Minggu, 27 Juli 2008

PROFIL SANG METEOR KALBAR

Curriculum Vitae

 

 

Nama                     : Harun D. Ahmad (Harun Das Putra)

Tgl/Lahir                 : 19 Agustus 1941

Pendidikan             : SLTA            

Pekerjaan               : Seniman

Agama                   : Islam

Alamat                   : Jl.Merdeka GG. Pipit No. 25

                                Kec. Kota Pontianak Kalbar

 

 

I.   Hasil Karya (Tutur Sastra Melayu)

 

1.      Timbang Matahari. Th 1971

2.      Jamu Besan. Th 1972

3.      Sultan Syarif Abdurrahman. Th 1978

4.      Simpang Tiga Air Medam. Th 1984

5.      Putri Darah Hitam Th 1987

6.      Raja Sehari. Th 1988

7.      Syair Kalbar . Th. 1996.

8.      Syair Abu Bakar Alqadrie. Th 1996

9.      M.Syafei. Th 1997

10.  Pulau Gelanggang. Th 1999

11.  Datuk Bandar.Th 2001

12.  Dunia Kuala Lumpur. Th 2004

13.  Menguak Seni Sastra. Th 2005

 

II. Motivasi Pekerjaan :

 

Mengembangkan seni sastra Tutur syair dan pantun, agar tetap lestari dan bermanfaat bagi generasi muda maupun masyarakat pada umumnya, sehingga karya tradisional dapat diwariskan bagi generasi yang akan datang dengan harapan tradisi Tutur syair di masyarakat Melayu Kalimantan Barat tetap lestari. Tidak lekang di telan zaman. Harapan bagi generasi muda untuk dapat mengambil nilai-nilai kearifan dari tradisi tersebut dan sangat bermanfaat untuk dapat dijadikan pedoman dalam menata kehidupan yang lebih baik lagi.demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

 

 

 

III. Pengalaman         :

 

Ø      Sejak Tahun 1955 sampai sekarang pemain Tutur baca Syair, Puisi, Theater, Penulis Naskah Drama, Fliem

Ø      Tahun 1965 sampai 1970. Membina Theater

Ø      Tahun 1985 Mendirikan Theater Tutur Syah

Ø      Tahun 1988 Kretifitas, pendiri Khasanah Persatu Penulis Wilayah (Khatulistiwa) Kalbar

Ø      Tahun 1988. Sastra Nusantara VI Kucing Malaysia

Ø      Tahun 1989. Bertutur bersama Sutarji Calzcum Bahri. DR. H. Abdul Hadi W. H.W.S Rendra di PAHI Kalbar

Ø      Tahun 1991. Mendapatkan penghargaan dari Direktorat Jendral Kebudayaan        (Direktur Kesenian Jakarta)

Ø      Tahun 1991. Kongres kebudayaan di TMII Jakarta

Ø      Tahun 1991. Pentas Drama Datuk Bandar di Kucing Sarawak Malaysia

Ø      Tahun 1991. PNS XI Brunai Darussalam.

Ø      Tahun 1992. Merintis Dewan Kesenian Kalbar

Ø      Tahun 1993. Temu Theater Solo Jateng

Ø      Tahun 1993. Peserta SFKMP se- Asia Pasifik Pekanbaru Riau

Ø      Tahun 1993. Tradisi Lisan Tim Jakarta

Ø      Tahun 1993.Temu Ilmiah IV Nusantara Islam Padang Panjang Sumbar

Ø      Tahun 1995. Dialog Borneo Kalbar

Ø      Tahun 1995. Refleksi Setengah Abad Indonesia Merdeka Solo

Ø      Tahun 1996. Pekan Theater se Kalimantan Tenggarong Kaltim

Ø      Tahun 1997. PSN IV di Kucing Sarawak Malaysia

Ø      Tahun 2001. PSN/PSI di Kayu Tanam Sumatera Barat

Ø      Tahun 2001. PSN XI Brunai Darussalam

Ø      Tahun 2001. Kembara Sastra Nusantara I Brunai –Kucing Malaysia

Ø      Tahun 2001. Hari Sastera Sentubong Kucing Malaysia

Ø      Tahun 2001. Hadir Pengucapan Puisi Dunia KL Malaysia

Ø      Tahun 2001. Mendapat Penghargaan Awards

Ø      Tahun 2002. Temu Budaya Nasional di Makasar Sulsel

Ø      Tahun 2003. Sastera Kebudayaan Kalbar dari Galeri Tenda dan Bidar Pontianak

Ø      Tahun 2003. Penghargaan Tokoh Seniman Pontianak dari Walikota Pontianak

Ø      Tahun 2003. Dialog. Puisi. Penyair. Kalbar

Ø      Tahun 2003. Syair. Puisi Kota-Kota Dunia di Waterfront. Kucing Sarawak Malaysia

Ø      Tahun 2004. Ketua Forum Komunikasi Media Tradisional Kalbar

Ø      Tahun 2005. Kongres Kesenian Indonesia II TMII Jakarta 

 

 

 

 

REBANA KEHILANGAN MAKNA

REBANA KEHILANGAN MAKNA

 SEBUAH TRADISI MASYARAKAT PONTIANAK

Oleh : M.Natsir 1

 

Kesenian Melayu Pontianak salah satunya rebana, alat musik sejenis gendang dengan sehelai kulit hewan yang direntangkan pada kerangka kayu berbentuk lingkaran atau cincin. Pada dinding kerangka sering juga diberi kepingan logam yang menimbulkan suara gemerincing jika disentuh atau diguncang. Rebana sudah mulai jarang diperdengarkan kepada masyarakat, padahal kesenian itu sudah ada sejak jaman kesultanan Pontianak,  sultan Abdurrahman. Kesenian rebana yang mengiringi pembacaan barzanji yang dilakukan di keraton Kadriah Pontianak dan masyarakat Islam sekitarnya. Masyarakat Pontianak yang religius sangat populer dengan kesenian-kesenian yang bernafaskan Islam. Rebana adalah salah satu kesenian yang bernapaskan Islam, sehingga masyarakat Melayu yang ada di Kalimantan Barat hampir semua dapat memainkan alat-alat tersebut, bahkan hampir ada dalam sendi kehidupan masyarakat Melayu umumnya. Baik dalam acara yang berkaitan dengan upacara hari besar Islam maupun dalam upacara, khitanan, gunting rambut, perkawinan,penyambutan tamu, peringatan-peringatan hari-hari bersejarah.

Seiring dengan perubahan jaman kesenian rebana mengalami pergeseran,hal ini disebabkan salah satunya kurang minat para generasi muda untuk tertarik dengan kesenian yang banyak mengandung pesan-pesan moral di dalamnya. Adanya kesenian modern dapat mengeser nilai-nilai yang ada jika budaya kesenian rebana tidak dipopulerkan, ekstensi kesenian tradisional ini akan terancam punah. Kesenian yang banyak dikembangkan adalah kesenian tontonan demi hiburan. Dengan demikian kesenian dapat kehilangan spiritnya, yang justru menghidupkan manusia sejak lama. Selain itu ada kebosanan atau perasaan bahwa ritus tradisi musik terlalu sederhana, tidak relevan lagi dengan tuntutan jaman, dan tidak memperhatikan aspek estetika yang di mengerti secara umum, sehingga timbul keinginan untuk melakukan perubahan, pergeseran nilai dan fungsi tadi, menurut banyak ahli, pada akhirnya tidak akan dapat ditolak atau dihindari (Coomans, 1987:199)

Musik tradisi rebana yang berkembang di Pontianak dan di Kalbar umumnya, adalah salah satu cara para ulama menyampaikan misi dakwa dalam menyebarkan agama Islam , selain rebana, jepit , rodat, hadrah dan barjanzi, dll. Kesenian ini berasal dari kebudayaan Arab dan Persia yang menjadi instrumen rebana dan menjadi ciri khas musik yang ada di Indonesia umumnya. Dalam kesenian yang terdiri dari 18 pasal yang umumnya di mainkan oleh masyarakat dengan 4 pasal lagu ; Sigah(napas panjang),Yaman Sigah (rendah), Rakbi (keras dan tinggi),dan Hijaz (lemah lembut). Penyebaran musik tradisi rebana mempunyai misi dakwa dengan berbagai fungsi yang ada di dalamnya dan mengandung pesan-pesan moral baik untuk bagi kaum muda, para pemimpin ataupun intelektual, untuk menyampaikan bahasa seni hadrah sebagai sarana komunikasi yang efektif di masyarakat. Interaksi masyarakat berkembang melalui kontak-kontak sosial, menjadi salah satu aspek sarana, jembatan tali siraturrahmi antar masyarakat, yang pada gilirannya akan menjadikan masyarakat saling hormat menghormati, menghargai sesamanya. Oleh karena itu hadrah mempunyai pesan- pesan moral yang patut untuk diperkenalkan baik itu dalam acara-acara di masyarakat tradisional maupun masyarakat modern, dengan variasi yang dapat menarik perhatian bagi kaum muda, seperti Nasyid yang dipopulerkan melalui oudio visual. Hal ini jika tidak dilestarikan lambat laun kesenian hadrah akan termakan oleh jaman,”Hidup segan mati tak mau” akan menjadi “kehilangan makna” dan tak dapat dikenal kembali keberadaannya. Sebagai sebuah instrumen masyarakat yang menjadi sebuah simbol peradaban budaya bangsa yang pernah ada dan jaya pada jaman kesultanan Pontianak.

     



1 Peneliti Budaya Balai Pelestarian Sejarah Dan Nilai Tradisional Pontianak.