Sabtu, 05 Februari 2011

Kesultanan Sambas Kalimantan Barat

Kesultanan Sambas

By. Tomasya Desyan
Editor.M.Natsir

Kesultanan Sambas adalah kerajaan yang terletak di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat sekarang, tepatnya berpusat di Kota Sambas. Kerajaan yang bernama Sambas di Pulau Borneo atau Kalimantan ini sudah sebelum abad ke-14 M sebagaimana yang tercantum dalam Kitab Negara Kertagama karya Prapanca. Pada masa itu Rajanya mempunyai gelaran “Nek” yaitu salah satunya bernama Nek Riuh. Setelah masa Nek Riuh, pada sekitar abad ke-15 M muncul pemerintahan Raja yang bernama Tan Unggal yang terkenal sangat kejam. Karena kekejamannya ini Raja Tan Unggal kemudian dikudeta oleh rakyat dan setelah itu selama puluhan tahun rakyat di wilayah Sungai Sambas ini tidak mau mengangkat Raja lagi.
Pada masa kekosongan pemerintahan di wilayah Sungai Sambas inilah kemudian pada awal abad ke-16 M (1530 M) datang serombongan besar Bangsawan Jawa (sekitar lebih dari 500 orang) yang diperkirakan adalah Bangsawan Majapahit yang masih Hindu melarikan diri dari pulau Jawa (Jawa bagian Timur) karena ditumpas oleh pasukan Kesultanan Demak dibawah Sultan Demak ke-3 yaitu Sultan Trenggono. Pada saat itu di pesisir dan tengah wilayah Sungai Sambas ini telah sejak ratusan tahun didiami oleh orang-orang Melayu yang telah mengalami asimilasi dengan orang-orang Dayak pesisir dimana karena saat itu wilayah ini sedang tidak Ber-Raja (sepeninggal Raja Tan Unggal) maka kedatangan rombongan Bangsawan Majapahit ini berjalan mulus tanpa menimbulkan konflik. Rombongan Bangsawan Majapahit ini kemudian menetap di hulu Sungai Sambas yaitu di suatu tempat yang sekarang disebut dengan nama “Kota Lama”. Setelah sekitar lebih dari 10 tahun menetap di “Kota Lama” dan melihat keadaan wilayah Sungai Sambas ini aman dan kondusif maka kemudian para Bangsawan Majapahit ini mendirikan sebuah Panembahan / Kerajaan hindu yang kemudian disebut dengan nama “Panembahan Sambas”. Raja Panembahan Sambas ini bergelar “Ratu” (Raja Laki-laki)dimana Raja yang pertama tidak diketahui namanya yang kemudian setelah wafat digantikan oleh anaknya yang bergelar Ratu Timbang Paseban, setelah Ratu Timbang Paseban wafat lalu digantikan oleh Adindanya yang bergelar Ratu Sapudak.
Pada masa Ratu Sapudak inilah untuk pertama kalinya diadakan kerjasama perdagangan antara Panembahan Sambas ini dengan VOC yaitu pada tahun 1609 M. Pada masa Ratu Sapudak inilah rombongan Sultan Tengah (Sultan Sarawak ke-1) bin Sultan Muhammad Hasan (Sultan Brunei ke-9) datang dari Kesultanan Sukadana ke wilayah Sungai Sambas dan kemudian menetap di wilayah Sungai Sambas ini (daerah Kembayat Sri Negara. Anak laki-laki sulung Sultan Tangah yang bernama Sulaiman kemudian dinikahkan dengan anak bungsu Ratu Sapudak yang bernama Mas Ayu Bungsu sehingga nama Sulaiman kemudian berubah menjadi Raden Sulaiman. Raden Sulaiman inilah yang kemudian setelah keruntuhan Panembahan Sambas di Kota Lama mendirikan Kerajaan baru yaitu Kesultanan Sambas dengan Raden Sulaiman menjadi Sultan Sambas pertama bergelar Sultan.
A. Sistem-Kekerabatan
Sistem kekerabatan pada masyarakat Melayu di Kalimantan Barat pada umumnya menganut sistem bilinial atau bilateral yaitu mengambil garis keturunan dari ayah dan ibu. Anak mendapatkan perhatian dan perlakuan yang sama dari orang tua maupun sanak keluarga dari ayah dan ibu. Tetapi dalam pembagian warisan, anak laki-laki memperoleh bagian yang lebih banyak dari anak perempuan. Dalam suku Melayu, yang merupakan kelompok kekerabatan terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Ketiga unsur inilah yang disebut keluarga inti. Adapun istilah yang digunakan oleh masyarakat Melayu adalah:
1. Mertua, yaitu panggilan untuk menyebut orang tua suami atau istri.
2. Besan, yaitu panggilan orang tua dari pihak laki-laki menyebut orang tua pihak istri anaknya atau dengan menantunya dengan sebutan besan dan demikian sebaliknya.
3. Ipar, yaitu panggilan untuk saudara kandung dari suami atau istri.
4. Biras, yaitu panggilan untuk suami atau istri dari ipar.
5. Ayah, yaitu panggilan anak-anak terhadap orang tua laki-laki.
6. Umak, yaitu panggilan anak-anak terhadap orang tua perempuan.
7. Nek Aki, yaitu panggilan terhadap orang tua laki-laki ayah atau ibu.
8. Nek Wan, yaitu panggilan terhadap orang tua perempuan ayah atau ibu.
9. Pak Tuak, yaitu panggilan untuk saudara laki-laki ayah atau ibu.
10. Mak Tuak, yaitu panggilan untuk saudara perempuan ayah atau ibu.

Panggilan terhadap Pak Tuak ini tergantung dari urutan kelahiran. Apabila Pak Tuak merupakan anak pertama maka dipanggil Pak Along (yang sulung), anak kedua dipanggil Pak Angah (yang tengah), dan yang terakhir dipanggil Pak Usu (yang bungsu) Sedangkan untuk yang perempuan dipanggil Mak Along, Mak Angah dan Mak Usu. Jika jumlah saudara lebih dari tiga orang disebut berdasarkan warna kulitnya. Istilah tersebut dapat juga dilihat dari fisiknya. Apabila waktu lahir badannya kecil, maka dapat dipanggil Pak Acik. Apabila badannya panjang, maka dapat dipanggil Pak Anjang. Dan apabila badannya gemuk dipanggil Pak Amok. Bila panggilan terhadap orang dewasa ada istilahnya, maka antara anak-anak juga ada istilah sendiri. Misalnya sebutan saudara sepupu untuk anak dari Pak Tuak dan Mak Tuak. Ada beberapa adat istiadat Melayu yang masih berlaku hingga saat ini, diantaranya adat istiadat dalam upacara perkawinan, gunting rambut dan lain sebagainya. Yang merupakan puncak adat istiadat dalam upacara perkawinan.
B. Adat-Istiadat-Perkawinan
Perkawinan yang ideal, terdapat hal-hal yang menjadi kriteria dalam mencarikan jodoh bagi anak adalah ketaatan dalam menjalankan syariat agama, tingkah lakunya yang sopan, peramah, tidak sombong, tidak angkuh dan sebagainya serta diiringi dengan kecantikan atau ketampanan paras dan fisiknya. Masalah pembatasan jodoh, secara resmi di dalam suku Melayu berpegang teguh pada hukum syara’ yaitu hukum yang terdapat dalam agama yang mengatur tentang hal perkawinan tersebut, selain itu ada juga larangan kawin antara dua orang yang :
1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas.
2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan seorang dengan saudara neneknya
3. Berhubungan semenda, yaitu Mertua, anak tiri, menantu dan ibu / bapak tiri
4. Berhubungan susunan, yaitu orang tua susunan, anak susunan, saudara susunan dan paman / bibi susunan
5. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, jika seorang suami memiliki istri lebih dari satu.
6. Mempunyai hubungan yamg di dalam agama Islam antar peraturan lain yang berlaku, dilarang melakukan perkawinan Selain itu ada hal lain juga yang membatasi jodoh, yaitu masalah usia yang masih di bawah umur, masalah kesehatan dan agama yang berbeda. Tetapi apabila sudah masuk ke dalam agama Islam, maka tidak ada lagi larangan untuk melaksanakan perkawinan.
7. Dalam masyarakat Melayu, banyak tradisi atau adat istiadat yang harus dipenuhi sebelum dan sesudah perkawinan, antara lain sebagai berikut :
a) Cikram
Cikram merupakan tanda ikatan pertunangan antara dua insan, dan jika sudah ada gadis pilihan, maka di utus orang-orang yang dituakan atau orang-orang tua untuk datang ke pihak orang tua perempuan pilihannya tersebut. Biasanya menurut adat istiadat, dalam kedatangan wakil dari pihak laki-laki itu, ada barang-barang yang perlu dibawa, antara lain: Sirih, Pinang, Kapur, Gambir dan Tembakau, dalam satu ceper atau talam, sedangkan Sehelai Sarung, Selendang, Sabun dan Bedak sebagai bahan pengiring, dan bahan-bahan tersebut diberikan kepada pihak orang tua perempuan. Barang-barang tersebut belum diserahkan dan terlebih dahulu dimulai dengan acara pelamaran. Dalam acara pelamaran ini, biasanya maksud kedatangan pihak laki-laki ini dikiaskan dengan pantun dan sajak. Apabila pantun dan sajak itu dijawab dengan baik oleh pihak perempuan, maka pihak laki-laki menyerahkan barang bawaan berupa Sirih, Pinang, Kapur, Gambir dan Tembakau. Setelah penyerahan barang bawaan berupa Sirih, Pinang, Kapur, Gambir dan Tembakau ini, wakil dari pihak perempuan membalas pemberian Sirih, Pinang tersebut dengan tidak ketinggalan sirih, pinang serta Sarung dan Songkok sebagai tambahan. Hal ini merupakan pertanda bahwa telah ada persetujuan mengenai ikatan kedua insan tersebut.
b) Akar Pinang
Setelah pelaksanaan antar cikram, maka tahap berikutnya adalah Antar Pinang. Dimana merupakan salah satu adat istiadat dalam perkawinan yang harus dilaksanakan. Apabila hari dan waktu dari pelaksanaan antar pinang telah disepakati atau ditetapkan, maka barang-barang yang akan diantarkan lebih banyak dari cikram dan menurut adat istiadat yang berlaku, sirih pinanglah yang lebih diutamakan. Mas kawin untuk perempuaan dapat berupa uang, emasdan barang. Hal ini tergantung kesepakatan kedua belah pihak. Selain itu yang turut serta menjadi barang antaran adalah perlengkapan alat- alat tempat tidur, pakaian, pakaian dalam, sandal, payung dan barang-barang kelontongan lainnya. Barang-barang tersebut dibawa kepihak perempuan, dan orang-orang dari pihak laki-laki turut serta beramai-ramai mengantarkannya. Kecuali tempat tidur diantarkan sebelum antar pinang. Adakalanya syarat yang ditentukan yaitu disebutkannya sejumlah uang hangus tersebut dan besar kecilnya tergantung keadaan atau kemampuan pihak laki-laki. Uang hangus tersebut bertujuan untuk membantu konsumsi pihak perempuan dalam pelaksanaan pesta perkawinan.
c) Pelaksanaan-Perkawinan
Beberapa hari sebelum acara pokok perkawinan dilaksanakan, maka kaum kerabat yang jauh sudah berdatangan. Kaum kerabat itu membantu membuat tarup dan emper-emper. Tarup tempat duduk untuk undangan, sedangkan emper-emper tempat sajian makanan. Tarup ini dihiasi dengan “Gladak” yang lukisannya berwarna-warni. Gladak adalah dekorasi untuk tarup dimana bahannya dari kain yang telah disiapkan, tujuan dipasangnya gladak adalah supaya para undangan tidak merasa bosan. Ketika hari perkawinan telah tiba, acara ini diiringi dengan musik tanjidor yang bertujuan untuk menyemarakan acara pesta. Apabila tamu-tamu sudah berdatangan, maka protokol menyambut dengan ucapan selamat datang kepada para undangan. Setelah itu acara dilanjutkan dengan kata sambutan oleh penyelenggara, kemudian acara dilanjutkan dengan acara adat yaitu pembacaan zibir nazam dan Al-berzanji.
d) Pulang-Memulangkan
Malam pertama setelah acara perkawinan, ada lagi acara yang disebut acara pulang memulangkan. Dalam acara ini wakil dari pihak laki-laki dan perempuan diharapkan kehadirannya untuk saling menyerahkan kedua mempelainya tersebut.
Adapun acaranya adalah wakil dari pengantin laki-laki menyerahkan kepada wakil pengantin perempuan dan menurut adat yang telah ditentukan, wakil pihak pengantin laki-laki menyerahkan anaknya kepada pengantin perempuan itu tersendiri. Berikutnya wakil dari pengantin perempuan menerima penyerahan tersebut kemudian dilanjutkan dengan penyerahan pengantin perempuan kepada pihak pengantin laki-laki, sama halnya dengan penyerahan pengantin laki-laki kepada pihak pengantin perempuan.
Setelah selesai acara pulang memulangkan, kepada orang yang dituakan diminta untuk memberikan nasihat, khususnya nasihat perkawinan kepada kedua mempelai dalam mengarungi hidup berumah tangga, lalu dilanjutkan dengan acara sujud. Dalam acara sujud ini, pengantin laki-laki dan perempuan bersalaman mencium tangan kedua ibu bapak dan mertuanya sebagai tanda taat setia. Setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan doa selamat.
e) Buang-Buang
Acara ini biasanya dilaksanakan pada tengah malam pertama setelah acara pulang memulangkan dan pihak pengantin perempuan yang maendatangkan dukun untuk melaksanakan acara ini. Alat-alat yang diperlukan berupa air tolak bala, lilin dua batang, telur ayam sebiji, kelapa setampang diisi gula pasir, benang sumbu dan beras secupak. Semuanya dimasukkan kedalam suatu tempat yang disebut bintang.
Pengantin laki-laki memakai sarung yang dililitkan dibadan, sedangkan perempuan memakai kemban dan berkerudung. Mereka berdiri dipelataran yang telah disiapkan, lalu dukun menyiram kedua mempelai hingga basah kemudian dengan dua buah lilin yang sedang menyala dikelilingkan sebanyak tujuh kali dan pada keliling yang ketujuh, apinya harus ditiup serempak oleh kedua mempelai dengan disaksikan oleh seluruh keluarga yang hadir pada saat itu, lalu mereka berganti pakaian dan duduk yang telah dipersiapkan.
Maksud dari acara buang-buang ini adalah sebagai peringatan bagi pengantin baru untuk membersihkan diri dan membuang kebiasaan-kebiasaan yang tidak bermanfaat bagi kehidupannya.
f) Balik-Tikar
Hari keempat setelah acara perkawinan adalah dilaksanakannya adat yang disebut sebagai adat balik tikar. Tikar diranjang dibalikkan dan demikian dengan kasurnya. Kelambu yang dihiasi dengan berbagai dekorasi dibuang dan diganti dengan kelambu yang baru.
Apabila utusan pengantin laki-laki datang menjemput untuk membawa kedua mempelai kerumah orang tua laki-laki pengantin perempuan dibawa mak inangnya yang disebut dengan adat singgahan.
Biasanya, dua hari dua malam berada dirumah orang tua laki-laki dan berkunjung kerumah keluarga terdekat pengantin baru pulang kerumah orang tua perempuan.
Adat istiadat ini masih ada dan perlu dilestarikan demi kelestarian budaya yang terdapat di dalamnya.
1. Kesultanan Sambas adalah kerajaan yang terletak di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat sekarang, tepatnya berpusat di Kota Sambas. Kerajaan yang bernama Sambas di Pulau Borneo atau Kalimantan ini sudah sebelum abad ke-14 M sebagaimana yang tercantum dalam Kitab Negara Kertagama karya Prapanca.
2. Sistem kekerabatan pada masyarakat Melayu di Kalimantan Barat pada umumnya menganut sistem bilinial atau bilateral yaitu mengambil garis keturunan dari ayah dan ibu.
3. jodoh bagi anak adalah ketaatan dalam menjalankan syariat agama, tingkah lakunya yang sopan, peramah, tidak sombong, tidak angkuh dan sebagainya serta diiringi dengan kecantikan atau ketampanan paras dan fisiknya.
4. selain itu ada juga larangan kawin antara dua orang yang :
• Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas.
• Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan seorang dengan saudara neneknya
• Berhubungan semenda, yaitu Mertua, anak tiri, menantu dan ibu / bapak tiri
• Berhubungan susunan, yaitu orang tua susunan, anak susunan, saudara susunan dan paman / bibi susunan
• Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, jika seorang suami memiliki istri lebih dari satu.
• Mempunyai hubungan yamg di dalam agama Islam antar peraturan lain yang berlaku, dilarang melakukan perkawinan Selain itu ada hal lain juga yang membatasi jodoh, yaitu masalah usia yang masih di bawah umur, masalah kesehatan dan agama yang berbeda. Tetapi apabila sudah masuk ke dalam agama Islam, maka tidak ada lagi larangan untuk melaksanakan perkawinan.
Suparman. 2003. IPA Sejarah 1A Untuk Kelas 1 SLTP Semester I. Surakarta: Tiga Serangkai.
http://fixguy.wordpress.com/kebudayaan-suku-melayu-di-sambas/

Irin.blogspot.com/2009/01/pantang-larang-dalam-budaya-sambas.html

http://blog.unila.ac.id/redha/2010/04/12/definisi-ilmu-sejarah/
Menurut Jan Romein, kata “sejarah” memiliki arti yang sama
“geschiedenis” (Belanda), semuanya mengandung arti yang sama, yaitu cerita tentang kejadian atau peristiwa yang terjadi pada masa lampau.
Sementara menurut sejarawan William H. Frederick, kata sejarah diserap dari bahasa Arab, “syajaratun” yang berarti “pohon” atau “keturunan” atau “asal-usul” yang kemudian berkembang dalam bahasa Melayu “syajarah”. Dalam bahasa Indonesia menjadi “sejarah”. Menurutnya kata syajarah atau sejarah dimaksudkan sebagai gambaran silsilah atau keturunan

Tidak ada komentar: