira-kira 10 km) dari Kota Mempawah.Masa pemerintahan Opu Daeng Menambun merupakan masa di mana Kesultanan Mempawah Islam mulai berdiri dan kemudian berkembang. Pada masanya, penduduk Mempawah dikenal sebagai penganut Islam yang sangat taat. Opu Daeng Menambun sendiri dikenal sebagai pemimpin yang bijaksana dan lebih mementingkan musyawarah dalam memutuskan berbagai kebijakan kesultanan. <br /><br /><br />Habib Husein Alkadrie, ulama terkenal asal Kalimantan Barat, pernah pindah dari Matan ke Mempawah. Salah seorang putri Opu Daeng Menambun, Utin Candramidi dinikahkan dengan Sultan Syarif Abdurrahman (Sultan I di Kesultanan Kadriah), putra Habib Husein Alkadrie.Ritual ini bersifat historis karena upacara ini dikaitkan dengan peristiwa penting dalam kehidupan kerajaan mempawah. Antara lain, pendaratan pertama Opu Daeng Manambon, putra bugis pendiri kerajaan mempawah dan kematian beliau sebagai panembahan pertama kerajaan itu. Dapat pula dikatakan bersifat religius karena terdapat ibadah bagi orang Islam yaitu permohonan do’a kepada Allah SWT agar seluruh warga masyarakat diselamatkan dari bala’ bencana yang dapat menimpa sewaktu-waktu.Dikategorikan bersifat magis karena upacara ini bersifat memberi persembahan dan permintaan ampun dari manusia-manusia kepada para leluhur, khusunya arwah para Panembahan Mempawah dan makhluk-makhluk halus yang dipercayai mempunyai kelebihan dari manusia. Dari para leluhur dan makhluk-makhluk halus itu diharapkan dapat memberikan pertolongan pada manusia untuk melindungi dari bala bencana yang akan menimpa.<br />Selain itu, acara tambahan pihak panitia juga menggelar kirab benda-benda pusaka Kerajaan Amantubillah, setelah itu benda yang telah diarak keliling Kota Mempawah menjalani ritual pembersihan di Keraton Amantubillah. Panitia pun telah mengundang semua keraton yang ada di Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura untuk menghadiri perayaan tersebut. Hal ini bertujuan untuk sekaligus menjalin tali persaudaraan dengan Negara tetangga melalui sebuah tradisi yang identik dengan budaya mereka.Gubernur Kalimantan Barat Cornelis mengatakan, saat ini saja masyarakat sudah merasakan nilai tambah dari adanya tradisi Robo’-robo’. Karena secara ekonomi, jumlah wisatawan lokal yang datang untuk melihat tradisi Robo’-robo’ telah melakukan transaksi jual beli.<br />Menurut Gubernur Kalbar Cornelis, kondisi ini adalah suatu kenyataan yang terjadi dinegara-negara besar yang notabene mengandalkan kunjungan wisata sebagai suatu sumber penghasilan negaranya sehingga jika ada kemasan yang lebih menarik untuk melestarikan dan menjual objek wisata budaya Robo’-Robo’ ini, maka buka tidak mungkin jika ekonomi kerakyatan di Kabupaten Pontianak dan Kalimantan Barat pada umumnya dapat terkena imbas dari adanya ini. (Kurnia Santosa :: RRI)<br /><br />A. Analisis Nilai-Nilai Budaya yang dapat di Gali melalui Tradisi Robo’-Robo’<br />Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil dari beberapa kegiatan-kegiatan tradisi Robo’-Robo’. Dalam kegiatan tradisi Robo’-Robo’ terdapat banyak sekali runtutan-runtutan acara yang banyak mengandung nilai-nilai budaya. Hiburan yang berupa tarian Angin Mamiri dari Tanah Bugis ataupun yang berbau khas lainnya yang menjadi khas suatu acara kebudayaan turut mengisi salah satu acara.<br /><br /><br />Selain itu, dalam hal ini juga terdapat banyak tempat yang dipergunakan untuk penyelenggaraan upacara sejak hari Selasa sampai pada siang hari Rabunya. Tempat-tempat tersebut adalah :<br />1. Makam Opu Daeng Manambom di sebukit Rama.<br />2. Makam Para Panembahan Mempawah di Pulau Pedalaman agak hulu dari Kuala Mempawah.<br />3. Didaerah pantai yang dikenal oleh penduduk Mempawah sebagai tempat pendaratan pertama dari Armada Opu Daeng Manambon.<br />4. Didalam setiap gang di Kota Mempawah.<br />5. Di Kuala Mempawah mulai dari jembatan induk sampai daerah pantai.<br />Upacara ziarah kubur diselenggarakan pada hari Selasa terakhir bulan Syafar. Pada malam Rabu diselenggarakan acara masak-masak diperkampungan tempat pendaratan pertama Opu Daeng Manambon ketika membangun Mempawah menjadi sebuah perkampungan. Pada malam itu juga diselenggarakan upacara-upacara persembahan sesajian untuk para penjaga air.<br />Hari Rabu pada pagi harinya selesai sholat shubuh diselenggarakan upacara kenduri oleh setiap kelompok masyarakat, khususnya masyarakat di Kota Mempawah. Upacara hari Rabu itu kemudian dilanjutkan pada siang harinya berupa perlombaan sampan di Kuala Mempawah.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Untuk pihak-pihak yang terlibat dalam upacara, hampir seluruh warga masyarakat di wilayah Kabupaten Pontianak khususnya suku Bugis dan Melayu merasa turut terlibat dalam penyelenggaraan upacara Robo’-Robo’. Penduduk dalam kota ikut aktif menyelenggarakan upacara baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Yang tidak ikut aktif dalam kegiatan upacara keterlibatan mereka adalah dalam hal turut serta meramaikannya, terutama anak-anak muda laki-laki atau wanita mengambil kesempatan dalam acara ini untuk bersuka ria di tempat-tempat hiburan.Dikalangan keluarga bangsawan keterlibatan dalam upacara ini ialah dalam melakukan ziarah makam para panembahan baik panembahan Opu Daeng Manambon atau panembahan-panembahan yang lainnya.<br />Dilingkungan istana pada hari Selasa, keluarga kerajaan dan masyarakat sudah berkumpul untuk bersama-sama menuju bukit guna menziarahi makam para panembahan. Sebelumnya telah dipersiapkan alat-alat perlengkapan upacara yang akan dibawa ke makam, terutama sesajian, air tolak bala, kendaraan air dan makanan, sementara panitia menyiapkan alat-alat untuk keperluan ziarah.<br />1. Upacara Ziarah<br />Opu Daeng Menambon wafat pada hari Senin tahun 1761 dan dikebumikan pada hari Selasa akhir bulan Syafar. Maka, pada hari Selasa terakhir bulan Syafar, keluarga istana berkumpul di istana begitu juga dengan para pejabat pemerintah dan panitia penyelenggaraan Robo’-Robo’ serta warga masyarakat ikut serta dalam acara ziarah itu. Pukul 07.00 pagi rombongan sudah mulai berangkat menuju Sebukit Rama, makam para panembahan Mempawah. Sekitar pukul 10.00 siang hari upacara ziarah kubur itu baru akan dimulai.<br /><br /><br />Dalam perjalanan tidak ada upacara apa-apa, juga tidak disertai dengan bunyi-bunyian sampai ditempat yang dituju, rombongan peziarah harus mendaki bukit (Sebukit Rama) untuk mencapai lokasi makam. Jumlah anak tangga dari yang terbawah sampai yang teratas kurang lebih 250 buah. Rombongan penziarah yang datang satu persatu memasuki ruang makam dengan merapatkan saf-saf duduk berhimpitan. Prosesi upacara dimulai dengan penaburan beras kuning dan bertih oleh pemimpin upacara ke atas makam/nisan Opu Daeng Manambun diiringi dengan doa. Peralatan sesajian yang telah disiapkan diletakan pada bagian Barat nisan ditengah-tengah peserta.<br />Adapun sesajian yang dipergunakan di dalam lokasi makam antara lain :<br />1. Sesajian tersebut berupa nasi kuning yang membentuk kerucut<br />2. Dibagian atas diletakan sebuah telur ayam rebus.<br />3. Nasi dengan seekor panggang ayam,<br />4. Bertih<br />5. Beras kuning satu mangkuk<br />6. Sepiring katupat<br />7. Sisir<br />8. Pisang masak di dalam piring<br />9. Setanggi (dupa)<br />Prosesi selanjutnya pemimpin upacara membakar setanggi, diiringi dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an, berzikir dan berdoa dilakukan upacara tabur bunga ke atas makam Opu Daeng Manambun oleh para kaum kerabat istana yang diikuti oleh masyarakat lainnya. Rombongan pertama telah selesai melakukan upacara dan rombongan kedua memasuki bangsal tempat Opu Daeng Manambon. Upacara dimulai dengan pemimpin juru kunci makam untuk memulai membaca do’a-do’a dengan tujuan memperoleh keselamatan. Maka, selesailah upacara ziarahan dan semua peserta beristirahat diluar makam ditangga atau ditepian sungai untuk makan-makanan yang dibawa masing-masing.<br />2. Upacara Kenduri<br />Dalam tradisi ini dimulai dengan Raja, Ratu Mempawah, putra-putrinya serta punggawa dan pengawal berangkat dari Desa Benteng, Mempawah, menggunakan perahu bidar, yakni perahu kerajaan dari Istana Amantubillah. Kapal tersebut berlayar menuju muara Sungai Mempawah yang terletak di Desa Kuala Mempawah dengan jarak tempuh sekitar satu jam perjalanan. Di muara sungai akan dilakukan semacam upacara "penyambutan" ke laut seperti ketika Opu Daeng Menambon tiba di muara sungai tersebut untuk pertama kalinya.<br />3. Upacara Mandi Safar<br />Pada pagi harinya penduduk minum atau mandi dengan air tolak bala atau Salamun Tujuh, hal ini disebut juga Upacara Mandi Safar. Upacara Mandi Safar yang dilakukan pada bulan Safar, umumnya dilakukan di muara sungai maupun di gang-gang yang mempunyai parit-parit kecil dan juga di dalam rumah. Keluarga besar di dalam sebuah perkampungan yang masih mempunyai adat istiadat yang kuat, jika tidak melakukannya pada tempat terbuka maka melakukannya di dalam atau pada tempat yang tertutup. Pada umumnya, air yang disediakan adalah air khusus yang sudah dibacakan oleh tetua kampung.<br />1.5. Gambar 8. Seorang Tetua Kampung Sedang Menulis Ayat Al-Qur’an<br />pada Daun Juang-Juang.<br />Ritual mandi Safar dengan maksud untuk menolak bala bencana, yang menimpa dan menjadi sebuah keyakinan masyarakat bahwa akan membawa kesialan bagi anggota badan jika tidak dibersihkan pada bulan tersebut karena banyaknya dosa-dosa yang ada di dalam tubuh manusia. Bala bencana berupa siksaan dari Tuhan Yang Maha Kuasa, keyakinan akan hal ini dapat terhindar jika dengan sungguh-sungguh memohon ampun dengan wujud mandi di sungai, semua dosa-dosa akan gugur mengikuti aliran air yang mengalir.Ritual mandi Safar seperti menjadi suatu kewajiban yang diwariskan oleh nenek moyang pada wilayah tertentu secara geografis yang umumnya dilakukan oleh masyakat yang tinggal di daerah perairan serta pantai sepanjang pesisir wilayah Kabupaten Pontianak dan Kalimantan Barat secara umumnya. Upacara yang dilakukan secara turun-menurun tidak berani dilanggar oleh keturunan kerajaan, dan masih tetap dilaksanakan yang dikhawatirkan akan mendapat kutukan dari para leluhur yang telah melaksanakan adat tersebut.Pada persiapan perlengkapan seperti mencari daun “juang-juang” atau “daun andung”, daun ini berasal dari batang tumbuhan semak berbentuk lebar dan tebal, berwarna hijau kemerah-merahan. Daun ini tidak mempunyai tulang sehingga mudah dibentuk sesuai dengan keinginan. Daun menjuang banyak terdapat di daerah Kalimantan Barat yang umumnya mudah tumbuh dimana saja dan juga ada di daerah pemakaman yang ditanam oleh pihak ahli waris. Daun yang dipersiapkan diberikan kepada tetua kampung maupun kepada orang yang bisa membuat tulisan di daun menjuang. <br />Adapun ayat yang ditulis berupa ayat Al-Quran yang disebut Salamun Tujuh (tujuh kesejahteraan). Membuat tulisan di atas daun dapat mempergunakan benda-benda yang keras, seperti dari lidi daun kelapa yang dibuat menyerupai pinsil dengan ujung dilancipkan. Daun menjuang yang sudah ditulis disimpan di atas pintu rumah, dalam rumah atau di rendam dalam air. Air hasil rendaman daun menjuang dapat dipergunakan untuk mandi tolak bala atau untuk diminum oleh seluruh keluarga.<br />Makna Ritus dari Kegiatan Tradisi Robo’-Robo’<br />a. Upacara ziarah memiliki manfaat untuk dapat mengingatkan kita kepada Yang Kuasa, serta mengenang jasa-jasa Opu Daeng Manambon dan turut mendo’akannya.<br />b. Pada Upacara Kenduri, melambangkan adanya rasa saling gotong-royong dalam mengisi runtutan acara dalan tradisi Robo’-Robo’.<br />c. Acara makan “saprahan” melambangakan rasa kebersamaan dan solidaritas antar sesama.<br />d. Mandi Safar melambangkan hakikat pensucian diri dan mengambil berkah dari apa yang pernah dirasakan oleh Nabi dan Rasul.<br />e. Daun Andung di tempatkan di atas arus melambangkan mengalirnya berkah doa dari daun yang ditulis tersebut.<br />f. Daun juang yang ditulis Salamun tujuh melambangkan mengalirnya berkah doa dari daun yang ditulis tersebut.<br />g. Ketupat melambangkan melepaskan bencana yang datang menimpa keluarga.<br />h. Salamun Tujuh (Tujuh Kesejahteraan) mengandung makna permintaan dan doa, seperti :<br />• Kesejahteran bagi seluruh alam.<br />• Kesejahteraan para Nabi dan Rasul yang terhindar dari marabahaya.<br />• Kesejahteraan pada hari-hari yang dianggap naas yaitu (Rabu) sampai terbit matahari besok harinya yaitu hari Kamis.<br />B. Nilai-Nilai Sosial yang Dijadikan Acuan dalam Lintas Multikultural<br />Sejak dahulu keharmonisan yang ditunjukkan oleh Opu Daeng Manambon ialah berkumpulnya berbagai etnis dalam suatu acara atau biasa disebut multietnis yang bersatu untuk turut menyukseskan suatu acara. Pangeran Ratu Mardan Adijaya Kesuma Ibrahim menyampaikan, "Ketika itu para pengikut Opu Daeng Manambon yang terdiri dari berbagai etnis dan agama dengan suka cita menyambut kedatangan Beliau," ujarnya. Lebih lanjut ditambahkan, "Robo’-Robo’ sarat dengan pesan persatuan dari semua etnis dan agama yang ada di Kalbar, diwariskan oleh Opu Daeng Manambon ketika mendirikan Kota Mempawah." Keharmonisan itu bisa dilihat di komplek pemakaman Opu Daeng Manambon yang disampingnya juga terdapat makam Panglima Hitam orang Dayak, Patih Humantir dan Damarwulan orang Jawa, Lo Tai Pak orang Tionghoa serta dari beberapa etnis lainnya.(Kompas, Februari 2010).<br />Setelah selesai acara ritual tersebut, dilanjutkan dengan makan "saprahan" di Istana Amantubillah, selain itu menyuguhkan menu makanan dan minuman khas keratin. Dalam acara itu juga disuguhkan aneka hiburan tradisional Mempawah, seperti Tundang (Pantun Berdendang), Japin, Gurindam dan lain sebagainya. Dalam setiap perayaan ritual Robo’-<br /><br /><br />Robo’, selalu diadakan makan “Saprahan” atau makan bersama.Tidak seperti kegiatan makan bersama kebanyakan, pada makan “saprahan” ini semua warga tua-muda melakukannya di bawah naungan langit terbuka. Kegiatan makan bersama ini digelar di halaman rumah. Konon katanya, Opu Daeng Manambon datang di Kuala Mempawah disambut oleh Pangeran Adipati dengan upacara makan “saprahan”. Dalam penyajiannya, semua lauk-pauk dihidangkan dalam sebuah baki atau penampan besar. Satu “saprah” biasanya diperuntukan untuk empat atau lima orang. Perjamuan ini pada zaman dulu dilaksanakan di alam terbuka, tepatnya di tepi Sungai Mempawah, tempat yang terdapat 40 kapal layar Bugis yang membawa Opu Daeng Menambon bersandar. Adapun rute perjalanan rombongan Opu Daeng Menambon ini adalah dari perairan Kuala Sungai Mempawah di Desa Benteng menuju ke Muara Sungai Mempawah, berbeda dengan masyarakat yang bukan keturunan dari keraton Mempawah tetapi bersuku Bugis dan Melayu. <br /><br /><br />Pada waktu malam, hari Rabu para ibu rumah tangga di kota Mempawah sibuk dengan tugas masak-memasak untuk keperluan keesokan harinya. Sementara itu, para tetua kampung menyelenggarakan sesajian untuk diantar ke Sungai Mempawah. Nasi dan lauk-pauk dihidangkan diatas tikar untuk makan sekeluarga dan sahabat yang diundang. Pukul 07.00 atau 08.00 Upacara Kenduri dimulai. Tetua kampung pun membacakan do’a selamat dan do’a tolak bala, selesai membaca do’a makanlah sekeluarga didalam satu gang bersama-sama. Selesai makan, Upacara Kenduri pun selesailah dan gang itu dikemaskan kembali sampai bersih.Pada zaman kini upacara ritual mandi Safar masih tetap dilaksanakan dengan berkumpulnya beberapa orang, baik dari pihak keluarga tertentu maupun pihak keluarga lainnya pada suatu tempat yang sudah ditentukan bersama, mereka saling kenal sehingga terjadi interaksi antarwarga dan tidak menutup kemungkinan terjadinya asimilasi dari berbagai suku yang ada. Kegiatan Upacara Ritual Mandi Safar kini tidak hanya pada masyarakat suku Melayu akan tetapi ada juga dari suku-suku pendatang lainnya yang ikut membaur dan beradabtasi dengan lingkungan, seperti rasa solidaritas sesama warga yang mengadakan ritual tersebut.<br /><br />A. Manfaat dan Tujuan Ritual Robo’-Robo’<br />Kegiatan ini banyak terdapat manfaat-manfaat yang kita anggap tidak terlalu penting, tetapi terlihat dalam beberapa kegiatan adanya Saprahan yang akan membangun rasa simpati terhadap sesama, terlebih pula untuk mempererat tali silaturrahmi bagi para peserta yang mengikuti tradisi ini. Robo’-Robo’ bagi sebagian masyarakat lokal menjadi berkah tersendiri untuk mendulang rupiah, mereka berjualan berbagai produk di deretan kios di sekitar lokasi yang berubah menjadi pasar kaget. Biasanya mereka berjualan seminggu sebelum dan sesudah pelaksanaan Robo’-Robo’. (Iman – Wisatanet.com, Maret 2007)<br />Arti lambang dalam kegiatan Upacara Robo’-Robo’ antara lain; <br />a. Perahu lancang kuning melambangkan perahu raja-raja Kesultanan Mempawah yang dipakai oleh para kaum kerabat kerajaan Mempawah.<br />b. Beras kuning melambangkan emas dan bertih melambangkan perak. Menabur beras dan bertih melambangkan, agar para leluhur turut hadir di dalam upacara adat tersebut.<br />c. Sesajian lauk-pauk dengan air melambangkan untuk para makhluk yang menjaga wilayah perairan.<br />d. Memasak dipantai Kuala Mempawah melambangkan rombongan Opu Daeng Manambun untuk mempersiapkan makan di daerah Sungai Mempawah.<br />e. Lantunan suara azan di Sungai Mempawah melambangkan pertama kali rombongan Opu Daeng Manambun mengumandangkan azan di wilayah Mempawah.<br />f. Air tolak bala dan air Salamun Tujuh melambangkan upaya manusia untuk menolak bala bencana yang mengancam kehidupan.<br />g. Kuntum bunga mawar melambangkan wewangian para leluhur untuk ditaburkan pada makam.<br />h. Air tepung tawar melambangkan penawaran bagi segala bencana yang datang.<br />i. Ketupat melambangkan bebasnya manusia dari bencana.<br />j. Upacara dipinggiran sungai melambangkan agar mendapatkan keselamatan dari bencana yang datang dari arah laut.<br />Beberapa hal yang ingin dicapai dengan diselenggarakannya upacara ini ialah :<br />1. Memperingati peristiwa historis penting bagi kerajaan Mempawah yaitu tentang kedatangan pendaratan pertama Opu Daeng Manambon di wilayah Mempawah. Peristiwa lain yang diperingati ialah wafatnya Opu Daeng Manmbon pendiri kerajaan Mempawah pada hari selasa bulan syafar tahun 1766.<br />2. Memohon ampun dan memohon pertolongan kepada tuhan yang maha kuasa agar seluruh warga masyarakat diselamatkan dari bala bencana yang banyak diturunkan pada setiap bulan syafar.<br />3. Pemujaan dan penghormatan kepada para leluhur, khusunya para panembahan Mempawah yang telah memimpin dan mengembangakan wilayah kerajaan Mempawah, agar diampunkan dosa-dosanya dan dibalas jasa-jasanya oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Maksud lain dari penyelenggaraan upacara ini ialah untuk mengusir para roh jahat yang mengganggu kehidupan masyarakat.<br />4. Perkembangan selanjutnya, Robo’-Robo’ diselenggarakan untuk mengikuti adat-istiadat yang telah turun-temurun.<br /><br />B. Hubungan Robo’-Robo’ dengan multikultural Sebagai Nilai Kearifan Lokal<br />1.9. Gambar 9. Foto Satu Diantara Keunikan yang Memunculkan Banyak Suku<br /><br />Ritual Robo’-Robo’ mempresentasikan hubungan manusia dengan manusia, alam dan Sang Pencipta, setiap ritual yang dilakukan syarat dengan makna dan filosofi. Ada berbagai pelajaran mengenai kondisi dan hubungan yang saling terkait. Juga relasi dan antara seluruh isi bumi. Bagi masyarakat Mempawah, kedatangan Opu Daeng yang juga menjadi cikal bakal lahirnya kerajaan Mempawah, mempunyai arti tersendiri bagi eksistensi dan keberlangsungan masyarakat Bugis di Kalbar.<br /><br />Kegiatan Robo’-Robo’ merupakan suatu tradisi yang mengangkat nilai kearifan lokal dari kegiatan yang berurpa gotong-royong serta saling bahu-membahu untuk menyukseskan acara tersebut. Selain itu, banyaknya warga yang mengikuti ritual Robo’-Robo’ untuk memperingati kedatangan Opu Daeng Menambon ke Kota Mempawah yang dipusatkan di Desa Kuala Mempawah, Kabupaten Pontianak, memperjelas dengan banyaknya partisipasi para masyarakat dari semua kalangan. Puluhan raja, ratu dan kerabat keraton dari 13 keraton se-Nusantara juga hadir untuk mengikuti ritual yang dilangsungkan bersamaan dengan Pergelaran Seni Budaya Keraton Nusantara (PSBKN) ke-II tersebut (Kapan Lagi.com, 2007).<br />Tidak sekedar datang, dalam rombongan yang ada, turut serta berbagai komunitas dan suku bangsa. Berbagai komunitas itu, menyatu dalam berbagai tugas dan fungsi. Ini juga yang menjadi simbol interaksi dan pembauran yang sudah terjadi sejak dulu. Dalam memperingati dan melakukan ritual Robo’-Robo’, selain memperingati ritual dan budaya Robo’-Robo’, yang tak kalah penting adalah mengingatkan kembali arti penting dari relasi komunitas dan etnisitas yang begitu harmonis dan terjalin. Sehingga, pembauran yang terjadi bukan pembauran yang sifatnya insidental dan penuh rekayasa politik, namun sebuah pembauran alami dan tidak mudah diombang-ambingkan oleh sebuah kepentingan politik tertentu. <br />Panitia pun telah mengundang semua keraton yang ada di Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura untuk menghadiri perayaan tersebut. Hal ini bertujuan untuk menjalin tali persaudaraan dengan negara tetangga melalui sebuah tradisi yang identik dengan budaya mereka. Bagi warga keturunan Bugis di Kalbar, Robo’-Robo’ biasanya diperingati dengan makan bersama keluarga di halaman rumah. Tidak hanya di rumah, makan bersama juga dilakukan oleh siswa di berbagai sekolah baik tingkat SD - SMU pada Rabu pagi.<br />Sementara Mantan Gubernur Kalbar, Usman Jafar mengatakan, kegiatan Robo’-Robo’ menjadi even budaya lokal yang berkembang ke tingkat nasional. "Kegiatan Robo’-Robo’ merupakan budaya yang perlu dikembangkan karena telah dilakukan secara turun-temurun sejak ratusan tahun silam," tuturnya. Mempawah berjarak sekitar 67 kilometer sebelah utara Pontianak. Setelah melalui berbagai perubahan dan perkembangan, Mempawah kini menjadi Ibu Kota Kabupaten Pontianak. (*/rsd).<br /><br />Selain itu, acara tambahan pihak panitia juga menggelar kirab benda-benda pusaka Kerajaan Amantubillah, setelah itu benda yang telah diarak keliling Kota Mempawah menjalani ritual pembersihan di Keraton Amantubillah. Pelaksanaan teknis upacara dilaksanakan oleh sebuah panitia yang dibentuk secara resmi oleh Pemda setempat. Upacara ini mempunyai pengaruh yang cukup luas bagi kalangan masyarakat dengan seluruh penduduk Kabupaten Pontianak yang merasa ikut terlibat didalamnya, maka demi kesatuan sosial, upacara ini diangkat menjadi upacara daerah. Panitia pelaksana terdiri dari berbagai unsur potensi daerah seperti Pemda setempat, tokoh agama, TNI, pemuda dan lain-lain.Panitia ini bertugas untuk merencanakan, melaksanakan, dan bertanggung jawab atas pelaksaannya. Para tokoh agama bertugas untuk membimbing, mengatur dan melaksanakan upacara-upacara dilingkungannya, TNI bertanggung jawab atas keamanannya dan pemuda untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan lomba dan lainya.Selain panitia resmi tersebut, para keluarga kerajaan yang mewarisi kerajaan itu mempunyai fungsi teknis dalam kegiatan upacara, fungsinya seolah-olah sebagai penghubung antara alam manusia dengan arwah para leluhur. Hubungan antara manusia dengan para makhluk tersebut dapat dilakukan oleh keluarga kerajaan itu. Dalam upacara ini para makhluk halus tersebut harus diberitahu agar tidak jahat kepada manusia.<br />Dilanjutkan dengan penyusunan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan, serta rincian pembiayaannya. Demikian pula mengenai pembuatan sesajian umum, biasanya dikumpulkan dari setiap rumah tangga. Para tokoh masyarakat, para tua-tua kampung dan lurah-lurah desa bertugas untuk mengarahkan masa dan menghimpun dana serta mengatur pelaksanaanya.Tidak hanya di Kota Mempawah, peringatan Robo’-Robo’ juga diperingati di beberapa tempat seperti di Kecamatan Segedong Kabupaten Pontianak, Kecamatan Sungai Kakap dan Kecamatan Teluk Pakedai Kabupaten Kubu Raya. Hal itu, menurut Mardan merupakan sebagai pelestarian sejarah bahwa tempat-tempat tersebut pernah disinggahi pendiri Kota Mempawah yang hingga kini makamnya masih terawat dan sering dikunjungi oleh para penziarah yang datang dari berbagai tempat. (Harian Berkat, Mempawah, 2008).Dibalik kisah bersejarah kedatangan Opu Daeng Menambon ke Mempawah, sesungguhnya tersimpan nilai-nilai moral yang amat tinggi, satu diantaranya adalah terciptanya rasa kebersamaan antara raja dengan rakyatnya, para petinggi dan bawahan, orang kaya dengan orang miskin dan lain sebagainya. “Lewat makan bersama, semua persoalan yang rumit Insya Allah menjadi mudah untuk dipecahkan. Melalui kegiatan makan bersama, secara tidak langsung tercipta sebuah jalinan komunikasi langsung,” menurut pendapat Mardan Adijaya.<br /> <br /><br /><br />PENUTUP<br /><br />A. Kesimpulan<br />Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan di atas, diambil kesimpulan sebagai berikut:<br />1. Upacara ziarah memiliki manfaat untuk dapat mengingatkan kita kepada Yang Kuasa, serta mengenang jasa-jasa Opu Daeng Manambon dan turut mendo’akannya. Pada Upacara Kenduri, melambangkan adanya rasa saling gotong-royong dalam mengisi runtutan acara dalam Tradisi Robo’-Robo’. Acara makan “saprahan” melambangakan rasa kebersamaan dan solidaritas antar sesama. Mandi Safar melambangkan hakikat pensucian diri dan mengambil berkah dari apa yang pernah dirasakan oleh Nabi dan Rasul.<br />2. Dibalik kisah bersejarah kedatangan Opu Daeng Menambon ke Mempawah, sesungguhnya tersimpan nilai-nilai moral yang amat tinggi, satu diantaranya adalah terciptanya rasa kebersamaan antara raja dengan rakyatnya, para petinggi dan bawahan, orang kaya dengan orang miskin dan lain sebagainya.<br /><br />B. Saran<br />Ada beberapa saran yang perlu disampaikan berdasarkan hasil penyusunan karya tulis ini:<br />1. Untuk pemerintah, hendaknya lebih memperhatikan beberapa kegiatan kebudayaan untuk dilestarikan, karena pada era globalisasi ini banyak sekali generasi muda yang sudah tidak lagi perduli dengan kebudayaan sendiri.<br />2. Untuk masyarakat yang heterogen hendaknya lebih memperhatikan nilai-nilai budaya serta tradisi-tradisi untuk mengurangi konflik multikultural.<br />3. Untuk penyusunan karya ilmiah selanjutnya, penulis mengharapkan dapat menggunakan partisipan yang lebih banyak lagi sehingga hasil penelitian tersebut dapat berlaku general. Selain itu, diperlukan banyak informan dari para maestro, sehingga perolehan data juga sangat akurat.<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1983/1984. Upacara Tradisional yang Berkaitan dengan Peristiwa Alam dan Kepercayaan Daerah Kalbar. Proyek IDKD. Kalimantan Barat.<br /><br />Pertama, Putra. 2008. Multikulturalisme. Makalah, http:// my. opera. com/ Putra% 20Pratama/ blog/ show.dml/2743875. Tanggal Dikunjungi 12 Februari 2010.<br /><br />Pringgo. 2008. Menilik Ritual Robo’-Robo’ dari Masa ke Masa, http:// satriopringgodigdo. blogspot. com/2008/03/ menilik-ritual-robo-robo-dari-masa-ke. html . Tanggal Dikunjungi 8 Maret 2010.<br /><br />Natsir,M. dkk. 2007. Upacara Adat Suku Melayu Kabupaten Pontianak Mampawah Kalbar. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Jakarta<br /><br />Sigit. 2010. 8 Hingga Februari 2010 Positif Pelaksanaan Robo’-Robo’. http://www.rripontianak. Com / 2009 /02 /RRI. dok.htm. Tanggal Dikunjungi 26 Februari 2010.<br /><br />Sigit. 2009. Pemprov Terus Dukung Tradisi Robo’-Robo’. http://www.rripontianak.com/2009/ 02/pemprov-terus-dukung-tradisi-robo-robo/ . Tanggal Dikunjungi 28 Februari 2010.<br /><br />Siswanto, Iwan. 2009. Melestarikan Budaya Robo’-Robo’, http://www.borneotribune. com/ melestarikan-budaya-robo-robo.html . Tanggal Dikunjungi 17 Maret 2010.<br /><br />Suhaeri, Muhlis. 2008. Robo’-Robo’ Wisata Budaya Negeri di Opu Daeng Manambon, http://muhlissuhaeri. blogspot. com/ 2008/ 04/ roborob. html. Tanggal Dikunjungi 5 Maret 2010.<br /><br />Wahyudi, Johan. 2010. Robo’-Robo’ sebagai Daya Ungkit Pembangunan. http://borneotribune.com/headline/robo-robo-sebagai-daya-ungkit-pembangunan.html. Tanggal Dikunjungi 13 Februari 2010.<br /><br />2004, Robo’-Robo’, Tradisi Bernuansa Bone di Kalbar, http:// berita.liputan6.com/daerah/200404/76279/class='vidico'. Tanggal Dikunjungi 23 Februari 2010.<br /><br />2007, Raja Mempawah Pimpin Ritual Robo-robo Peringati Opu Daeng Menambon, http:// www.kapanlagi.com/h/0000162332_print.html. Tanggal Dikunjungi 2 Maret 2010.<br /><br />2008, Robo'-Robo' Napak Tilas Kedatangan Opu Daeng Manambon, http:// www.harianberkat.com/index.php?option=com_content&task=view&id=140. Tanggal Dikunjungi 12 Februari 2010.<br /><br />2008 .Tradisi dan Budaya sebagai Sumber Ahlak dan Budi Pekerti, http:// cari- disini-aja. blogspot. com/ 2008/ 12/ tradisi- dan- budaya- sebagai- sumber. html. Tanggal Dikunjungi 25 Februari 2010.<br /><br />2009. Robo’-Robo’ Budaya Melayu Mempawah. http://pernikkhatulistiwa. blogspot. com/2009/01/robo-robo-budaya-melayu-mempawah.html. Tanggal Dikunjungi 29 Februari 2010.<br /><br />2009. Multikulturalisme Peluang Kebangkitan Budaya Lokal, http://melayuonline. com/multikulturalisme-peluang-kebangkitan-budaya-lokal. htm. Tanggal Dikunjungi 8 Maret 2010.<br /><br />2010, Perayaan Robo’-Robo’ di Keraton Amantubillah, http://INILAH.COM - Perayaan Robo-robo di Keraton Amantubillah.htm . Tanggal Dikunjungi 2 Maret 2010.<br /><br />2010, Kerajaan Amantubillah Gelar Perayaan Robo’-Robo’, http://www.kompas. com/Kerajaan. Amantubillah. Gelar. Perayaan. Robo-robo.htm. Tanggal Dikunjungi 23 Februari 2010.<br /><br />2010. Sejarah Robo’-Robo’. http://www.pontianak.web.id/pontianak/sejarah-robo-robo.html. Tanggal Dikunjungi 28 Februari 2010.M.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-56329315786400793542011-02-05T21:50:00.000-08:002011-02-05T21:50:00.686-08:00Makam Sultan Suriansyah Banjarmasin<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhX16idDsChu7-z096kFNlUFeVcdZIMtGG_qFY2ZdlujH1tg59VskKzmjb_l72s_2WQm1z2pb4NvSELaJwPhnJTlL9fq5L6jMrc7vX3JTW-nQDHl47vPScuXdA5WyjDf4Jg-748zo3WAeH7/s1600/IMG_7861.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 134px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhX16idDsChu7-z096kFNlUFeVcdZIMtGG_qFY2ZdlujH1tg59VskKzmjb_l72s_2WQm1z2pb4NvSELaJwPhnJTlL9fq5L6jMrc7vX3JTW-nQDHl47vPScuXdA5WyjDf4Jg-748zo3WAeH7/s200/IMG_7861.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5570213699945634274" /></a><br />Komplek Makam Sultan Suriansyah<br />By. M.Natsir.<br />• Komplek Makam Sultan Suriansyah adalah sebuah kompleks pemakaman yang terletak di Kelurahan Kuin Utara, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin.Sultan Suriansyah merupakan raja Kerajaan Banjar pertama yang memeluk agama Islam. Sewaktu kecil namanya adalah Raden Samudera, setelah diangkat menjadi raja namanya menjadi Pangeran Samudera dan setelah memeluk Islam namanya menjadi Sultan Suriansyah. Gelar lainnya adalah Panembahan atau Susuhunan Batu Habang.<br />• Sejarah pemugaran Komplek Makam Sultan Suriansyah<br />Studi kelayakan dalam rangka pemugaran dilakukan oleh sebuah tim yang dipimpin Drs. Machi Suhadi dengan biaya dari Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Kalimantan Selatan 1982/1983.Kegiatan Pemugaran Pemugaran situs dimulai tahun 1984/1985. Sasaran pokonya ialah memugar makam-makam kuno dan pentrasiran pondasi batu bata,Pemugaran makam kuno terurai atas kegiatan: memperkuat pagar bagian bawah dengan slof beton, membersihkan dan membetulkan letak nisan makam, memperkuat dan merapikan letak marmer makam, memperbaiki ukira-ukiran yang rusak dan mengembalikan cat makam seperti warna semula.Kegiatan pentrasiran menampakan adanya dua kelompok susunan batu bata/tanggul dengan warna yang berbeda. Kelompok tanggul dengan batu bata merah merupakan pengaman bagi kestabilan makam Sultan Suriansyah dan Ratu, makam Khatib Dayan, makam Patih Masih, makam Patih Kuin, Makam hulubaklang raja dan lain-lain. Kelompok tanggul ini terdapat pada bagian barat dengan ukuran 17 x 17 meter.Kelompok tanggul dengan batu bata putih merupakan pengaman bagi kestabilan makam Sultan Rahmatullah dan Makam Sultan Hidayatullah. Kelompok tanggul ini terdapat di bagian timur dengan ukuran 17 x 17 meter. Pada bagian timur sisi selatan ditemukan susunan tanggul batu bata putih yang diberi hiasan/ukiran.<br />Pemugaran situs tahun 1985/1986 diarahkan pada kegiatan penyusunan kembali batu bata tanggul dan membangun cungkup yang baru menggantikan cungkup lama yang didirikan pada tahun 1985.<br />• Tokoh-Tokoh yang dimakamkan<br /> Sultan Suriansyah, berasal dari keturunan raja-raja Kerajaan Negara Daha. Ia merupakan Raja Banjar pertama yang memeluk Islam, dan sejak beliaulah agama Islam berkembang resmi dan pesat di Kalimantan Selatan. Untuk pelaksanaan dan penyiaran agama Islam beliau membangun sebuah masjid yang dikenal sebagai Masjid Sultan Suriansyah yang merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan. Menurut sarjana Belanda J.C. Noorlander bahwa berdasarkan nisan makam, maka umur kuburan dapat dihitung sejak lebih kurang tahun 1550, berarti Sultan Suriansyah meninggal pada tahun 1550, sehingga itu dianggap sebagai masa akhir pemerintahannya. Ia bergelar Susuhunan Batu Habang. Menurut M. Idwar Saleh bahwa masa pemerintahan Sultan Suriansyah berlangsung sekitar tahun 1526-1550. Sehubungan dengan hal ini juga dapat menetapkan bahwa hari jadi kota Banjarmasin jatuh pada tanggal 24 September 1526. <br /> Ratu Intan Sari atau Puteri Galuh adalah ibu kandung Sultan Suriansyah. Ketika itu Raden Samudera baru berumur 7 tahun dengan tiada diketahui ayahnya Raden Manteri Jaya menghilang, maka tinggallah Raden Samudera bersama ibunya. Pada masa itu Maharaja Sukarama, raja Negara Daha berwasiat agar Raden Samudera sebagai penggantinya ketika ia mangkat. Tatkala itu pula Raden Samudera menjadi terancam keselamatannya, berhubung kedua pamannya tidak mau menerima wasiat, yaitu Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Tumenggung, karena kedua orang ini sebenarnya kemenakan Sukarama. Ratu Intan Sari khawatir, lalu Raden Samudera dilarikan ke Banjar Masih dan akhirnya dipelihara oleh Patih Masih dan Patih Kuin. Setelah sekitar 14 tahun kemudian mereka mengangkatnya menjadi raja (berdirinya kerajaan Banjar Masih/Banjarmasin). Ratu Intan Sari meninggal pada awal abad ke-16. <br /> Sultan Rahmatullah, putera Sultan Suriansyah, beliau raja Banjar ke-2 yang bergelar Susuhunan Batu Putih. Masa pemerintahannya tahun 1550-1570. Sultan Hidayatullah, raja Banjar ke-3, cucu Sultan Suriansyah. Ia bergelar Susuhunan Batu Irang. Masa pemerintahannya tahun 1570-1595. Ia senang memperdalam syiar agama Islam. Pembangunan masjid dan langgar (surau) telah banyak didirikan dan berkembang pesat hingga ke pelosok perkampungan. Khatib Dayan. Pada tahun 1521 datanglah seorang tokoh ulama besar dari Kerajaan Demak bernama Khatib Dayan ke Banjar Masih untuk mengislamkan Raden Samudera beserta sejumlah kerabat istana, sesuai dengan janji semasa pertentangan antara Kerajaan Negara Daha dengan Kerajaan Banjar Masih. Khatib Dayan merupakan keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon, Jawa Barat. Ia menyampaikan syiar-syiar Islam dengan kitab pegangan Surat Layang Kalimah Sada di dalam bahasa Jawa. Ia seorang ulama dan pahlawan yang telah mengembangkan dan menyebarkan agama Islam di Kerajaan Banjar sampai akhir hayatnya. <br /> Patih Kuin adalah adik kandung Patih Masih. Ia memimpin di daerah Kuin. Ketika itu ia telah menemukan Raden Samudera dan memeliharanya sebagai anak angkat. Pada masa beliau keadaan negerinya aman dan makmur serta hubungan dengan Jawa sangat akrab dan baik. Ia meninggal pada awal abad ke-16. Patih Masih adalah seorang pemimpin orang-orang Melayu yang sangat bijaksana, berani dan sakti. Ia memimpin di daerah Banjar Masih secara turun temurun. Ia keturunan Patih Simbar Laut yang menjabat Sang Panimba Segara, salah satu anggota Manteri Ampat. Ia meninggal sekitar awal abad ke-16. <br /> Senopati Antakusuma adalah cucu Sultan Suriansyah. Ia seorang panglima perang di Kerajaan Banjar dan sangat pemberani yang diberi gelar Hulubalang Kerajaan. Ia meninggal pada awal abad ke-16. Syekh Abdul Malik atau Haji Batu merupakan seorang ulama besar di Kerajaan Banjar pada masa pemerintahan Sultan Rahmatullah. Ia meninggal pada tahun 1640. Haji Sa'anah berasal dari keturunan Kerajaan Brunei Darussalam. Ia menikah dengan Datu Buna cucu Kiai Marta Sura, seorang menteri di Kerajaan Banjar. Semasa hidupnya Wan Sa'anah senang mengaji Al-Qur'an dan mengajarkan tentang keislaman seperti ilmu tauhid dan sebagainya. Ia meninggal pada tahun 1825. <br /> Pangeran Ahmad merupakan seorang senopati Kerajaan Banjar di masa Sultan Rahmatullah, yang diberi tugas sebagai punggawa atau pengatur hulubalang jaga. Ia sangat disayangi raja dan dipercaya. Ia meninggal pada tahun 1630. <br /> Pangeran Muhammad, adalah adik kandung Pangeran Ahmad, juga sebagai senopati Kearton di masa Sultan Hidayatullah I. Ia meninggal pada tahun 1645. <br /> Sayyid Ahmad Iderus, adalah seorang ulama dari Mekkah yang datang ke Kerajaan Banjar bersama-sama Haji Batu (Syekh Abdul Malik). Ia menyampaikan syiar-syiar agama Islam dan berdakwah di tiap-tiap masjid dan langgar (surau). Ia meninggal pada tahun 1681. <br /> Gusti Muhammad Arsyad putera dari Pangeran Muhammad Said. Ia meneruskan perjuangan kakeknya Pangeran Pangeran Antasari melawan penjajah Belanda. Ia kena tipu Belanda, hingga diasingkan ke Cianjur beserta anak buahnya, setelah meletus perang dunia, ia dipulangkan ke Banjarmasin. Ia meninggal pada thaun 1938. <br /> Kiai Datu Bukasim merupakan seorang menteri di Kerajaan Banjar. Ia keturunan Kiai Marta Sura, yang menjabat Sang Panimba Segara (salah satu jabatan menteri). Ia meninggal pada tahun 1681. Anak Tionghoa Muslim. Pada permulaan abad ke-18, seorang Tionghoa datang berdagang ke Banjarmasin. Ia berdiam di Kuin Cerucuk dan masuk Islam sebagai muallaf. Tatkala itu anaknya bermain-main di tepi sungai, hingga jatuh terbawa arus sampai ke Ujung Panti. Atas mufakat tetua di daerah Kuin, mayat anak itu dimakamkan di dalam komplek makam Sultan Suriansyah.M.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-47259917282495527682011-02-05T18:04:00.000-08:002011-02-05T18:05:00.377-08:00Adat Tepung Tawar Melayu SambasTepung Tawar<br /><br />By.Erma<br />Editor.M.Natsir<br /><br />Adat dan upacara adat yang disebut Tepung Tawar merupakan salah satu bentuk adat dari sekian banyak bentuk adat berserta upacaranya, yang sejak ratusan tahun silam telah di kenal dan diapresiasi cukup baik oleh masyarakat Melayu Sambas. Tepung Tawar mulai dikenal masyarakat Malayu Sambas, belum di dapatkan data yang jelas. Namun bila disimak dari pelaksanaan upacaranya, acara tepung tawar ini mulai sejalan dangan mulai pesatnya ajaran agama Islam yang di sebarkan ke daerah ini oleh para mubaliq, baik yang datang dari Arab, Sumatera, Malaysia, Thailand (patani), dan pulau-pulau lainnya.<br />Upacara adapt Tepung Tawar terdapat juga pada masyarakat didaera Melayu Pontianak, Mempawah, Ngabang, Ketapang, Sintang, Sanggau dan Kapuas Hulu. Fungsi dan tujuan Tepung Tawar senantiasa menunjukkan persamaan, apabila terdapat perbedaan, kemungkinan dalam sebutan atau dialok bahasa setempat.<br />Kata Tepung Tawar kalau ditinjau dari bahasa Indonesia terdiri dari kata Tepung dan kata Tawar yang bermakna tepung yang rasanya tawar dan tidak asin. Memang salah satu perlengkapan Tepung Tawar terdiri dari tepung beras tersebut. Tetapi didalam bahasa Melayu Sambas kata ”tawar” mendekati kata “jampi” atau “mantra” bukan lawan kata asin “air tawar” bermakna air yang telah di jampi atau dibacakan doa oleh tetua-tetua kampong.<br /><br /><br /><br />A. Tepung Tawar<br /><br />Acara dan upacara Tepung Tawar olah masyarakat Melayu Sambas dilakukan dlam berbagai kegiatan. Pada umumnya meliputi siklus daur) kehidupan manusia,artinya Tepung tawar dilakukan pada saat pelaksanaan perkawinan, saat si Ibu melahirkan anak pertamanya. Dan pada saat sebuah keluarga mendapat musibah meninggal dunia. Pada masa-masa tertentu. Yaitu terjadinya kejadian atau pristiwa sangat penting dalam masyarakat Melayu Sambas juga dilakukan acara Tepung Tawar. Contoh beberapa kejadian atau pristiwa penting secara singkat diuraikan sebagai berikut.<br /><br />1. Pada pelaksanaan perkawinan, Tepung Tawar dilakukan terhadap kedua pengantin, yang dilakukan pada hari ketiga setelah hari pesta kawin. Setelah Tepung Tawar dilaksanakan, dilanjutkan dengan acara adat “mandi bululus” dan acara “balik tikar”<br /><br />2. Calon ibu yang kehamilan pertamanya memasuki usia tujuh bulan dan usia sembilan bulan, melakukan Tepung Tawar tujuh bulan. Tepung Tawar sembilan bulan (disebut juga”Tepung Tawar”atau “Belenggang”) ketika sang bayi berusia 40 hari dilakukan pada acara Tepung Tawar bayi dan kedua suami-istri.<br /><br />3. Bila ada keluarga yang menempati rumah baru (pindah rumah maka di lakukan pula acara Tepung Tawar)<br /><br />4. Tepung Tawar dilaksanakan juga bila ada anak laki-laki yang akan dikhitan.<br /><br />5. demikian juga keluarga yang salah seorang anggota keluarganya meninggal, pada hari-hari tertentu setelah hari penguburan akan dilaksanakan acara Tepung Tawar bagi keluarga yang ditinggalkan.<br /><br />Maksud dan fungsi mengadakan acara Tepung Tawar ini adalah untuk memohon keselamatan dan terhindar dari sesuatu yang tidak diinginkan, yang tentunya di tunjukkan krpada Allah Swt. Yang menciptakan manusia dan alam raya. Inilah barang kali tujuan pokok, disamping adanya tujuan lain yang tersirat dari upacara Tepung Tawar tersebut. Pada akhir dari acara Tepung Tawar senantiasa dipanjatkan doa selamat oleh tokoh dan tua-tua kampong.<br /><br />B. Pelaksanaan Tepung Tawar<br /><br />Manjelang pelaksanaan Tepung Tawar, diperlukan persiapan, perlengkapan, tenaga pelaksanaan, dan lain-lain. Berikut ini uraian secara ringkas hal-hal yang harus ada dan dipersiapkan dalam ritual Tepung Tawar tersebut.<br />1. Waktu pelaksanaan tepung tawar umumnya pada baiyi atau pada sing hari, bertempat dirumah atau orang yang hajatan. (bersangkutan)<br /><br />2. Pelaksanaannya terdiri antara lain :<br />a. Satu buah mangkok putih tempat tepung beras yang telah di hancurkan dengan air tolak bala, yaitu segelas air putih yang di bacakan doa tolak bala. Selain untuk menghancurkan tepung beras, air tawar tolak bala digunakan juga untuk diminum atau untuk disiramkan di kepala yang ditepung tawari.<br /><br />b. Beberapa helai daun lenjuang ungu, daun mentibar (disebut daun ntibar), dan beberapa helai daun ribu-ribu.<br /><br />c. Sebentuk cincin emas atau perak, terutama pada tepung tawar mandi belulus pengantin. Cincing tersebut diikatkan pada anyaman daun kelapa muda.<br /><br />d. Beras kuning secukupnya.<br /><br />e. Sebuah talam kecil tempat meletakkan mangkuk.<br /><br />Orang di minta untuk melaksanakan Tepung Tawar disebut “Tukang Pappas”. Pelaksanaan di sebut “mappas”. Tukang Pappas ini biasanya orang-orang tua di kampung, keluarga tua terdekat, dan lain-lain. Jumlah tukang pappas selamanya ganjil, misalnya 3,5 atau 7 orang. Jumlah ganjil ini memang telah ditentukan adat. Kalau dilakukan laki-laki atau perempuan maka jumlahnya di atur, misalnya kalau lima orang, dibagi 3 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Kalau Pemappas sebanyak 7 orang dapat di bagi lima laki-laki, dua orang perempuan atau 3 orang perempuan dan empat orang laki-laki, dan seterusnya. Tiga jenis daun tersebut di atas diikat dijadikan satu berikut cincin, diletakkan disamping mangkuk berisi air tupung beras. Beras kuning dimasukkan kedalam gelas kecil, diletakkan di samping mangkuk. <br />Setelah sesuatu lengkap dan maka acara Tepung Tawar dilaksanakan. Untuk pelaksanaan penulis mengambil contoh acara Tepung Tawar pindah rumah baru. Acara ini biasanya dilaksanakan pada hari jumat pagi. Pada malam jumat biasanya dilakukan pembacaan surat yasin oleh para tamu. Pada saat selesai membaca surat yasin dan doa maka tamu di sungguhi jamuan berupa nasi, kue-kue sop kimlo, besok paginya tetamu yang hadir tersebut di manta untuk hadir pula sekitar pukul 5.30 WIB atau pukul enam pagi.<br />Keluarga yang pindah rumah duduk dilantai beralaskan tikar. Sang ibu di samping bapak, di kiri atau kanan duduk anak-anak mereka . Posisi duduk dengan melonjorkan kedua kaki ke depan. Busana yang di pakai bebas, rapi, dan bersih. Kopiah yang di pakai di tanggalkan dan kedua tangan di atas lutut dengan tapak tangan terbuka.<br />Setelah siap maka tibalah orang pertama Tukang Pappas melaksanakan tugasnya. Mangkuk berisi air tepung beras dipegang dengan tangan kiri, yangan kanan memengan ikatan daun lenjuang ,ntibar, daun ribu-ribu. Ikatan daun dicelupkan kedalam mangkuk, kemudian dengan perlahan-lahan dipukul-pukulkan ke bahu kanan dan kiri si Bapak, kemudian dipukulkan pada kedua tapak tangan, setelah itu, pada kedua kaki. Hal yang sama dilakukan juga kepada si Ibu, anak tertua, dan anak berikut sehingga selesai.<br />Setelah memappas maka si Bapak, Ibi, dan anak-anak ditaburi beras kuning pada kepalanya. Setelah selesai tukang pappas pertama, dilanjutkan oleh Tukang Pappas kedua, dilanjutkan oleh Tukang Pappas ketiga, keempat, dan seterusnya sesuai dengan jumlah pemappasan yang telah ditentukan.<br />Tukang Pappas terakhir sedikit berbeda dengan Tukang Pappas sebelumnya. Pappasan terakhir, setelah melakukan pappasan seperti Pemappasan terdahulu, Pemappasan terakhir harus pyla memappas bagian-bagian rumah yang dipindahi, yaitu memeppas keempat sudut (tiag sudut) rumah, dimulai dari sudut kanan luar rumah, kemudian menuju ke belakang rumah. Setelah selesai, daun (ikatan daun) dan air tepung tawar dibuang ketempat khusus di belakang rumah.<br />Keluarga yang ditepung tawari diberi minum air tolak bala kemudian mandi. Suguhan jamuan pada pagi ituselalu berupa kue-kue sebanyak 5 sampai 8 macam. Diadatkan pula untuk tetep menyuguhkan kue apam beras, ketupat ketan, dan bertih yang diberi gulla merah. Minumannya selalu manis seperti kopi atau kopi susu.<br />Secara garis besar dan umum dilakukan adalah seperti acara Tepung Tawar pindah rumah baru. Pada acara Tepung Tawar pengantin mandi belullus acara tambahan adalah meniup Tawar yang diletakkan di dalam “dulapan” berisi beras, padi, gula pasir, kelapa, dan lain-lain. Lilin sebanyak 5 sampai 7 buah ditiupkan secara bersamaan oleh kedua pengantin. Setelah itu di lanjutkan dengan mandi bersama yang dilakukan siraman oleh beberapa “tukang siram” dari para tetamu yang di undang. <br /> Pada acara ini salah seorang penyiram melakukan sesuatu yang tidak diduga sebelumnya. Setelah ia melakukan siraman satu atau dua kali, Siraman ketiga bukan ditujukan kepada kedua pengantin tetapi diarahkan dan ditujukan kepada tetamuyang menyaksikan. Tentu saja tetamu yang terkena siraman iar basah kuyup dan ia pun secara spontan mengambil gayung dan menyiram tetamu yang belum terkena siraman. Suasana menjadi ramai dan tawa berkepanjangan.<br />Selesai acara mandi-mandi ini, dilanjutkan dengan lagi acara “balik tikar” dengan tata cara tertentu pula. Tepung Tawar pengantin jamuan yang di hidangkan biasanya berdentuk makan nasi “bersaprah” (makan beregu).<br />Pada Tepung Tawar kehamilan pertama berusia tujuh bulan yang ditepung tawari adalah si Ibu yang hamil. Pada acara Tepung Tawar kehamilan berusia atau memasuki usia sembilan bulan, Tepung Tawar ini disebut “Belenggang atau Tepung Tawar Minyak”. Sebelum ditepung tawari cara biasa, si Ibu berbaring diatas tempat tidur ber Alaskan kain batik. Seorang bidan (dukun beranak) yang telah di “tampah” lama sebelumnya mengurut-urut perut si Ibu. Selesai urutan pertama, kain batik pertama diambil demikian dilakukan sampai ketujuh kain ditarik dari alas si Ibu.<br />Pada saat itu, adapt Tepung Tawar Belenggang sudah jarang dilakukan. Tepung Tawar setelah si bayi berusia empat puluh hari yang kemudian dilanjutkan dengan acara “injak bumi” juga agak jarang dilakukan. Hal ini tidak dilakukan lagi mungkin disebabkan banyaknya perlrngkapan yang diperlukan, misalnya tanah yang akan diinjak si bayi haruslah tanah yang di ambil dimekah, saat orang naik haji.<br /><br />C. Adat Tepung Tawar ke Depan<br /><br />Bentuk aspek seni budaya dapat hilang atau mati karena kehilamhan fungsinya dalam masyarakat pendukung. Hilangnya fingsi tersebut karena factor internal dan eksternal, factor ekternal karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup membawa pengaruh dalam budaya lokal sehingga terjadi gesekan dan benturan yang berdampak negative, seperti perubahan nilai-nilai, pola piker dan pola tingkah laku dalam hidup bermasyarakat dan budaya.<br /><br /><br /><br />A.Muin Ikram. 2004. Adat Istiadat Perkawinan Melayu Sanbas. Naskah.<br /> Sambas : MABM Sambas.<br /><br />Aghimsa. Tt. Adat Kawin Melayu Sambas. Pontianak: Yayasan Penulis 66.M.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-61660305160621626452011-02-05T17:56:00.001-08:002011-02-05T17:56:23.640-08:00Musik DayakMusik Dayak<br />By. Fitria Astuti<br />Editor.M.Natsir<br /><br />Memahami tradisi musikal dalam budaya Dayak ibarat menyelam ke sebuah danau untuk melihat kehidupan didalamnya. Hampir mustahil melihatnya tanpa beryentuhan dengan unsur-unsur budaya lain, dan hampir mustahil juga untuk memahaminya tanpa hidup dalam nafas keseharian mereka. Musik dalam tradisi Dayak sulit dipisahkan dari kesenian lain, terutama seni tari. Bersama dengan ritus tertentu, semua itu saling berkaitan dan berhubungan erat satu sama lain.Dewasa ini banyak aspek penting dari musik tradisional Dayak telah hilang, mengalami perubahan atau pergeseran karena berbagai faktor. Aspek-aspek tersebut terutama menyangkut nilai, tujuan, latar belakang dan sifat dasar penampilan.Ada beberapa bagian dari musik tradisional yang kurang diperhatikan orang, misalnya alat-alat gong. Alat ini dan alat-alat musik tradisional Dayak yang lain mungkin telah menyimpan nada-nada masa lalu yang merupakan bagian dari jiwa tradisional musikal tersebut, walaupun kemungkinan perubahan karena faktor usia alat sangat besar. Melalui alat-alat tersebut dan seni vokal dan seni tutur yang dinyanyikan, nada-nada (tangga nada) diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Selain untuk sifat dan tujuan penghadirannya, pemahaman akan hal-hal sangat penting, mengingat ‘jiwa’ musik tradisional terwujud dan menjadi ciri khas dari tujuan, sifat musik dan unsur musikalnya.<br />Dalam pewarisan tersebut, berbagai perubahan, pergaulan, pengaruh dan penyesuai tradisional terjadi, sampai menjadi bentuk tradisional yang dikenal sekarang ini. Kehidupan masyarakat Dayak tak terlepas dari pengaruh dan pergaulan dengan kelompok-kelompok budaya lain, baik masa jayanya kerajaan-kerajaan di nusantara, kolonialisasi bangsa-bangsa barat, maupun masa kemerdekaan. Pengaruh lain dari penerimaan ajaran resmi, kesadaran akan arti pendidikan bagi generasi muda, dan kehadiran perusahaan-perusahaan besar, telah membuat kebudayaan Dayak semakin kerap mengalami ‘ujian’.<br />Tulisan ini lebih merupakan deskripsi untuk memahami musik Dayak sebagai suatu tradisi dan kondisi umumnya pada saat ini. Dalam pembicaraan ini lebih sering diulas bentuk, istilah dan contoh budaya musik Dayak dari daerah Ketapang yang telah beberapa kali saya teliti.Walaupun tidak banyak hasil penelitian ilmiah yang dipublikasikan tentang musik tradisional Dayak, terutama mengenai ciri-cirinya, saya membandingkan juga beberapa tulusan-tulisan yang berhasil saya kumpulkan selama hampir empat puluh tahun belakangan ini. Dengan memiliki pemahaman yang baik dan benar diharapkan musik yang khas dan kaya ini dapat dikembangkan sebagai salah satu ciri kebudayaan Dayak.Musik tradisional Dayak merupakan salah satu aspek dari kebudayaan Dayak yang memiliki bentuk dan ciri-ciri khas pada tiap kelompok. Walaupun demikian, pada setiap semua kelompok ada ciri-ciri dasar yang sama atau mirip, bahkan dengan musik kelompok masyarakat tradisional lain di Asia Tenggara.<br />Tradisi berladang tampaknya menjadi semacam pusat yang menentukan tradisi musik Dayak. Walaupun tidak semua kegiatan atau ungkapan musik ditujukan kepada kegiatan berladang, namun ada tradisi tertentu yang membuat ikatan tak terlepas antara kegiatan musik tersebut dengan perladangan. Kegiatan musik tradisional kebanyakan menjadi bagian dari suatu upacara, yang memerlukan biaya dari hasil ladang. Upacara-upacara besar yang banyak memerlukan biaya biasanya diselenggarakan setelah panen ladang. Didaerah Ketapang Kalimantan Barat, pesta ini adalah juga tempat untuk bermusik dan menari.Dalam kehidupan sehari-hari terdapat musik-musik yang ditampilkan bukan untuk perladangan, tetapi untuk upacara-upacara dalam siklus kehidupan. Kebanyakan musik khusus untuk ritus atau masa tertentu yang tidak boleh dimainkan pada sembarang waktu dan sangat erat hubungannya dengan sistem kepercayaan mereka.<br />Musik Dayak hampir tidak pernah diangkat menjadi bagian dari suatu tradisi besar seperti tradisi kraton bagian yang lebih besar dari kelompok lokal. Sifat masyarakat Dayak yang genealogis, terutama pada masa lalu menyebabkan kebudayaan berkembang dalam lingkup-lingkup kecil juga. Walau di Kalimantan ada kerajaan seperti Kutai, Brunai, Tanjung Pura, Pontianak, atau mengalami masa Kolonial, namun tradisi musik Dayak tidak pernah diangkat menjadi bagian tradisi tersebut. Hal ini menyebabkan musik tradisional Dayak masih dalam ciri komunalnya yang hidup dalam suatu tradisi kecil sampai sekarang, dan itu mungking sebabnya pengaruh asing hampir tidak dijumpai dalam musik tradisional Dayak.Dalam pewarisannya musik Dayak tidak menggunakan sistem tertulis (non-literate). Juga tidak ditemukan sistem lambang untuk permainan musiknya. Kesenian dalam tradisi Dayak lebih merupakan ungkapan kebersamaan kelompok sehingga kelanjutan kehidupannya sangat tergantung pada situasi dan kondisi mayarakat pendukung. Tentang sistem pewarisan musik tersebut Hose menulis sebagai berikut .<br />“at about fifteen year, or rather earlier, the boys begin to assert their independence by clubbing together with those of their own age, and taking up their sleeping guarters with the bachelor in the gallery. At an earlier age the children have picked up a number of songs and spontaneously sing them in a group, but now they begin to develop their powers of musical expression by practicing with the keluri, mouthohap, drum and gong.”(Hose,1988:64).<br /><br />Beberapa ciri penting<br />Secara umum musik Dayak, seperti halnya dengan musik-musik tradisional lain di Asia Tenggara, didominasi oleh musik-musik perkusif. Gong merupakan alat yang paling utama dan terdapat hampir disemua kelompok Dayak. Gong tersebut ditemukan dalam beberapa tipe dan ukuran serta dipakai dalam jumlah yang bervariasi. Dikalangan Dayak paling tidak ditemukan lima tipe gong yaitu :<br />a. Tipe Gerantung (gong besar), gong berukuran besar, sisi rendah, nada rendah, karakter suara lembut dan beralunan panjang.<br />b. Tipe Tawak (gong panggil), karena gong ini biasanya digunakan sebagai alat komunikasi (pemberitahuan) apabila ada kematian, bencana, tamu, pesta dan lain-lain. Suara tegas hampir beralunan pendek dn ukurannya agak kecil. Ciri khas adalah ukuran sisi dan pencunya yang tinggi. Alat ini disebut juga ketawak, tetawak atau ogong.<br />c. Tipe Bondi, dengan ciri ukuran sama atau sedikit lebih kecil daripada tawak. Sisi dan pencunya rendah, permukaan sedikit pencu kebanyakan tidak ada lekukan melingkar. Suara lembut dan merdu. Disebut juga dengan nama behondi, bendai, bandai dan canang.<br />d. Tipe Boring (gong datar), gong dengan permukaan yang datar. Suaranya bergetar nyaring (deper). Nama-nama lainnya adalah boring-boring, gentai dan puum.<br />e. Tipe Kelintang (gong-gong kecil horisontal), berbeda dengan tipe-tipe terdahulu yang posisinya digantung ketika dimainkan, alat tipe ini terdiri dari beberapa satuan gong kecil (antara 5 sampai 9 satuan) yang disusun pada sebuah rak resonansi. Suara tinggi dan nyaring, dan kebanyakan berfungsi sebagai alat melodi. Disebut juga dengan nama engkeromong, keromong, kangkonang dan klentang.<br />Alat-alat musik logam lainnya yang masih dapat ditemukan pada beberapa kelompok, namun tidak tersebar secara merata, antara lain: Rahup (sejenis simbal kecil) dan sejenis saron. Alat-alat perkusi dari bambu, seperti tegunggak, peruncong, sengkurung, senggaung dan lain-lain.<br />Ciri kedua adanya teknik dengung atau drone, yaitu teknik permainan musik dimana terdapt alat bernada tertentu yang dimainkan dengan suatu ritme, sementara terdapat alat lain (ataupun alat itu sendiri) yang memaikannya melodi. Teknik dengung terdapat hampir pada semua musik tradisional Dayak. Pada musik ansambel gong, teknik ini terutama dimainkan oleh alat-alat gong yang digantung sehingga membentuk semacam ostinato. Selain itu, pada alat jenis kledi (atau keluri, kaldii, engKerurai, seredam, sompotan, dan nama-nama lainnya), sangat jelas juga dijumpai sistem dengung. Bunyi dengung yang jelas juga terdengar adalah pada musik sape, yang dihasilkan oleh dawai kedua dan seterusnya, atau oleh pasangan sape yang lain.<br />Dengung dapat menjadi bunyi yang kompleks karena dihasilkan oleh beberapa alat yang dimainkan dengan ritme dan nada yang berlainan. Kadang-kadang menjadi semacam melodi yang diulang-ulang. Terutama pada ansampel perkusi, bunyi ini dihasilkan oleh teknik permainan saling pengisian ritme diantara alat-alat yang dimainkan. Dalam istilah tradisionalnya disebut ngait (ngipa’, ningka’). Teknik ini juga umum dijumpai dalam permainan musik Dayak, dan kita beri istilah teknik kait. Teknik membentuk semacam kontrapung diantara alat-alat yang dimainkan.<br />Seorang etnomusikolog berkebangsaan Amerika, William P. Malm, mencatat bahwa sebagian besar nada dalam musik Kalimantan (Borneo) tidak berbasis pada tangga nada tradisional jawa, melainkan menggunakan tangga nada dengan lima nada yang tidak memiliki jarak nada setengah, yang disebut anhemitonic-pentatonic (Malm 1967:24). Beberapa pihak kemudian menggunakan patokan bahwa musik tradisional Dayak bertangga-nada pentatonis, seperti yang dikatakan Malm. Walaupun pendapat tersebut benar, namun ternyata juga terdapat tangga nada pentatonis dengan beberapa interval nada yang sangat dekat dengan setengah nada (hemitonic_pentatonic), dan dalam permainan (terutama pada musik sape’) tampak adanya penggabungan kedua jenis tangga nada tersebut. Ini menunjukkan bahwa musik tradisional Dayak tidaklah sederhana. Ciri musik dengan kedua tangga nada tersebut juga dituliskan oleh Ivan Polunin dan Tanya Polunin (lihat Malaysia dalam Sadie, 1980:562), walaupun tanpa penjelasan yang mendalam.<br /><br />Musik Tradisional Dayak Masa Kini<br />Telah banyak kajian tentang keadaan dan perubahan kebudayaan Dayak pada abad ini maupun abad yang lalu. Bermacam-macam pengaruh dan dampak dari luar telah diteliti. Berikut ini akan kita lihat sebagian kecil dari perubahan dan faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk dan kehidupan tradisi-tradisi asli masyarakat Dayak, terutama yang berhubungan dengan tradisi musikalnya.<br /><br />A. Pergeseran Nilai<br />Kesenian yang banyak dikembangkan adalah kesenian tontonan demi hiburan. Dengan demikian kesenian dapat kehilangan spiritnya yang justru menghidupi manusia sejak lama (Bdk. Popowardojo, 1989:vii). Pada banyak musik tradisional Dayak, segi spiritual maupun segi ritual merupakan hal yang kelihatan jelas. Namun sebagian kesenian Dayak dari panggung upacara tradisi dimana keterlibatan seluruh anggota komunitas adalah sangat penting, mulai menampakkan diri bergerak menuju panggung hiburan yang mengutamakan aspek estetik demi tontonan belaka. Banyaknya sanggar kesenian menunjukkan dengan jelas hal trsebut. Tanpa bisa dipungkiri, gejolak untuk mengubah atau menata bentuk ungkapan kesenian tradisional oleh kaum muda Dayak, lahir dari keinginan untuk memelihara agar nilai-nilai estetik peninggalan nenek moyang tetap hidup dan dihargai orang lain.<br />Selain itu ada kebosanan atau perasaan bahwa ritus tradisi musik terlalu sederhana, tidak relevan lagi dan tidak memperhatikan aspek estetik yang dimengerti secara umum, sehingga timbul keinginan untuk melakukan perubahan, walau dengan resiko penyimpangan dari sifat aslinya. Pergeseran nilai dan fungsi tadi, menurut banyak ahli, pada akhirnya tidak akan dapat ditolak atau dihindari (coomans, 1987:199).<br /><br />B. Keadaan alat musik<br />Entah sudah berapa jenis musik tradisional Dayak telah hilang, mengalami krisis atau berubah, karena kerusakan dan kepunahan alat, perkembangan masyrakat Dayak sendiri dan pengaruh luar yang cukup kuat. Cukup banyak musik kuno Dayak yang pada saat ini berada dalam kondisi antara ada dan tiada. Didaerah Ketapang pernah dikenal alat musik dawai yang digesek, alat semacam zither dari bambu, alat jaws harp (jungkih, jinggong), beberapa alat tiup dan mungkin masih ada yang lain, yang kini tinggal cerita. Alat-alat tersebut merupakan kekayaan budaya Dayak yang telah hilang.<br />Keadaan alat musik menentukan pengetahuan dan teori tentang musik tradisional. Sejarah gong sebagai perangkat dalam tradisi Dayak secara pasti juga belum diketahui. Padahal alat ini menempati posisi penting didalam tradisi musikal, sosial dan ritual (lih. Sukanda, 1992). Dari beberapa hasil pengukuran terhadap gong yang telah dilakukan sampai saat ini belum didapatkan kesimpulan yang memuaskan mengenai susunan nada yang jelas dari alat-alat tersebut. Meskipun demikian, alat-alat tersebut masih dapat digunakan dan dirasa cocok. Ini juga merupakan salah satu keunikan dari musik tradisional. Asumsi bahwa pada masa lalu terdapat semacam standar musik yang sama memang harus dibuktikan dengan penelitian yang panjang. Hal ini penting, selain sebagai studi tentang sejarah masa lalu (kesenian) Dayak, adalah untuk menentukan ciri dan bentuk musik Dayak yang baik dan asli dimasa mendatang, terutama melalui pembuatan perangkat alat musik yang baru.<br /><br />C. Pembangunan Ekonomi<br />Kesenian bagi masyarakat Dayak tradisional tidak hanya merupakan ungkapan keindahan atau ekspresi estetis semata. Melalui kesenian orang Dayak berhubungan dengan sesamanya, dengan alam dan lingkungan hidupnya serta dengan penguasa jagat raya. Oleh sebab itu, kesenian memiliki makna yang sangat mendalam. Pembangunan yang mengabaikan tradisi kesenian berarti mengabaikan kebudayaan secara utuh.<br />Program-program peningkatan taraf hidup masyarakat, seperti proyek terpadu Perkebunan Inti Rakyat dan transmigrasi (PIR_trans) juga akan berpengaruh pada kebudayaan Dayak, termasuk didalamnya tradisi musikal. Program itu mengabaikan sistem kebudayaan tradisional setempat yang telah mampu menghidupi orang Dayak sejak jaman dahulu (bandingkan dengan Dove, 1985:xxvii).<br />Hilangkan tradisi berladang secara langsung menghilangkan ritus-ritus yang berhubungan dengannya. Paling tidak dalam bentuk dan sifatnya yang asli. Sebagai contoh, terdapat proyek perkebunan terbesar di daerah Kabupaten Ketapang yang berlokasi ditengah-tengah pemukiman masyarakat Dayak yang masih sangat kuat kehidupan tradisinya. Meskipun dikatakan akan meningkatkan taraf ekonomi dan kemakmuran rakyat, perencana dan pelaksana proyek tersebut telah mengabaikan kebudayaan tradisional mereka. Tradisi berladang menjadi terdesak terutama karena lahan yang semakin sempit.<br /><br />D. Pendidikan<br />Sistem pewarisan yang lisan (oral-tradition) menjadi semakin lemah seiring meningkatnya kesadaran akan arti pendidikan formal. Semakin tinggi tingkat kesadaran akan pentingnya pendidikan formal tampak dari semakin banyak kaum muda dari daerah terpencil yang melanjutkan sekolah ke kota-kota kecamatan, kabupaten dan propinsi. Dengan demikin, keterlibatan dan hubungannya dengan sitem tradisi di kampung menjadi berkurang, bahkan cenderung akan terputus. Penguasaan dan pengertian tentang tradisi masyarakatnya menjadi berkurang.<br />Kesenian-kesenian khas Dayak telah sering ditampilkan. Baik didaerah, diluar daerah maupun di luar negeri. Banyak pihak menaruh perhatian terhadap hal tersebut. Kesenian Dayak memang telah mampu menarik minat dan perhatian orang luar karena keindahan dan kekayaanya. Sanggar-sanggar telah banyak berdiri dan tokoh-tokoh pendirirnya adalah orang-orang yang menaruh perhatian besar terhadap kesenian tradisional. Namun, apakah kehidupan tradisi musik dalam bentuk dan sifat aslinya sudah tersentuh? Atau justru terdapat sanggar kesenian yang malah menghindari ritus tradisi yang menampilkan musik? Apakah pendapat bahwa kemajuan berarti modernisasi dan meninggalkan semua yang “kuno”, animistis’, kolot’ sudah benar sehingga tidak perlu dikoreksi?<br />Tradisi berladang yang telah dijalani orang Dayak sejak ratusan tahun silam mungkin dapat dikembangkan menjadi ladang menetap, dengan konsep ‘in situ development’. Dengan demikian kehidupan tradisi seni akan lebih terjamin kehidupannya. Setiap kegiatan pembangunan yang baru hendaknya tidak dilaksanakan dengan tiba-tiba dan asumsi serta tuduhan negatif terhadap kebudayaan tradisional Dayak hendaknya tidak terburu-buru diberikan.<br />Suatu hal yang menjadi penting dalam usaha pemeliharaan musik tradisional Dayak adalah pemahaman yang integral terhadap budaya Dayak. Tetapi dewasa ini semakin sedikit orang yang dapat dan berminat memahami musik Dayak secara utuh. Pemahaman terhadap aspek budaya tardisional tersebut juga sangat penting bagi kalangan yang merencanakan dan menjalankan kebijaksanaan pembangunan agar unsur-unsur tradisi yang masih relevan tidak begitu saja dibuang.<br />A. Saran<br />Dengan adanya penjelasan tentang musikal kebudayaan Dayak tersebut, disitu telah membuktikan bahwa negara kita kaya dengan kebudayaan, oleh sebab itu kita sebagai warga negara Indonesia wajib melestarikan/mengembangkan kebudayaan kita sendiri.<br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Coomans, Mikhail. 1987. Manusia Daya, Dahulu, Sekarang, Dan Masa Depan. Jakarta: Gramedia.<br /><br />Dove, Michael R. (ed) 1985. Peranan Kebudayaan Tradisional Dalam Modernisasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia<br /><br />Hose, Charles. 1926. Natural Man, A Record From Borneo. London: MacMillan PublisherM.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-45948254672572327142011-02-05T17:33:00.000-08:002011-02-05T17:34:07.798-08:00Tionghua Ketapang KalbarKEBUDAYAAN MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA DI KETAPANG<br />By. M.Natsir<br /><br />4.1. Sistem Religi Masyarakat Tionghoa<br /> Agama Resmi Masyarakat Tionghoa di Kabupaten Ketapang Menurut data dari Kantor Departemen Agama yang dianutnya sepertiga orang Tionghoa di Kabupaten Ketapang beragama Budha, Katolik, Protestan dan Konghucu. <br />Agama secara tradisional , orang Tionghoa percaya percaya bumi ini tidak hanya dihuni oleh manusia, tetapi juga oleh mahluk gaib lainnya yang dibuktikan oleh berbagai kejadian-kejadian yang nyata-nyata tidak dibuat oleh tangan manusia. Menurut kepercayaan agama, Cina adalah politisme (menyembah banyak dewa) bukannya monoteisme (menyembah satu Allah).<br />Dalam masyarakat etnis Tionghoa terdapat bermacam-macam dewa: diantaranya : dewa musim panen, dewa sungai, dewa kota, dewa dapur, dewa penyakit, dewa perang dan lain-lain. Jadi orang Cina tidak mengenal satu Tuhan – Tuhan yang Mahatinggi seperti halnya orang Yahudi, Kristen dan Islam. Hubungan mereka terhadap kekuatan spiritual, dewa-dewa dan nenek moyangnya sangat diritualkan. Mereka memberi sesajian terhadap roh, memberikan kurban dan kadang – kadang bahkan melakukan puasa dan semedi. Akan tetapi, tujuan utamanya adalah untuk mencapai keselarasan antara manusia dan “dunia lainnya”, terutama dengan menentramkan sang dewa dan roh.<br />Pemujaan Nenek Moyang merupakan praktek agama yang tertua dan tersebar luas. Kecuali bagi mereka yang memeluk agama Islam, Lamaisme dan Kristen, setiap rumah tangga Cina melakukan pemujaan nenek moyang tanpa memandang kelas sosial dan letak geografisnya.<br />Kebanyakan rumah Cina memiliki altar, atau mezbah, yang terdiri atas meja kecil yang dihiasi dengan nama, gelar, dan tanggal kelahiran serta kematian anggota keluarga yang meninggal. Biasanya pada tanggal I dan 15 setiap bulan menurut kalender komariah ( yang didasarkan pada orbit bulan) serta tanggal festival lainnya (misalnya Tahun Baru kalender Komariah) diadakan berbagai upacara. Upacara ini terdiri atas pemberian makanan dan anggur, membakar kemenyan, dan kadang kala membakar batangan perak tiruan, Sesajian ini diperuntukkan bagi para arwah leluhur ini perlahan-lahan berkembang selama berabad-abad dan mewakili bentuk asli kepercayaan dan praktek keagamaan Cina.<br />Taoisme pada mulanya merupakan suatu filsafat yang diturunkan dari ajaran Lao Tse, yang hidup pada abad ke -6 sebelum Masehi dan Chuang Tzu yang hidup pada abad ke- 4 sebelum Masehi. Taoisme menekankan keselarasan antara manusia dan alam dan menjunjung prilaku pasif. Setelah berabad-abad, filasafat ini akhirnya menjadi satu agama, dan dibawah pengaruh Budhisme, memiliki dewa, kuil, dan pendeta sendiri.<br />Taoisme memisahkan alam manusia ke dalam aspek roh. Meskipun pembebasan roh (jiwa) merupakan tujuan puncaknya, penganut Taoisme juga terlibat dalam penyelidikan dunia fisik. Keterlibatan inilah yang mendorong para Taoisme ke dalam ilmu kimia semu untuk mencari zat pembebas yang akan membawa kepada hidup abadi.<br />Kongfucuisme bukanlah suatu agama, melainkan suatu filasafat moral dan sosial. Kongfucuisme didasarkan pada ajaran Kongfucu, yang hidup dari tahun 551-479 SM . Kongfucu menekankan pentingnya hubungan yang etis dan keagungan manusia. Dua ajaran utama Kongfucuisme adalah jen dan I jen dodefinisikan sebagai cinta kasih manusia, atau pokok hubungan manusia, sedangkan I adalah apa sepantasnya atau, dengan kata modern, kewajiban seseorang terhadap sesamanya. <br />Menurut pikiran Kongfucuisme, peningkatan kesejahteraan manusia harus dimulai dengan pembinaan seseorang melalui pendidikan. Peningkatan ini melangkah menjadi aturan hidup keluarga dan kehidupan bangsa bagi ketenangan dunia dan, pada puncaknya, bagi terciptanya kesejahteraan yang diidam-idamkan. Menurut Kongfucuisme, alam manusia akan terjelma dengan baik lewat cinta kasih orang tua dan anaknya. Oleh karena itu penekanan diletakkan pada ajaran hormat-menghormati antara orang tua dan anak, baik disekolah maupun di masyarakat. Apabila seseorang hormat terhadap prang tuanya, dia dapat diharapkan patuh terhadap penguasa, baik terhadap saudaranya dan dapat dipercaya oleh teman-temannya.<br />Budhiisme masuk ke Cina dari India sekitar permulaan zaman Kristen. Budha lalu menjadi agama besar dan tersabar luas. Meskipun banyak pendeta Kongfucuisxme menyesalkan pangaruah agama Budha, mereka tidask dapat menghentikan penyebarannya. Mungkin alasan utamanya adalah karena sejak dinasti Han yang terakhir (pada abad ke-2) hingga abad ke-6, di Cina tidak terdapat kedamaian dan persatuan. Akhirnya, banyak orang mencari naungan dibawah Budhisme. <br />Penduduk yang mendiami wilayah Kabupaten Ketapang sebagian besar adalah suku Melayu yang beragama Islam dan mereka melaksanakan ibadah sudah tersedia masjid, surau yang memadai. Sedangkan bagi masyarakat etnis Tionghoa ada ditemukan beberapa rumah ibadah etnis keturunan Tionghoa yang khas, yaitu Vihara atau kelenteng dapat ditemui pada banyak tempat di Kota Ketapang. Pelestarian kepercayaan / religi leluhur etnis Tionghoa dilakukan dengan membangun pekong-pekong. Pekong-pekong / vihara tersebar dimana-mana, antara lain di pinggir jalan, sungai dan kaki bukit, penggir hutan, ditengah kampung ditengah kota dan pinggiran kota. Ukuran pekong itu sangat bervariasi, ada yang kecil, menengah dan besar.<br />Tulisan yang terdapat pada bagian-bagian badan pekong-pekong itu pada umumnya bertulisan huruf Tionghoa dan disana sini penuh dengan ornament, bermotif gambar naga dan singa dan pohon bambu. Pekong-pekong selalu berwarna merah terang dengan tulisan tulisan yang bewarna kuning keemasan. Ajaran yang menjadi permasalahan adalah Khong Hu Cu sebagai salah satu unsur kepercayaan etnis Tionghoa. Kepercayaan ini adalah “Kohesi Religius” dari tiga sumber, yaitu : Konfuisianisme, Budhisme dan Taoisme dan ketiga isme tersebut biasanya disebut dengan Sam Kaw atau Tri Dharrna.<br />Ada beberapa nama tempat ibadah etnis Tionghoa dan asal usulnya seperti Kelenteng dan Vihara. Klenteng atau Kelenteng adalah sebutan untuk tempat ibadah penganut kepercayaan tradisional Tionghoa di Indonesia pada umumnya. Dikarenakan di Indonesia, penganut kepercayaan tradisional Tionghoa sering disamakan sebagai penganut agama Konghucu, maka klenteng dengan sendirinya disamakan sebagai tempat ibadah agama Konghucu.<br />Tidak ada catatan resmi bagaimana istilah "Klenteng" ini muncul, tetapi yang pasti istilah ini hanya terdapat di Indonesia karenanya dapat dipastikan kata ini muncul hanya dari Indonesia. Sampai saat ini, yang lebih dipercaya sebagai asal mula kata Kelenteng adalah bunyi teng-teng-teng dari lonceng di dalam kelenteng sebagai bagian ritual ibadah.Klenteng juga disebut sebagai bio yang merupakan dialek Hokkian dari karakter (miao). Ini adalah sebutan umum bagi klenteng di Tiongkok.Pada mulanya "Miao" adalah tempat penghormatan pada leluhur "Ci" (rumah abuh). Pada awalnya masing-masing marga membuat "Ci" untuk menghormati para leluhur mereka sebagai rumah abuh. Para dewa-dewi yang dihormati tentunya berasal dari suatu marga tertentu yang pada awalnya dihormati oleh marga / family / klan mereka. Dari perjalanan waktu maka timbullah penghormatan pada para Dewa / Dewi yang kemudian dibuatkan ruangan khusus untuk para Dewa/Dewi yang sekarang ini kita kenal sebagai Miao yang dapat dihormati oleh berbagai macam marga, suku. Saat ini masih di dalam "Miao" masih juga bisa ditemukan (bagian samping atau belakang) di khususkan untuk abuh leluhur yang masih tetap dihormati oleh para sanak keluarga / marga / klan masing-masing. Ada pula di dalam "Miao" disediakan tempat untuk mempelajari ajaran-ajaran / agama leluhur seperti ajaran-ajaran Konghucu, Lao Tze dan bahkan ada pula yang mempelajari ajaran Buddha.<br />Miao - atau Kelenteng (dalam bahasa Jawa) dapat membuktikan selain sebagai tempat penghormatan para leluhur, para Suci (Dewa/Dewi), dan tempat mempelajari berbagai ajaran - juga adalah tempat yang damai untuk semua golongan tidak memandang dari suku dan agama apa orang itu berasal. Saat ini Kelenteng bukan lagi milik dari marga, suku, agama, organisasi tertentu tapi adalah tempat umum yang dipakai bersama.<br />- Kategori Klenteng<br />Klenteng adalah sebutan umum sehingga klenteng sendiri terbagi atas beberapa kategori:<br />Klenteng berdasarkan umat<br />• Pada masyarakat Konghucu ada disebut Lithang, Ci dan Miao.<br />• Pada penganut Taoisme disebut dengan Gong dan Guan<br />• Buddhisme menyebut dengan Si dan An <br />Klenteng berdasarkan fungsi<br />• Fungsi ibadah <br />• Fungsi sosial masyarakat <br />• Fungsi politik <br />Klenteng berdasarkan pemilik<br />• Milik kekaisaran (pejabat) <br />• Milik masyarakat <br />• Milik pribadi <br />Klenteng, vihara dan Orde Baru<br />Banyak umat awam yang tidak mengerti perbedaan dari klenteng dan vihara. Klenteng dan vihara pada dasarnya berbeda dalam arsitektur, umat dan fungsi. Klenteng pada dasarnya beraritektur tradisional Tionghoa dan berfungsi sebagai tempat aktivitas sosial masyarakat selain daripada fungsi spiritual. Vihara berarsitektur lokal dan biasanya mempunyai fungsi spiritual saja. Namun, vihara juga ada yang berarsitektur tradisional Tionghoa seperti pada vihara Buddhis aliran Mahayana yang memang berasal dari Tiongkok.<br />Perbedaan antara klenteng dan vihara kemudian menjadi rancu karena peristiwa G30S pada tahun 1965. Imbas peristiwa ini adalah pelarangan kebudayaan Tionghoa termasuklah itu kepercayaan tradisional Tionghoa oleh pemerintah Orde Baru. Klenteng yang ada pada masa itu terancam ditutup secara paksa. Banyak klenteng yang kemudian mengadopsi nama Sansekerta atau Pali, mengubah nama sebagai vihara dan mencatatkan surat izin dalam naungan agama Buddha demi kelangsungan peribadatan. Dari sinilah kemudian umat awam sulit membedakan klenteng dengan vihara.<br />Setelah Orde Baru digantikan oleh Orde Reformasi, banyak vihara yang kemudian mengganti nama kembali ke nama semula yang berbau Tionghoa dan lebih berani menyatakan diri sebagai klenteng daripada vihara. Vihara (dibaca "wihara" - V diucapkan sebagai W) adalah rumah ibadah umat Buddha.<br /> Biasanya satu minggu sebelum tanggal satu bulan satu Imlek, yang sudah berumah tangga, semua anggota keluarga membersihkan rumah secara keseluruhan.<br /> Semua Hu yang sudah berubah warna dilepas dan diganti dengan baru. Meja sembahyangan dibersihkan, patung-patung Dewa Dewi diturunkan, dicuci dengan sabun dan dibilas dengan air bunga agar bersih dan wangi kemudian. ditata kembali dengan rapi dan siap menyambut tahun baru.<br /><br />Persiapan apa saja yang dibutuhkan:<br />Satu atau dua hari sebelum hari H tiba, yaitu tanggal satu bulan satu tahun baru Imlek. Buah-buahan dengan jumlah masing-masing lima buah, lima jenis (apel, jeruk, pear, anggur, jeruk besar, dan lain lain) dan rangkap dua, artinya untuk meja sembahyangan Thian Kung satu set dan untuk meja sembahyangan yang didalam rumah satu set. Hindari memilih jenis buah yang berduri (salak, nanas, dan lainnya).<br />Meja sembahyangan Tian Gong (Thian Kung) disiapkan. Kemudian Hio besar sesuai kebutuhan, minimum dua batang. Hio kecil secukupnya tergantung anggota keluarga yang ingin sembahyang, masing-masing anggota 12 batang Hio pada tiap meja sembahyang. Lilin yang pantas 2 batang tiap meja (jangan terlalu tinggi dan besar) sebagai penerangan.<br /> Bunga segar untuk meja bila mampu, sebagai pewangi.<br /> Xiang Lu (Hio Lo / tempat Hio) untuk meja Tian Gong. Bila tidak ada yang permanen, dapat dibuat dari kaleng susu besar, dibungkus dengan kertas merah dan diisi beras.<br /> Cangkir kecil (Jiu Jing), tempat teh sebanyak 5 buah untuk masing-masing meja sembahyang. Permen satu piring kecil sebagai pemanis untuk masing-masing meja sembahyang. Minyak wangi disemprotkan ke tangan anggota keluarga saat sebelum sembahyang.<br /> Kain merah sebagai taplak meja Tian Gong. Untuk menjaga keamanan dan keindahan lebih baik diatas taplak meja tadi diberi alas kaca, sebelum buah, lilin, Xiang Lu (Hio Lo) dan lainnya disusun.<br /><br /> Penyusunan / Persiapan Sembahyang:<br /> Letakkan meja Tian Gong menghadap Timur dengan langit-langit terbuka.Pasang taplak meja merah, letakkan kaca diatasnya. Susun Xiang Lu [Hio Lo], cangkir teh setengah lingkaran, lilin disamping kanan kiri, buah-buahan melingkar setengah lingkaran juga, bunga dibelakang kanan kiri meja. Permen di sebelah kanan depan meja.<br />Demikian pula dengan susunan yang sama untuk meja sembahyang yang ada di dalam rumah.<br /><br />Saat Sembahyang:<br />Waktu sembahyang pada tanggal satu bulan satu tahun baru Imlek, jam 00:30 sampai 06:00 adalah yang paling baik.<br />Pakailah pakaian yang rapi. Susunlah permohonan permintaan untuk satu Tahun Baru ini, agar tidak ada yang tertinggal. Kepala keluarga memimpin sembahyang dengan Xiang [Hio] besar satu di hadapan Tian Gong, kemudian diikuti dengan 12 Xiang [Hio] kecil. Sembah sujud seperti biasa sembahyang, permohonan-permohonan diutarakan. Setelah selesai diikuti dengan anggota keluarga yang lain, mulai dari pangkat yang tertinggi menurun.<br /> Kepala keluarga melanjutkan sembahyang yang sama di meja sembahyangan dalam rumah dengan pola yang sama. Setelah semuanya selesai, tunggu sebentar, sekitar 30 menit. Bila situasi lingkungan tidak mengijinkan, maka meja sembahyangan Tian Gong boleh diberesin / diangkat semua persembahan yang ada, tinggalkan Xiang [Hio] nya saja. Bila situasi mengijinkan maka dapat dibiarkan sampai pagi, sampai lilin dan Xiang [Hio] terbakar habis.<br />Kemudian pagi harinya dilanjutkan dengan adat keluarga masing-masing, seperti berkunjung kerumah orang tua, orang yang dituakan, dan lain lain.<br /><br /><br /> 4. 1.1. Upacara Religi<br />-Tradisi Bakar-Bakaran<br />Leluhur orang Tionghoa sebelum mengenal agama dan filsafat telah terlebih dahulu mengenal penghormatan pada leluhur. Penghormatan leluhur ini kemudian menjadi titik tolak dan dasar daripada kepercayaan tradisional Tionghoa yang muncul lebih dulu daripada semua agama yang ada di Tiongkok. Kepercayaan tradisional pada mulanya hanya mempercayai bahwa ada 2 alam di alam semesta ini, alam langit dan alam manusia. <br />Alam langit merupakan tempat domisili para dewa-dewi yang dimuliakan, mempunyai kontribusi dan jasa yang besar bagi masyarakat pada zamannya. Setelah masuknya Buddhisme, alam baka ditambahkan ke dalam konsep ini, sehingga menjadi 3 alam.<br />Evolusi kepercayaan tradisional Tionghoa ini kemudian mempercayai bahwa manusia setelah meninggal akan menuju ke alam baka, namun bagi manusia yang dianggap mempunyai kontribusi dan jasa besar bagi masyarakat dapat pengecualian untuk berdomisili di alam langit. Alam langit, alam baka juga dipercaya mempunyai pemerintahan, kehidupan interaksi masyarakat yang mirip dengan alam manusia. Atas dasar kepercayaan inilah, uang emas dan uang perak diciptakan. Uang emas (kim cua) adalah diperuntukkan kepada dewa-dewi di alam langit. Uang perak (gin cua) diperuntukkan kepada roh manusia di alam baka. Uang perak juga diperuntukkan bagi roh manusia yang gentanyangan di alam manusia (hantu).Mengapa dibakar? Ini dikarenakan kepercayaan bahwa dewa api adalah penghubung antara ketiga alam tadi. Ini lazim di zaman dulu di banyak kebudayaan lainnya di dunia.Sejak kapan? Tradisi ini tercatat pertama kali dalam literatur sejarah adalah di zaman Dinasti Jin (265 - 420). Di saat itu telah ada pembakaran uang kertas untuk menghormati leluhur. Tradisi ini menjadi tradisi umum di Tiongkok di zaman Dinasti Tang dan Dinasti Song.<br /> Makna dari tradisi bakar-bakaran tetap saja adalah semacam simbolisasi saja. Simbolisasi atas penghormatan leluhur dan dewa-dewi. Dewa-dewi di dalam kebudayaan Tionghoa adalah makhluk adikodrat yang dimanusiakan, dianggap hidup dan bertindak seperti manusia. Itu makanya tidak heran kalau ada dewa yang mempunyai keluarga misalnya Yu Huang Da Di. Itu semuanya hanya untuk mendekatkan dewa-dewi dengan manusia.<br /> Sekarang, tradisi bakar-bakaran tetap saja ada dilaksanakan di sebagian kalangan Tionghoa. Namun pergeseran nilai juga mulai menggeser tradisi ini. Tanpa mengurangi rasa hormat bagi yang percaya, pemerintah Taiwan, HK atau Singapura mulai mendorong kebijakan mengurangi jumlah pembakaran uang kertas ini. Di Taiwan, selain memasyarakatkan semboyan "kurang jumlah, tidak kurang bakti", pemerintah juga bekerjasama dengan kelenteng-kelenteng untuk memusatkan pembakaran uang kertas di tempat pembakaran yang ditentukan pemerintah. Banyak kelenteng yang sudah meniadakan kompor-kompor tempat pembakaran uang kertas. Semua ini tujuannya untuk menjaga kebersihan lingkunga..<br />Bagi orang tua masih melaksanakan tradisi ini, demi menghormati mereka, disarankan agar jumlah uang kertas yang dibakar dibatasi dalam jumlah tertentu karena jumlah tidak mewakili besar ketulusan hati. Bagi yang beranggapan membakar uang kertas dalam jumlah besar dapat menyenangkan leluhur atau menunjukkan bakti, lebih baik tunjukkan rasa sayang anda itu semasa leluhur anda masih di dunia.<br />- Cap Go Meh<br />Puncak atau akhir dari perayaan Sin Cia / Tahun Baru Imlek adalah Cap Go Meh yaitu tanggal 15 Cia Gwee merupakan malam pertama bulan purnama dalam Tahun Baru. Dalam Kehidupan kita sehari-hari dikenal hidangan khusus pada waktu Cap Go Meh yaitu yang dikenal dengan Lontong Cap Go Meh. Sembahyang pada waktu Cap Go Meh dilaksanakan pada tanggal 15 Cia Gwee antara Sien Si (07.00 - 9.00 ) sampai Cu Si ( 15.00-01.00) disebut sembahyang syukur saat Siang Gwan atau Gwan Siau. Pelaksanaan sembahyang cukup dengan Thiam hio atau upacara besar, penyelenggaraan sembahyang ini bersifat syukur, saat ini umat Konghucu memanjat do’a puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena pada saat Siang Gwa / Gwan Siau merupakan pada saat mulai diturunkannya berkah kehidupan, keselamatan dan kesejahteraan bagi segenap umat manusia.<br />Sembahyang syukur saat Siang Gwan tidak memerlukan altar khusus sebagaimana pada sembahyang, King Thi Kong atau sembahyang Dewa Dapur / Malaikat Dapur / Co Kun Kong, sehingga dapat dilaksanakan di altar / meja sembahyang orang tua yang telah meninggal dunia. Juga dapat dilaksanakan di altar Nabi di Lithang atau pun para suci (Sin Bing) terutama di altar Malaikat bumi ( Hok Tik Cing Sien )<br />Makna Hari Raya Cap Go Meh (Siang Gwan )Saat Siang Gwan merupakan hari pertama menyatakan sifat Maha Kasih, Maha Sempurna Tuhan Khalik semesta alam, sebagaimana tersurat dalam Kitab Babaran Rohani, Yak King yang berbunyi bahwa Thian mempunyai sifat Gwan yaitu Maha Sempurna, HingMaha Meliputi), Li (Maha Murah), dan Cing (Maha Kekal). Gwan artinya Yang Maha Sempurna.Khalik atau Pencipta yang menjadi di muka alam semesta.<br /><br />- Tahun Baru Imlek<br />Tahun Baru Imlek atau Sin Cia jatuh pada tanggal satu bulan Cia Gwee atau bulan pertama penanggalan / Tarikh Khongcu. Tarikh Kongcu merupakan sistem pananggalan dari Dinasti He (Tahun 2205 – 1766 SM ) yang diperhitungkan berdasarkan peredaran bulan dan matahari. Sistem penanggalan inilah yang sampai saat ini masih dipergunakan, yang dikenal sebagai penanggalan Imlek.<br />Sistem penanggalan tersebut dicanangkan untuk dipergunakan kembali oleh Nabi Khongcu yang hidup pada 551 – 479 SM, sehingga tahun pertama dari penanggalan Imlek tersebut dihitung mulai tahun kelahiran Nabi Khongcu,tepatnya tanggal 27 bulan delapan Imlek, tahun 551 SM sehingga tahun Imlek adalah tahun Masehi ditambah 551, oleh karena itu penanggalan Imlek ini sering disebut penanggalan / Tarikh Khongcu.<br /><br />Makna Tahun Baru Imlek<br />Tahun Baru Imlek 1 Cia Gwee yang selalu jatuh pada bulan baru antara tanggal 21 Januari sampai tanggal 19 Pebruari Tarikh Masehi atau antara saat Tai Han (saat terdingin) sampai dengan Hari Hi Swi (musim semi).<br />Bagi masyarakat yang kurang mengerti, mereka mengatakan bahwa Si Cia Hari raya adat Tionghoa atau tradisi kebudayaan orang Tionghoa atau merayakan Pesta Musim Semi, atau sekadar bersenang-senang dan berkumpul dengan sanak keluarga, sehingga tidak mengherankan bila ada komentar yang mengatakan perayaan Sin Cia mengganggu harmoni kehidupan masyarakat Indonesia, atau tanggapan-tanggapan lain yang nadanya negative. Adanya larangan untuk merayakan Sin Cia yang dikeluarkan oleh otoritas yang tidak mengerti arti dan makna Hari Raya Sin Cia. Ada sementara kalangan yang menganggap sama sekali tidak ada hubungannya dengan agama. Sepintas lalu kalau dilihat dari warga masyarakat yang merayakan Sin Cia, mungkin pernyataan demikian seolah-olah benar, namun bila kita jujur dan konsekuen, maka apa yang dikatakan tersebut adalah salah dan memberikan kesan tak mengerti.<br />Setiap memasuki Tahun Baru, masyarakat etnis Tionghoa akan merenung dan memeriksa perjalanan hidup selama satu tahun, tugas apa yang belum dikerjakan dengan baik dan tugas apa yang harus kita kerjakan dalam menghadapi tahun mendatang. Bagi umat Khonghucu menyambut Tahun Baru / Sin Cia merupakan suatu momentum untuk memperbarui diri dalam arti meningkatan pembinaan diri sebagai upaya mengamalkan kebajikan yangh diwujudkan dalam kata dan perbuatannya secara sungguh-sungguh, sepanjang hidupnya, umat Konghucu merasa wajib mematuhi perintah agar menjadikan sebagai manusia susilawan (Kuncu / insan kamil).<br /> <br />4. 2. Simbol-Simbol Dalam Sistem Religi<br />Bupati Ketapang. H. Morkes Effendi baru baru ini telah meresmikan penggunaan Toapekong rumah ibadat umat Agama Khong fu tsu yang terletak Desa Rantau Panjang Kec. Simpang Hilir. Kelenteng tua yang berdiri sejak tahun 1920 ini oleh umat khong fu tsu di pugar dengan menghabiskan dana 500 juta rupiah. Penyelesaian rumah ibadat agama Khong Fu tsu ini berkat kerjasama berbagai pihak . Beberapa donator baik yang ada di Ketapang, Pontianak bahkan ada juga yang datang dari Tenggerang, Bekasi Jakarta dan lain lain, kata Apendi salah seorang pengurus Forum Umat Tionghoa ( Format) kabupaten Ketapang. <br />Memang masih belum seluruhnya selesai, oleh karena itu sumbangan dari para donatur ini masih sangat diharapkan. Digunakannmya kata Tionghoa bukan Cina dalam organisasi Format menurut Afandi , karena kalau Cina adalah nama suatu negara dan bangsa, Tetapi kalau menggunakan nama Tionghoa berarti mereka adalah warga negara Indonesia. Salah satu latar belakang berdirinya Format di kabupaten Ketapang untuk menjembatani silaturahmi antar sesama umut Tionghoa ,dengan umat lain maupun pemerintah daerah yang berfungsi sebagai pembina. <br />Sejumlah instansi dan tokoh masyarakat dari berbagai kalangan tumpah ruah di desa Rantau Panjang tersebut. Ketua Majelis Umat Khong Fu tsu Kalbar Apeng Tanjaya dalam kata sambutannya mengatakan bahwa umat agama khong Fu tsu mengucapkan terima kasih atas partisipasi pemerintah daerah dan masyarakat yang juga mempunyai andil dalam pembangunan Toapekong ini. Kehadiran tempat ibadat agama Kong Fu tsu ini diharapkan dapat membantu pemerintah untuk membangun masyarakat disegala bidang baik jasmani maupun rohani. Ajaran agama Khong Fu tsu selalu mengingatkan pentingnnya menebar kebajikan, karena dengan kebajikan manusia akan mencapai kesempurnaan, baikdidunia maupun diakhirat. Sementara itu Bupati Ketpang H. Morkes Effendi Spd mengatakan bahwa sekarang tidak ada lagi diskriminasi antar umat Tionghoa atau umat lainnya. Pemerintah akan selalu melindungi masyarakatnya, karena hal ini merupakan tugas dari pemerintah. <br />Sebagai warga negara masyarakat Tionghoa juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara. Kerukunan antar umat beragam yang ada diketapang ini supaya terus dipertahankan. Pada kesempatan tersebut juga telah dilantik segenap pengurus Format Kec. Simpang Hilir.<br />Dari kalangan budayawan dan nara sumber yang dapat dipercaya ada beberapa jenis smbol-simbol dalam masyarakat etnis Tionghoa dengan sangat sederhana tetapi tetap utuh maupun masyarakat pelaku bisnis yang melakukannya sejak zaman dahulu hingga saat ini seperti : <br />- Kue Keranjang<br /> Salah satu kue khas perayaan tahun baru imlek adalah kue keranjang. Menurut kepercayaan zaman dahulu, rakyat Tiongkok percaya bahwa bahwa anglo dalam dapur di setiap rumah didiami oleh Dewa Tungku, dewa yang dikirim oleh Yik Huang Shang Ti (Raja Surga) untuk mengawasi setiap rumah dalam menyediakan masakan setiap hari. Setiap tanggal 24 bulan 12 imlek (enam hari sebelum penggantian tahun), Dewa Tungku akan pulang ke surga untuk melaporkan tugasnya. Maka untuk menghindarkan hal-hal yang tidak menyenangkan bagi rakyat, timbullah gagasan untuk menyediakan hidangan yang menyenangkan Dwa Tungku. Seluruh warga kemudian menyediakan dodol manis yang disajikan dalam keranjang, disebut Kue Keranjang.<br />Kue Keranjang bebrbentuk bulat, mengandung makna agar keluargayang merayakan imlek tersebut dapat terus bersatu, rukun dan bulat tekad dalam menghadapi tahun yang akan datang. Kue Keranjang disajikan di depan altar atau dekat tempat sembahyang di rumah. <br />- Kue Bulan<br />Kue bulan (Hanzi: , pinyin: yuèbǐng) adalah penganan tradisional Tionghoa yang menjadi sajian wajib pada perayaan Festival Musim Gugur setiap tahunnya. Di Indonesia, kue bulan biasanya dikenal dalam dialek Hokkian-nya, gwee pia atau tiong chiu pia.<br />Kue bulan tradisional pada dasarnya berbentuk bulat, melambangkan kebulatan dan keutuhan. Namun seiring perkembangan zaman, bentuk-bentuk lainnya muncul menambah variasi dalam komersialisasi kue bulan.<br />1 Kue bulan bermula dari penganan sesajian pada persembahan dan penghormatan pada leluhur di musim gugur, yang biasanya merupakan masa panen yang dianggap penting dalam kebudayaan Tionghoa yang berbasis agrikultural.<br />Perkembangan zaman menjadikan kue bulan berevolusi dari sesajian khusus pertengahan musim gugur kepada penganan dan hadiah namun tetap terkait pada perayaan festival musim gugur tadi.<br />Beberapa legenda mengemukakan bahwa kue bulan berasal dari Dinasti Ming, yang dikaitkan dengan pemberontakan heroik Zhu Yuanzhang memimpin para petani Han melawan pemerintah Mongol. Namun sebenarnya, kue bulan telah ada tercatat dalam sejarah paling awal pada zaman Dinasti Song. Dari sini, kue bulan dipastikan telah populer dan eksis jauh sebelum Dinasti Ming berdiri.<br />• menurut cara pembuatan: Guangdong, Beijing, Taiwan, Hongkong, Chaozhou. <br />• menurut rasa: manis, asin, pedas <br />• menurut isi: kuning telur, tausa (kacang merah), buah-buahan, kacang hijau, es krim <br />• menurut bahan kulit: tepung gandum, gula dan es <br />Pembuatan kue bulan di Indonesia pada dasarnya berasal dari gaya pembuatan Guangdong dan Chaozhou. Juga ada lokalisasi dengan cara pencampuran bahan-bahan yang mudah didapatkan di Indonesia, semisal daun pandan sebagai perasa.<br />Dan masih banyak kategori-kategori lainnya hasil inovasi gaya pembuatan kue bulan gaya baru di pasaran.<br />- Bakcang<br />Bakcang atau bacang (Hanzi: , hanyu pinyin: rouzong) adalah penganan tradisional masyarakat Tionghoa. Kata 'bakcang' sendiri adalah berasal dari dialek Hokkian yang lazim dibahasakan di antara suku Tionghoa di Indonesia.<br />Bakcang menurut legenda pertama kali muncul pada zaman Dinasti Zhou berkaitan dengan simpati rakyat kepada Qu Yuan yang bunuh diri dengan melompat ke Sungai Miluo. Pada saat itu, bakcang dilemparkan rakyat sekitar ke dalam sungai untuk mengalihkan perhatian makhluk-makhluk di dalamnya supaya tidak memakan jenazah Qu Yuan. Untuk kemudian, bakcang menjadi salah satu simbol perayaan Peh Cun atau Duanwu.<br />Bakcang secara harfiah berarti cang yang berisi daging, namun pada prakteknya, cang juga ada yang berisikan sayur-sayuran atau yang tidak berisi. Yang berisi sayur-sayuran disebut chaicang dan yang tidak berisi biasanya dimakan bersama dengan serikaya atau gula disebut kicang.<br />Bakcang dibuat dari beras ketan sebagai lapisan luar; daging, jamur, udang kecil, seledri dan jahe sebagai isi. Ada juga yang menambahkan kuning telur asin. Untuk perasa biasanya ditambahkan sedikit garam, gula, merica, penyedap makanan, kecap dan sedikit minyak nabati.<br />Tentunya yang tidak kalah penting adalah daun pembungkus dan tali pengikat. Daun biasanya dipilih daun bambu panjang yang harus dimasak terlebih dahulu untuk detoksifikasi. Bakcang biasanya diikat berbentuk prisma segitiga.<br /><br />-Bakmi<br />Bakmi adalah salah satu jenis mie yang dibawa oleh pedagang-pedagang Tionghoa ke Indonesia. Bakmi juga merupakan makanan yang terkenal terutama di daerah-daerah pecinan di Indonesia. Biasanya bakmi telah di adaptasi dengan menggunakan bumbu-bumbu Indonesia. Tebalnya bakmi adalah antara mie Cina dan Udon Jepang, selain itu ada berbagai variasi bakmi di Indonesia.<br />Bakmi yang paling umum adalah yang terbuat dari tepung terigu atau bakmi kuning. Jenis kedua yang juga terkenal adalah kwetiaw, yang dibuat dari beras dan bentuknya lebih lebar serta lebih tipis dari bakmi. Kedua variasi ini biasa digoreng atau direbus sebelum disajikan.<br />- Bakpao<br />Bakpao (Hanzi: hanyu pinyin: roubao) merupakan makanan tradisional Tionghoa. Dikenal sebagai bakpao di Indonesia karena diserap dari bahasa Hokkian yang dituturkan mayoritas orang Tionghoa di Indonesia.<br />Bakpao sendiri berarti harfiah adalah baozi yang berisikan daging. Baozi sendiri dapat diisi dengan banyak isian lainnya seperti daging, sayur-sayuran, serikaya manis, selai kacang kedelai atau kacang merah dan sebagainya sesuai selera.<br />Kulit bakpao dibuat dari adonan tepung terigu yang setelah diberikan isian, lalu dikukus sampai mengembang dan matang.<br /><br />- Cahkwe<br />Cahkwe (Hanzi: , hanyu pinyin: you tiao) adalah salah satu penganan tradisional Tionghoa. Cahkwe adalah dialek Hokkian yang berarti hantu yang digoreng. Nama ini berhubungan erat dengan asal-usul penganan yang kecil namun sarat akan nilai sejarah ini.<br />Cahkwe mulai populer di zaman Dinasti Song, berawal dari matinya Jenderal Yue Fei (Hanzi: ) yang terkenal akan nasionalismenya akibat fitnahan Perdana Menteri Qin Kuai (Hanzi: ). Mendengar kabar kematian Yue Fei, rakyat Tiongkok kemudian 2 batang kecil dari adonan tepung beras yang melambangkan Qin Kuai dan istrinya lalu digoreng untuk dimakan. Ini dilakukan sebagai simbolisasi kebencian rakyat atas Qin Kuai.<br />Cahkwe ini populer sebagai makanan untuk sarapan pagi bersama-sama susu kedelai.<br />- Cap cai<br />Cap cai (Hanzi: , hanyu pinyin: za sui) adalah dialek Hokkian yang berarti harfiah "aneka ragam sayur". Cap cai adalah nama hidangan khas Tionghoa yang populer yang khas karena dimasak dari banyak macam sayuran. Jumlah sayuran tidak tentu, namun banyak yang salah kaprah mengira bahwa cap cai harus mengandung 10 macam sayuran karena secara harfiah adalah berarti "sepuluh sayur". Cap di dalam dialek Hokkian juga berarti "sepuluh".<br />- Kwetiau<br />Kwetiau (guotiao; juga disebut shā hé fěn) adalah sejenis mi Tionghoa berwarna putih yang terbuat dari beras. Dapat digoreng ataupun dimasak berkuah.<br />- Tahu <br />Tahu adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang difermentasikan dan diambil sarinya. Berbeda dengan tempe yang asli dari Indonesia, tahu berasal dari China, seperti halnya kecap, tauco, bakpau, dan bakso. Tahu adalah kata serapan dari bahasa Hokkian (tauhu) (Hanzi: , hanyu pinyin: doufu) yang secara harfiah berarti "kedelai yang difermentasi". Tahu pertama kali muncul di Tiongkok sejak zaman Dinasti Han sekitar 2200 tahun lalu. Penemunya adalah Liu An (Hanzi: ) yang merupakan seorang bangsawan, cucu dari Kaisar Han Gaozu, Liu Bang yang mendirikan Dinasti Han.<br />Di Jepang dikenal dengan nama tofu. Dibawa para perantau China, makanan ini menyebar ke Asia Timur dan Asia Tenggara, lalu juga akhirnya ke seluruh dunia.<br />Sebagaimana tempe, tahu dikenal sebagai makanan rakyat. Beraneka ragam jenis tahu yang ada di Indonesia umumnya dikenal dengan tempat pembuatannya, misalnya tahu Sumedang dan tahu Kediri.<br />- Teh <br />Minum teh telah menjadi semacam ritual di kalangan masyarakat Tionghoa. Di Tiongkok, budaya minum teh dikenal sejak 3.000 tahun Sebelum Masehi (SM), yaitu pada zaman Kaisar Shen Nung berkuasa. Bahkan, berlanjut di Jepang sejak masa Kamakaru (1192 – 1333) oleh pengikut Zen.<br />Tujuan minum teh, agar mereka mendapatkan kesegaran tubuh selama meditasi yang bisa memakan waktu berjam-jam. Pada akhirnya, tradisi minum teh menjadi bagian dari upacara ritual Zen. Selama abad ke-15 hal itu menjadi acara tetap berkumpul di lingkungan khusus untuk mendiskusikan berbagai hal.<br />Meski saat itu belum bisa dibuktikan khasiat teh secara ilmiah, namun masyarakat Tionghoa sudah meyakini teh dapat menetralisasi kadar lemak dalam darah, setelah mereka mengonsumsi makanan yang mengandung lemak. Mereka juga percaya, minum teh dapat melancarkan buang air seni, menghambat diare, dan sederet kegunaan lainnya.<br />-Angpao<br />Angpao (Hanzi: hanyu pinyin: hong bao) adalah bingkisan dalam amplop merah yang biasanya berisikan sejumlah uang sebagai hadiah menyambut tahun baru Imlek.<br />Namun angpao sebenarnya bukan hanya monopoli perayaan tahun baru Imlek semata karena angpao melambangkan kegembiraan dan semangat yang akan membawa nasib baik, sehingga angpao juga ada di dalam beberapa perhelatan penting seperti pernikahan, ulang tahun, masuk rumah baru dan lain-lain yang bersifat suka cita.<br />- Hu<br />Hu atau jimat merupakan sesuatu yang dipercaya akan memberikan suatu efek/keajaiban yang bermanfaat kepada penggunanya. Pengguna hu adalah para umat Taoisme dan sebagian besar umat Buddha Mahayana. Hu biasanya dituliskan ke dalam sebuah kertas atau kain dengan ukuran tertentu yang berwarna kuning, hijau, putih atau merah. Setiap warna kertas ada perbedaan dalam menggunakannya. Hu dibuat oleh Tatung atau seseorang yang mengerti ilmu Taoisme, dengan mengukirkan tulisan/aksara/mantra yang kemudian di berkati dengan mantra lisan dan stempel dewa tertentu. Hu biasanya dibuat di depan altar dewa.<br />Keperluan hu bermacam-macam, hu untuk diminum dibuat dengan menggunakan kertas warna kuning; warna hijau untuk keperluan umum seperti hu anti maling; hu pelindung tubuh; hu anti makluk halus dan lain-lain. Sedangkan warna merah biasanya dipakai untuk membuat hu pelaris untuk usaha dagang. Warna putih jarang digunakan karena hanya aliran Taoisme tertentu yang menggunakannya.<br />Dalam penggunaannya, hu bisa dibakar, ditempel atau dilipat dan ditaruh ke tempat yang telah ditentukan. Hu juga mempunyai batas waktu manfaatnya, rata-rata adalah 1 tahun, dan dapat diisi lagi kekuatannya agar manfaatnya bekerja lagi.<br /><br />4. 1.3. Kegiatan dan Tradisi<br />• Makan Bakcang : Tradisi makan bakcang secara resmi dijadikan sebagai salah satu kegiatan dalam festival Peh Cun sejak Dinasti Jin. Sebelumnya, walaupun bakcang telah populer di Tiongkok, namun belum menjadi makanan simbolik festival ini. Bentuk bakcang sebenarnya juga bermacam-macam dan yang kita lihat sekarang hanya salah satu dari banyak bentuk dan jenis bakcang tadi. Di Taiwan, di zaman Dinasti Ming akhir, bentuk bakcang yang dibawa oleh pendatang dari Fujian adalah bulat gepeng, agak lain dengan bentuk prisma segitiga yang kita lihat sekarang. Isi bakcang juga bermacam-macam dan bukan hanya daging. Ada yang isinya sayur-sayuran, ada pula yang dibuat kecil-kecil namun tanpa isi yang kemudian dimakan bersama serikaya, gula manis.<br />• Mandi Tengah Hari : Tradisi ini cuma ada di kalangan masyarakat yang berasal dari Fujian (Hokkian, Hokchiu, Hakka), Guangdong (Teochiu, Kengchiu, Hakka) dan Taiwan. Mereka mengambil dan menyimpan air pada tengah hari festival Peh Cun ini, dipercaya dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit bila dengan mandi ataupun diminum setelah dimasak. <br />4. 1.4. Shio-Shio dan Fengshui<br />a. Shio-Shio<br />Dua belas shio <br />Kedua belas binatang shíèr shēngxiào, atau shíèr shǔxiāng) yang melambangkan kedua belas Cabang Bumi adalah, sesuai urutannya:Tikus, kerbau, macan, kelinci, naga, ular, kuda, kambing, kera, ayam, anjing, babi.<br />- Hari-hari libur<br />Berikut adalah hari-hari perayaan Tionghoa. Tanggal-tanggal berdasarkan penanggalan Tionghoa.<br />Tanggal Nama Bahasa Indonesia Nama Mandarin Keterangan<br />bulan 1<br />hari 1 Tahun Baru Imlek<br />atau Festival Musim Semi <br />chūnjié Pertemuan keluarga dan perayaan besar selama tiga hari; secara tradisional selama 15 hari<br />4 atau<br />5 Apr Festival Membersihkan Makam,<br />atau Ching Ming/Cheng Beng <br />qīngmíngjié Pertemuan keluarga,ziarah ke makam keluarga/leluhur<br />bulan 5<br />hari 5 Festival Perahu Naga<br /><br />duānwǔjié Lomba perahu naga<br />dan memakan zhongzi<br />bulan 7<br />hari 7 Festival Meminta Ketrampilan,<br />sebuah hari kasih sayang <br />qǐqiǎojié Para gadis mempelajari ketrampilan rumah tangga dan 'meminta' perkawinan yang baik<br />bulan 7<br />hari 15 Festival Hantu atau Festival Para Roh <br />zhōngyuánjié <br /><br />21 atau<br /> Festival Titik Balik Matahari <br />dōngjié Pertemuan keluarga<br />Tikus (shio)<br />Shio tikus adalah salah satu dari kedua belas shio yang ada dalam penanggalan Tionghoa.<br />Menurut kepercayaan Tionghoa, orang yang mempunyai shio tikus adalah orang yang kreatif, jujur, murah hati, ambisius, cepat marah dan boros. Pemilik shio ini mempunyai hubungan yang baik dengan shio kera dan shio naga, dan buruk dengan shio kuda.<br />Orang-orang yang bershio tikus<br />• Richard Nixon presiden AS,<br />• Diego Maradona pemain sepak bola<br />Tahun-tahun shio tikus dan kelima unsur<br />• 31 Januari 1900 - 18 Februari 1901: Besi <br />• 18 Februari 1912 - 5 Februari 1913: Air <br />• 5 Februari 1924 - 24 Januari 1925: Kayu <br />• 24 Januari 1936 - 10 Februari 1937: Api <br />Macan (shio)<br />Shio macan adalah salah satu dari kedua belas shio yang ada dalam penanggalan Tionghoa.<br />Orang-orang yang bershio macan<br />Stevie Wonder penyanyi, Leonardo DiCaprio actor, , Ratu Elizabeth II,Tom Cruise actor, Cahya Wiguna actor.<br />Tahun-tahun shio macan dan kelima unsur<br />• 8 Februari 1902 - 28 Januari 1903: Air <br />• 26 Januari 1914 - 13 Februari 1915: Kayu <br />• 13 Februari 1926 - 1 Februari 1927: Api <br />• 31 Januari 1938 - 18 Februari 1939: Tanah <br />Kelinci (shio)<br />Shio kelinci adalah salah satu dari kedua belas shio yang ada dalam penanggalan Tionghoa.<br />Menurut kepercayaan Tionghoa, orang yang mempunyai shio kelinci adalah orang yang pendiam, pemalu, retrospektif dan bertenggang rasa.<br />Orang-orang yang bershio kelinci<br />Albert Einstein ilmuwan, Jet Li, aktor, sutradara, wushu juara dunia, kungfu master, David Beckham, pemain sepakbola. <br />Tahun-tahun shio kelinci dan kelima unsur<br />• 29 Januari 1903 - 15 Februari 1904: Air <br />• 14 Februari 1915 - 2 Februari 1916: Kayu <br />• 2 Februari 1927 - 22 Januari 1928: Api <br />• 19 Februari 1939 - 7 Februari 1940: Tanah <br />Naga (shio)<br />Shio naga adalah salah satu dari kedua belas shio yang ada dalam penanggalan Tionghoa.<br />Menurut kepercayaan Tionghoa, orang yang mempunyai shio naga adalah orang yang idealis, perfeksionis; mereka terlahir dengan pikiran bahwa mereka itu sempurna dan infleksibel. Mereka juga sangat agresif dan penuh tekad.<br />Orang-orang yang bershio naga<br />Bruce Lee aktor, olahragawan bela diri, John Lennon artis, Pelé pemain sepakbola.<br />Tahun-tahun shio naga dan kelima unsur<br />• 16 Februari 1904 - 3 Februari 1905: Kayu <br />• 3 Februari 1916 - 22 Januari 1917: Api <br />• 23 Januari 1928 - 9 Februari 1929: Tanah <br />• 8 Februari 1940 - 26 Januari 1941: Besi <br />Ular (shio)<br />Shio ular adalah salah satu dari kedua belas shio yang ada dalam penanggalan Tionghoa.<br />Menurut kepercayaan Tionghoa, orang yang mempunyai shio ular adalah orang yang tenang dan lembut, romantis dan perseptif. Meskipun begitu, mereka gampang malas dan terkadang sombong.<br />Orang-orang yang bershio ular<br />Mao Zedong, pemimpin dan ketua Partai Komunis di RRT, John F. Kennedy presiden ke-35 AS, Muhammad Ali petinju. <br />Tahun-tahun shio ular dan kelima unsur<br />• 4 Februari 1905 – 24 Januari 1906: Kayu <br />• 23 Januari 1917 – 10 Februari 1918: Api <br />• 10 Februari 1929 – 29 Januari 1930: Tanah <br />• 27 Januari 1941 – 14 Februari 1942: Besi <br />• 14 Februari 1953 – 2 Februari 1954: Air <br />Kuda (shio)<br />Shio kuda adalah salah satu dari kedua belas shio yang ada dalam penanggalan Tionghoa.<br />Menurut kepercayaan Tionghoa, orang yang mempunyai shio kuda adalah orang yang pintar, independen dan berpikiran bebas.<br />Orang-orang yang bershio kuda<br />Jackie Chan aktor laga John Travolta actor, George Soros spekulator finansial dan investor.<br />Tahun-tahun shio kuda dan kelima unsur<br />• 25 Januari 1906 - 12 Februari 1907: Api <br />• 11 Februari 1918 - 31 Januari 1919: Tanah <br />• 30 Januari 1930 - 16 Februari 1931: Besi <br />• 15 Februari 1942 - 4 Februari 1943: Air <br />• 3 Februari 1954 - 16 Februari 1955: Kayu <br />Kera (shio)<br />Shio kera adalah salah satu dari kedua belas shio yang ada dalam penanggalan Tionghoa. Orang yang bershio kera dipercayai sebagai orang yang cerdas, cerdik, eksentrik, dan mudah bergaul.<br /> Orang-orang yang bershio kera<br />Jennifer Aniston, aktris,Harry S. Truman, presiden AS ,Tom Hanks, actor,Michael Schumacher, pembalap F1 <br /> Tahun-tahun shio kera dan kelima unsur<br />• 2 Februari 1908 - 21 Januari 1909: Tanah <br />• 20 Februari 1920 - 7 Februari 1921: Besi <br />• 6 Februari 1932 - 25 Januari 1933: Air <br />• 25 Januari 1944 - 12 Februari 1945: Kayu <br />• 12 Februari 1956 - 30 Januari 1957: Api <br />Ayam (shio)<br />Shio jago atau shio ayam adalah salah satu dari kedua belas shio yang ada dalam penanggalan Tionghoa.<br />Menurut kepercayaan Tionghoa, orang yang mempunyai shio ayam adalah orang yang giat bekerja dan selalu pasti mengenai keputusan mereka. Mereka tidak takut untuk menyatakan apa yang ada dalam pikiran mereka dan karena itu kadang terlihat seperti orang yang pamer.<br />Pekerjaan yang cocok untuk mereka adalah pemilik restoran dan penjelajah dunia.<br />Orang-orang yang bershio ayam<br />Natalie Portman, aktris ,Britney Spears, penyanyi,Hayden Christensen, aktor Osama Bin Laden, Fernando Alonso, pembalap F1 <br />Tahun-tahun shio ayam dan kelima unsur<br />• 22 Januari 1909 - 9 Februari 1910: Tanah <br />• 8 Februari 1921 - 27 Januari 1922: Besi <br />• 26 Januari 1933 - 13 Februari 1934: Air <br />• 13 Februari 1945 - 1 Februari 1946: Kayu <br />• 31 Januari 1957 - 17 Februari 1958: Api <br />Anjing (shio)<br />Shio anjing adalah salah satu dari kedua belas shio yang ada dalam penanggalan Tionghoa.<br />Menurut kepercayaan Tionghoa, orang yang mempunyai shio anjing adalah orang yang loyal, jujur, dan dapat dipercaya, namun juga bisa keras kepala dan egois.<br />Orang bershio anjing cocok dengan orang bershio kuda, shio kelinci dan shio macan.<br />Orang-orang yang bershio anjing<br />George W. Bush, Presiden AS ,Bill Clinton, bekas Presiden AS,Michael Jackson, penyanyi, aktor <br />Tahun-tahun shio anjing dan kelima unsur<br />• 10 Februari 1910 - 29 Januari 1911: Besi <br />• 28 Januari 1922 - 15 Februari 1923: Air <br />• 14 Februari 1934 - 3 Februari 1935: Kayu <br />• 2 Februari 1946 - 21 Januari 1947: Api <br />• 18 Februari 1958 - 7 Februari 1959: Tanah <br />Babi (shio)<br />Shio babi adalah salah satu dari kedua belas shio yang ada dalam penanggalan Tionghoa.<br />Menurut kepercayaan Tionghoa, orang yang mempunyai shio babi adalah orang yang jujur, toleran dan merupakan sahabat yang baik namun mereka juga sering mengharapkan hal yang sama dari orang lain dan karena itu sering kecewa. Mereka juga sangat percaya kepada orang lain sehingga sering dianggap naif.<br />Orang bershio babi cocok dengan orang bershio babi lainnya, shio naga dan shio kambing.<br />Pekerjaan yang cocok bagi mereka adalah para penghibur dalam dunia seni.<br /><br />Orang-orang yang bershio babi<br />Ronald Reagan, aktor, politikus, bekas Presiden AS ,Elton John, penyanyi,Jerry Lee Lewis, aktor ,Arnold Schwarzenegger, aktor, politikus, Gubernur California <br />Tahun-tahun shio babi dan kelima unsur<br />• 30 Januari 1911 – 17 Februari 1912: Besi <br />• 16 Februari 1923 – 4 Februari 1924: Air <br />• 4 Februari 1935 – 23 Januari 1936: Kayu <br />• 22 Januari 1947 – 9 Februari 1948: Api <br />• 8 Februari 1959 - 27 Januari 1960: Tanah <br />b. Feng Shui<br /> Masyarakat Tionghoa di Kabupaten Ketapang pada umumnya dari dahulu hingga sekarang masih mempercayai pantang larang mendirikan bangunan rumah maupun jenis uasaha yang akan ditekun,i salah satunya mendirikan bangunan rumah antara lain :<br />1. Rumah tidak boleh didirikan dekat kiri kanan, keluar masuk jalan, karena suatu saat pelebaran jalan rumah tersebut terganggu.<br />2. Pintu rumah tidak boleh berhadapan seberang jalan dengan ada jalan keluar masuk kendaraan karena dianggap cucuk sate artinya rezeki yang sudah didapat akan mudah habisnya.<br />3. Bentuk rumah bagian bangunan rumah belakang atau sekitar dapur harus lebih tinggi dari bangunan rumah di muka, karena kalau terjadi sesuatu kebanjiran, sehingga penghuni bisa mengungsi atau pindah ke bangunan belakang karena lantainya lebih tinggi.<br />4. Bangunan rumah diatas pintu masuk ada kaca muka (cermin) gunanya untuk menangkal roh-roh jahat dan mengusir yang punya niat jahat merusak keharmonisan rumah tangga (penghuni)<br />5. Tangga rumah, susunan kayu melintang anak tangganya harus ganjil seperti: lima, tujuh, sembilan dan seterusnya, ini bermakna kalau kaki sebelah kiri memulai menginjak anak tangga dan sampai ke ujung atas pasti kaki sebelah kanan begitu kebalikannya.<br />6.Kaca / cermin digantung diatas pintu masuk, artinya mengusir orang halus, niat jahat masuk kerumah.<br /><br />4.2. Sistem Pengobatan Tradisional Tionghoa<br />4.2.1. Pengobatan tradisional Tionghoa<br />Obat tradisional Cina memliki sejarah panjang dan dikenal di seluruh dunia karena metode diagnosis dan perawatannya yang unik. Beberapa konsep dasar obat teradissional Cina sudaha menjadi bagian dari kebiasaan umum.<br />Selama musim panas, minum teh herbal untuk mendinginkan, ketika cuaca berubah dingin, minum teh tonik, ketika merasa panas dan merah dimulut makan makanan yang dingin, tetapi ketika bibir dan kuku pucat ini pertanda anemia sehingga harus makan makanan yang dapat menggantikan darah.<br />Obat tradisional Cina merupakan harta karun peradaban Tionghoa dan aspek unik dari ilmu pengetahuan dan teknologi Tionghoa memiliki sejarah ribuan tahun. Usaha tanpa kenal lelah dari nenek moyang telah membantunya berkembang menjadi cabang ilmu pengobatan yang unik. Meskipun berasal dari Cina, pengobatan tradisional Cina merupakan asset bagi umat manusia. Oleh karena itu untuk bisa bermanfaat bagi banyak orang pengobatan ini harus menyebar ke seluruh dunia.<br />Obat masuk ke Kalimantan Barat bersama para imigran Tionghoa sejak awal;. Akan tetapi, itu adanya situasi spontan. Dengan perkembangan obat Cina dan dorongan situasi pada awal abad XIX, minat dan keyakinan terhadap pengobatan tersebut semakin meningkat. Beberapa orang belakangan dikenal sebagai Shin Se. Gerai obat tradisional Tionghoa di Tsim Sha Tsui, Hong Kong.<br />Pengobatan tradisional Tionghoa (Hanzi) adalah praktek pengobatan tradisional yang dilakukan di Tiongkok dan telah berkembang selama beberapa ribu tahun. Praktek pengobatan termasuk pengobatan herbal, akupunktur, dan pijat Tui Na. Pengobatan ini digolongkan dalam kedokteran Timur, yang mana termasuk pengobatan tradisional Asia Timur lainnya seperti Kampo (Jepang) dan Korea.<br />Pengobatan tradisional Tiongkok percaya bahwa segala proses dalam tubuh manusia berhubungan dan berinteraksi dengan lingkungan. Oleh karena itu, penyakit disebabkan oleh ketidakharmonisan antara lingkungan di dalam dan di luar tubuh seseorang. Gejala ketidakseimbangan ini digunakan dalam pemahaman, pengobatan, dan pencegahan penyakit.<br />Teori yang digunakan dalam pengobatan didasarkan pada beberapa acuan filsafat termasuk teori Yin-yang, lima unsur (Wu-xing), sistem meridian tubuh manusia (Jing-luo), teori organ Zang Fu, dan lainnya. Diagnosis dan perawatan dirujuk pada konsep tersebut. Pengobatan tradisional Tiongkok tidak jarang berselisih dengan kedokteran Barat, namun beberapa praktisi mengombinasikannya dengan prinsip kedokteran berdasarkan pembuktian.<br />Sejarah obat tradisional Tionghoa<br />Sebagian besar filosofi pengobatan tradisional Tiongkok berasal dari filsafat Taois dan mencerminkan kepercayaan purba Tiongkok yang menyatakan pengalaman pribadi seseorang memperlihatkan prinsip kausatif di lingkungan. Prinsip kausatif ini berhubungan dengan takdir dari surga.<br />Selama masa kejayaan Kekaisaran Kuning pada 2696 sampai 2598 SM, dihasilkan karya yang terkenal yakni Neijing Suwen) atau Pertanyaan Dasar mengenai Pengobatan Penyakit Dalam, yang dikenal juga sebagai Huangdi Neijing.<br />Ketika masa dinasti Han, Chang Chung-Ching, seorang walikota Chang-sa, pada akhir abad ke-2 Masehi, menulis sebuah karya Risalat Demam Tifoid, yang mengandung referensi pada Neijing Suwen. Ini adalah referensi ke Neijing Suwen terlama yang pernah diketahui.<br />Pada masa dinasti Chin, seorang tabib akupunktur, Huang-fu Mi (215-282 Masehi), juga mengutip karya Kaisar Kuning itu pada karyanya Chia I Ching. Wang Ping, pada masa dinasti Tang, mengatakan bahwaia memiliki kopi asli Neijing Suwen yang telah ia sunting.<br />Bagaimanapun, pengobatan klasik Tionghoa berbeda dengan pengobatan tradisional Tionghoa. Pemerintah nasionalis, pada masanya, menolak dan mencabut perlindungan hukum pada pengobatan klasiknya karena mereka tidak menginginkan Tiongkok tertinggal dalam hal perkembangan ilmu pengetahuan yang ilmiah. Selama 30 tahun, pengobatan klasik dilarang di Tiongkok dan beberapa orang dituntut oleh pemerintah karena melakukan pengobatan klasik. Pada tahun 1960-an, Mao Zedong pada akhirnya memutuskan bahwa pemerintah tidak dapat melarang pengobatan klasik. Ia memerintahkan 10 dokter terbaik untuk menyelidiki pengobatan klasik serta membuat sebuah bentuk standar aplikasi dari pengibatan klasik tersebut. Standarisasi itu menghasilkan pengibatan tradisional Tionghoa.<br />Kini, pengobatan tradisional Tionghoa diajarkan hampir di semua sekolah kedokteran di Tiongkok, sebagian besar Asia, dan Amerika Utara.<br />Walauapun kedokteran dan kebudayaan Barat telah menyentuh Tiongkok, pengobatan tradisional belum dapat tergantikan. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor sosiologis dan antropologis. Pengobatan tradisional dipercaya sangat efektif, dan terkadang dapat berfungsi sebagai obat paliatif ketik kedokteran Barat tidak mampu menangani lagi, seperti pengobatan rutin pada kasus flu dan alergi, serta menangani pencegahan keracunan.<br />Tiongkok sangat dipengaruhi oleh marxisme. Pada sisi lain, dugaan supranatural bertentantangan pada kepercayaan Marxis, materialisme dialektikal. Tiongkok modern membawa pengobatan tradisional Tiongkok ke sisi ilmiah dan teknologi serta meninggalkan sisi kosmologisnya.<br /><br />4.2.2. Akupunktur<br />Akupunktur (Bahasa Inggris: Acupuncture; Bahasa Latin: acus, "jarum" (k benda), dan pungere, "tusuk" (k kerja)) atau dalam Bahasa Mandarin standard, zhēn jiǔ ( arti harfiah: jarum - moxibustion) adalah teknik memasukkan atau memanipulasi jarum ke dalam "titik akupunktur" tubuh. Menurut ajaran ilmu akupunktur, ini akan memulihkan kesehatan dan kebugaran, dan khususnya sangat baik untuk mengobati rasa sakit. Definisi serta karakterisasi titik-titik ini di-standardisasi-kan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) [1]. Akupunktur berasal dari Cina dan pada umumnya dikaitkan dengan Obat-obatan Tradisional Cina. Bermacam-macam jenis akupunktur (Jepang, Korea, dan Cina klasik) dipraktekkan dan diajarkan di seluruh dunia.<br /><br />4.3 Sistim Kekerabatan Masyarakat Tionghoa<br />4.3.1. Cara Menghitung Garis Keturunan<br />- Tata Panggilan Menurut Adat-Istiadat Tionghoa<br /> Adat istiadat panggilan atau tradisi panggilan yang termasuk dalam kebudayaan Tionghoa merupakan suatu hal yang sangat indah dan sudah tua. Mengapa dikatakan demikian? Karena dengan mendengar panggilan seseorang dalam sebuah keluarga, maka dapat kita ketahui kedudukan orang tersebut dalam keluarga. Di dunia internasionalpun mengakui bahwa kebudayaan Tionghoa merupakan suatu kebudayaan yang kuno dan antik. Tata panggilan ini sekarang mulai sirna, karena generasi mudanya memilih hal-hal yang dianggap praktis dan modern misalnya mengikuti panggilan orang Belanda terhadap keluarga mereka yaitu Oom dan Tante. Namun masih untung ada juga yang ingin mengetahui apa arti panggilan tersebut. Secara garis besar dapat dikatakan sebagai berikut : <br />1. Orang Tionghoa sangat menghormati orang-orang yang lebih tua (leluhur) <br />2. Kekerabatan orang Tionghoa sangat erat dan saling mendukung <br />3. Setiap orang yang lebih tua untuk pria dipanggil "Coo", untuk wanita dipanggil "Poo", misalnya : untuk panggilan kakek buyut : Kongco, untuk panggilan nenek buyut : Popo atau Apo <br />4. Untuk besan pria dipanggil : Cengkeh, untuk besan wanita dipanggil : Ceem <br />5. Urutan-urutan panggilan : yang paling besar : taa, yang nomor dua: ji, yang nomor tiga : saa, dst <br />6. Saudara pihak ayah dipanggil: "ncek", Saudara pihak ibu dipanggil : "ie", misalnya : kakak ibu I : taie, kakak ibu II : jiie , kakak ibu III : saie <br />7. Kakak ipar laki-laki dipanggil : "cihu", kakak ipar perempuan dipanggil : "nso (taso, jiso, saso)" <br />8. Adik ipar laki-laki dipanggil : ntio , adik ipar perempuan dipanggil : ncim <br />9. Silsilahnya adalah sebagai berikut :<br />Kakek buyut (Kongco) Nenek buyut <br />(Papoo) Generasi I <br />Kakek (nkong) Nenek (apo/ama) Generasi II <br />Ayah (tia-tia/papa) Ibu (nene/mama) Generasi III <br />Anak I <br />(tacek) Istri <br />(tacim) Anak II <br />(jicek) Istri <br />(jicim) Anak III <br />(takoh) Suami <br />(tatio) Generasi IV <br />Anak I (tapek) Istri (taem) Generasi V <br />• Anak I pria dipanggil : tapek. Istrinya dipanggil : taem. Anak II pria dipanggil : jipek. Istrinya dipanggil : jiem. Anak III pria dipanggil : sapek. Istrinya dipanggil : saem dst sesuai urutan dan nomor Tionghoa <br />• Anak I wanita dipanggil : takoh. Suaminya dipanggil : ntio. Anak II wanita dipanggil : jikoh. Suaminya dipanggil : jitio. Anak III wanita dipanggil : sakoh. Suaminya dipanggil : satio dst sesuai urutan dan nomor Tionghoa <br />• Antar ipar : Anak I pria dipanggil : tacek. Istrinya dipanggil : tacim. Anak II pria dipanggil : jicek. Isterinya dipanggil : jicim. Anak III pria dipanggil: sacek. Isterinya dipanggil : sacim <br />Pada umumnya : Orang tua pria dapat dipanggil : ncek. Orang tua wanita dipanggil : ncim. Kalau masih muda pria dipanggil : ngkoh/akoh. Kalau masih muda wanita dipanggil : ncie/acih. Saudara ibu dipanggil: ie/aie. <br /> <br />4.3.2. Mengenal Adat Istiadat<br />Selama berabad-abad, Cina merupakan suatu masyarakat yang berpusat pada keluarga. Menurut tradisi Cina ayah memiliki kekuasaan mutlak terhadap seluruh keluarga. Laki-laki meiliki status yang lebih tinggi disbanding wanita. Kakak laki-laki berkuasa atas adik-adiknya hingga mereka menjadi seorang kepala keluarga. Kelangsungan keluarga dipandang sebagai tugas terpenting oleh seluruh keluarga. Keterikatan terhadap keluarga termasuk saudara sepupu jauh , dipandang sebagai lebih wajib daripada keterkaitan terhadap Negara. Namun saat ini, khususnya di bawah rezim komunis pola-pola keluarga tradisional ini telah berubah secara drastis.<br />Masyarakat Tionghoa di Indonesia adalah masyarakat patrilinial yang terdiri atas marga / suku yang tidak terikat secara geometris dan teritorial, yang selanjutnya telah menjadi satu dengan suku-suku lain di Indonesia. Mereka kebanyakan masih membawa dan mempercayai adat leluhurnya. Tulisan ini membahas dua upacara adat yang cukup dominan dalam kehidupan yaitu tentang adat pernikahan dan adat kematian.<br /><br />4.3.2.a. Adat Pernikahan <br />Upacara pernikahan merupakan adat perkawinan yang didasarkan atas dan bersumber kepada kekerabatan, keleluhuran dan kemanusiaan serta berfungsi melindungi keluarga. Upacara pernikahan tidaklah dilakukan secara seragam di semua tempat, tetapi terdapat berbagai variasi menurut tempat diadakannya; yaitu disesuaikan dengan pandangan mereka pada adat tersebut dan pengaruh adat lainnya pada masa lampau. <br />Umumnya orang-orang Tionghoa yang bermigrasi ke Indonesia membawa adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan mereka. Salah satu adat yang seharusnya mereka taati adalah keluarga yang satu marga (shee ) dilarang menikah, karena mereka dianggap masih mempunyai hubungan suku. Misalnya : marga Lie dilarang menikah dengan marga Lie dari keluarga lain, sekalipun tidak saling kenal. Akan tetapi pernikahan dalam satu keluarga sangat diharapkan agar supaya harta tidak jatuh ke orang lain. Misalnya : pernikahan dengan anak bibi (tidak satu marga, tapi masih satu nenek moyang). <br />Ada beberapa yang sekalipun telah memeluk agama lain, seperti Katolik namun masih menjalankan adat istiadat ini. Sehingga terdapat perbedaan di dalam melihat adat istiadat pernikahan yaitu terutama dipengaruhi oleh adat lain, adat setempat, agama, pengetahuan dan pengalaman mereka masing-masing. <br /><br />- Upacara-Upacara Yang Dilaksanakan Dalam Pernikahan <br />Pesta dan upacara pernikahan merupakan saat peralihan sepanjang kehidupan manusia yang sifatnya universal. Oleh karena itu, upacara perkawinan selalu ada pada hampir setiap kebudayaan. Demikian pula halnya dengan adat pernikahan orang Tionghoa yang mempunyai upacara-upacara antara lain : <br />a. Upacara menjelang pernikahan : <br />Upacara ini terdiri atas 5 tahapan yaitu : <br />a. Melamar, yang memegang peranan penting pada acara ini adalah mak comblang. Mak comblang biasanya dari pihak pria. <br />b. Penentuan<br />Bila keahlian mak comblang berhasil, maka diadakan penentuan bilamana antaran/mas kawin boleh dilaksanakan. <br />c. "Sangjit" / Antar Contoh Baju<br />Pada hari yang sudah ditentukan, pihak pria/keluarga pria dengan mak comblang dan kerabat dekat mengantar seperangkat lengkap pakaian mempelai pria dan mas kawin. Mas kawin dapat memperlihatkan gengsi, kaya atau miskinnya keluarga calon mempelai pria. Semua harus dibungkus dengan kertas merah dan warna emas. Selain itu juga dilengkapi dengan uang susu (ang pauw) dan 2 pasang lilin. Biasanya "ang pauw" diambil setengah dan sepasang lilin dikembalikan. <br />d. Tunangan <br />Pada saat pertunangan ini, kedua keluarga saling memperkenalkan diri dengan panggilan masing-masing.<br />e. Penentuan Hari Baik, Bulan Baik <br />Suku Tionghoa percaya bahwa dalam setiap melaksanakan suatu upacara, harus dilihat hari dan bulannya. Apabila jam, hari dan bulan pernikahan kurang tepat akan dapat mencelakakan kelanggengan pernikahan mereka. Oleh karena itu harus dipilih jam, hari dan bulan yang baik. Biasanya semuanya serba muda yaitu : jam sebelum matahari tegak lurus; hari tergantung perhitungan bulan Tionghoa, dan bulan yang baik adalah bulan naik / menjelang purnama.<br /><br />B. Upacara pernikahan : <br />a. 3 - 7 hari menjelang hari pernikahan diadakan "memajang" keluarga mempelai pria dan famili dekat, mereka berkunjung ke keluarga mempelai wanita. Mereka membawa beberapa perangkat untuk meng-hias kamar pengantin. Hamparan sprei harus dilakukan oleh keluarga pria yang masih lengkap (hidup) dan bahagia. Di atas tempat tidur diletakkan mas kawin. Ada upacara makan-makan. Calon mempelai pria dilarang menemui calon mempelai wanita sampai hari H. <br />b. Malam dimana esok akan diadakan upacara pernikahan, ada upacara "Liauw Tiaa". Upacara ini biasanya dilakukan hanya untuk mengundang teman-teman calon kedua mempelai. Tetapi adakalanya diadakan pesta besar-besaran sampai jauh malam. Pesta ini diadakan di rumah mempelai wanita. Pada malam ini, calon mempelai boleh digoda sepuas-puasnya oleh teman-teman putrinya. Malam ini juga sering dipergunakan untuk kaum muda pria melihat-lihat calonnya (mencari pacar). <br />c. Upacara Sembahyang Tuhan ("Cio Tao")<br />Di pagi hari pada upacara hari pernikahan, diadakan Cio Tao. Namun, adakalanya upacara Sembahyang Tuhan ini diadakan pada tengah malam menjelang pernikahan.<br />Upacara Cio Tao ini terdiri dari : <br />o Penghormatan kepada Tuhan <br />o Penghormatan kepada Alam <br />o Penghormatan kepada Leluhur <br />o Penghormatan kepada Orang tua <br />o Penghormatan kepada kedua mempelai. <br />Meja sembahyang berwarna merah 3 tingkat. Di bawahnya diberi 7 macam buah, a.l. Srikaya, lambang kekayaan. Di bawah meja harus ada jambangan berisi air, rumput berwarna hijau yang melambangkan alam nan makmur. Di belakang meja ada tampah dengan garis tengah ± 2 meter dan di atasnya ada tong kayu berisi sisir, timbangan, sumpit, dll. yang semuanya itu melambangkan kebaikan, kejujuran, panjang umur dan setia.<br /> Kedua mempelai memakai pakaian upacara kebesaran Cina yang disebut baju "Pao". Mereka menuangkan teh sebagai tanda penghormatan dan memberikan kepada yang dihormati, sambil mengelilingi tampah dan berlutut serta bersujud. Upacara ini sangat sakral dan memberikan arti secara simbolik.<br />d. Ke Klenteng<br /> Sesudah upacara di rumah, dilanjutkan ke Klenteng. Di sini upacara penghormatan kepada Tuhan Allah dan para leluhur. <br />e. Penghormatan Orang tua dan Keluarga<br />Kembali ke rumah diadakan penghormatan kepada kedua orang tua, keluarga, kerabat dekat. Setiap penghormatan harus dibalas dengan "ang pauw" baik berupa uang maupun emas, permata. Penghormatan dapat lama, bersujud dan bangun. Dapat juga sebentar, dengan disambut oleh yang dihormati. <br />f. Upacara Pesta Pernikahan<br /> Selesai upacara penghormatan, pakaian kebesaran ditukar dengan pakaian "ala barat". Pesta pernikahan di hotel atau tempat lain.<br /> Usai pesta, ada upacara pengenalan mempelai pria ( Kiangsay ). Mengundang kiangsay untuk makan malam, karena saat itu mempelai pria masih belum boleh menginap di rumah mempelai wanita. <br />C. Upacara sesudah pernikahan <br />Tiga hari sesudah menikah diadakan upacara yang terdiri dari : <br />1. Cia Kiangsay <br />2. Cia Ce'em <br />Pada upacara menjamu mempelai pria ("Cia Kiangsay") intinya adalah memperkenalkan keluarga besar mempelai pria di rumah mempelai wanita. Mempelai pria sudah boleh tinggal bersama. Sedangkan "Cia Ce'em" di rumah mempelai pria, memperkenalkan seluruh keluarga besar mempelai wanita.<br /> Tujuh hari sesudah menikah diadakan upacara kunjungan ke rumah-rumah famili yang ada orang tuanya. Mempelai wanita memakai pakaian adat Cina yang lebih sederhana. <br /><br />- Perubahan Yang Biasa Terjadi Pada Adat Upacara Pernikahan <br />1. Ada beberapa pengaruh dari adat lain atau setempat, seperti : <br />Mengusir setan atau mahkluk jahat dengan memakai beras kunyit yang ditabur menjelang mempelai pria memasuki rumah mempelai wanita. Demikian juga dengan pemakaian sekapur sirih, dan lain-lain. <br /> <br />2. Pengaruh agama, jelas terlihat perkembangannya :<br /> Sekalipun upacara Sembahyang Tuhan / Cio Tao telah diadakan di rumah, tetapi untuk yang beragama Kristen tetap ke Gereja dan upacara di Gereja. Perubahan makin tampak jelas, upacara di Klenteng diganti dengan di gereja. <br />3. Pengaruh pengetahuan dan teknologi, dapat dilihat dari kepraktisan upacara. Dewasa ini orang-orang lebih mementingkan kepraktisan ketimbang upacara yang berbelit-belit. Apalagi kehidupan di kota-kota besar yang telah dipengaruhi oleh teknologi canggih. <br />Sebagai suatu pranata adat yang tumbuh dan mempengaruhi tingkah laku masyarakat yang terlibat di dalamnya, sasaran pelaksanaan adat pernikahan Tionghoa mengalami masa transisi. Hal ini ditandai dengan terpisahnya masyarakat dari adat pernikahan tersebut melalui pergeseran motif baik ke arah positif maupun negatif dan konflik dalam keluarga. <br />Dewasa ini masyarakat Tionghoa lebih mementingkan kepraktisan ketimbang upacara adat. Hampir semua peraturan yang diadatkan telah dilanggar. Kebanyakan upacara pernikahan berdasarkan dari agama yang dianut<br /><br />4.4. Adat Kematian<br />Kita sering melihat upacara kematian Suku Tionghoa di tempat-tempat / ruang duka di rumah-rumah sakit. Kelihatannya begitu ramai oleh aneka perhiasan rumah-rumahan dengan perlengkapannya dan upacara yang bising serta pakaian duka cita yang dipakai oleh anak, menantu dan cucu-cucunya. Tetapi sebagian besar dari kita bertanya-tanya dan belum tahu apa arti semua itu. Adat upacara kematian suku Tionghoa dilatarbelakangi oleh kepercayaan mereka. Mereka mempercayai bahwa dalam relasi seseorang dengan Tuhan atau kekuatan-kekuatan lain yang mengatur kehidupan baik langsung maupun tidak langsung, berlaku hal-hal sebagai berikut : <br />• Adanya reinkarnasi bagi semua manusia yang telah meninggal (cut sie) <br />• Adanya hukum karma bagi semua perbuatan manusia, antara lain tidak mendapat keturunan (ko kut) <br />• Leluhur yang telah meninggal (arwah leluhur) pada waktu-waktu tertentu dapat diminta datang untuk dijamu (Ce'ng be'ng ) <br />• Menghormati para leluhur dan orang pandai (tuapekong) <br />• Kutukan para leluhur, melalui kuburan dan batu nisan yang dirusak (bompay ) <br />• Apa yang dilakukan semasa hidup ( di dunia ) juga akan dialami di alam akhirat. Kehidupan sesudah mati akan berlaku sama seperti kehidupan di dunia ini namun dalam kualitas yang lebih baik.<br />Upacara kematian terdiri atas empat (4) tahap yaitu : <br />1. Belum Masuk Peti. <br />o Semenjak terjadinya kematian, anak-cucu sudah harus membakar kertas perak (uang di akhirat ) merupakan lambang biaya perjalanan ke akhirat yang dilakukan sambil mendoakan yang meninggal. <br />o Mayat dimandikan dan dibersihkan, lalu diberi pakaian tujuh lapis. Lapisan pertama adalah pakaian putih sewaktu almarhum/almarhumah menikah. Selanjutnya pakaian yang lain sebanyak enam lapis. <br />o Sesudah dibaringkan; kedua mata, lubang hidung, mulut, telinga, diberi mutiara sebagai lambang penerangan untuk berjalan ke alam lain. <br />Di sisi kiri dan kanan diisi dengan pakaian yang meninggal. Sepatu yang dipakai harus dari kain. Apabila yang meninggal pakai kacamata maka kedua kaca harus dipecah yang melambangkan bahwa dia telah berada di alam lain. <br />2. Upacara masuk peti dan penutupan peti <br />- Seluruh keluarga harus menggunakan pakaian tertentu. Anak laki-laki harus memakai pakaian dari blacu yang dibalik dan diberi karung goni. Kepala diikat dengan sehelai kain blacu yang diberi potongan goni. Demikian pula pakaian yang dipakai oleh anak perempuan namun ditambah dengan kekojong yang berbentuk kerucut untuk menutupi kepala. Cucu hanya memakai blacu, sedangkan keturunan ke empat memakai pakaian berwarna biru. Keturunan ke lima dan seterusnya memakai pakaian merah sebagai tanda sudah boleh lepas dari berkabung. <br />- Mayat harus diangkat oleh anak-anak lelaki almarhum. Sementara itu anak perempuan, cucu dan seterusnya harus terus menangis dan membakar kertas perak, di bawah peti mati. Mereka harus memperlihatkan rasa duka cita yang amat dalam sebagai tanda bakti (uhaouw).<br /> <br />Bila kurang banyak (tidak ada) yang meratap, maka dapat menggaji seseorang untuk meratapi dengan bersuara, khususnya pada saat tiba waktunya untuk memanggil makan siang dan makan malam. <br />- Sesudah masuk peti, ada upacara penutupan peti yang dipimpin oleh hwee shio atau cayma. Bagi yang beragama Budha dipimpin oleh Biksu atau Biksuni, sedangkan penganut Konfusius melakukan upacara Liam keng. Upacara ini cukup lama, dilaksanakan di sekeliling peti mati dengan satu syarat bahwa air mata peserta pada upacara penutupan peti tidak boleh mengenai mayat. Dalam upacara ini juga dilakukan pemecahan sebuah kaca / cermin yang kemudian dimasukkan ke dalam peti mati. Menurut kepercayaan mereka, pada hari ke tujuh almarhum bangun dan akan melihat kaca sehingga menyadarkan dia bahwa dirinya sudah meninggal. <br />- Bagi anak cucu yang "berada" (kaya), mulai menyiapkan rumah-rumahan yang diisi dengan segala perabotan rumah tangga yang dipakai semasa hidup almarhum. Semuanya harus dibuat dari kertas. Bahkan diperbolehkan diisi secara berlebih-lebihan, termasuk adanya para pembantu rumah tangga. Semua perlengkapan ini dapat dibeli pada toko tertentu. <br />- Setiap tamu-tamu yang datang harus di sungkem (di soja) oleh anak-anaknya, khusus anak laki-laki. <br />- Di atas meja kecil yang terletak di depan peti mati, selalu disediakan makanan yang menjadi kesukaan semasa almarhum masih hidup. <br />- Upacara ini berlangsung berhari-hari. Paling cepat 3 atau 4 hari. Makin lama biasanya makin baik. Dilihat juga hari baik untuk pemakaman. <br />- Selama peti mati masih di dalam rumah, harus ada sepasang lampion putih yang selalu menyala di depan rumah. Hal ini menandakan bahwa ada orang yang meninggal di rumah tersebut. <br />3. Upacara pemakaman <br />- Menjelang peti akan diangkat, diadakan penghormatan terakhir. Dengan dipimpin oleh hwee shio atau cayma, kembali mereka melakukan upacara penghormatan. <br />- Sesudah menyembah (soja) dan berlutut (kui), mereka harus mengitari peti mati beberapa kali dengan jalan jongkok sambil terus menangis; mengikuti hwee shio yang mendoakan arwah almarhum. <br />- Untuk orang kaya, diadakan meja persembahan yang memanjang ± 2 sampai 5 meter. Di atas meja disediakan macam-macam jenis makanan dan buah-buahan. Pada bagian depan meja diletakkan kepala babi dan di depan meja berikutnya kepala kambing. Makanan yang harus ada pada setiap upacara kematian adalah "sam seng", yang terdiri dari lapisan daging dan minyak babi (Samcan), seekor ayam yang sudah dikuliti, darah babi, telur bebek. Semuanya direbus dan diletakkan dalam sebuah piring lonjong besar. <br />- Putra tertua memegang photo almarhum dan sebatang bambu yang diberi sepotong kertas putih yang bertuliskan huruf Cina, biasa disebut "Hoe". Ia harus berjalan dekat peti mati, diikuti oleh saudara-saudaranya yang lain. Begitu peti mati diangkat, sebuah semangka dibanting hingga pecah sebagai tanda bahwa kehidupan almarhum di dunia ini sudah selesai. <br />- Dalam perjalanan menuju tempat pemakaman, di setiap persimpangan, semua anak harus berlutut menghadap orang-orang yang mengantar jenasah. Demikian pula setelah selesai penguburan. <br />- Setibanya di pemakaman, kembali diadakan upacara penguburan. Memohon kepada dewa bumi ("toapekong" tanah) agar mau menerima jenasah dan arwah almarhum, sambil membakar uang akhirat.<br /> Semua anak - cucu tidak diperkenankan meninggalkan kuburan sebelum semuanya selesai, berarti peti sudah ditutup dengan tanah dalam bentuk gundukan. Di atas gundukan diberi uang kertas perak yang ditindih dengan batu kecil. Masing-masing dari mereka harus mengambil sekepal / segenggam tanah kuburan dan menyimpannya di ujung kekojong. <br />- Setibanya dirumah, mereka harus membasuh muka dengan air kembang. Sekedar untuk melupakan wajah almahum.<br />4. Upacara Sesudah Pemakaman<br />1. Semenjak ada yang meninggal sampai saat tertentu, semua keluarga harus memakai pakaian dan tanda berkabung terbuat dari sepotong blacu yang dilikatkan di lengan atas kiri. Tidak boleh memakai pakaian berwarna ceria, seperti :merah, kuning ,coklat, orange.<br />2. Waktu perkabungan berlainan lamanya, tergantung siapa yang meninggal,<br />a. untuk kedua orangtua, terutama ayah dilakukan selama 2 tahun<br />b. untuk nenek dan kakek dilakukan selama 1 tahun<br />c. untuk saudara dilkukan selama 3 atau 6 bulan.<br />3. Di rumah disediakan meja pemujaan, rumah-rumahan dan tempat tidur almarhum. Setiap hari harus dilayani makannya seperti semasa almarhum masih hidup.<br />Upacara sesudah pemakaman biasanya terdiri dari :<br />1. Meniga hari ( 3 hari masa sesudah meniggal )<br />Sesudah 3 hari meninggal seluruh keluarga melakukan upacara penghormatan dan peringatan di tempat jenazah berada (pergi ke kuburan almarhum). Mereka membawa makanan, buah-buahan, dupa, lilin, uang akhirat. Dengan memakai pakaian berkabung/blacu mereka melakukan upacara penghormatan (soja dan kui). Tak lupa mereka juga menangis dan meratap sambil membakar uang akhirat. Pulang ke rumah, kembali mencuci muka dengn air kembang.<br />2. Menujuh hari ( 7 hari sesudah meniggal )<br />Seperti halnya upacara meniga hari, seluruh keluarga melakukan upacara penghormatan dan peringatan di tempat jenasah berada (kembali ke kuburan). Mereka membawa rumah-rumahan, makanan dan buah-buahan serta uang akhirat. Lilin dan dupa (hio) dinyalakan. Seluruh rumah-rumahan dan sisa harta yang perlu dibakar, dibakar sambil melakukan upacara mengelilingi api pembakaran. Sudah selesai, tanah sekepal/segenggam diambil, diserahkan ke atasnya.<br />3. 40 hari sesudah meniggal<br />Pada hari ke 40 ini kembali anak – cucu dan keluarga melakukan upacara penghormatan di tempat jenazah berada (kuburan). Semua baju duka dari blacu dan karung goni dibuka dan diganti baju biasa. Mereka masih dalm keadaan bekabung, namun telah rela melepaskan arwah si alrmahum ke alam akhirat. Sebagai tanda tetap berkabung, semua anak cucu memakai tanda di lengan kiri atas berupa sepotong kain blacu dan goni.<br />4. Tiap-tiap tahun memperingati hari kematian<br />Satu tahun dan tahun-tahun berikutnya, akan selalu diperigati oleh anak cucunya dengan melakukan “soja dan kui” sebagai tanda berbakti dan menghormat. Peringatan tahunan ini berupa upacara persembahan. Bagi keluarga yang berbeda, di atas meja persembahan diletakkan berbagai makanan, buah-buahan, minuman, antara lain teh dan kopi, manisan minimum 3 macam, rokok, sirih, sekapur, sedangkan makanan yang paling utama adalah “samseng” 2 pasang, lilin merah sepasang dan hio. Senja hari sebelum upacara ini adalah meminta kepada dewa bumi (toapekong tanah) untuk membukakan jalan bagi para arwah yaitu dengan cara membakar uang akhirat (kerta perak dan kertas emas)<br /><br /><br />4.5. Nama Fam dan Jaringan Kekerabatan<br />Ada beberapa nama Tionghoa. Orang Tionghoa bisa memberi nama yang diinginkan. Akan tetapi, orang tua biasanya memberi nama yang bedrmakna nasib baik atau tercapainya mimpi yang indah. Setiap nama sering memliki arti khusus. Misalnya Fu (keberuntungan), Cai (kekayaan) dan Gui (prestise) merupakan nama-nama yang menunjukkan keinginan untuk mendapatkan kekyaaan dan kemakmuran. Kuang (kesehatan), Shou (umur panjang), Jian (kesehatan dan kekuatan) dan Song (pinus) menyatakan keinginan atas hidup yang panjang dan sehat.<br />Kata-kata yang menyatakan kekuatan dan kekuasaan sering digunakan untuk nama anak laki-laki untuk mencerminkan kejantanannya. Anak perempuan biasanya diberi nama yang lebih lembut untuk menyatakan kecantikan dan kelelembutan. Arti nama dengan dua huruf melebihi nama dengan satu huruf. Dalam bebrapa keluarga, huruf umum digunakan untuk masing-masing saudara kandung.<br />Dimungkinkan juga menggunakan huruf umum untuk nama-nama dalam klan. Huruf umum klan ini sudah dibuat oleh leluhur keluarga.Huruf umum untuk 12 generasi atau lebih bisa disebutkan sekaligus. Dengan huruf umum klan, setiap anggota keluarga klan diberi nama sesuai dengan tingkatannya (dalam hal generasi) dalam klan. <br />Masyarakat Tionghoa membagi semua hal menjadi yin dan yang. Nma juga memeliki unsur yin dan yang. Dalam memberi nama, penting untuk menyeimbangkan yin dan yang. Jika satu huruf memliki jumlah guratan yang ganjil, berarti huruf ini digolongkan sebagai yang. Jika jumlahnya genap, berarti yin. Orang-orang kuno percaya bahwa semua hal di dunia ini terdiri dari lima unsur, yaitu Logam, Kayu,Air, Api dan Tanah. Lima unsur ini saling mendukung atau menghambat satu sama lain. Jika nama memiliki kualitas mendukung, berarti ada keseimbangan nasib baik. Sebaliknya, jika nama memiliki kualitas penghambat, nama itu dianggap tidak baik.<br />Perkawinan bagaikan tonggak penting dalam kehidupan seseorang, perkawinan bangsa Tionghoa memiliki banyak adat istiadat dan perayaan yang rumit dan banyak diantaranya masih dipraktekkan hingga sekarang. Pada zaman dahulu, perkawinan diatur oleh orang tua dan direncanakan oleh mak comblang. Anak-anak tidak berhak berbicara. Persiapan perkawinan dimulai ketika sebuah keluarga mengirim sorang mak comblang ke keluarga lain dengan membawa lamaran perkawinan. Delapan Trigram kedua orang ini lalu dibandingkan untuk melihat apakah mereka sesuai. Keputusan akhir berada ditangan orang tua. Selain Dinasti Zhou, upacara perkawinan dilaksanakan pada waktu malam. Mempelai pria yang menggenakan pakaian hitam akan menjemput mempelai wanita ketika hari sudah gelap. Pengiring pengantin bahkan katanya juga berwarna hitam. Mereka yang berjalan di depan kereta akan membawa lilin untuk menerangi jalan.<br />Datangnya kehidupan baru sering dirayakan. Untuk hidup sampai usia tua pun patut dirayakan. Orang Tionghoa memiliki sejumlah perayaan untuk menandai tonggak penting dalam kehidupan seseorang sejak lahir sampai tua. Orang Tionghoia mempunyai pepatah : Dari tiga tindakan yang tidak berbakti, yang terburuk adalah kegagalan menghasilkan anak. Membesarkan anak merupakan tugas yang mempunyai beban moral tinggi<br />Memeliki banyak anak dan cucu adalah nasib baik. Dengan keinginan untuk mendapatkan keturunan, banyak kebiasaan yang melibatkan berdoa pada dewa untuk meminta anak semakin populer. <br />Cara yang paling tepat adalah meminta berkat dari kelahiran. Misalnya, orang memuja Dewa Zhang Xian, Dewi Keturunan, Ibu Suri Bunga Emas, Dewi Kemurahan, Ibu Suri Kelhiran dan Dewi Gizi. Kebiasaan lain adalah makan telur perkawinan. Mas kawin bangsa Tionghoa sering berupa ember kecil yang dicat merah. Di dalam ember tersebut, ada lima butir telur rebus yang di cat merah dan sedikit daging manis. Ketika mas kawin disdampaikan ke rumah mempelai pria, kerabat wanita dari keluarga mempelai pria yang tidak punya anak setelah cukup lama menikah bisa meminta telur ini. Katanya, setelah memakannya, mereka akan hamil. Menariknya, beberapa tempat mempraktekkan kebiasaan makan buah melon untuk mendapatkan anak.<br />Biasanya buah melon merujuk pada labu kuning atau labu putih. Batangnya merambat dan daun labu kuning sangat lebat. Pada sendinya terdapat akar. Satu tanaman bisa menghasilkan banyak labu. Nan dalam mangua (labu kuning) dan nan (pria) adalah homofon. Dari berbagai tipe melon, labu putih mengandung paling banyak biji sehingga kadang-kadang dikenal sebagai keranjang 100 biji, biji menyatakan anak-anak. Menurut legenda, pasangan yang tidak punya anak harus membeli labu pada Hari Qingming. Mereka harus memasak seluruh labu dan makan di siang hari. Sambil duduk berhadapan, pasangan itu harus menghabiskan labu sebanyak mungkin. Dengan melakukan hal ini, mereka akan punya anak kelak.<br />Perempuan Tionghoa menjalani satu bulan pengitan setelah melahirkan. Hal ini merupakan kebiasaan yang unik bagi warga Tionghoa. Kebiasaan ini telah dipraktekkan untuk waktu yang lama, sampai sekarang. Dalam satu bulan itu,seorang wanita harus merawat diri secara hati-hati, yaitu menjaga kehangatan, mengurangi udara di perut, dan minuman tonikum. Tonikum seperti sari ayam,ayam dimasak dalam minyak wijen, nasi ketan, bubur jail, telur rebus, sup bening ayam, wijin asin, biji walnut dan gula hitam sangat disarankan.<br />Gunanya adalah untuk mengganti darah yang hilang selama melahirkan dan sekaligus memastikan bahwa ibu memiliki banyak asi untuk memberi makan bayi. Sebuah pepatah kuno mangatakan : Ikuti aturan pengitan dan bebaskan dirimu dari semua kekhawatiran hidup. Beberapa lama seorang wanita beristirahat selama masa pingitan adalah sangat penting karena bisa mempengaruhi kesehatan fisik di masa depan.<br />Setiap orang memliki hari ulang tahun. Dalam pemikiran bangsa Tionghoa tradisional, hanya orang berusia 60 tahun atau lebih yang berhak merayakan ulang tahunnya. Seseorang yang masih berusia di bawah 60 tahun tidak boleh merayakan ulang tahunnya secara besar-besaran karena dapat memperpendek umur! Mengapa demikian? Dalam pemikiran Bangsa Tionghoa, Batang Langit dan Cabang Bumi membuat lingkaran penuh dalam 60 tahun. Mereka yang bedrusia 60 tahun telah melengkapi lingkaran ini sehingga mereka bukan lagi orang biasa. Mereka menikmati penghoramatan kepada leluhur. Di ulang tahunnya, anak dan cucu akan memberikan ucapan selamat kepada mereka.<br />Angka 9 dan 10 sangat penting dalam perayaan ini. Angka terbaik adalah 9 karena menyatakan yang terbaik dan juga terdengar seperti kata untuk keabadian. Jika usia seseorang memiliki angka 9 atau merupakan kelipatan 9, mereka boleh merencanakan pesta besar yang dikenal sebagai perayaan 9. Angka 10 dianggap sebagai keseluruhan penuh dan usia dalam angka sepuluh dikenal sebagai ulang tahun keseluruhan penuh. Orang yang telah mencapai usia 80 dipandang sebagai Dewa Bintang. Perayaan ulang tahunnya akan diadakan dengan sangat meriah.<br />Bagi orang Tionghoa, kelahiran dan kematian merupakan sebuah peristiwa yang memerlukan pengumpulan banyak orang. Usia sebulan bayi dirayakan. Jika seseorang sudah tua, ulang tahunnya dirayakan, Jika ia mati, ada ritual rumit yang harus dipatuhi. Beberapa orang tua bahkan sudah mengatur penguburan mereka sebelumnya.<br />Orang Tionghoa percaya bahwa ada jiwa dan tubuh. Jika meninggal, jiwanya akan naik ke langit sedangkan tubuhnya tetap di bumi. Meskipun tubuhnya mati, jiwanya tetap ada.<br />Selain itu juga dipercaya bahwa jiwa tidak bisa dihancurkan. Orang hidup bisa berkomunikasi dan minta berkat padanya. Namun seseorang hanya bisa berdoa untuk memenuhi tujuan ini. Akhirnya plakat leluhur pun dibuat. Kebanyakan plakat dibuat dari kayu. Karenanya kadang-kadang disebut tuan kayu. Putra tertua atau cucu tertua berkewajiban mengurus plakat. Plakat leluhur tidak hanya mencerminkan pentingnya kesalehan anak dalam ajaran Confucius, tapi juga penghormatan bagi yang wafat. <br />Menurut Ketua Majelis Umat Khong Fu stu Kalimantan Barat yang menetap di kabupaten Ketapang ada beberapa warga Tionghoa masih mempercayai adanya Fam dan jaringan kekerabatn diantaranya : <br />Shio Babi Fam : Tai Soi, Phak Fu, Eng Jui<br />Shio Anjing Fam : Phiang, Phu,Khi,Kon Jin, Fuk<br />ShioAyam Fam : Eng Kui, Tien Ken,Tiau hak, Soi Pho<br />Shio Kera Fam : Siu Miang, Tai Jim,Tai Jong, Cok Fuk<br />Shio Kambing Fam : Phak Fu, Eng Kui, Fa Kong, Hie Thian, Cok Fu<br />Shio Kuda Fam : Tai Yong, Cok Fu<br />Shio Ular Fam : Shoi Pho, Tien Keu, Tian Hak<br />Shio Naga Fam : Kim Fa, Tai Yong, Cok Fuk<br />Shio Kelinci Fam : Eng Kuyi, Phak Fu, Tien Keu, Tiau Hak,Soi Pow<br />Shio Harimau Fam : Phiang, Phu, Khi, Kon Jim,Fuk<br />Shio Sapi Fam : Tien Keu, Tian Hak, Soi Pho Phak Fu <br />Shio Tikus Fam : Tai Yo, Sen kiu<br /><br />4.5 Sistem Pembagian Harta Waris<br />Bagi masyarakat Tionghoa pembagian harta wariasan telah berlangsung sejak turun-temurun, jika orang tua telah usia lanjut atau jika sang Bapak mninggal terlebih dahulu, warisan sementara dipegang/ dikelola sang Ibu dan setelah Ibu meninggal warisan tersebut dibagi-bagikan kepada semua anak lelaki, yang perempuan biasanya tidak mendapat warisan, apalagi bagi perempuan yang sudah berumah tangga karena statusnya punya suami, terkecuali ada wasiat dari sang Bapak/Ibu sebelum meninggal itu sudah ditentukan berapa haknya dan jika punya anak angkat di keluarga Tionghoa berhak juga mendapat warisan. Jika warisan sedikit, biasanya dengan musyawarah, warisan tersebut diberikan kepada anak sibungsu.M.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-89001337362123929162011-02-05T17:29:00.000-08:002011-02-05T17:30:53.882-08:00Tionghua KalbarSEKILAS KEDATANGAN ORANG TIONGHOA DI KALBAR<br />By. M.Natsir<br /><br />Penggunaan Istilah Tionghoa<br />Dalam beberapa tahun ini marak lagi pembicaraan tentang istilah “Cina” atau “Tionghoa”, bahkan ada kelompok sampai mengadakan polling untuk istilah ini. Meja redaksi Media Indonesia juga kena giliran dikirimi surat pembaca yang menanyakan tentang istilah Cina dan Tionghoa. <br />Tidak banyak orang yang tahu bahwa wacana Cung Hwa setidaknya sudah dimulai sejak tahun 1880, yaitu adanya keinginan dari orang-orang di Tiongkok untuk terbebas dari kekuasaan dinasti dan membentuk suatu negara yang lebih demokratis dan kuat. Wacana ini sampai terdengar oleh orang asal Tiongkok yang bermukim di Hindia Belanda yang ketika itu dinamakan "Orang Cina", diduga panggilan ini berasal dari kosa kata "Ching" yaitu nama dari Dinasty. Orang asal Tiongkok ini yang anak-anaknya berlahiran di Hindia Belanda merasa perlu mempelajari kebudayaannya, termasuk bahasanya, maka oleh sekelompok orang Cina di Hindia Belanda (1900) didirikanlah suatu sarana sekolah dibawah naungan suatu badan yang dinamakan Tjung Hwa Hwei Kwan, yang kalau di lafal Indonesiakan menjadi Tiong Hoa Hwe Kwan (THHK). THHK dalam perjalanannya bukan saja memberikan pendidikan bahasa dan kebudayaan Tiongkok tapi juga menumbuhkan rasa persatuan orang-orang Cina di Hindia Belanda, seiring dengan perubahan istilah Cina menjadi Tionghoa (di Hindia Belanda).<br /><br />Asal kata Tionghoa:<br />Tionghoa adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang di Indonesia berasal dari kata Cung Hwa dari Tiongkok. Istilah Tionghoa dan Tiongkok lahir dari lafal Melayu (Indonesia) dan Hokian, secara linguistik Tionghoa dan Tiongkok memang tidak dikenal (diucapkan dan terdengar) diluar masyarakat Indonesia. <br />Istilah China yang dibuat orang dari luar Tiongkok yang telah terlanjur populer bukan berarti tidak boleh diganti dengan Tionghoa/Tiongkok . Analoginya dengan Siam jadi Muangthai/ Thailand. <br /><br />Cina / Tionghoa<br />Tionghoa/Tiongkok itu bukan dialek Mandarin, yang mana menyebutnya Zhonghua/Zhongguo, melainkan adalah dialek Xiamen (juga dikenal dengan nama dialek Amoi) yang menjadi sumber penting kata pinjaman dari bahasa Tionghoa kedalam bahasa-bahasa Asia Tenggara. <br />Dalam sastra lama, baik yang Melayu maupun yang Jawa dan lain ainl., istilah yang dipakai cina. Sejak permulaan timbulnya pers berbahasa Melayu dengan abjad Latin pertengahan abad ke-19 pun, yang dipakai ialah cina. Istilah tionghoa, kalau tidak salah, mulai timbul dalam periode antara kedua perang dunia, sebagai akibat satu pertalian idiel antara gerakan nasional kaum pribumi Indonesia dengan organisasi-organisasi masyarakat non-pribumi (baik Tionghoa, maupun Arab dan lain lainl.). Dalam hal ormas Tionghoa, ikatannya dengan gerakan nasional pribumi dipererat lagi karena gerakan yang dipimpin oleh Sun Yat-sen di Tiongkok yang mendapat sambutan positif baik di kalangan gerakan nasional pribumi, maupun di kalangan ormas Tionghoa di Indonesia. <br />Setelah Proklamasi 1945 dan Konperensi Meja Bundar 1949 di Indonesia, dan perpindahan kekuasaan di Tiongkok dengan didirikannya "Republik Rakyat" pada tahun 1950, terjadi penjalinan hubungan diplomatik resmi. Pada waktu itu pun nama negara tersebut resminya dinyatakan "Republik Rakjat Tiongkok" (dalam ejaan waktu itu). Pemakaian kata-kata Tiongkok dan Tionghoa itu tambah mantap pada masa Konperensi Asia-Afrika di Bandung 1955, ketika menjadi populer untuk mendahulukan nama negeri orang yang sesuai dengan nama pribumi negeri bersangkutan. Misalnya populerlah negeri Siam / Thailand disebut Muangthai, begitu pun Sailan / Ceylon disebut Serilangka (walaupun di negeri itu sendiri, pengantian nama resmi menjadi Sri Lanka baru dilakukan belakangan). <br />Jadi, terlepas dari segala aspek lainnya, istilah bahasa bakunya pada periode 1950 - 1965 itu Tionghoa dan Tiongkok, dan bahkan dalam bahasa kolokuial pun orang umumnya memakai kedua kata tersebut, sedangkan kata cina itu penggunaannya minimal sekali. Selain itu, pada periode itu ada satu perbedaan, yaitu kalau memisuh seorang keturunan sana secara "penasaran" atau "dongkol" atau "benci", maka pisuhannya itu cina' lu!, dan tidak pernah tionghoa lu! (dimana yang dimaksud dengan lu ialah kau-nya bahasa Jakarta). <br />Artinya, dalam periode tersebut, tionghoa itulah kata yang baku dan netral, sedangkan cina itu sangat kolokuial dan bertendens menghina. Sudah lumrah, waktu pihak penguasa merasa perlu melancarkan kampanye politik melawan negara yang bersangkutan, kata cina lah yang dipakai, dan kemudian diseragamkan untuk seluruh masyarakat. Jadi, dari segi linguistik yang bersih mengobservasi saja, kita mendapatkan periodisasi berikut: <br />1. istilah dari "dahulu kala" adalah cina <br />2. dengan berkembangnya gerakan nasional, orang mulai memakai tionghoa (disamping cina) <br />3. dalam periode demokrasi liberal (1950-1957), dimantapkan pemakaian tionghoa <br />4. sekitar 1966 Orde Baru menghidupkan kembali istilah cina, sedangkan yang memakai tionghoa bisa dituduh pro-G30S. <br /><br /> Sekilas Sejarah Kedatangan Orang Tionghoa di Kalimantan Barat<br />Awal kedatangan orang Tionghoa Keberadaan orang-orang Tionghoa yang pertama kali di Nusantara sebenarnya tidak jelas. Dugaan selama ini hanya berdasarkan hasil temuan benda-benda kuno seperti tembikar Tiongkok di Jawa Barat, Lampung, daerah Batanghari dan Kalimatan Barat dapat ditemukan genderang (genta) perunggu Dongson di Jawa, Bali dan dataran Pasemah, Sumatera Selatan.<br />Sejak abad ketiga, pelaut Cina telah berlayar ke Indonesia untuk melakukan perdagangan. Rute pelayaran menyusuri pantai Asia Timur dan pulangnya melalui Kalimantan Barat dan Filipina.<br /> Pada abad ketujuh, hubungan Tiongkok dengan Kalimantan Barat sudah sering terjadi, tetapi belum menetap. Imigran dari Cina kemudian masuk ke Kerajaan Sambas dan Mempawah dan terorganisir dalam kongsi sosial politik yang berpusat di Monterado dan Bodok. Kerajaan Sambas dan Mandor dalam Kerajaan Mempawah. Pasukan Khubilai Khan di bawah pimpinan Ike Meso, Shih Pi dan Khau Sing dalam perjalanannya untuk menghukum Kertanegara, singgah di kepulauan Karimata yang terletak berhadapan dengan Kerajaan Tanjungpura. Karena kekalahan pasukan ini dari angkatan perang Jawa dan takut mendapat hukuman dari Khubilai Khan, kemungkinan besar beberapa dari mereka melarikan diri dan menetap di Kalimantan Barat.<br />Pada tahun 1407, di Sambas didirikan Muslim/Hanafi - Chinese Community. Tahun 1463 laksamana Cheng Ho, seorang Hui dari Yunan, atas perintah Kaisar Cheng Tsu alias Jung Lo (kaisar keempat dinasti Ming) selama tujuh kali memimpin ekspedisi pelayaran ke Nan Yang. Beberapa anak buahnya ada yang kemudian menetap di Kalimantan Barat dan membaur dengan penduduk setempat. Mereka juga membawa ajaran Islam yang mereka anut sejak abad 17.<br />Di abad ke-17 hijrah bangsa Cina ke Kalimantan Barat menempuh dua rute yakni melalui Indocina - Malaya - Kalimantan Barat dan Borneo Utara - Kalimantan Barat. Tahun 1745, orang Cina didatangkan besar-besaran untuk kepentingan perkongsian, karena Sultan Sambas dan Panembahan Mempawah menggunakan tenaga-tenaga orang Cina sebagai wajib rodi dipekerjakan di tambang-tambang emas. Kedatangan mereka di Monterado membentuk kongsi Taikong (Parit Besar) dan SamtoKiaw (Tiga Jembatan). <br />Tahun 1770, orang-orang Cina perkongsian yang berpusat di Monterado dan Bodok berperang dengan suku Dayak yang menewaskan kepala suku Dayak di kedua daerah itu. Sultan Sambas kemudian menetapkan orang-orang Cina di kedua daerah tersebut hanya tunduk kepada Sultan dan wajib membayar upeti setiap bulan, bukan setiap tahun seperti sebelumnya. tetapi mereka diberi kekuasaan mengatur pemerintahan, pengadilan, keamanan dan sebagainya. Semenjak itu timbul Republik Kecil yang berpusat di Monterado dan orang Dayak pindah ke daerah yang aman dari orang Cina.<br />Pada Oktober 1771 kota Pontianak berdiri. Tahun 1772 datang seorang bernama Lo Fong (Pak) dari kampung Shak Shan Po, Kunyichu, Kanton membawa 100 keluarganya mendarat di Siantan, Pontianak Utara. Sebelumnya di Pontianak sudah ada kongsi Tszu Sjin dari suku Tio Ciu yang memandang Lo Fong sebagai orang penting. Mandor dan sekitarnya juga telah didiami suku Tio Ciu, terutama dari Tioyo dan Kityo. Daerah Mimbong didiami pekerja dari Kun-tsu dan Tai-pu. Seorang bernama Liu Kon Siong yang tinggal dengan lebih dari lima ratus keluarganya mengangkat dirinya sebagai Tai-Ko di sana. Di San Sim (Tengah-tengah Pegunungan) berdiam pekerja dari daerah Thai-Phu dan berada di bawah kekuasaan Tong A Tsoi sebagai Tai-Ko.<br />Lo Fong kemudian pindah ke Mandor dan membangun rumah untuk rakyat, majelis umum (Thong) serta pasar. Namun ia merasa tersaingi oleh Mao Yien yang memiliki pasar 220 pintu, terdiri dari 200 pintu pasar lama yang didiami masyarakat Tio Tjiu, Kti-Yo, Hai Fung dan Liuk Fung dengan Tai-Ko Ung Kui Peh dan 20 pintu pasar baru yang didiami masyarakat asal Kia Yin Tju dengan Tai-Ko Kong Mew Pak. Mao Yien juga mendirikan benteng Lan Fo (Anggrek Persatuan) dan mengangkat 4 pembantu dengan nama Lo-Man. <br /> Lo Fong kemudian mengutus Liu Thoi Ni untuk membawa surat rahasia kepada Ung Kui Peh dan Kong Mew Pak, sehingga mereka terpaksa menyerah dan menggabungkan diri di bawah kekuasaan Lo Fong tanpa pertumpahan darah. Lo Fong kemudian juga merebut kekuasaan Tai-Ko Liu Kon Siong di daerah Min Bong (Benuang) sampai ke San King (Air Mati). <br />Pertengahan abad 18 Lo Fong kemudian menguasai pertambangan emas Liu Kon Siong dan pertambangan perak Pangeran Sita dari Ngabang. Kekuasaan Lo Fong meliputi kerajaan Mempawah, Pontianak dan Landak dan disatukan pada tahun 1777 dengan nama Republik Lan Fong.<br />Tahun 1795 Lo Fong meninggal dunia dan dimakamkan di Sak Dja Mandor. Republik yang setiap tahun mengirim upeti kepada Kaisar Tiongkok ini pun bubar. Oleh orang Cina Mandor disebut Toeng Ban Lit (daerah timur dengan 1000undang-undang. . <br /> Tahun 1795, berkobar pertempuran antara kongsi Tai-Kong yang berpusat di Monterado dengan kongsi Sam Tiu Kiu yang berpusat di Sambas karena pihak Sam Tiu Kiu melakukan penggalian emas di Sungai Raya Singkawang, daerah kekuasaan Tai-Kong. Tahun 1796, dengan bantuan kerajaan Sambas, kongsi Sam Tiu Kiu berhasil menguasai Monterado. Namun seorang panglima sultan bernama Tengku Sambo mati terbunuh ketika menyerbu benteng terakhir kongsi Tai Kong. Perang ini oleh rakyat Sambas disebut juga Perang Tengku Sambo.<br /> Pada 6 September 1818 Belanda masuk ke Kerajaan Sambas. Tanggal 23 September Muller dilantik sebagai Pejabat Residen Sambas dan esoknya mengumumkan Monterado di bawah kekuasaan pemerintahan Belanda. Pada 28 November diadakan pula pertemuan dengan kepala-kepala kongsi dan orang-orang Cina di Sambas.<br /> Pada tahun 1819, masyarakat Cina di Sambas dan Mandor memberontak dan tidak mengakui pemerintahan Belanda. Seribu orang dari Mandor menyerang kongsi Belanda di Pontianak.<br />Pada 22 September 1822 diumumkan hasil perundingan segitiga antara Sultan Pontianak, pemerintahan Belanda dan kepala-kepala kongsi Cina.<br />Namun pada 1823, setelah berhasil menguasai daerah Lara, Sin Ta Kiu (Sam Tiu Kiu), Sambas, kongsi Tai Kong mengadakan pemberontakan terhadap Belanda karena merasa hasil perundingan merugikan pihaknya. Dengan bantuan Sam Tiu Kiu dan orang-orang Cina di Sambas, kongsi Tai Kong kemudian dipukul mundur ke Monterado.<br />Setelah gagal pada serangan kedua tanggal 28 Februari 1823, pada 5 Maret penduduk Cina yang memberontak menyatakan menyerah dan kemudian 11 Mei komisaris Belanda mengeluarkan peraturan-peraturan dan kewajiban-kewajiban kongsi-kongsi.<br />Tahun 1850, kerajaan Sambas yang dipimpin Sultan Abubakar Tadjudin II hampir jatuh ke tangan perkongsian gabungan Tai Kong, Sam Tiu Kiu dan Mang Kit Tiu. Kerajaan Sambas meminta bantuan kepada Belanda. Tahun 1851, kompeni Belanda tiba dipimpin Overste Zorg yang kemudian gugur ketika perebutan benteng pusat pertahanan Sam Tiu Kiu di Seminis Pemangkat. Ia dimakamkan di bukit Penibungan, Pemangkat.<br />Setelah Abad 18 tahun 1854 pemberontakan kian meluas dan didukung bangsa Cina yang di luar perkongsian. Belanda kemudian mengirimkan pasukan tambahan ke Sambas yang dipimpin Residen Anderson. Akhirnya pada 1856 Republik Monterado yang telah berdiri selama 100 tahun berhasil dikalahkan. Tanggal 4 Januari 1857 Belanda mengambil alih kekuasaan Cina di kerajaan Mempawah, dan tahun 1884 seluruh perkongsian Cina di Kalimantan Barat dibubarkan oleh Belanda.<br /> Tahun 1914, bertepatan dengan Perang Dunia I, terjadi pemberontakan Sam Tiam (tiga mata, tiga kode, tiga cara). Pemberontakan di Monterado dipimpin oleh bekas keluarga Republik Monterado, sedangkan pemberontakan di Mempawah dipimpin oleh bekas keluarga Republik Lan Fong. Mereka juga dibantu oleh masyarakat Melayu dan Dayak yang dipaksa untuk berpartisipasi Pemberontakan berakhir tahun 1916 dengan kemenangan di pihak Belanda. Belanda kemudian mendirikan tugu peringatan di Mandor bagi prajurit-prajuritnya yang gugur selama dua kali pemberontakan Cina (tahun 1854-1856 dan 1914-1916). Perang 1914-1916 dinamakan Perang Kenceng oleh masyarakat Kalimantan Barat.<br />Tahun 1921-1929 karena di Tiongkok (Cina) terjadi perang saudara, imigrasi besar-besaran orang Cina kembali terjadi dengan daerah tujuan Semenanjung Malaya, Serawak dan Kalimantan Barat.<br /><br /> Populasi Orang Tionghoa<br />Tidak ada data resmi mengenai jumlah populasi Tionghoa di Indonesia dikeluarkan pemerintah sejak Indonesia merdeka. Namun perkiraan kasar yang dipercaya sampai sekarang ini adalah bahwa jumlah suku Tionghoa berada di antara 4% - 5% dari seluruh jumlah populasi Indonesia.<br />Dalam sensus penduduk pada tahun 2000, ketika responden sensus ditanyakan mengenai asal suku mereka, hanya 1% dari jumlah keseluruhan populasi Indonesia mengaku sebagai Tionghoa.<br /> Daerah asal suku Tionghoa-Indonesia adalah di wilayah tenggara Tiongkok.<br />Orang-orang Tionghoa di Indonesia berasal dari tenggara Tiongkok. Mereka termasuk suku-suku:<br />• Hakka <br />• Hainan <br />• Hokkien <br />• Kantonis <br />• Hokchia <br />• Tiochiu <br />Daerah asal yang terkonsentrasi di pesisir tenggara Tiongkok dapat dimengerti karena dari sejak zaman Dinasti Tang, kota-kota pelabuhan di pesisir tenggara Tiongkok memang telah menjadi bandar perdagangan yang ramai. Quanzhou malah tercatat sebagai bandar pelabuhan terbesar dan tersibuk di dunia pada zaman tersebut.<br />Ramainya interaksi perdagangan di daerah pesisir tenggara ini kemudian menyebabkan banyak sekali orang-orang Tionghoa juga merasa perlu keluar berlayar untuk berdagang. Tujuan utama saat itu adalah Asia Tenggara dan oleh karena pelayaran sangat tergantung pada angin musim, maka setiap tahunnya, para pedagang Tionghoa akan bermukim di wilayah-wilayah Asia Tenggara yang disinggahi mereka. Demikian seterusnya ada pedagang yang memutuskan untuk menetap dan menikahi wanita setempat, ada pula pedagang yang pulang ke Tiongkok untuk terus berdagang.<br />Sebagian besar dari orang-orang Tionghoa di Indonesia menetap di pulau Jawa. Daerah-daerah lain di mana mereka juga menetap dalam jumlah besar selain di daerah perkotaan : Sumatra Utara, Bangka-Belitung, Sumatra Selatan, Lampung, Lombok, Kalimantan Barat, Banjarmasin dan beberapa tempat di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara.<br />• Hakka - Aceh, Sumatra Utara, Batam, Sumatra Selatan, Bangka-Belitung, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat,Banjarmasin, Sulawesi Selatan, Ambon dan Jayapura. <br />• Hainan - Riau (Pekanbaru dan Batam), dan Menado. <br />• Hokkien - Sumatra Utara, Pekanbaru, Padang, Jambi, Sumatra Selatan, Bengkulu, Jawa, Bali (terutama di Denpasar dan Singaraja), Banjarmasin, Kutai, Sumbawa, Manggarai, Kupang, Makassar, Kendari, Sulawesi Tengah, Menado, dan Ambon. <br />• Kantonis - Jakarta, Makassar dan Menado. <br />• Hokchia - Jawa (terutama di Bandung, Cirebon, Banjarmasin dan Surabaya). <br />• Tiochiu - Sumatra Utara, Riau, Sumatra Selatan, dan Kalimantan Barat (khususnya di Pontianak dan Ketapang). <br /><br /> Marga Tionghoa Di Ketapang<br />Dalam etnis Tionghoa mengenal adanya marga, demikian juga dengan Tionghoa yang bermukim di Ketapang. Dalam perkumpulan semarga bagi orang Tionghoa adalah semacam ikatan batin, selain saling tolong menolong, bilamana semarga dalam kesulitan baik moril maupun materil tergantung yayasan masing- masing. Menurut buku sejarah, marga-marga itu sudah tercatat abad 21 sebelum Masehi berkelanjutan terus-menerus sampai sekarang. Tidak akan berubah dalam tulisan kanji dalam 1 marga. Dalam ejaan / dialek bisa berbeda, tetapi tulisan kanji tidak. Menurut para budayawan, didunia ini hanya orang Tionghoa yang memiliki marga yang unik. Tidak akan hilang dan berubah, kecuali oleh rezim Orba. Marga itu ada ratusan, tetapi yang lazim kita temui tidak sampai seratus. Sebagai contoh, di Kodya Pontianak yang dikoordinir oleh Yayasan Bhakti Suci ada lima puluh dua yayasan. Dari lima puluh dua yayasan terdiri dari tiga merupakan suku, dua puluh tujuh merupakan marga dan dua puluh dua merupakan gabungan aneka marga. Yang dua puluh tujuh yayasan yang bermarga itu, berarti mereka minimal memiliki anggota seratus orang semarga, baru bisa mendirikan yayasan. Yang dua puluh dua yayasan, gabungan aneka marga, karena marganya sedikit sekali, maka tidak efisien untuk mendirikan yayasan, lebih baik bergabung dengan marga marga kecil yang lain. Tujuan yayasan ini diutamakan mengurus orang-orang yang meninggal dunia dan bilamana keuangan memungkinkan, bantuan diberikan kepada anggota yang kurang mampu atau miskin.<br />Marga Tionghoa dikatakan oleh budayawan-budayawan unik, karena selama ribuan tahun dalam Sejarah Tionghoa tidak akan berubah, tetap berlanjut dari generasi ke generasi. Sedangkan suku dan dialek dapat berubah sesuai daerah masing-masing.<br />Sekarang ada istilah “Chen Ken” yaitu cari akar atau “Hui Niang Cia” yaitu pulang rumah ibu, bilamana mereka mengunjungi leluhurnya di daratan Cina. Hal ini tergantung kondisi dan situasi negara setempat. Bagi Indonesia sekarang banyak berubah, apalagi sesudah dibelenggu selama 32 tahun rezim ORBA.<br />Dahulu perantau-perantau dikatakan Loh Yek Kui Ken = artinya Daun guur kembali ke akar. Sekarang Lok Ti Sen Ken = artinya jatuh ditangan akan berakar (secara harfiah)<br />Masyarakat Tionghoa memliki sistem yang rumit untuk panggilan. Bagi mereka, nama bukan hanya sebentuk panggilan, tetapi juga bermakna penting. Bangsa Tionghoa dikenal sebagai Masyarakat Matriakal. Ibu merupakan figure sentral dalam keluarga. Anak-anak yang dilahirkan oleh ibu yang sama akan membentuk satu kelompok yang disebut suku ibu. Untuk menghindari perkawinan dalam satu suku, marga menjadi nama klan. Mereka yang bermarga sama tidak boleh menikah. Banyak marga kuno yang membawa akar kata Nu. Marga leluhur orang Huaxia dan raja-raja bijak pada masa lalu juga memiliki akar kata ini.<br />Statistik menunjukkan bahwa ada lebih 8.000 marga Tionghoa. Namun hanya, 200 atau 300 yang umum. Ada beberapa cara membuat marga. Diantaranya menggunakan totem, menggunakan nama Negara menggunakan nama daerah kekuasaan, menggunakan gelar jabatan, menggunakan nama pekerjaan dan menggunakan tanda dari tempat tinggal sesorang. Kebanyakan marga Tionghoa terdiri dari satu huruf. Marga yang umum adalah Zhang, Wang, Li, Zhao,Liu, Chen, Lin, Yang, Xu, Zhou dan Huang. Ada juga marga yang mempunyai dua kata, seperti Sima Shangguan dan Ouyang. <br />Menurut Ketua Majelis Umat Khong Fu tsu Apeng Sanjaya yang menetap di Kabupaten Ketapang mengutarakan sampai saat yang tercatat marga –marga yang ada di Kabupaten Ketapang ada 18 marga antara lain:<br /> <br />1. LIM <br />2.TAN<br />3.LIE <br />4.TIO<br /> 5. CAN <br />6. NG<br /> 7. KANG <br />8. IAP <br />9. HENG <br />10. HUANG <br />11. JIE <br />12. LAI. <br />13. TENG <br />14. IO <br />15. CUA.<br />16.KHO <br />17. CIU <br />18. CUM.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-37630574179379704082011-02-05T17:17:00.000-08:002011-02-05T17:25:49.440-08:00Juru Kunci Makam Sultan SuriansyahPertemuan Bpk Ahmad Fauzi dan H.Burhan<br />By.M.Natsir<br />• Sampai didepan komplek makam dijumpai 2 buah pintu gerbang arah ke makam 1 buah pintu gerbang arah ke dermaga sungai Kuin, dipintu gerbang masuk ibu-ibu penjual bunga sudah menawarkan bunga buat ditaburkan di makam, anak-anak berusia 5-10 th berdiri mengikuti tamu datang untuk meminta uang dan jika belum diberi selalu mengikuti sampai diberikan uwang sedekah.sisi kanan dapat dilihat tulisan museum bangunan yang kecil menyimpan berbagai koleksi yang didapat dari masyarakat yang mengantarkan untuk disimpan sebagai barang yang bersejarah sisi kiri terdapat wc dan Musollah,berjarak 20 km dari pintu gerbang masuk makam, dapat dilihat susunan bata model lama, hal ini mungkin pada saat dahulu bekas peninggalan kerajaan, masuk makam orang beberapa orang tua duduk sambil berzikir mempersilakan tamu untuk menziarahi makam suriansyah, penjaga makam adalah keluarga besar dari Patih Masih. Penjaga yg ditemui M.Taufik dan bpk Ahmad berusia 51 th sudah 3 th menjaga makam dengan ikhlas tanpa mendapatkan imbalan dari pemerintah sebagai juru kunci makam imbalan yang didapatkan hanya dari pembagian uang yang dikumpulkan sedekah dari pengunjung. Makam suriansyah besar dan kokoh dengan kelambu bewarna kuning,pagar dengan arsitektur tradisional berwarna hijau yang mengambarkan kebesaran raja.di dalam komplek makam dapat dijumpai beberapa keluarga besar kerajaan banjar dan kaum kerabat keturunan Patih Masih juga sebuah sumur tuaM.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-83257620816387761132011-02-05T17:07:00.000-08:002011-02-05T17:11:50.155-08:00Guru Ijai Sekumpul Martapura Kalsel<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgyGnBllxq2MFn7-YNL5i1IRN17vo4t_880mhZVrAO076MxYxcxL-FsO5-G5BdBMJXa6eOm3nQy_XafuGaf1CfF5D8_lXKBhmjF5oKbufdPcFBSTzsUt_Txl0_98JvQ6BFpd0sjFK1wecAJ/s1600/IMG_8623.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 134px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgyGnBllxq2MFn7-YNL5i1IRN17vo4t_880mhZVrAO076MxYxcxL-FsO5-G5BdBMJXa6eOm3nQy_XafuGaf1CfF5D8_lXKBhmjF5oKbufdPcFBSTzsUt_Txl0_98JvQ6BFpd0sjFK1wecAJ/s200/IMG_8623.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5570378003596259506" /></a><br /><br />Makam KH.Muhammad Zaini Abdul Gani<br />By.M.Natsir<br />• Makam KH Muhammad Zaini Abdul Ghani, komplek makam yang terletak di jalan Sekumpul Martapura cukup luas, wilayah kawasan area didalamnya terdapat Musholla Ar Raudhah yang artistik megah dan mewah, makam terlekat dibelakang masjid, pengunjung yang datang dibagi dua, bagi laki di depan dan perempuan di samping, perempuan yang memakai celana panjang, diharuskan memakai kain yang tersimpan di salah satu ruang ganti. Makam yang bersih berpagar dan bertutup kain terletak ditengan ruang, pengunjung yang datang lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki.Kubah makam KH Muhammad Zaini Abdul Ghani atau lebih akrab disebut Guru Ijai atau Guru Sekumpul, yang terletak di bagian depan kiri Musholla Ar Raudhah, juga tak pernah sepi dari penziarah. Ulama dari Martapura ini semasa hidupnya dikenal merupakan ulama karismatik dalam berdakwah dan menyebarkan syiar Islam di Kalsel. Guru Sekumpul juga masih zuriat atau keturunan dari ulama besar Banjar, Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari atau Datu Kelampayan.M.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-22741183486880455332011-02-05T16:51:00.000-08:002011-02-05T16:56:02.321-08:00Museum Lambung Mangkurat Banjar Baru Kalsel<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgdJblPLTF2J0CmYy2w2JGILuKM-Ehcw2sKs1bCnr85nNj2VtDYHIYJieYyM9Oh1KK0I5AFd26jFWgZpouNInXlenuUwLPYwMD07lxyn6wYzPX6fwglTxTppkhyphenhyphenDxwEVG_f-PGfOwn4dlE_/s1600/IMG_8371.JPG"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 134px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgdJblPLTF2J0CmYy2w2JGILuKM-Ehcw2sKs1bCnr85nNj2VtDYHIYJieYyM9Oh1KK0I5AFd26jFWgZpouNInXlenuUwLPYwMD07lxyn6wYzPX6fwglTxTppkhyphenhyphenDxwEVG_f-PGfOwn4dlE_/s200/IMG_8371.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5570373949954566050" /></a><br /><br /><br />Museum Lambung Mangkurat Banjar Baru<br />By.M.Natsir<br /><br />• Museum Lambung Mangkurat terletak di Banjar Baru, dari kota banjarmasin bisa ditempuh 1 jam perjalanan kendaraan roda 4. Museum yang berbentuk rumah adat banjar bumbungan tinggi berlantai 2 disis kanan ,kiri terdapat ruang penyimpanan arsip, saat masuk ditemui penjual tiket masuk bagi pengunjung meseum yang akan melihat koleksi yang tersimpan. Pada sisi kanan masuk dapat dilihat sebuah bangunan yang menyimpan 2 buah koleksi perahu sampan yang berusia ratusan tahun lalu,kemudian pada bangunan kedua tempat menyimpan beberapa koleksi kitab-kitab,naskah kuno,manuskrif, kitab Sabilallal muhtadin asli tulisan syech Ahmad Arsyad Albanjari, naskah kuno daun lontar yang ditulis huruf jawa kuno,banyak koleksi yang tersimpan yang tidak dipamerkan dikhusukan bagi orang yang betul2 ingin melihat karena dijaga keasliannya.ditemani kepala Museum bpk Tri Prosetyo Kresna,M.Ed dengan beberapa staf,memberikan penjelasan dari beberapa koleksi yang mereka simpan, bagunan ke tiga kantor kepala museum. Bangunan besar terletak ditengah-tengah pada lantai dasar dilihat kerangka ikan paus yang besar terletak didepan pintu masuk ruang koleksi pameran, di dalam ruang terdapat koleksi benda-benda kuno,lukisan pedang dan koleksi adat. Lantai 2 dilihat replikkat rumah adat banjar,adat tradisi,koleksi gambar ulama,pejuang dan beberapa benda lama lainnya termasuk ruang khusus ulama Banjar gambar alquran tulisan asli Syech Arsyad Albanjari. <br />• Museum Lambung Mangkurat diresmikan penggunaannya pada tahun 1979. Bangunan museum ini berarsitektur rumah tradisional Banjar, Rumah Bubungan Tinggi, yang dipoles dengan gaya modern. Barang koleksi Museum terdiri dari peninggalan Kesultanan Banjar, Candi agung, dan Candi laras, perkakas dari batu, ukiran kayu Ulin, perkakasM.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-36508464378015494622011-02-05T08:05:00.000-08:002011-02-05T17:06:05.387-08:00Makam Syech Arsyad Albanjari Kelampayan Martapura Kalsel<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh9qIPfQGSlxd49Jr0xPEobvAxlqiadmUgtCERyP8F2LimD1ohyphenhyphenr6OELxHQkA6k8LluQh-22gyLzSR90D8LNkCgHDfMd9InixYE9oIPbdMgZBMpOYpwRDH7ZJ8gQA0tcfj3EOHCxM6SxrTX/s1600/IMG_8583.JPG"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 134px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh9qIPfQGSlxd49Jr0xPEobvAxlqiadmUgtCERyP8F2LimD1ohyphenhyphenr6OELxHQkA6k8LluQh-22gyLzSR90D8LNkCgHDfMd9InixYE9oIPbdMgZBMpOYpwRDH7ZJ8gQA0tcfj3EOHCxM6SxrTX/s200/IMG_8583.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5570376010699909138" /></a><br /><br />Makam Syech Arsyad Albanjari Kelampayan Astambul Martapura<br />By.M.Natsir<br /><br />• Menuju makam Syech Arsyad Albanjari dari Banjarmasin jam 09.00 wit sampai di komplek makam jam 10.30 wita. Memasuki wilayah kecamatan Astambul Martapura tertulis pintu gerbang pertama pemakaman Syech Arsyad Albanjari 6 km meter dari gerbang sudah dapat dilihat ibu-ibu penjual bunga buat ditaburkan dihalaman makam. Jalan selebar 4 meter dengan aktivitas pengunjung tamu yang datang membuat kendaraan harus berapa kali berhenti, kendaraan yang keluar maupun yang masuk cukup banyak. Pada pintu gerbang yang ke dua diwilayah komplek makam berdiri sebuah masjid yang cukup megah ditengah pasar penjual sovenir berbagai barang, kendaraan yang terparkir tidak teratur mempersulit pengunjung yang datang kemudian. Tiba di depan areal makam sudah disambut oleh anak-anak yang selalu meminta sedekah yang terus mengikuti sampai dimakam. Kuba besar yang terletak ditengah menunjukan komplek makam di dalam bangunan besar didalam kuba 3 makam yang ada, salah satunya makam Syech Arsyad Albanjari, ramainya pengunjung dan padatnya pengunjung didalam makam sangat sulit untuk bisa duduk dan masuk mendekati nisan, makam yang dipagari ditutup dengan kain kasa tipis dapat terlihat nisan yang berdiri didalamnya.<br />• Di daerah Banjar, khususnya Martapura hampir tidak ada orang yang tidak mengenal nama Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari, beliau adalah Ulama kelahiran Kalimantan Selatan yang lama hidup di Makkah dan menulis kitab Sabilal Muhtadin yang namanya diabadikan sebagai nama Masjid terbesar di Banjarmasin. Setiap hari makam beliau yang letaknya kurang lebih sekitar 30 km dari kota Martapura selalu ramai oleh peziarah yang datang hampir dari seluruh pelosok Kalimantan. Berikut ini kisah tentang Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari yang saya ambil dari Diruang dalam depan pintu dapat dilihat beberapa orang yang menawarkan jasa mendoakan bagi pengunjung, ada menjual sovenir telur yang ditulis, air putih yang telah didoakan, banyak ibu-ibu meminta doakan anak-anaknya agar selamat dunia aherat, ruang tempat pemandian, ruang pustakaan yang menyimpan beberapa koleksi gambar maupun,barang lama,naskah yang disimpan dirak lemari. Dalam perpustakaan di temui bg Ipin selaku pengurus makam mengatakan bahwa tidak pernah sepi pengunjung seperti sekarang sangat padat, biasanya pada saat libur , mulai jumat,sabtu,minggu pengunjung dua kali lipat dibandingkan hari biasa.Pengunjung kelihatan lebih banyak didominasi ibu-ibu yang datang dari berbagai wilayah di Indonesia lainnya.M.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-88912611069655419442011-02-05T05:41:00.001-08:002011-02-05T05:41:49.753-08:00Kesultanan Sambas Kalimantan BaratKesultanan Sambas<br /><br />By. Tomasya Desyan<br />Editor.M.Natsir<br /><br /> Kesultanan Sambas adalah kerajaan yang terletak di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat sekarang, tepatnya berpusat di Kota Sambas. Kerajaan yang bernama Sambas di Pulau Borneo atau Kalimantan ini sudah sebelum abad ke-14 M sebagaimana yang tercantum dalam Kitab Negara Kertagama karya Prapanca. Pada masa itu Rajanya mempunyai gelaran “Nek” yaitu salah satunya bernama Nek Riuh. Setelah masa Nek Riuh, pada sekitar abad ke-15 M muncul pemerintahan Raja yang bernama Tan Unggal yang terkenal sangat kejam. Karena kekejamannya ini Raja Tan Unggal kemudian dikudeta oleh rakyat dan setelah itu selama puluhan tahun rakyat di wilayah Sungai Sambas ini tidak mau mengangkat Raja lagi. <br /> Pada masa kekosongan pemerintahan di wilayah Sungai Sambas inilah kemudian pada awal abad ke-16 M (1530 M) datang serombongan besar Bangsawan Jawa (sekitar lebih dari 500 orang) yang diperkirakan adalah Bangsawan Majapahit yang masih Hindu melarikan diri dari pulau Jawa (Jawa bagian Timur) karena ditumpas oleh pasukan Kesultanan Demak dibawah Sultan Demak ke-3 yaitu Sultan Trenggono. Pada saat itu di pesisir dan tengah wilayah Sungai Sambas ini telah sejak ratusan tahun didiami oleh orang-orang Melayu yang telah mengalami asimilasi dengan orang-orang Dayak pesisir dimana karena saat itu wilayah ini sedang tidak Ber-Raja (sepeninggal Raja Tan Unggal) maka kedatangan rombongan Bangsawan Majapahit ini berjalan mulus tanpa menimbulkan konflik. Rombongan Bangsawan Majapahit ini kemudian menetap di hulu Sungai Sambas yaitu di suatu tempat yang sekarang disebut dengan nama “Kota Lama”. Setelah sekitar lebih dari 10 tahun menetap di “Kota Lama” dan melihat keadaan wilayah Sungai Sambas ini aman dan kondusif maka kemudian para Bangsawan Majapahit ini mendirikan sebuah Panembahan / Kerajaan hindu yang kemudian disebut dengan nama “Panembahan Sambas”. Raja Panembahan Sambas ini bergelar “Ratu” (Raja Laki-laki)dimana Raja yang pertama tidak diketahui namanya yang kemudian setelah wafat digantikan oleh anaknya yang bergelar Ratu Timbang Paseban, setelah Ratu Timbang Paseban wafat lalu digantikan oleh Adindanya yang bergelar Ratu Sapudak.<br /> Pada masa Ratu Sapudak inilah untuk pertama kalinya diadakan kerjasama perdagangan antara Panembahan Sambas ini dengan VOC yaitu pada tahun 1609 M. Pada masa Ratu Sapudak inilah rombongan Sultan Tengah (Sultan Sarawak ke-1) bin Sultan Muhammad Hasan (Sultan Brunei ke-9) datang dari Kesultanan Sukadana ke wilayah Sungai Sambas dan kemudian menetap di wilayah Sungai Sambas ini (daerah Kembayat Sri Negara. Anak laki-laki sulung Sultan Tangah yang bernama Sulaiman kemudian dinikahkan dengan anak bungsu Ratu Sapudak yang bernama Mas Ayu Bungsu sehingga nama Sulaiman kemudian berubah menjadi Raden Sulaiman. Raden Sulaiman inilah yang kemudian setelah keruntuhan Panembahan Sambas di Kota Lama mendirikan Kerajaan baru yaitu Kesultanan Sambas dengan Raden Sulaiman menjadi Sultan Sambas pertama bergelar Sultan. <br />A. Sistem-Kekerabatan<br /> Sistem kekerabatan pada masyarakat Melayu di Kalimantan Barat pada umumnya menganut sistem bilinial atau bilateral yaitu mengambil garis keturunan dari ayah dan ibu. Anak mendapatkan perhatian dan perlakuan yang sama dari orang tua maupun sanak keluarga dari ayah dan ibu. Tetapi dalam pembagian warisan, anak laki-laki memperoleh bagian yang lebih banyak dari anak perempuan. Dalam suku Melayu, yang merupakan kelompok kekerabatan terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Ketiga unsur inilah yang disebut keluarga inti. Adapun istilah yang digunakan oleh masyarakat Melayu adalah:<br />1. Mertua, yaitu panggilan untuk menyebut orang tua suami atau istri.<br />2. Besan, yaitu panggilan orang tua dari pihak laki-laki menyebut orang tua pihak istri anaknya atau dengan menantunya dengan sebutan besan dan demikian sebaliknya.<br />3. Ipar, yaitu panggilan untuk saudara kandung dari suami atau istri.<br />4. Biras, yaitu panggilan untuk suami atau istri dari ipar.<br />5. Ayah, yaitu panggilan anak-anak terhadap orang tua laki-laki.<br />6. Umak, yaitu panggilan anak-anak terhadap orang tua perempuan.<br />7. Nek Aki, yaitu panggilan terhadap orang tua laki-laki ayah atau ibu.<br />8. Nek Wan, yaitu panggilan terhadap orang tua perempuan ayah atau ibu.<br />9. Pak Tuak, yaitu panggilan untuk saudara laki-laki ayah atau ibu.<br />10. Mak Tuak, yaitu panggilan untuk saudara perempuan ayah atau ibu.<br /><br /> Panggilan terhadap Pak Tuak ini tergantung dari urutan kelahiran. Apabila Pak Tuak merupakan anak pertama maka dipanggil Pak Along (yang sulung), anak kedua dipanggil Pak Angah (yang tengah), dan yang terakhir dipanggil Pak Usu (yang bungsu) Sedangkan untuk yang perempuan dipanggil Mak Along, Mak Angah dan Mak Usu. Jika jumlah saudara lebih dari tiga orang disebut berdasarkan warna kulitnya. Istilah tersebut dapat juga dilihat dari fisiknya. Apabila waktu lahir badannya kecil, maka dapat dipanggil Pak Acik. Apabila badannya panjang, maka dapat dipanggil Pak Anjang. Dan apabila badannya gemuk dipanggil Pak Amok. Bila panggilan terhadap orang dewasa ada istilahnya, maka antara anak-anak juga ada istilah sendiri. Misalnya sebutan saudara sepupu untuk anak dari Pak Tuak dan Mak Tuak. Ada beberapa adat istiadat Melayu yang masih berlaku hingga saat ini, diantaranya adat istiadat dalam upacara perkawinan, gunting rambut dan lain sebagainya. Yang merupakan puncak adat istiadat dalam upacara perkawinan.<br />B. Adat-Istiadat-Perkawinan<br /> Perkawinan yang ideal, terdapat hal-hal yang menjadi kriteria dalam mencarikan jodoh bagi anak adalah ketaatan dalam menjalankan syariat agama, tingkah lakunya yang sopan, peramah, tidak sombong, tidak angkuh dan sebagainya serta diiringi dengan kecantikan atau ketampanan paras dan fisiknya. Masalah pembatasan jodoh, secara resmi di dalam suku Melayu berpegang teguh pada hukum syara’ yaitu hukum yang terdapat dalam agama yang mengatur tentang hal perkawinan tersebut, selain itu ada juga larangan kawin antara dua orang yang : <br />1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas.<br />2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan seorang dengan saudara neneknya<br />3. Berhubungan semenda, yaitu Mertua, anak tiri, menantu dan ibu / bapak tiri<br />4. Berhubungan susunan, yaitu orang tua susunan, anak susunan, saudara susunan dan paman / bibi susunan<br />5. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, jika seorang suami memiliki istri lebih dari satu.<br />6. Mempunyai hubungan yamg di dalam agama Islam antar peraturan lain yang berlaku, dilarang melakukan perkawinan Selain itu ada hal lain juga yang membatasi jodoh, yaitu masalah usia yang masih di bawah umur, masalah kesehatan dan agama yang berbeda. Tetapi apabila sudah masuk ke dalam agama Islam, maka tidak ada lagi larangan untuk melaksanakan perkawinan.<br />7. Dalam masyarakat Melayu, banyak tradisi atau adat istiadat yang harus dipenuhi sebelum dan sesudah perkawinan, antara lain sebagai berikut :<br />a) Cikram<br />Cikram merupakan tanda ikatan pertunangan antara dua insan, dan jika sudah ada gadis pilihan, maka di utus orang-orang yang dituakan atau orang-orang tua untuk datang ke pihak orang tua perempuan pilihannya tersebut. Biasanya menurut adat istiadat, dalam kedatangan wakil dari pihak laki-laki itu, ada barang-barang yang perlu dibawa, antara lain: Sirih, Pinang, Kapur, Gambir dan Tembakau, dalam satu ceper atau talam, sedangkan Sehelai Sarung, Selendang, Sabun dan Bedak sebagai bahan pengiring, dan bahan-bahan tersebut diberikan kepada pihak orang tua perempuan. Barang-barang tersebut belum diserahkan dan terlebih dahulu dimulai dengan acara pelamaran. Dalam acara pelamaran ini, biasanya maksud kedatangan pihak laki-laki ini dikiaskan dengan pantun dan sajak. Apabila pantun dan sajak itu dijawab dengan baik oleh pihak perempuan, maka pihak laki-laki menyerahkan barang bawaan berupa Sirih, Pinang, Kapur, Gambir dan Tembakau. Setelah penyerahan barang bawaan berupa Sirih, Pinang, Kapur, Gambir dan Tembakau ini, wakil dari pihak perempuan membalas pemberian Sirih, Pinang tersebut dengan tidak ketinggalan sirih, pinang serta Sarung dan Songkok sebagai tambahan. Hal ini merupakan pertanda bahwa telah ada persetujuan mengenai ikatan kedua insan tersebut.<br />b) Akar Pinang<br />Setelah pelaksanaan antar cikram, maka tahap berikutnya adalah Antar Pinang. Dimana merupakan salah satu adat istiadat dalam perkawinan yang harus dilaksanakan. Apabila hari dan waktu dari pelaksanaan antar pinang telah disepakati atau ditetapkan, maka barang-barang yang akan diantarkan lebih banyak dari cikram dan menurut adat istiadat yang berlaku, sirih pinanglah yang lebih diutamakan. Mas kawin untuk perempuaan dapat berupa uang, emasdan barang. Hal ini tergantung kesepakatan kedua belah pihak. Selain itu yang turut serta menjadi barang antaran adalah perlengkapan alat- alat tempat tidur, pakaian, pakaian dalam, sandal, payung dan barang-barang kelontongan lainnya. Barang-barang tersebut dibawa kepihak perempuan, dan orang-orang dari pihak laki-laki turut serta beramai-ramai mengantarkannya. Kecuali tempat tidur diantarkan sebelum antar pinang. Adakalanya syarat yang ditentukan yaitu disebutkannya sejumlah uang hangus tersebut dan besar kecilnya tergantung keadaan atau kemampuan pihak laki-laki. Uang hangus tersebut bertujuan untuk membantu konsumsi pihak perempuan dalam pelaksanaan pesta perkawinan.<br />c) Pelaksanaan-Perkawinan<br />Beberapa hari sebelum acara pokok perkawinan dilaksanakan, maka kaum kerabat yang jauh sudah berdatangan. Kaum kerabat itu membantu membuat tarup dan emper-emper. Tarup tempat duduk untuk undangan, sedangkan emper-emper tempat sajian makanan. Tarup ini dihiasi dengan “Gladak” yang lukisannya berwarna-warni. Gladak adalah dekorasi untuk tarup dimana bahannya dari kain yang telah disiapkan, tujuan dipasangnya gladak adalah supaya para undangan tidak merasa bosan. Ketika hari perkawinan telah tiba, acara ini diiringi dengan musik tanjidor yang bertujuan untuk menyemarakan acara pesta. Apabila tamu-tamu sudah berdatangan, maka protokol menyambut dengan ucapan selamat datang kepada para undangan. Setelah itu acara dilanjutkan dengan kata sambutan oleh penyelenggara, kemudian acara dilanjutkan dengan acara adat yaitu pembacaan zibir nazam dan Al-berzanji.<br />d) Pulang-Memulangkan<br />Malam pertama setelah acara perkawinan, ada lagi acara yang disebut acara pulang memulangkan. Dalam acara ini wakil dari pihak laki-laki dan perempuan diharapkan kehadirannya untuk saling menyerahkan kedua mempelainya tersebut.<br />Adapun acaranya adalah wakil dari pengantin laki-laki menyerahkan kepada wakil pengantin perempuan dan menurut adat yang telah ditentukan, wakil pihak pengantin laki-laki menyerahkan anaknya kepada pengantin perempuan itu tersendiri. Berikutnya wakil dari pengantin perempuan menerima penyerahan tersebut kemudian dilanjutkan dengan penyerahan pengantin perempuan kepada pihak pengantin laki-laki, sama halnya dengan penyerahan pengantin laki-laki kepada pihak pengantin perempuan.<br />Setelah selesai acara pulang memulangkan, kepada orang yang dituakan diminta untuk memberikan nasihat, khususnya nasihat perkawinan kepada kedua mempelai dalam mengarungi hidup berumah tangga, lalu dilanjutkan dengan acara sujud. Dalam acara sujud ini, pengantin laki-laki dan perempuan bersalaman mencium tangan kedua ibu bapak dan mertuanya sebagai tanda taat setia. Setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan doa selamat.<br />e) Buang-Buang<br />Acara ini biasanya dilaksanakan pada tengah malam pertama setelah acara pulang memulangkan dan pihak pengantin perempuan yang maendatangkan dukun untuk melaksanakan acara ini. Alat-alat yang diperlukan berupa air tolak bala, lilin dua batang, telur ayam sebiji, kelapa setampang diisi gula pasir, benang sumbu dan beras secupak. Semuanya dimasukkan kedalam suatu tempat yang disebut bintang.<br />Pengantin laki-laki memakai sarung yang dililitkan dibadan, sedangkan perempuan memakai kemban dan berkerudung. Mereka berdiri dipelataran yang telah disiapkan, lalu dukun menyiram kedua mempelai hingga basah kemudian dengan dua buah lilin yang sedang menyala dikelilingkan sebanyak tujuh kali dan pada keliling yang ketujuh, apinya harus ditiup serempak oleh kedua mempelai dengan disaksikan oleh seluruh keluarga yang hadir pada saat itu, lalu mereka berganti pakaian dan duduk yang telah dipersiapkan.<br />Maksud dari acara buang-buang ini adalah sebagai peringatan bagi pengantin baru untuk membersihkan diri dan membuang kebiasaan-kebiasaan yang tidak bermanfaat bagi kehidupannya.<br />f) Balik-Tikar<br />Hari keempat setelah acara perkawinan adalah dilaksanakannya adat yang disebut sebagai adat balik tikar. Tikar diranjang dibalikkan dan demikian dengan kasurnya. Kelambu yang dihiasi dengan berbagai dekorasi dibuang dan diganti dengan kelambu yang baru.<br />Apabila utusan pengantin laki-laki datang menjemput untuk membawa kedua mempelai kerumah orang tua laki-laki pengantin perempuan dibawa mak inangnya yang disebut dengan adat singgahan.<br />Biasanya, dua hari dua malam berada dirumah orang tua laki-laki dan berkunjung kerumah keluarga terdekat pengantin baru pulang kerumah orang tua perempuan.<br />Adat istiadat ini masih ada dan perlu dilestarikan demi kelestarian budaya yang terdapat di dalamnya.<br />1. Kesultanan Sambas adalah kerajaan yang terletak di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat sekarang, tepatnya berpusat di Kota Sambas. Kerajaan yang bernama Sambas di Pulau Borneo atau Kalimantan ini sudah sebelum abad ke-14 M sebagaimana yang tercantum dalam Kitab Negara Kertagama karya Prapanca.<br />2. Sistem kekerabatan pada masyarakat Melayu di Kalimantan Barat pada umumnya menganut sistem bilinial atau bilateral yaitu mengambil garis keturunan dari ayah dan ibu.<br />3. jodoh bagi anak adalah ketaatan dalam menjalankan syariat agama, tingkah lakunya yang sopan, peramah, tidak sombong, tidak angkuh dan sebagainya serta diiringi dengan kecantikan atau ketampanan paras dan fisiknya. <br />4. selain itu ada juga larangan kawin antara dua orang yang : <br />• Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas.<br />• Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan seorang dengan saudara neneknya<br />• Berhubungan semenda, yaitu Mertua, anak tiri, menantu dan ibu / bapak tiri<br />• Berhubungan susunan, yaitu orang tua susunan, anak susunan, saudara susunan dan paman / bibi susunan<br />• Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, jika seorang suami memiliki istri lebih dari satu.<br />• Mempunyai hubungan yamg di dalam agama Islam antar peraturan lain yang berlaku, dilarang melakukan perkawinan Selain itu ada hal lain juga yang membatasi jodoh, yaitu masalah usia yang masih di bawah umur, masalah kesehatan dan agama yang berbeda. Tetapi apabila sudah masuk ke dalam agama Islam, maka tidak ada lagi larangan untuk melaksanakan perkawinan. <br />Suparman. 2003. IPA Sejarah 1A Untuk Kelas 1 SLTP Semester I. Surakarta: Tiga Serangkai.<br />http://fixguy.wordpress.com/kebudayaan-suku-melayu-di-sambas/<br /><br />Irin.blogspot.com/2009/01/pantang-larang-dalam-budaya-sambas.html<br /><br />http://blog.unila.ac.id/redha/2010/04/12/definisi-ilmu-sejarah/<br />Menurut Jan Romein, kata “sejarah” memiliki arti yang sama <br /> “geschiedenis” (Belanda), semuanya mengandung arti yang sama, yaitu cerita tentang kejadian atau peristiwa yang terjadi pada masa lampau. <br />Sementara menurut sejarawan William H. Frederick, kata sejarah diserap dari bahasa Arab, “syajaratun” yang berarti “pohon” atau “keturunan” atau “asal-usul” yang kemudian berkembang dalam bahasa Melayu “syajarah”. Dalam bahasa Indonesia menjadi “sejarah”. Menurutnya kata syajarah atau sejarah dimaksudkan sebagai gambaran silsilah atau keturunanM.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-8986321584627003592011-02-05T05:34:00.001-08:002011-02-05T05:34:41.153-08:00Kerajaan Sintang Kalimantan BaratKerajaan Sintang<br /><br />By.Siti Rohani<br />Editor. M.Natsir<br />Kerajaan Sintang yang didirikan oleh Demang Irawan (Jubair I) dijadikan daerah swapraja Sintang dan kerajaan Tanah Pinoh dijadikan neo swapraja Tanah Pinoh. Pemer¬intahan Landschop ini berakhir pada tahun 1942 dan kemudian tampuk pemerintahan diambil alih oleh Jepang.putri Dara Juanti yang terkenal dalam sejarah kerajaan sintang yang membawa perhubungan dengan tanah jawa. Dalam sejarahnya Dara Juanti berlayar ke tanah Jawa untuk membebaskan saudaranya Demong Nutup (di jawa dikenal dengan nama Adipati Sumintang) yang ditawan oleh salah satu kerajaan di Jawa. Singkat cerita, di pelabuhan tuban Dara Juanti di hadang oleh prajurit kerajaan dan merupakan pertemuan pertama dengan seorang Patih dari Majapahit yaitu Patih Logender. Dari pertemuan itulah yang membuat hubungan keduanya semakin dekat, dan kemudian Patih Logender pergi ke Kerajaan Sintang untuk melamar Dara Juanti. Namun malang tak bisa di tolak Patih Logender harus pulang ke Jawa karena harus memenuhi persyaratan - persyaratan yang di minta oleh Dara Juanti. Diantara persyaratan itu antara lain : Keris elok tujuh berkepala naga, empat puluh kepala, empat puluh dayang-dayang, alat musik tradisional dari jawa, dan seterusnya. Dara Juanti bersuamikan seorang bangsawan Majapahit bernama Patih Logender sekitar tahun 1385 M ketika Kerajaan Majapahit di masa pemerintahan Ratu Suhita. Raja di Kerajaan Sintang ke – XIX bernama Sultan Nata Muhammad Syamsuddin, dan merupakan raja pertama yang memakai gelar Sultan. Baginda menyempurnakan tata pemerintahan di kerajaan Sintang dan meneruskan pelaksanaan rencana pembangunan Masjid di Ibukota Kerajaan yang didirikan pada tanggal 12 Muharram 1083 H. Bersama orangtuanya Kyai Adipati Mangku Negara Melik, Baginda Sultan Nata menyediakan bahan bahan yang diperlukan dan langsung turun tangan dalam pembangunan Masjid bersama rakyat secara bergotong royong sehingga rumah ibadah tersebut selesai dalam waktu yang singkat. Dari situlah Baginda Sultan Nata memulai kegiatan untuk mengembangkan syiar Islam.<br />Walaupun masjid yang dibangun Baginda Sultan Nata Jauh berbeda dari masjid yang ada pada saat ini, tetapi itulah masjid pertama di Kerajaan Sintang yang begitu sangat sederhana dan hanya mampu menampung sekitar 50 orang jama’ah, tetapi itu bukan berarti membatasi jama’ah yang ingin sholat, tetapi itu adalah suatu hal yang sangat istimewa. Setiap waktu sholat, Baginda Sultan Nata ikut berjama’ah bersama rakyat. Dan sampai – sampai Baginda Sultan Nata mengeluarkan ancaman hukuman untuk setiap pemeluk Islam yang tidak mau ikut ke masjid. Sebagai pemimpin yang bijaksana dan penyebar agama Islam, Baginda Sultan Nata sering melakukan peninjauan ke seluruh wilayah kerajaan, yang didampingi oleh penghuku Luwan.Dengan semakin bertambahnya pemeluk agama Islam di wilayah kerajaan Sintang, Bagindapun mengumumkan berlakunya hukum Islam di seluruh wilayah kerajaan Sintang. Pada masa pemerintahan Baginda Sultan Nata, perkembangan Islam begitu pesat, aturan per-undang-undangan di kerajaan berdasarkan syaria’t Islam, dan oleh masyarakat beliau diberi gelar “ Sultan Nata Muhammad Syamsuddin Sa’idul Khairri Waddin “ yang artinya pemimpin yang bijaksana dan penyebar agama. Tetapi pada saat itu lambang kerajaan masih memakai lambang yang lama berupa gambar tengkorak.<br />Untuk biaya pemerintahan di kerajaan, Baginda Sultan Nata mewajibkan kepada setiap kepala keluarga menyerahkan sumbangan tertentu setelah selesai panen. Dan semuanya dipatuhi oleh rakyat dengan tidak ada merasa terbebani karena jumlah yang Baginda tetapkan sangat kecil. Meskipun demikian, oleh karena Baginda Sultan Nata dalam kehidupan sehari - hari sangat sederhana, sebagian dari hasil – hasil yang diterima kerajaan kemudian baginda bagi – bagikan lagi kepada golongan miskin, sehingga suasana di kerajaan menjadi aman dan rakyat hidup berkecukupan.Hasrat Baginda Sultan Nata untuk memupuk perkembangan Islam di wilayah kerajaan Sintang terus meningkat, Baginda Sultan Nata masih menghajatkan Kitab Suci Al – Qur’an untuk diajarkan kepada rakyat nya, sedangkan pada saat itu di kerajaan Sintang baru ada beberapa Surah dari Juz’amma yang sudah ada di pelajari.<br />Baginda Sultan Nata memerintahkan Penghulu Luwan untuk berkunjung ke Banjarmasin melalui jalan darat untuk mengusahakan salinan Kitab Al-Qur’an.Menjunjung tinggi titah Baginda Sultan Nata, Penghulu Luwan dengan ditemani oleh beberapa orang pejabat kerajaan berangkat ke Banjarmasin dan dalam kurun waktu selama tiga bulan disana merekapun pulang ke negeri Sintang dengan membawa sebuah Kitab Al-Qur’an yang sudah disalin diatas kertas.<br />Baginda Sultan Nata sangat bergembira setelah menerima kiriman sebuah Kitab Al-Qur’an dari Sultan Banjarmasin, Baginda Sultan Nata bersama tokoh-tokoh Islam setempat belajar membaca Al-Qur’an di bawah bimbingan Penghulu Luwan. Hari – hari telah dilewati, pemeluk agama Islam semakin meningkat dan dalam tempo yang singkat ajaran Al-Qur’an sudah merata bagi rakyat di Ibukota Kerajaan. Pada tahun 1150 H, Baginda Sultan Nata mendapat sakit dan tidak lama kemudian tersiar kabar bahwa Baginda Sultan Nata telah berpulang kerahmatullah. Sebagai pengganti Raja di kerajaan Sintang ke - XX, maka diangkatlah putra Mahkota bernama “ Adi Abdurrahman “ bergelar Sultan Abdurrahman Muhammad Djalaluddin.Disamping meneruskan pengembangan ajaran Islam di wilayah kerajaan, Baginda Sultan bersama dengan Penghulu Kerajaan bernama Madil bin Luwan, bergerak terus menyiarkan ajaran Islam sampai ke daerah – daerah bahkan sampai ke kerajaan tetangga di Kapuas Hulu seperti Suhaid, Silat, Selimbau dan Jongkong, yang pada saat itu masih menganut faham animisme.Pertama kali kedatangan Baginda Sultan kesana tidak mendapat perhatian dari Raja – raja tersebut, bahkan mereka menantang keras ajakan Baginda Sultan sehingga terjadilah peperangan. Setelah dapat dikalahkan, maka diadakanlah Surat Perjanjian Takluk dan barulah Raja – raja tersebut beserta rakyatnya memeluk agama Islam. Surat Perjanjian antara Raja Kerajaan Silat dengan Raja di Kerajaan Sintang ditulis diatas sekeping tembaga serta dibubuhi cap jempol kedua raja tersebut, dengan demikian maka wilayah kekuasaan Kerajaan Sintang semakin meluas setelah ada surat perjanjian takluk dari Raja – raja Kapuas Hulu.<br />Setelah ajaran Islam seluruhnya dapat diterapkan, maka Baginda Sultan memerintahkan kepada Menteri Besar Sinopati Turas, supaya sebuah sungai yang terletak tidak jauh dari kawasan Masjid dijadikan tempat menjatuhkan hukuman yang yang bersalah, baik hukum pancung, hukum potong tangan maupun hukum rejam. Sungai tersebut diberi nama Sungai Pembunuh.<br />A. Islam Di Kerajaan Sintang<br />Pada masa Pemerintahan Baginda Sultan Abdurrahman Muhammad Djalaluddin, datanglah dua orang mubaligh Islam dari Pulau Sumatera, Kedatangan keduanya disambut Baginda Sultan dengan baik, dengan kedatangan dua orang mubaligh tersebut maka membuat perkembangan Islam semakin pesat di wilayah kerajaan Sintang. Mereka adalah Penghulu Abbas dari Aceh dan Rajo Dangki dari Pagaruyung Minangkabau. Melihat kepiawaian kedua mubaligh tersebut Baginda Sultan memberikan kedudukan kepada keduanya setingkay menteri.Rajo Dangki disamping sebagai seorang mubaligh juga seorang pandai silat, ia memberikan pelajaran silat di mana-mana dan bukan hanya dikalangan generasi muda bahkan sampai yang sudah tuapun ingin belajar silat sehingga Ia sangat disukai. Berkat bimbingannya banyak penduduk negeri Sintang menjadi pandai silat dan tidak merasa takut lagi untuk mengahadapi peperangan. <br />Kehadiran kedua mubaligh itu sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan Negeri Sintang, dan keduanya akhirnya menetap di Negeri Sintang dan tidak pulang lagi ke kampung halamannya. Baginda Sultan Abdurrahman mempunyai dua orang putra, yang sulung bernama Raden Mahmud, dan adiknya bernama Adi Abdurrasyid, yang pada waktu itu masing – masing berusia 10 tahun dan 7 tahun, setelah keduanya memasuki usia 13 tahun dan 10 tahun. Oleh Baginda Sultan kedua putranya itu diserahkan kepada Penghulu Abbas untuk di didik agama Islam dan bertempat tinggal di rumah Penghulu Abbas dan oleh Penghulu Abbas kedua putra Baginda Sultan itu diasuh dan di didik seperti anaknya sendiri, setelah dewasa barulah dikembalikan kepada orang tuanya. Pada waktu itu di Kerajaan Sintang benar-benar aman, baik di Ibukota Kerajaan maupun diluar dan demikian juga dengan perkembangan agama Islam yang semakin meningkat, perubahan – perubahan di Negeri Sintang sangat dirasakan oleh masyarakat, tetapi suasana dukapun tidak dapat dihindari, tepatnya pada tanggal 21 Bulan Sya’ban 1200, Baginda Sultan berpulang Kerahmatullah.<br />B. Kedatangan Kolonial Belanda Di Kerajaan Sintang <br />Kerajaan Sintang yang sedang harum dengan perkembangan Islam, ketika itu pada bulan Juli 1822 rombongan Belanda yang pertama kali tiba di Negeri Sintang di bawah Pimpinan Komisaris Tinggi Mr.H,J. Tobias. Tapi ketika rombongan itu tiba, Baginda Pangeran Ratu Achmad Qamaruddin tidak bersedia ditemui oleh rombongan mereka.Rombongan Mr.H,J. Tobias, hanya dilayani oleh Mangku Bumi dan sejumlah pembesar – pembesar Kerajaan, namun pertemuan itu tidak menghasilkan suatu apapun.Karena tidak berhasil mengikat kontrak dengan Raja Sintang, rombongan Belanda yang dipimpin oleh Mr.H,J. Tobias, terus kembali ke Pontianak.<br />Setelah itu Baginda Pangeran Ratu Achmad Qamaruddin mendapat sakit, semakin hari semakin memburuk, tidak lama kemudia Baginda berpulang Kerahmatullah setelah selama 40 tahun memangku jabatan sebagai Raja di Kerajaan Sintang.Setelah tersiar wafatnya Baginda Pangeran Ratu Achmad Qamaruddin, tidak berapa lama pada akhir bulan Nopember tahun 1822 M, rombongan Belanda yang kedua datang lagi ke Negeri Sintang di bawah pimpinan Pegawai Tinggi D.J. Van Dungen Gronovius dan C.F. Goldman dengan di temani oleh Pangeran Bendahara dari Kerajaan Pontianak sebagai juru bahasa. Ia menceritakan kemajuan – kemajuan yang telah dicapai kerajaan – kerajaan di Pulau Borneo setelah mengadakan Kontrak Persahabatan dengan Gubernemen Belanda. Dengan sopan santun serta tutur kata yang lemah lembut sehingga menyebabkan pembesar-pembesar di Kerajaan Sintang akhirnya menerima kontrak persahabatan itu.Pada tanggal 2 Desember 1822 M, terjadilah suatu ikatan perjanjian persahabatan antara Gubernemen Belanda dengan Pihak Kerajaan Sintang, yang disebut dengan kontrak sementara ( Voorlopige contract ). <br />Dari pihak Belanda ditanda tangani oleh D.J. Van Dungen Gronovius dan C.F. Goldman, sedangkan dari pihak Kerajaan Sintang oleh Pangeran Ratu Idris Kesuma Negara dan Pangeran Adipati Muhammad Djamaluddin, dan di saksikan oleh Pangeran Bendahara dari Kerajaan Pontianak dan Pangeran – Pangeran dari Kerajaan Sintang.<br />C. Adat Istiadat Dan Kebudayaan <br />Kebanyakan orang juga melihat adat itu sebagai adat resam, kebiasaan atau kelaziman. Adat resam adalah amalan yang diwarisi dan diteruskan dari satu generasi ke generasi yang lain dan telah dianggap sebagai jiwa raga masyarakat setempat. Jelasnya, adat resam juga adalah satu aspek kehidupan atau kebudayaan sesuatu masyarakat.<br />Adat perkawinan adalah sebagai berikut :<br />1. Menyunset (buka suara)pihak laki-laki tersebut memberi utusan / perwalian datang ke rumah pihak perempuan untuk menanyakan kepada orang tua perempuan yang dimaksud, apakah anak gadisnya yang bernama si A, itu sudah mempunyai ikatan kepada laki – laki lain atau belum.<br />2. Meminang (Melamar), Dalam melaksanakan acara meminang ini, dari pihak keluarga laki-laki tersebut mengirimkan utusan / perwalian datang ke rumah pihak keluarga perempuan untuk membawa barang - barang hantaran berupa tanda ikatan pertunangan.<br />3. Mensurong ( Hantaran Barang-barang ), Mensurong adalah hantaran barang – barang. Barang-barang ini adalah merupakan bantuan serta perlengkapan untuk calon mempelai perempuan dari pihak calon mempelai laki – laki dengan maksud untuk persiapan menghadapai hari resepsi pernikahan, barang-barang tersebut berupa adalah :Uang Adat, Uang Hantaran, Tempayan Kapat, Dinding Padong, Pesalin Orang tua ( Perempuan ), Langkah Batang, Perlengkapan barang – barang kelontong, Betangga’ Purih, dan Air Serbat.<br />4. Akad Nikah ( IJAB KABUL ), Untuk acara perlengkapan akad nikahnya memerlukan perlengkapan sebagai berikut , Satu helai tikar bersegi empat yang dilapisi kain warna kuning serta yang keempat sudut–sudutnya diberikan hiasan sulaman (Sulam Betekad). Piring nasi ketan ( pulut ) yang diberi warna kuning dan ditaburi dengan inti ( nyiur yang sudah diparut dan diwarnai / dicampur dengan gula merah ) dan dihiasai dengan telur yang dinamakan nasi adab. Seperangkat tempat sirih dan tempat ludah. Tempat air minum.<br />5. Betangas, Adapun acara yang dinamakan betangas ini adalah suatu acara yang patut juga dilaksanakan oleh kedua mempelai tersebut ditempat masing-masing,untuk menghilangkan bau keringat yang melekat di badan dan juga untuk mengurangi keluarnya keringat diwaktu duduk di pelaminan,<br />6. Sengkelan Ruang,Sebelum acara sengkelan ruang dilaksanakan, maka terlebih dahulu kedua calon mempelai melaksanakan acara adat mandi berias, adat mandi berias ini dilaksanakan sebelum matahari naik ( antara pukul 08.00 s/d 09.00 wiba ). Perlengkapan acara dimaksud berupa : Air Tepung Tawar, Daun Sabang Api, Daun Mali – mali, Daun Petabar, Kain warna kuning, dan Pisau cukur.<br />7. Berpacar ( ber-inai ).Acara ini dilaksanakan pada malam hari, karena ke – esokan harinya akan melaksanakan arak-arakan (hari mengantar mempelai laki-laki ke rumah mempelai perempuan). Pelaksanaan acara berpacar / ber-inai ini dilakukan oleh kedua mempelai di rumahnya masing-masing.<br />8. Selamatan ( Hari Resepsi), Yang dimaksud dengan selamatan adalah merupakan hari resepsi perkawinan, yaitu mengantar mempelai laki-laki dari rumah kediamannya menuju kerumah kediaman mempelai perempuan.<br />Penganten laki-laki didampingi oleh sesepuh serta diikuti sanak famili. Sesampai didepan pintu rumah penganten perempuan disambut dengan adat ATAN PAGAR yang dihadang oleh orang yang tidak dikenal dengan membawa bakul.<br /><br />9. Nopen adalah merupakan kesenian tradisional jepin atau belangkah yang menggunakan topeng, yang selalu diadakan pada acara pesta pernikahan dan berlangsung pada malam hari. Jepin biasa dilaksanakan dengan acara khusus tanpa berlindung atau memakai topeng.<br /><br />10. Mandi – Mandi, Sebelum acara mandi berias dilaksanakan, maka pada malam kedua setelah resepsi pernikahan diadakanlah acara menunggu (bedamah) air setaman, yang menurut adat sekurang-kurang nya pada waktu menunggu air setaman tersebut satu sampai tiga malam. Adapun air setaman ini dibawa ke ruangan tengah dihadapan pelaminan pengantin, dan disediakan tiga sampai tujuh buah Pasu’ atau tempayan kecil yang telah diisi dengan air dan beraneka warna bunga – bunga serta diberi wangi – wangian dan di sekeliling Pasu’ atau tempayan dihiasi dengan janur (daun kelapa muda) dengan berbagai bentuk seolah – olah ruangan rumah tersebut seperti sebuah taman pemandian.Serta diadakan hiburan seperti Al-Barjanji, Hadrah, Japin dan besyair, untuk menunggu air tersebut dan itulah yang dinamakan “ Bedamah Air “ atau menunggu air kembang setaman.<br /><br />11. Benaet adalah acara sujud ke rumah mertua ( orang tua mempelai laki – laki ), dirumah orang tua mempelai laki – laki tersebut ada acara yang dinamakan “ CELOK GATANG “ adapun acara ini oleh orang tua mempelai laki-laki disediakan di tengah ruangan satu buah gatang ( Tempayan Tempat Beras ) dan satu buah gatang ( Tempayan Tempat Garam ), kemudian yang pertama mempelai perempuan disuruh mencelo (mengambil) barang – barang yang ada didalam tempayan beras tersebut, karena didalamnya selain beras juga disediakan barang – barang berupa perhiasan seperti gelang, cincin ataupun kalung, ini merupakan buah kasih sayang mertua kepada menantunya.<br />Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Sintang, adat istiadat upacara perkawinan, kematian dan lain-lainnya disesuaikan dengan ajaran islam, walaupun sebagian penduduk pedalaman masih menganut animisme tetapi pengaruh islam telah ada dalam kehidupan masyarakat. <br />Perkembangan islam awal juga turut pula meningkatkan pembangunan mesjid, surau/langgar baik di Sintang maupun di daerah-daerah bawahan kekuasaan Sintang. Anak laki-laki dan perempuan beramai-ramai ke mesjid atau surau yang juga sebagai tempat belajar mengaji. Pada masa kerajaan Sintang mesjid besar dibangun oleh Sultan yang terletak di samping istana- pola penataan ruang ini juga menjadi dasar kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, istana, mesjid dan alun-alun menjadi satu kesatuan yang setiap malam bulan puasa (Ramadhan) sering diadakan pengajian (tadarus).Pengaruh islam dalam bidang seni pula memegang peranan penting dalam kehidupan istana dan masyarakatnya, masuknya alat music rebana, music gambus dan tari japin mengalami perkembangan di tengah-tengah masyarakat. Setiap diadakan acara perkawinan dan syukuran lainnya music dan dan tarian ini ikut juga mengiringi acara tersebut.Kombinasi antara kebudayaan animism dan kebudayaan islam dapat ditemukan dalam upacara perkawinan. Kegiatan upacara perkawinan sering diiringi tarian jepin yang memakai topeng berwajah setan, hantu dan binatang-binatang yang menyeram mengingat pada penggunaan Roh-roh. Penggunaan topeng ini merupakan pengaruh dari kebudayaan animism dengan diiringi music gambus dan dua buah gendang kecil.<br />Kebudayaan-kebudayaan lain yang ada berupa peninggalan tulisan Arab Melayu buka saja ditulis pada kain dan logam tetapi ada juga dipahat pada kayu dalam bentuk kaligrafi. Menurut cerita rakyat setempa bahwa ada beberapa catatan-catatan yang dibuat kerajaan dan karya-karya sastra yang lahir pada masa itu seperti Undang-Undang yang dibuat sultan Nata dan beberapa buah syair yang ditulis oleh pujangga istana. Tetapi sumber-sumber sejarah itu mengalami kerusakan yang disebabkan cara penyimpanan dan pemeliharaan yang kurang diperhatikan. Sedangkan pada masa pendudukan Jepang di Sintang, banyak peninggalan-peninggalan sejarah termasuk naskah kuno, beberapa buah meriam, harta benda yang terbuat dari emas, intan dan permata milik kerajaan dirampas oleh tentara Jepang alasan untuk keperluan membantu Perang Asia Timur Raya. <br />Kerajaan sintang merupakan sebuah kerajaan yang berkembang di daerah di Sintang. Kerajaan Sintang mempunyai perjalanan sejarah yang panjang karena dari awal berupa kerajaan dalam pengaruh agama hindu dan kemudian menjadi sebuah kesultanan setelah mendapat pengaruh dari agama Islam.Kerajaan Sintang yang kaya juga mengukir sejarah dengan melakukan hubungan dengan kerajaan-kerajaan di Sekitarnya seperti dengan Kerajaan Besar yaitu kerajaan Majahahit. Dengan demikian maka kita dapat mengetahui bahwa kebudayaan yang berkembang di kerajaan Sintang juga mempunyai pengaruh yang cukup besar dari kebudayaan yang ada di luar kerajaan Sintang itu sendiri.<br /> <br />Syahzaman,dkk. 1996. Sintang Dalam Lintasan Sejarah. Pontianak : Romeo Grafika.<br />Moch. Andri. 2008. Peta Tematik Kebudayaan dan Sejarah Pemerintahan Kalimantan Barat. Pontianak : Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Pontianak. <br />Wardana, Datta.dkk. 1997. Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta : Depertemen Pendidikan dan kebudayaan.M.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-78979295516375540442011-02-04T21:58:00.000-08:002011-02-04T21:59:03.266-08:00Syair Gulung Tanah KayongSYAIR GULUNG DARI TANAH KAYONG<br /><br />By. Hamdani<br />Editor.M.Natsir<br /> <br />Syair Gulung pada awalnya hanyalah sebuah bentuk karangan atau disebut kengkarangan, lambat laun berubah menjadi Syair Gulung dikarenakan ditulis di atas kertas kemudian digulung dan disimpan di dalam paruh burung, di dalamnya banyak memuat bentuk-bentuk dari penginternalisasian terhadap ayat-ayat al-Qur`an, berupa bait-bait kata yang indah mengandung nasehat dan petunjuk hidup agar senantiasa masyarakat Melayu di sana berpegangan teguh dengan al-Qur`an sebagai sumber hukum agama yang juga merupakan firman dari Rabb Aja wa Jaladalam kehidupan kesehariannya sebagai seorang Melayu. Dahulunya Syair Gulung dipakai oleh para da`i-da`i yang datang ke Tanah Kayong atau Tanjung Pura sebagai Mediasi dalam menyebarkan dakwah Islam.<br />Dalam sejarahnya Syair Gulung merupakan salah satu bentuk lisan namun setelah masuknya Islam maka kerajaan Tanjung Pura mulai terbuka dengan dunia luar dan mulai mengenal keberaksaraan, selain itu Syair Gulung mulai ditulis di atas kertas atau apapun pada masa itu untuk memudahkan sang pengarang dalam menyampaikan syairnya. Lewat tulisan memungkinkan terjadinya visualisasi atau respons dari indra mata yang akan merangsang otak dari si pengarang menghapal dari tulisannya tersebut.<br />Menurut sejarah masuknya Syair Gulung ke Tanah Kayong, tanah Tanjungpura yang sekarang bernama Kabupaten Ketapang, seiring dengan berkembangnya ajaran Islam. Penyiar agama Islam pada waktu itu bernama Syekh Hasan al-Qodry pada pada jaman kejayaan Kerajaan Tanjungpura.Masyarakat pada waktu itu banyak yang masih menganut agama Hindu dan Animisme, terutama masyarakat yang tinggal jauh dari pusat kerajaan Tanjungpura, oleh karena itulah Syekh Magribi menggunakan berbagai macam cara untuk menyiarkan agama Islam. Salah satu sarana pendekatannya adalah menggunakan pendekatan kesastraan sebab dengan bahasa sastra dapat menyentuh sisi intuisif dari yang mendengarkannya. Ini juga didukung oleh kebiasaan masyarakat Melayu yang gemar melantunkan Syair dalam bentuk apapun.<br />Menurut sumber dari para pemuka adat Melayu yang tergabung dalam Majlis Adat Budaya Melayu (MABM), ada beberapa versi tentang sejarah keberadaan Syair Gulung. Kebanyakan dari mereka menyepakati bahwa Syair Gulung pada dasarnya sudah ada di Tanah Kayong Tanjungpura pada saat Islam pertama kali dimungkinkan Islam masuk dibawa oleh Syekh Hasan al-Qodry atau juga dibawa oleh da`i-da`i dari bangsa Melayu yang datang ke Tanah Kayong yang kemudian dilanjutkan oleh Syekh Magribi.<br />Adapun dari mereka yang meyakini bahwa Syair Gulung pada dasarnya sudah ada jauh sebelum masuknya Islam, dikarenakan bangsa Melayu merupakan bangsa yang gemar akan sastra, dan sastra merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan orang-orang Melayu. Sehingga unsur-unsur Islami yang ada di dalam Syair Gulung merupakan bentuk akulturasi dari internalisasi nilai-nilai Islam yang direduksi dari al-Qur`an dan hadis ke dalam sastra sebagai mediasi pendekatan dakwah.<br />Pada mulanya Syair Gulung mensyiarkan tentang sejarah Kehidupan Nabi Muhammad sebagai mediasi dakwah. Lambat laun peranan Syair Gulung mengalami perubahan tidak hanya sebagai mediasi dalam berdakwah tetapi juga sudah masuk dalam aspek-aspek lain dari kehidupan masyarakat Melayu Tanah Kayong seperti; pada zaman sekarang Syair Gulung sering dilantunkan di acara-acara adat, acara pernikahan, sunatan, selamatan orang naik Haji, bahkan merebah sampai ke acara-acara resmi di dalam pemerintahan Kabupaten Ketapang. Dari aspek inilah menjadikan Syair Gulung bertambah perannya dalam kehidupan Masyarakat Melayu Tanah Kayong.<br /> <br />Salah satu contoh syair gulung yang ada di tanah kayong yang bernilai religi islam :<br /> <br /> SUJUD KU<br />Dalam relung tetesan air mataku…<br />Ku seka ku lepas dan ku biarkan mengalir…<br />Ketika ku melihat mega-mega merah merona cahaya Ilahi…<br />Dan gelegar angin sepoi mengumandangkan azan nan indah di angkasa<br /> <br />Dalam relung lamunan jiwa ku…<br />Ku pupus ku pasrah ku biarkan terikat…<br />Ketika ku sadar akan bumi ku pijak bertasbih atas-Nya<br />Memuja pula sang langit mengagungkan nama-Nya<br /> <br />Dalam relung ku bergerak…<br />Ku pasrah ku lemah ku biarkan tawakal ku menuntunku…<br />Ketika ku sadari aku berawal dari realitaNya<br />Ketika ku rasakan aku adalah bagian dariNya<br />Ketika ku pikirkan bahwa aku adalah cintaNya<br />Ketika dan ketika tak ada lagi yang ku gambarkan atas betapa mahaNya<br />Dalam sujud ku abadi keharibaan pelukan mesraNya…<br /> <br /> DAFTAR PUSTAKA<br /> <br />Kengkarangan merupakan sinonim dari karangan, kengkarangan berasal dari bahasa Melayu di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat yang artinya adalah karangan.<br /> <br /> A. Teeuw, Indonesia antara Kelisanan dan Keberaksaraan (Jakarta; Pustaka Jaya, 1994), hlm. 7<br /> <br />Baswedan Badjuri dkk, Majlis Adat Budaya Melayu Ketapang, Makalah Festifal Seni Budaya Melayu Kalimantan Barat, Ketapang, 2007, hlm. 3-5<br /> <br />Wawancara dengan Baswedan Badjuri, Seksi Budaya dan Olah Raga Majlis Adat Budaya Melayu Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat, di Ketapang tanggal 12 September 2009.M.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-70049711796226839382011-02-04T21:53:00.000-08:002011-02-04T21:54:30.181-08:00Kesultanan PontianakSejarah Kebudayaan Keraton Pontianak<br /><br />By. Meliani<br />Editor.M.Natsir<br /><br />Kesultanan Kadriah berdiri pada tanggal 23 Oktober 1771 (14 Rajab 1185 H), yaitu pada masa kekuasaan Van Der Varra (1761-1775), Gubernur Jenderal VOC ke-29. Pendiri kesultanan ini adalah Syarif Abdurrahman Alkadrie, merupakan putra Habib Husein Alkadrie, ulama penyebar Islam di Pontianak asal Arab. Sejak usia muda, Syarif Abdurrahman telah menunjukkan bakat dan ambisinya yang sangat besar. Ia pernah melakukan petualangan hingga ke Siak dan Palembang, mengadakan kegiatan perdagangan di Banjarmasin, dan berperang hingga berhasil menghancurkan kapal Perancis di Pasir (Banjarmasin). Sejarah awal mula berdirinya kesultanan ini ditandai dengan keinginan Syarif Alkadrie dan saudara-saudaranya beserta para pengikutnya untuk mencari tempat tinggal setelah ayahnya meninggal pada tahun 1184 H di Kerajaan Mempawah. Dengan menggunakan 14 perahu mereka menyusuri Sungai Peniti hingga pada akhirnya mereka menetap di sebuah tanjung bernama Kelapa Tinggi Segedong. Namun, Syarif Alkadrie merasa bahwa tempat tersebut tidak tepat untuk didiami, dan akhirnya mereka melanjutkan perjalanan balik ke hulu sungai melalui Sungai Kapuas Kecil. Ketika menyusuri sungai tersebut rombongan Syarif Alkadrie menemukan sebuah pulau kecil bernama Batu Layang. Mereka kemudian singgah sejenak. Konon mereka pernah diganggu oleh hantu-hantu di sana yang menyebabkan Syarif Alkadrie meminta anggotanya untuk mengusirnya. Setelah itu mereka kembali melanjutkan perjalanan menyusuri Sungai Kapuas.Pada tanggal 23 Oktober1771 (14 Rajab 1184 H), tepatnya menjelang subuh, mereka akhirnya sampai di persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Rombongan Syarif Alkadrie kemudian menebang pohon-pohon di hutan selama delapan hari guna keperluan membangun rumah, balai, dan sebagainya. Di tempat itulah Kesultanan Kadriah berdiri beserta Masjid Djami‘(yang telah berdiri sebelumnya) dan Keraton Pontianak (yang berdiri setelah berdirinya kesultanan).Pada tanggal 8 bulan Sya‘ban tahun 1192 H, Syarif Alkadrie akhirnya dinobatkan sebagai Sultan Pontianak (Kesultanan Kadriah) dengan gelar Syarif Abdurrahman Ibnu Al Habib Alkadrie. Acara penobatan tersebut juga dihadiri oleh Raja Muda Riau, Raja Mempawah, Landak, Kubu, dan Matan. Kesultanan ini merupakan kerajaan paling akhir yang ada di Kalimantan dan sebagai cikal bakal berdirinya Kota Pontianak. Setelah kesultanan Kadriah berakhir, sistem pemerintahan kesultanan secara otomatis berubah menjadi sistem pemerintahan Kota Pontianak. <br /><br />Kesultanan Kadriah dipimpin oleh delapan sultan, yaitu sejak tahun 1771 hingga tahun 1950 sebagaimana berikut ini:<br />1. Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie (1771-1808)<br />2. Sultan Syarif Kasim Alkadrie (1808-1819)<br />3. Sultan Syarif Osman Alkadrie (1819-1855)<br />4. Sultan Syarif Hamid Alkadrie (1855-1872)<br />5. Sultan Syarif Yusuf Alkadrie (1872-1895)<br />6. Sultan Syarif Muhammad Alkadrie (1895-1944)<br />7. Sultan Syarif Thaha Alkadrie (1944-1945)<br />8. Sultan Syarif Hamid II Alkadrie (1945-1950)<br /><br />Periode Pemerintahan<br /><br />Kesultanan ini berlangsung selama hampir dua abad, yaitu sejak tahun 1771 hingga tahun 1950. Selama kesultanan ini masih eksis terdapat delapan sultan yang pernah berkuasa. Ketika kesultanan ini berakhir pada tahun 1950, yaitu seiring dengan bergabungnya banyak daerah dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka sistem pemerintahan juga berubah menjadi pemerintahan Kota Pontianak.Pada tahun 1943-1945, pejuang-pejuang di Kalimantan Barat ikut berjuang melawan kolonialisme Jepang di Indonesia, sebagaimana yang dilakukan pejuang-pejuang di Jawa dan Sumatera. Puncaknya, pada tanggal 16 Oktober 1943 terjadi pertemuan rahasia di Gedung Medan Sepakat Pontianak yang dihadiri oleh tokoh-tokoh masyarakat dari berabagai golongan. Mereka bersepakat untuk merebut kekuasaan dari pemerintah kolonial Jepang dan mendirikan Negeri Rakyat Kalimantan Barat dengan lengkap 18 menterinya.Pada tanggal 8 Desember 1943, mereka kembali melakukan serangan terhadap Jepang. Oleh karena perjuangan mereka dapat disusupi, maka pada tanggal 23 Oktober 1943, terjadi penangkapan terhadap sejumlah tokoh di kalangan Indonesia, Cina, Arab, India, dan juga Jepang. Pada tanggal 24 Januari 1944 terjadi penangkapan periode kedua, yaitu Dr. Rubini dan istri, Demang Muslim Nataprana, dan semua raja di Kalimantan Barat, seperti Sultan Syarif Muhammad Alkadrie, Sultan Muhammad Yusuf Alkadrie (Sultan Pontianak), Muhammad Ibrahim Tsafiuddin (Sultan Sambas), Sultan Hamid (Panembahan Ketapang), dan sebagainya.<br /><br />Ketika Sultan Syarif Hamid II Alkadrie memerintah antara tahun 1945 hingga tahun 1950, banyak kontribusi yang diberikannya kepada Indonesia. Ketika sebagai Ketua Bizonder Federal Overlag (BFO) atau Pertemuan Musyawarah Federal pada tahun 1948, ia ikut menyerahkan kedaulatan dan pengakuan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari pemerintah kolonial Belanda. Sultan Hamid II adalah pembuat lambang negara, yaitu burung garuda berkalung perisai yang merangkum lima sila (Pancasila). Pada masanya, Kesultanan Kadriah kemudian berubah menjadi Kota Pontianak. Berdasarkan Undang-undang No. 25 Tahun 1956, Provinsi Kalimantan Barat ditetapkan sebagai daerah otonom dengan Pontianak sebagai ibukotanya. Kedudukan Kalimantan Barat sebagai provinsi otonom berlaku sejak tanggal 1 Januari 1957 hingga tahun 1993. Tanggal ini ditetapkan sebagai hari jadi Provinsi Kalimantan Barat. Setelah eksistensi Kesultanan Kadriah berakhir tidak ada lagi bekasnya, yang ada hanyalah peninggalan sejarahnya seperti berupa keraton yang kini dijadikan salah satu obyek wisata yang menarik di Kalimantan Barat. <br /><br /> Kehidupan Sosial-Budaya<br /><br />Kesultanan Kadriah merupakan kerajaan terbesar di wilayah Kalimantan beserta kerajaan-kerajaan lain, seperti Kerajaan Sambas dan Kerajaan Banjar. Kesultanan Kadriah berkembang pesat karena didukung dengan adanya jalur pelayaran dan perdagangan yang menyebabkan banyaknya kapal nusantara dan asing yang datang ke pelabuhan tersebut untuk memasarkan berbagai jenis barang dagang. Di antara jenis barang yang dimaksud adalah: berlian, emas, lilin, rotan, tengkawang, karet, tepung sagu, gambir, pinang, sarang burung, kopra, lada, kelapa, dan sebagainya. Proses ini juga berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat yang kemudian banyak mengembangkan kegiatan ekonomi, pertanian, dan perdagangan.Tidak sedikit dari para pendatang yang kemudian bermukim di daerah ini. Setiap pendatang yang berasal dari suku bangsa yang berbeda diberikan tempat tersendiri untuk bermukim. Sehingga nama-nama daerah (kampung) lebih menunjukkan karakteristik ras dan etnisitas, seperti ada Kampung Bugis, Melayu, Tambelan Sampit, Banjar, Bali, Bangka-Belitung, Kuantan, Kamboja, Bansir, Saigon, Arab, Tanjung, Kapur, Parit Mayor, dan sebagainya. Adanya kampung-kampung tersebut menunjukkan bahwa komposisi masyarakat di Kesultanan Kadriah terdiri dari keturunan pribumi (termasuk Melayu), Arab, Cina, Eropa, dan sebagainya. Heterogenitas etnik merupakan ciri utama komposisi masyarakat di Kesultanan Kadriah (kini namanya Pontianak). <br /><br />Masyarakat Pontianak dikelompokkan secara sosial berdasarkan identitas kesukuan, agama, dan ras. Pengelompokan berdasarkan suku, yaitu: pertama, komunitas suku Dayak yang tinggal di daerah pedalaman. Komunitas ini dikenal tertutup, lebih mengutamakan kesamaan dan kesatuan sosio-kultural. Kedua, komunitas Melayu, Bugis, dan Arab, yang dikenal sebagai penganut Islam terbesar di daerah ini yang lebih menekankan aspek sosio-historis sebagai kelas penguasa. Ketiga, imigran Cina yang tinggal di daerah pesisir, yang dikenal sebagai satu kesatuan sosio-ekonomi. Di samping etnisitas, agama masyarakat Pontianak pun beragam. Suku Melayu umumnya banyak menganut Islam, suku Dayak banyak menganut ajaran animisme, dan suku imigran Cina biasanya banyak yang menganut selain keduanya. Suku dayak yang telah menganut agama Islam meninggalkan atau melepaskan identitas dirinya dan kemudian menjadi suku Melayu. Artinya bahwa selain terjadi proses Islamisasi di wilayah daratan Kalimantan Barat juga terjadi proses Melayunisasi, terutama terhadap suku Dayak non-Muslim. Perkembangan selanjutnya menandakan bahwa suku Melayu dapat memiliki kapasitas sebagai “pribumi asli” yang kedudukannya sama dengan suku Dayak. Hubungan antara etnisitas dan pegangan keyakinan keagamaan dalam kehidupan sosio-budaya masyarakat Pontianak dapat disimpulkan sebagai suatu hubungan di mana “penduduk yang bertetangga, serumpun, dan mempunyai latar belakang yang sama bisa akan jadi berbeda apabila mereka memasuki kelompok masyarakat berdasarkan agama yang dianutnya”. <br /><br />A.Kerajaan Melayu <br /><br />Kerajaan Melayu yang dimaksud di sini adalah kerajaan yang pernah berdiri di kawasan Melayu, baik di Indonesia, maupun di luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Philipina dan Brunei. Kerajaan-kerajaan tersebut menggunakan dan mengembangkan kebudayaan Melayu di kawasan mereka. Ringkasnya, mereka menjadikan kebudayaan Melayu sebagai identitas budaya, ekonomi, sosial dan politik. Rentang masa yang cukup panjang, dan cakupan wilayah yang luas menjadikan kerajaan-kerajaan tersebut memiliki kekhasan tersendiri, walaupun mereka disatukan oleh satu rumpun kebudayaan yang sama: kebudayaan Melayu. <br /><br />B.Rumah Melayu Kalbar: Pesona Melayu di Pontianak <br /><br />Beberapa provinsi di Indonesia yang berakarbudaya Melayu, seperti Kalimantan Barat dan Riau, dan beberapa negara di kawasan Melayu, seperti Malaysia dan Brunei Darussalam, sedang giat-giatnya berbenah, berusaha menjadi pusat kebudayaan Melayu. Meskipun rencana tersebut tidak bisa dilepaskan dari kepentingan ekonomi dan politik, namun tetap saja menggembirakan, karena telah muncul kesadaran bahwa budaya merupakan unsur penting dalam kehidupan modern. Untuk mencapai cita-cita luhur itu, tentu saja, provinsi-provinsi dan negara-negara itu telah merumuskan langkah-langkah strategis dan anggaran dana yang besar. Pertanyaannya kemudian adalah, dapatkah mereka menggali dan mensosialisasikan nilai-nilai budaya Melayu sejalan dengan pembangunan fisiknya? Ada beberapa fenomena yang menarik untuk dicermati terkait dengan rencana menjadikan budaya Melayu sebagai identitas utama di beberapa daerah di Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam. Perjalanan MelayuOnline.com ke Pontianak, Mempawah, Sambas, Kuching, dan Brunei Darussalam selama lima hari, secara sekilas (dan mungkin subyektif), menangkap perkembangan rencana besar di masing-masing daerah tersebut. Sejak abad ketiga, pelaut Cina telah berlayar ke Indonesia untuk melakukan perdagangan. Rute pelayaran menyusuri pantai Asia Timur dan pulangnya melalui Kalimantan Barat dan Filipina dengan mempergunakan angin musim.<br />Pada abad ketujuh, hubungan Tiongkok dengan Kalimantan Barat sudah sering terjadi, tetapi belum menetap. Imigran dari Cina kemudian masuk ke Kerajaan Sambas dan Mempawah dan terorganisir dalam kongsi sosial politik yang berpusat di Monterado dan Bodok dalam Kerajaan Sambas dan Mandor dalam Kerajaan Mempawah.<br />Pasukan Khubilai Khan di bawah pimpinan Ike Meso, Shih Pi dan Khau Sing dalam perjalanannya untuk menghukum Kertanegara, singgah di kepulauan Karimata yang terletak berhadapan dengan Kerajaan Tanjungpura. Karena kekalahan pasukan ini dari angkatan perang Jawa dan takut mendapat hukuman dari Khubilai Khan, kemungkinan besar beberapa dari mereka melarikan diri dan menetap di Kalimantan Barat.<br />Pada tahun 1407, di Sambas didirikan Muslim/Hanafi - Chinese Community. Tahun 1463 laksamana Cheng Ho, seorang Hui dari Yunan, atas perintah Kaisar Cheng Tsu alias Jung Lo (kaisar keempat dinasti Ming) selama tujuh kali memimpin ekspedisi pelayaran ke Nan Yang. Beberapa anak buahnya ada yang kemudian menetap di Kalimantan Barat dan membaur dengan penduduk setempat. Mereka juga membawa ajaran Islam yang mereka anut.<br /><br /><br />C.Sejak Abad 17<br /><br />Di abad ke-17 hijrah bangsa Cina ke Kalimantan Barat menempuh dua rute yakni melalui Indocina - Malaya - Kalimantan Barat dan Borneo Utara - Kalimantan Barat. Tahun 1745, orang Cina didatangkan besar-besaran untuk kepentingan perkongsian, karena Sultan Sambas dan Panembahan Mempawah menggunakan tenaga-tenaga orang Cina sebagai wajib rodi dipekerjakan di tambang-tambang emas. Kedatangan mereka di Monterado membentuk kongsi Taikong (Parit Besar) dan Samto Kiaw (Tiga Jembatan).<br />Tahun 1770, orang-orang Cina perkongsian yang berpusat di Monterado dan Bodok berperang dengan suku Dayak yang menewaskan kepala suku Dayak di kedua daerah itu. Sultan Sambas kemudian menetapkan orang-orang Cina di kedua daerah tersebut hanya tunduk kepada Sultan dan wajib membayar upeti setiap bulan, bukan setiap tahun seperti sebelumnya. Tetapi mereka diberi kekuasaan mengatur pemerintahan, pengadilan, keamanan dan sebagainya. Semenjak itu timbullah Republik Kecil yang berpusat di Monterado dan orang Dayak pindah ke daerah yang aman dari orang Cina.<br />Pada Oktober 1771 kota Pontianak berdiri. Tahun 1772 datang seorang bernama Lo Fong (Pak) dari kampung Shak Shan Po, Kunyichu, Kanton membawa 100 keluarganya mendarat di Siantan, Pontianak Utara. Sebelumnya di Pontianak sudah ada kongsi Tszu Sjin dari suku Tio Ciu yang memandang Lo Fong sebagai orang penting. Mandor dan sekitarnya juga telah didiami suku Tio Ciu, terutama dari Tioyo dan Kityo. Daerah Mimbong didiami pekerja dari Kun-tsu dan Tai-pu. Seorang bernama Liu Kon Siong yang tinggal dengan lebih dari lima ratus keluarganya mengangkat dirinya sebagai Tai-Ko di sana. Di San Sim (Tengah-tengah Pegunungan) berdiam pekerja dari daerah Thai-Phu dan berada di bawah kekuasaan Tong A Tsoi sebagai Tai-Ko.<br />Lo Fong kemudian pindah ke Mandor dan membangun rumah untuk rakyat, majelis umum (Thong) serta pasar. Namun ia merasa tersaingi oleh Mao Yien yang memiliki pasar 220 pintu, terdiri dari 200 pintu pasar lama yang didiami masyarakat Tio Tjiu, Kti-Yo, Hai Fung dan Liuk Fung dengan Tai-Ko Ung Kui Peh dan 20 pintu pasar baru yang didiami masyarakat asal Kia Yin Tju dengan Tai-Ko Kong Mew Pak. Mao Yien juga mendirikan benteng Lan Fo (Anggrek Persatuan) dan mengangkat 4 pembantu dengan nama Lo-Man.<br />Lo Fong kemudian mengutus Liu Thoi Ni untuk membawa surat rahasia kepada Ung Kui Peh dan Kong Mew Pak, sehingga mereka terpaksa menyerah dan menggabungkan diri di bawah kekuasaan Lo Fong tanpa pertumpahan darah. Lo Fong kemudian juga merebut kekuasaan Tai-Ko Liu Kon Siong di daerah Min Bong (Benuang) sampai ke San King (Air Mati).<br /><br />D.Sejak Abad 18<br /><br />Lo Fong kemudian menguasai pertambangan emas Liu Kon Siong dan pertambangan perak Pangeran Sita dari Ngabang. Kekuasaan Lo Fong meliputi kerajaan Mempawah, Pontianak dan Landak dan disatukan pada tahun 1777 dengan nama Republik Lan Fong.<br />Tahun 1795 Lo Fong meninggal dunia dan dimakamkan di Sak Dja Mandor. Republik yang setiap tahun mengirim upeti kepada Kaisar Tiongkok ini pun bubar. Oleh orang Cina Mandor disebut Toeng Ban Lit (daerah timur dengan 1000 undang-undang .<br />Tahun 1795, berkobar pertempuran antara kongsi Tai-Kong yang berpusat di Monterado dengan kongsi Sam Tiu Kiu yang berpusat di Sambas karena pihak Sam Tiu Kiu melakukan penggalian emas di Sungai Raya Singkawang, daerah kekuasaan Tai-Kong. Tahun 1796, dengan bantuan kerajaan Sambas, kongsi Sam Tiu Kiu berhasil menguasai Monterado. Namun seorang panglima sultan bernama Tengku Sambo mati terbunuh ketika menyerbu benteng terakhir kongsi Tai Kong. Perang ini oleh rakyat Sambas disebut juga Perang Tengku Sambo.<br />Pada 6 September 1818 Belanda masuk ke Kerajaan Sambas. Tanggal 23 September Muller dilantik sebagai Pejabat Residen Sambas dan esoknya mengumumkan Monterado di bawah kekuasaan pemerintahan Belanda. Pada 28 November diadakan pula pertemuan dengan kepala-kepala kongsi dan orang-orang Cina di Sambas.<br />Tahun 1819, masyarakat Cina di Sambas dan Mandor memberontak dan tidak mengakui pemerintahan Belanda. Seribu orang dari Mandor menyerang kongsi Belanda di Pontianak.<br />Pada 22 September 1822 diumumkan hasil perundingan segitiga antara Sultan Pontianak, pemerintahan Belanda dan kepala-kepala kongsi Cina.<br />Namun pada 1823, setelah berhasil menguasai daerah Lara, Sin Ta Kiu (Sam Tiu Kiu), Sambas, kongsi Tai Kong mengadakan pemberontakan terhadap belanda karena merasa hasil perundingan merugikan pihaknya. Dengan bantuan Sam Tiu Kiu dan orang-orang Cina di Sambas, kongsi Tai Kong kemudian dipukul mundur ke Monterado.<br />Setelah gagal pada serangan kedua tanggal 28 Februari 1823, pada 5 Maret penduduk Cina yang memberontak menyatakan menyerah dan kemudian 11 Mei komisaris Belanda mengeluarkan peraturan-peraturan dan kewajiban-kewajiban kongsi-kongsi.<br />Tahun 1850, kerajaan Sambas yang dipimpin Sultan Abubakar Tadjudin II hampir jatuh ke tangan perkongsian gabungan Tai Kong, Sam Tiu Kiu dan Mang Kit Tiu. Kerajaan Sambas meminta bantuan kepada Belanda. Tahun 1851, kompeni Belanda tiba dipimpin Overste Zorg yang kemudian gugur ketika perebutan benteng pusat pertahanan Sam Tiu Kiu di Seminis Pemangkat. Ia dimakamkan di bukit Penibungan, Pemangkat.<br /><br /><br />E.Setelah Abad 18<br /><br />Tahun 1854 pemberontakan kian meluas dan didukung bangsa Cina yang di luar perkongsian. Belanda kemudian mengirimkan pasukan tambahan ke Sambas yang dipimpin Residen Anderson. Akhirnya pada 1856 Republik Monterado yang telah berdiri selama 100 tahun berhasil dikalahkan. Tanggal 4 Januari 1857 Belanda mengambil alih kekuasaan Cina di kerajaan Mempawah, dan tahun 1884 seluruh perkongsian Cina di Kalimantan Barat dibubarkan oleh Belanda.<br />Tahun 1914, bertepatan dengan Perang Dunia I, terjadi pemberontakan Sam Tiam (tiga mata, tiga kode, tiga cara). Pemberontakan di Monterado dipimpin oleh bekas keluarga Republik Monterado, sedangkan pemberontakan di Mempawah dipimpin oleh bekas keluarga Republik Lan Fong. Mereka juga dibantu oleh masyarakat Melayu dan Dayak yang dipaksa untuk ikut. Pemberontakan berakhir tahun 1916 dengan kemenangan di pihak Belanda. Belanda kemudian mendirikan tugu peringatan di Mandor bagi prajurit-prajuritnya yang gugur selama dua kali pemberontakan Cina (tahun 1854-1856 dan 1914-1916). Perang 1914-1916 dinamakan Perang Kenceng oleh masyarakat Kalimantan Barat.<br />Tahun 1921-1929 karena di Tiongkok (Cina) terjadi perang saudara, imigrasi besar-besaran orang Cina kembali terjadi dengan daerah tujuan Semenanjung Malaya, Serawak dan Kalimantan Barat.M.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-55731897808481889292011-02-04T21:38:00.000-08:002011-02-04T21:42:16.429-08:00Budaya Tionghua Kalimantan BaratBudaya Tionghua Kalimantan Barat<br /><br />By. Dery Rifandi<br />Editor.M.Natsir<br /><br /><br />Tionghoa adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang di Indonesia berasal dari kata Cung Hwa dari Tiongkok. Istilah Tionghoa dan Tiongkok lahir dari lafal Melayu (Indonesia) dan Hokian, secara linguistik Tionghoa dan Tiongkok memang tidak dikenal (diucapkan dan terdengar) diluar masyarakat Indonesia.Istilah China yang dibuat orang dari luar Tiongkok yang telah terlanjur populer bukan berarti tidak boleh diganti dengan Tionghoa/Tiongkok . Analoginya dengan Siam jadi Muangthai/ Thailand.Tionghoa/Tiongkok itu bukan dialek Mandarin, yang mana menyebutnya Zhonghua/Zhongguo, melainkan adalah dialek Xiamen (juga dikenal dengan nama dialek Amoi) yang menjadi sumber penting kata pinjaman dari bahasa Tionghoa kedalam bahasa-bahasa Asia Tenggara.Dalam sastra lama, baik yang Melayu maupun yang Jawa dan lain ainl., istilah yang dipakai cina. Sejak permulaan timbulnya pers berbahasa Melayu dengan abjad Latin pertengahan abad ke-19 pun, yang dipakai ialah cina. Istilah tionghoa, kalau tidak salah, mulai timbul dalam periode antara kedua perang dunia, sebagai akibat satu pertalian idiel antara gerakan nasional kaum pribumi Indonesia dengan organisasi-organisasi masyarakat non-pribumi (baik Tionghoa, maupun Arab dan lain lainl.). Dalam hal ormas Tionghoa, ikatannya dengan gerakan nasional pribumi dipererat lagi karena gerakan yang dipimpin oleh Sun Yat-sen di Tiongkok yang mendapat sambutan positif baik di kalangan gerakan nasional pribumi, maupun di kalangan ormas Tionghoa di Indonesia.<br />Setelah Proklamasi 1945 dan Konperensi Meja Bundar 1949 di Indonesia, dan perpindahan kekuasaan di Tiongkok dengan didirikannya "Republik Rakyat" pada tahun 1950, terjadi penjalinan hubungan diplomatik resmi. Pada waktu itu pun nama negara tersebut resminya dinyatakan "Republik Rakjat Tiongkok" (dalam ejaan waktu itu). Pemakaian kata-kata Tiongkok dan Tionghoa itu tambah mantap pada masa Konperensi Asia-Afrika di Bandung 1955, ketika menjadi populer untuk mendahulukan nama negeri orang yang sesuai dengan nama pribumi negeri bersangkutan. Misalnya populerlah negeri Siam / Thailand disebut Muangthai, begitu pun Sailan / Ceylon disebut Serilangka (walaupun di negeri itu sendiri, pengantian nama resmi menjadi Sri Lanka baru dilakukan belakangan).<br />Jadi, terlepas dari segala aspek lainnya, istilah bahasa bakunya pada periode 1950 - 1965 itu Tionghoa dan Tiongkok, dan bahkan dalam bahasa kolokuial pun orang umumnya memakai kedua kata tersebut, sedangkan kata cina itu penggunaannya minimal sekali. Selain itu, pada periode itu ada satu perbedaan, yaitu kalau memisuh seorang keturunan sana secara "penasaran" atau "dongkol" atau "benci", maka pisuhannya itu cina' lu!, dan tidak pernah tionghoa lu! (dimana yang dimaksud dengan lu ialah kau-nya bahasa Jakarta).<br />Artinya, dalam periode tersebut, tionghoa itulah kata yang baku dan netral, sedangkan cina itu sangat kolokuial dan bertendens menghina. Sudah lumrah, waktu pihak penguasa merasa perlu melancarkan kampanye politik melawan negara yang bersangkutan, kata cina lah yang dipakai, dan kemudian diseragamkan untuk seluruh masyarakat. Jadi, dari segi linguistik yang bersih mengobservasi saja, kita mendapatkan periodisasi berikut:<br />1. istilah dari "dahulu kala" adalah cina<br />2. dengan berkembangnya gerakan nasional, orang mulai memakai tionghoa (disamping cina)<br />3. dalam periode demokrasi liberal (1950-1957), dimantapkan pemakaian tionghoa<br />4. sekitar 1966 Orde Baru menghidupkan kembali istilah cina, sedangkan yang memakai tionghoa bisa dituduh pro-G30S.<br />Sejarah suku Tionghua <br />Sejak abad ketiga, pelaut Cina telah berlayar ke Indonesia untuk melakukan perdagangan. Rute pelayaran menyusuri pantai Asia Timur dan pulangnya melalui Kalimantan Barat dan Filipina dengan mempergunakan angin musim.Pada abad ketujuh, hubungan Tiongkok dengan Kalimantan Barat sudah sering terjadi, tetapi belum menetap. Imigran dari Cina kemudian masuk ke Kerajaan Sambas dan Mempawah dan terorganisir dalam kongsi sosial politik yang berpusat di Monterado dan Bodok dalam Kerajaan Sambas dan Mandor dalam Kerajaan Mempawah.Pasukan Khubilai Khan di bawah pimpinan Ike Meso, Shih Pi dan Khau Sing dalam perjalanannya untuk menghukum Kertanegara, singgah di kepulauan Karimata yang terletak berhadapan dengan Kerajaan Tanjungpura. Karena kekalahan pasukan ini dari angkatan perang Jawa dan takut mendapat hukuman dari Khubilai Khan, kemungkinan besar beberapa dari mereka melarikan diri dan menetap di Kalimantan Barat.Pada tahun 1407, di Sambas didirikan Muslim/Hanafi - Chinese Community. Tahun 1463 laksamana Cheng Ho, seorang Hui dari Yunan, atas perintah Kaisar Cheng Tsu alias Jung Lo (kaisar keempat dinasti Ming) selama tujuh kali memimpin ekspedisi pelayaran ke Nan Yang. Beberapa anak buahnya ada yang kemudian menetap di Kalimantan Barat dan membaur dengan penduduk setempat. Mereka juga membawa ajaran Islam yang mereka anut. <br />Sejak Abad 17 <br />Di abad ke-17 hijrah bangsa Cina ke Kalimantan Barat menempuh dua rute yakni melalui Indocina - Malaya - Kalimantan Barat dan Borneo Utara - Kalimantan Barat. Tahun 1745, orang Cina didatangkan besar-besaran untuk kepentingan perkongsian, karena Sultan Sambas dan Panembahan Mempawah menggunakan tenaga-tenaga orang Cina sebagai wajib rodi dipekerjakan di tambang-tambang emas. Kedatangan mereka di Monterado membentuk kongsi Taikong (Parit Besar) dan Samto Kiaw (Tiga Jembatan).Tahun 1770, orang-orang Cina perkongsian yang berpusat di Monterado dan Bodok berperang dengan suku Dayak yang menewaskan kepala suku Dayak di kedua daerah itu. Sultan Sambas kemudian menetapkan orang-orang Cina di kedua daerah tersebut hanya tunduk kepada Sultan dan wajib membayar upeti setiap bulan, bukan setiap tahun seperti sebelumnya. Tetapi mereka diberi kekuasaan mengatur pemerintahan, pengadilan, keamanan dan sebagainya. Semenjak itu timbullah Republik Kecil yang berpusat di Monterado dan orang Dayak pindah ke daerah yang aman dari orang Cina.Pada Oktober 1771 kota Pontianak berdiri. Tahun 1772 datang seorang bernama Lo Fong (Pak) dari kampung Shak Shan Po, Kunyichu, Kanton membawa 100 keluarganya mendarat di Siantan, Pontianak Utara. Sebelumnya di Pontianak sudah ada kongsi Tszu Sjin dari suku Tio Ciu yang memandang Lo Fong sebagai orang penting. Mandor dan sekitarnya juga telah didiami suku Tio Ciu, terutama dari Tioyo dan Kityo. Daerah Mimbong didiami pekerja dari Kun-tsu dan Tai-pu. Seorang bernama Liu Kon Siong yang tinggal dengan lebih dari lima ratus keluarganya mengangkat dirinya sebagai Tai-Ko di sana. Di San Sim (Tengah-tengah Pegunungan) berdiam pekerja dari daerah Thai-Phu dan berada di bawah kekuasaan Tong A Tsoi sebagai Tai-Ko.<br />Lo Fong kemudian pindah ke Mandor dan membangun rumah untuk rakyat, majelis umum (Thong) serta pasar. Namun ia merasa tersaingi oleh Mao Yien yang memiliki pasar 220 pintu, terdiri dari 200 pintu pasar lama yang didiami masyarakat Tio Tjiu, Kti-Yo, Hai Fung dan Liuk Fung dengan Tai-Ko Ung Kui Peh dan 20 pintu pasar baru yang didiami masyarakat asal Kia Yin Tju dengan Tai-Ko Kong Mew Pak. Mao Yien juga mendirikan benteng Lan Fo (Anggrek Persatuan) dan mengangkat 4 pembantu dengan nama Lo-Man. <br /><br />Lo Fong kemudian mengutus Liu Thoi Ni untuk membawa surat rahasia kepada Ung Kui Peh dan Kong Mew Pak, sehingga mereka terpaksa menyerah dan menggabungkan diri di bawah kekuasaan Lo Fong tanpa pertumpahan darah. Lo Fong kemudian juga merebut kekuasaan Tai-Ko Liu Kon Siong di daerah Min Bong (Benuang) sampai ke San King (Air Mati). <br />Sejak Abad 18 <br />Lo Fong kemudian menguasai pertambangan emas Liu Kon Siong dan pertambangan perak Pangeran Sita dari Ngabang. Kekuasaan Lo Fong meliputi kerajaan Mempawah, Pontianak dan Landak dan disatukan pada tahun 1777 dengan nama Republik Lan Fong.Tahun 1795 Lo Fong meninggal dunia dan dimakamkan di Sak Dja Mandor. Republik yang setiap tahun mengirim upeti kepada Kaisar Tiongkok ini pun bubar. Oleh orang Cina Mandor disebut Toeng Ban Lit (daerah timur dengan 1000 undang-undang .Tahun 1795, berkobar pertempuran antara kongsi Tai-Kong yang berpusat di Monterado dengan kongsi Sam Tiu Kiu yang berpusat di Sambas karena pihak Sam Tiu Kiu melakukan penggalian emas di Sungai Raya Singkawang, daerah kekuasaan Tai-Kong. Tahun 1796, dengan bantuan kerajaan Sambas, kongsi Sam Tiu Kiu berhasil menguasai Monterado. Namun seorang panglima sultan bernama Tengku Sambo mati terbunuh ketika menyerbu benteng terakhir kongsi Tai Kong. Perang ini oleh rakyat Sambas disebut juga Perang Tengku Sambo.Pada 6 September 1818 Belanda masuk ke Kerajaan Sambas. Tanggal 23 September Muller dilantik sebagai Pejabat Residen Sambas dan esoknya mengumumkan Monterado di bawah kekuasaan pemerintahan Belanda. Pada 28 November diadakan pula pertemuan dengan kepala-kepala kongsi dan orang-orang Cina di Sambas.Tahun 1819, masyarakat Cina di Sambas dan Mandor memberontak dan tidak mengakui pemerintahan Belanda. Seribu orang dari Mandor menyerang kongsi Belanda di Pontianak. Pada 22 September 1822 diumumkan hasil perundingan segitiga antara Sultan Pontianak, pemerintahan Belanda dan kepala-kepala kongsi Cina. Namun pada 1823, setelah berhasil menguasai daerah Lara, Sin Ta Kiu (Sam Tiu Kiu), Sambas, kongsi Tai Kong mengadakan pemberontakan terhadap belanda karena merasa hasil perundingan merugikan pihaknya. Dengan bantuan Sam Tiu Kiu dan orang-orang Cina di Sambas, kongsi Tai Kong kemudian dipukul mundur ke Monterado.<br />Setelah gagal pada serangan kedua tanggal 28 Februari 1823, pada 5 Maret penduduk Cina yang memberontak menyatakan menyerah dan kemudian 11 Mei komisaris Belanda mengeluarkan peraturan-peraturan dan kewajiban-kewajiban kongsi-kongsi.<br /> Tahun 1850, kerajaan Sambas yang dipimpin Sultan Abubakar Tadjudin II hampir jatuh ke tangan perkongsian gabungan Tai Kong, Sam Tiu Kiu dan Mang Kit Tiu. Kerajaan Sambas meminta bantuan kepada Belanda. Tahun 1851, kompeni Belanda tiba dipimpin Overste Zorg yang kemudian gugur ketika perebutan benteng pusat pertahanan Sam Tiu Kiu di Seminis Pemangkat. Ia dimakamkan di bukit Penibungan, Pemangkat.<br />Setelah Abad 18 <br />Tahun 1854 pemberontakan kian meluas dan didukung bangsa Cina yang di luar perkongsian. Belanda kemudian mengirimkan pasukan tambahan ke Sambas yang dipimpin Residen Anderson. Akhirnya pada 1856 Republik Monterado yang telah berdiri selama 100 tahun berhasil dikalahkan. Tanggal 4 Januari 1857 Belanda mengambil alih kekuasaan Cina di kerajaan Mempawah, dan tahun 1884 seluruh perkongsian Cina di Kalimantan Barat dibubarkan oleh Belanda.Tahun 1914, bertepatan dengan Perang Dunia I, terjadi pemberontakan Sam Tiam (tiga mata, tiga kode, tiga cara). Pemberontakan di Monterado dipimpin oleh bekas keluarga Republik Monterado, sedangkan pemberontakan di Mempawah dipimpin oleh bekas keluarga Republik Lan Fong. Mereka juga dibantu oleh masyarakat Melayu dan Dayak yang dipaksa untuk ikut. Pemberontakan berakhir tahun 1916 dengan kemenangan di pihak Belanda. Belanda kemudian mendirikan tugu peringatan di Mandor bagi prajurit-prajuritnya yang gugur selama dua kali pemberontakan Cina (tahun 1854-1856 dan 1914-1916). Perang 1914-1916 dinamakan Perang Kenceng oleh masyarakat Kalimantan Barat.Tahun 1921-1929 karena di Tiongkok (Cina) terjadi perang saudara, imigrasi besar-besaran orang Cina kembali terjadi dengan daerah tujuan Semenanjung Malaya, Serawak dan Kalimantan Barat. <br />venansiusorlando.wordpress.com/.../sejarah-suku-tionghoa-di-kalbar/M.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-915477008780255058.post-71323750927647203712011-02-04T20:49:00.000-08:002011-02-04T20:50:54.421-08:00Robo-Robo Mempawah Kalimantan BaratRobo-Robo Mempawah Kalimantan Barat<br /><br />By. Ria Eva Agustrianti <br />Editor.M.Natsir <br /><br />Awal diperingatinya Robo-robo ini sendiri, bermula dengan kedatangan rombongan Opu Daeng Manambon dan Putri Kesumba yang merupakan cucu Panembahan Mempawah kala itu yakni, Panembahan Senggaok yang merupakan keturunan Raja Patih Gumantar dari Kerajaan Bangkule Rajangk Mempawah pada tahun 1148 Hijriah atau 1737 Masehi. Masuknya Opu Daeng Manambon dan istrinya Putri Kesumba ke Mempawah, bermaksud menerima kekuasaan dari Panembahan Putri Cermin kepada Putri Kesumba yang bergelar Ratu Agung Sinuhun bersama suaminya, Opu Daeng Manambon yang selanjutnya bergelar Pangeran Mas Surya Negara sebagai pejabat raja dalam Kerajaan Bangkule Rajangk.Sebagai sebuah peristiwa budaya, Ritual Robo-robo sarat dengan simbol-simbol yang mengandung nilai-nilai historis dan kultural. Ritual Robo-robo merupakan napak tilas kedatangan Opu Daeng Menambon beserta pengikutnya dari Kerajaan Matan ke Kerajaan Mempawah yang konon menggunakan 40 Perahu Bidar. Kedatangan Opu Daeng Menambon beserta pengikutnya ini menjadi cikal-bakal masuk dan berkembangnya agama Islam ke Kota Mempawah. Perlahan-lahan, proses islamisasi pun terjadi dan puncaknya adalah beralihnya Kerajaan Mempawah yang semula beragama Hindu menjadi kerajaan bercorak Islam.<br />Berlayarnya Opu Daeng Manambon dari Kerajaan Matan Sukadana (Kabupaten Ketapang) diiringi sekitar 40 perahu. Saat masuk di Muara Kuala Mempawah, rombongan disambut dengan suka cita oleh masyarakat Mempawah. Penyambutan itu dilakukan dengan memasang berbagai kertas dan kain warna warni di rumah-rumah penduduk yang berada di pinggir sungai. Bahkan, beberapa warga pun menyongsong masuknya Opu Daeng Manambon ke Sungai Mempawah dengan menggunakan sampan. Terharu karena melihat sambutan rakyat Mempawah yang cukup meriah, Opu Daeng Manambon pun memberikan bekal makanannya kepada warga yang berada di pinggir sungai untuk dapat dinikmati mereka juga. Karena saat kedatangannya bertepatan dengan hari Minggu terakhir bulan Syafar, lantas rombongan tersebut menyempatkan diri turun di Kuala Mempawah. Selanjutnya Opu Daeng Manambon yang merupakan keturunan dari Kerajaan Luwu Sulawesi Selatan, berdoa bersama dengan warga yang menyambutnya, mohon keselamatan kepada Allah agar dijauhkan dari bala dan petaka. Usai melakukan doa, kemudian dilanjutkan dengan makan bersama. Prosesi itulah yang kemudian dijadikan sebagai awal digelarnya hari Robo-robo, yang saban tahun rutin dilakukan warga Mempawah, dengan melakukan makan di luar rumah bersama sanak saudara dan tetangga.Bagi sebagian masyarakat di beberapa daerah di Indonesia, bulan Safar diyakini sebagai bulan naas dan sial. Sang Pencipta dipercayai menurunkan berbagai malapetaka pada bulan Safar. Oleh sebab itu, masyarakat yang meyakininya akan menggelar ritual khusus agar terhindar dari “kemurkaan” bulan Safar. Ritual tersebut juga dimaksudkan sebagai penghormatan terhadap arwah leluhur. Namun pandangan di atas berbeda dengan pandangan masyarakat Kota Mempawah yang menganggap bulan Safar sebagai “bulan keberkahan” dan kedatangannya senantiasa dinanti-nantikan. Karena pada bulan Safar terjadi peristiwa penting yang sangat besar artinya bagi masyarakat Kota Mempawah hingga saat ini. Peristiwa penting tersebut kemudian diperingati dengan menggelar Ritual Robo-robo.<br />Dinamakan Robo-robo karena ritual ini digelar setiap hari Rabu terakhir bulan Safar menurut penanggalan Hijriah. Tujuan digelarnya ritual ini adalah untuk memperingati kedatangan dan/atau napak tilas perjalanan Opu Daeng Menambon yang bergelar Pangeran Mas Surya Negara dari Kerajaan Matan, Martapura, Kabupaten Ketapang, ke Kerajaan Mempawah, Kabupaten Pontianak, pada tahun 1737 M/1448 H. Opu Daeng Menambon adalah putra ketiga Opu Daeng Rilekke yang terkenal sebagai pelaut handal dan gemar sekali melakukan perjalanan ke berbagai daerah di Nusantara bersama dengan anak-anaknya. Opu Daeng Rilekke sendiri adalah putra ketiga Sultan La Madusalat dari Kesultanan Luwuk, Bone, Sulawesi Selatan, yang telah menjadi Kesultanan Islam sejak tahun 1398 M. Opu Daeng Menambon beserta keluarganya pindah dari Kerajaan Matan ke Kerajaan Mempawah atas permintaan Panembahan Senggauk, Raja Mempawah waktu itu. Setelah Panembahan Senggauk mangkat, Opu Daeng Menambon naik tahta. Beliau berkuasa di sana sekitar 26 tahun, yakni dari tahun 1740 M sampai beliau wafat pada tahun 1766 M.<br />Robo – robo Sebagai sebuah Peristiwa Budaya<br />Sebagai sebuah peristiwa budaya, Ritual Robo-robo sarat dengan simbol-simbol yang mengandung nilai-nilai historis dan kultural. Ritual Robo-robo merupakan napak tilas kedatangan Opu Daeng Menambon beserta pengikutnya dari Kerajaan Matan ke Kerajaan Mempawah yang konon menggunakan 40 Perahu Bidar. Kedatangan Opu Daeng Menambon beserta pengikutnya ini menjadi cikal-bakal masuk dan berkembangnya agama Islam ke Kota Mempawah. Perlahan-lahan, proses islamisasi pun terjadi dan puncaknya adalah beralihnya Kerajaan Mempawah yang semula beragama Hindu menjadi kerajaan bercorak Islam.Pengumandangan azan dan pembacaan doa yang dilakukan oleh Pemangku Adat Istana Amantubillah sebelum dimulainya Ritual Buang-buang menandakan bahwa dalam prosesi Ritual Robo-robo juga terdapat nilai-nilai religius. Sesajennya yang terdiri dari beras kuning, bertih, dan setanggi pun sarat dengan makna-makna tertentu. Nasi kuning dan bertih melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan, sedangkan setanggi mengandung makna keberkahan. Dalam Ritual Buang-buang tidak semata-mata penghormatan dan pengakuan terhadap keberadaan sungai dan laut sebagai salah satu sumber penghidupan masyarakat, tapi juga tersirat keinginan untuk hidup selaras dengan alam sekitar.<br />Ritual ini biasanya dimulai selepas shalat Zuhur, di mana raja Istana Amantubillah beserta para petinggi istana bertolak dari Desa Benteng menggunakan Perahu Lancang Kuning dan Perahu Bidar. Perahu Lancang Kuning khusus digunakan oleh raja, sedangkan Perahu Bidar diperuntukan bagi petinggi istana. Mereka akan berlayar selama satu jam menuju muara Kuala/Sungai Mempawah yang terletak di Desa Kuala Mempawah, Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Sesampainya di muara Sungai Mempawah, seorang kerabat istana yang menjabat Pemangku Adat mengumandangkan azan dan membaca doa talak bala (talak balak). Kemudian dilanjutkan dengan Ritual Buang-buang, yaitu melempar sesajen ke Sungai Mempawah. Setelah itu, raja beserta para petinggi istana merapat ke tepi Sungai Mempawah untuk bersiap-siap melaksanakan Makan Saprahan di halaman depan Istana Amantubillah. Gambaran di atas merupakan sebagian dari rangkaian prosesi Ritual Robo-robo.Kebersamaan dan silaturahmi antarberbagai elemen masyarakat adalah nilai-nilai lain yang terkandung dalam prosesi Ritual Robo-robo. Hal ini, misalnya, terlihat pada kegiatan Makan Saprahan. Makan Saprahan adalah makan bersama-sama di halaman depan Istana Amantubillah menggunakan baki atau talam. Setiap baki/talam (saprah) yang berisi nasi dan lauk biasanya diperuntukan bagi empat atau lima orang. Dalam Makan Saprahan keakraban terjalin, suasana mencair, dan sekat-sekat melebur jadi satu. Pada saat makan, tidak lagi dipersoalkan status, agama, dan asal-usul seseorang. Hal lain yang tak kalah menariknya dalam Ritual Robo-robo adalah dihidangkannya berbagai masakan khas istana dan daerah setempat yang mungkin tidak lagi populer di tengah-tengah masyarakat, seperti lauk opor ayam putih, sambal serai udang, selada timun, ikan masak asam pedas, dan sop ayam putih. Sebagai penganan pencuci mulut disuguhkan kue sangon, kue jorong, bingke ubi, putuh buloh, dan pisang raja. Sementara untuk minumnya, disediakan air serbat yang berkhasiat memulihkan stamina.<br />Untuk memeriahkan Ritual Robo-robo, biasanya ditampilkan aneka hiburan tradisional masyarakat setempat, seperti tundang (pantun berdendang), japin, dan lomba perahu bidar.<br />A. Lokasi ( Tempat Pelaksanaan )<br />Lokasi prosesi Ritual Robo-robo tersebar di beberapa tempat di Kota Mempawah, seperti di muara Sungai Mempawah di Desa Kuala Mempawah, Istana Amantubillah dan Kompleks Pemakaman Sultan-sultan Mempawah di Kelurahan Pulau Pedalaman, serta Makam Opu Daeng Menambon di Sebukit Rama, Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia. Dari berbagai tempat pelaksanaan upacara robo – robo, Hampir di semua daerah yang melaksanakan ritual ini di tepi pesisir muara. Mereka bertujuan untuk membuang perangkat-perangkat yang telah di sediakan untuk acara Tolak Bala, Perangkat Buang-buang terdiri dari telur ayam, bertih, kemenyan, dan setanggi. Telur ayam diulas atau diusap dengan minyak wangi. Telur melambangkan awal kehidupan. Bertih adalah padi dari beras kuning yang diongseng. Padi melambangkan kesuburan dan kemakmuran. Kemakmuran di seluruh penjuru angin, air, dan darat. Setelah Pemangku Adat membacakan doa, semua perangkat Buang-buang dilempar ke laut. Selepas acara Buang-buang, Pemangku Adat mengumandangkan azan dan do’a talak balak. Buang-buang mempunyai makna, ada keterikatan dan silaturahmi dengan air. Di air ada mahluk dan kehidupan. Ini sangat khas sekali dengan budaya dan tradisi masyarakat Bugis, yang tidak bisa dipisahkan dengan air. Sebagai pelaut, masyarakat Bugis selalu dekat dengan air. Air tak bisa dipisahkan dengan kehidupan orang Bugis. Mereka terkenal sebagai pelaut yang mengarungi berbagai lautan Inilah makna dan inti dari Robo-robo.<br />Opu Daeng Manambon yang merupakan keturunan dari Kerajaan Luwu Sulawesi Selatan, berdoa bersama dengan warga yang menyambutnya, mohon keselamatan kepada Allah agar dijauhkan dari bala dan petaka. Usai melakukan doa, kemudian dilanjutkan dengan makan bersama. Prosesi itulah yang kemudian dijadikan sebagai awal digelarnya hari Robo-robo, yang saban tahun rutin dilakukan warga Mempawah, dengan melakukan makan di luar rumah bersama sanak saudara dan tetangga. Bagi sebagian masyarakat di beberapa daerah di Indonesia, bulan Safar diyakini sebagai bulan naas dan sial. Sang Pencipta dipercayai menurunkan berbagai malapetaka pada bulan Safar. Oleh sebab itu, masyarakat yang meyakininya akan menggelar ritual khusus agar terhindar dari “kemurkaan” bulan Safar. Ritual tersebut juga dimaksudkan sebagai penghormatan terhadap arwah leluhur. Ritual ini biasanya dimulai selepas shalat Zuhur, di mana raja Istana Amantubillah beserta para petinggi istana bertolak dari Desa Benteng menggunakan Perahu Lancang Kuning dan Perahu Bidar. Perahu Lancang Kuning khusus digunakan oleh raja, sedangkan Perahu Bidar diperuntukan bagi petinggi istana. Mereka akan berlayar selama satu jam menuju muara Kuala/Sungai Mempawah yang terletak di Desa Kuala Mempawah, Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Sesampainya di muara Sungai Mempawah, seorang kerabat istana yang menjabat Pemangku Adat mengumandangkan azan dan membaca doa talak bala (talak balak). Kemudian dilanjutkan dengan Ritual Buang-buang, yaitu melempar sesajen ke Sungai Mempawah. Setelah itu, raja beserta para petinggi istana merapat ke tepi Sungai Mempawah untuk bersiap-siap melaksanakan Makan Saprahan di halaman depan Istana Amantubillah. Gambaran di atas merupakan sebagian dari rangkaian prosesi Ritual Robo-robo.Lokasi prosesi Ritual Robo-robo tersebar di beberapa tempat di Kota Mempawah, seperti di muara Sungai Mempawah di Desa Kuala Mempawah, Istana Amantubillah dan Kompleks Pemakaman Sultan-sultan Mempawah di Kelurahan Pulau Pedalaman, serta Makam Opu Daeng Menambon di Sebukit Rama, Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia. Dari berbagai tempat pelaksanaan upacara robo – robo, Hampir di semua daerah yang melaksanakan ritual ini di tepi pesisir muara. Mereka bertujuan untuk membuang perangkat-perangkat yang telah di sediakan untuk acara Tolak Bala, Perangkat Buang-buang terdiri dari telur ayam, bertih, kemenyan, dan setanggi.<br />Sumber: http://www.pontianakpost.com 4 Juni 2009. Kalimantan barat.<br />Sumber ,Ritual Robo-robo Kabupaten Pontianak, Mempawah ”21 Juni 2009. Kalimantan baratM.Natsir,Sos.M.Sihttp://www.blogger.com/profile/04292515254427611460noreply@blogger.com0