Minggu, 13 Maret 2011

Kesultanan Sanggau Kalimantan Barat

KESULTANAN SANGGAU
KALIMANTAN BARAT

Oleh.M.Natsir


I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerinatahan di Sanggau dimulai dengan dikirimnya Dayang Mas (anak Dara Nante) yang bersuamikan Nurul Kamal keturunan Kiyai Kerang dari Banten. Pada masa pemerintahan Dayang Mas inila memindahkan pusat pemerintahan ke Mangkiang. Dayang Mas kemudian diganti oleh Dayang Puasa dengan gelar Nyai Sura yang dibantu suaminya, Abang Awal (keturunan Kesultanan Embau). Di zaman inilah Kesultanan Sanggau menjalin persahabatan dengan Kesultanan Sintang (Sultan Zubair).
Sultan selanjutnya adalah Abang Gani yang bergelar Kiyai Dipati Kusuma Bungsu Negara. Pada masa pemerintahan Abang Gani ini, datanglah Sultan Matan (Tanjungpura) bermaksud mengawini Puteri Sanggau yang bernama Dayang Seri Gemala dengan gelar Ratu Ayu. Setelah wafat, Abang Gani digantikan oleh puteranya yang bernama Abang besum yang bergelar Pangeran Mangkubumi. Dalam pemerintahannya beliau dibantu oleh saudara kandungnya yang bernama Abang Abon dan sepupunya Abang Guneng.
Setelah abang Besum wafat, diangkatlah Abang Bungsu (Abang Uju) putera dari isteri yang ketiga dengan gelar Sultan Muhammad Jamaluddin. Menurut kisah beliau pernah berkunjung ke kota Cirebon dengan membawa oleh-oleh 3 (tiga) buah meriam yaitu Bujang Juling, Dara Kuning dan Dara Hijau. Pada masa pemerintahannya inilah pusat kota Kesultanan di Mengkiang dipindahkan ke Kota Sanggau.





B. Kebudayaan dan Adat Istiadat
1. Istana Kuta
Beberapa peninggalan sejarah Kesultanan Kuta di Sanggau
a. Komplek Istana Kuta
Pengertian komplek Istana Kuta yang dimaksud adalah bekas bangunan utama dan pendukung Kesultanan Kuta, baik yang berfungsi sebagai administratif Kesultanan maupun urusan kemasyarakatan.
Adapun bangunan dan fungsi bangunan pada komplek Istana Kuta:
• Istana Kuta adalah bangunan utama sebagai simbol kekuasaan Kesultanan Kuta, dimana digunakan untuk aktifitas Kesultanan ataupun tamu Sultan.
• Rumah laut, merupakan tempat tinggal Sultan atau Pengeran dimana bangunan ini dibangun ketika terjadinya giliran kekuasaan antara pihak keluarga Istana.
• Rumah balai, bangunan yang digunakan untuk mengadakan pertemuan dengan kerabat, masyarakat dan tamu
• Rumah besar, yaitu bangunan khusus bagi keluarga Sultan, selir Sultan atau pangeran.
• Rumah penghulu, penghulu adalah penasehat Sultan yang berhubungan dengan kegiatan keagamaan, ataupun pemimpin pada ritual keagamaan lainnya.
• Rumah Wredhana. Wredhana adalah pembantu Sultan yang mengatur tentang tata negara dan administrasi Kesultanan.
• Rumah tinggi, disebut demikian karena kolong (ruang antara tanah dan lantai sangat tinggi.
Beberapa peninggalan atau pusaka Kesultanan yang masih terdapat di Istana Kuta (Rumah darat) pada ruang Koleksi, antara lain:
• Meriam
• Baju kebesaran Sultan
• Beberapa buah senjata Berhulu Emas
• Stempel Kesultanan Berbahasa Arab
• Seperangkat alat musik
• Photo-photo tua Sultan dan bangunan Istana atau Masjid
• Karya Kaligrafi
• Payung
b. Masjid Jami’
Posisi awal Masjid Jami’ ini berada antara Rumah Laut dan Rumah besar, hingga pada abad 18 posisi bangunan ini dipindahkan ke pinggir Sunga Kapuas.
2. Istana Beringin
Secara umum bentuk dan kondisi bangunan ini dalam keadaan baik, hal ini dikarenakan usia bangunan yang relatif muda dibandingkan dengan istana Kuta, mengingat terbentuknya Istana akibat dari sistem pemerintahan Belanda (abad 18) pada saat itu yang ingin mendapatkan kekuasaan mutlak melalui pihak istana.
3. Komplek makam Sultan
Lokasi komplek makam Sultan berada disebaran jalan utama Sanggau-Sintang atau berjarak kurang lebih 2 km dari istana Kuta yang berada diatas bukit. Lokasi makam pada saat ini tidak hanya digunakan oleh pihak kerabat, tapi juga digunakan oleh masyarakat dengan pembagian posisi sebagai berikut:
• Pihak kerabat berada diatas bukit yang memiliki dua puncak bukit
• Masyarakat menggunakan kaki bukit bagian sebelah timur. Dimana pemakaman umum ini memiliki akses tersendiri.
Adat istiadat yang masih berlangsung atau diselenggarakan sebagian besar adalah yang berhubungan dengan perayaan:
• Hari-hari besar Islam
• Kegiatan Istana, membersihkan benda pusaka, dan lain-lain
• Pada kondisi tertentu, misalnya pada musim kemarau ketika air sungai surut, maka daratan kering biasa digunakan sebagai tempat bermain.

C. DATA KONDISI ISTANA KAWASAN
1. Kebijakan Pemerintah
a. Tata ruang Kota
• Tata guna lahan pada istana Kuta diarahkan sebagai kawasan wisata dan olahraga, dan pada kawasan istana Beringin sebagai pusat perdaganagn.
• Lokasi kedua Istana berada pada BWK pusat kota yang mempunyai kebijakan pembagian unit lingkungan berdasarkan RUTRK Kota Sanggau adalah sebanyak 3 unit lingkungan perumahan.
b. Pengembangan Kota
• Strategi pengembangan jaringan darat daerah tepian sungai sebagai jalan kolektor sekunder dan arteri skunder, serta peningkatan kualitas jalan (pedestrian dan jalur hijau).
• Pengembangan dermaga pada pusat perdagangan (kawasan Beringin) dan Tanjung Kapuas, serta peningkatan sarana dan prasarana transportasi air.
• Peningkatan fasilitas pelayanan kota yang dapat menunjang kebutuhan penduduk adalah: Kesehatan, Peribadatan, Perdaganga (pusat perbelanjaan), pelayanan umum, Rekreasi dan pendidikan.
D.Lingkungan dan Kondisi Sosial Ekonomi
1. Istana Kuta
Posisi Istana Kuta pada skala kota Sanggau, adalah sebagai berikut:
• Administratif Komplek Istana Kuta berada pada perbatasan antara Kelurahan Ilir Kota dan Kelurahan Tanjung Kapuas.
• Geografis, posisi Istana berada pada pinggiran pertemuan sungai Kapuas dan sungai Sekayam.
2. Istana Beringin
Posisi Istana Beringin secara administratif terletak pada kelurahan Beringin, dimana pada kelurahan tersebut merupakan CBD Kota Sanggau serta tempat penyeberangan tradisional masyarakat Sanggau.

E. DATA FISIK SITUS ISTANA
A. Istana Kuta
1. Komplek Istana Kuta
Berdasarkan hasil pengumpulan dan pengamatan terhadap masyarakat serta pihak kerabat Istana Kuta, kondisi komplek Istana Kuta terdiri dari:
• Bangunan Utama, Istana Kuta, Istana Ilir, Rumah balai, rumah Besar dan Masjid Jami’
• Fasilitas pendukung: Rumah Penghulu, Rumah Tinggi, Rumah Wredhana, Dermaga Utama, Rumah Meriam, Alun-alun.
2. Istana Kuta (Rumah darat)
• Dibangun pada tahun 1600-an oleh Sulatn Muhammad Jamaluddin.
• Secara umum bentuk bangunan masih asli.
• Bentuk denah bangunan memanjang dari depan ke belakang, dengan arah bangunan menghadap sungai Kapuas.
• Bangunan ini terdiri dari 2 lantai
• Tinggi lantai 01 terhadap tanah (kolong) kurang lebih 2m
• Zonning ruang secara umum dibagi dua, yaitu: bagian depan yang berfungsi sebagai ruang publik dan dikelilingi oleh ruang-ruang publik. Serta bagian belakang dengan fungsi sebagai zone semi private dan service.
• Struktur utama bangunan terbuat dari kayu kelas 1 (kayu belian/ besi), pola grid kolom.
• Bahan penutup atap menggunakan atap sirap dari kayu belian, dan bahan penutup badan bangunan menggunakan papan yang dipasang horisontal.
• Pada bagian depan bangunan terdapat tiang bendera 1 buah.
3. Istana Ilir (Rumah Laut)
• Dibangun ketika terjadi giliran pemegang kekuasaan istana Kuta pada tahun 1876, ketika itu pergantian kekuasaan dari panembahan Thahir II ke Ade Sulaiman.
• Fungsi bangunan adalah rumah sementara bagi pengganti Sultan sebelum diangkat menjadi Sultan
• Saat ini bangunan tersebut sudah tidak ada.
• Banguna terdiri dari 1 lantai.
• Pola grid struktur yang digunakan adalah 3x4 m.
4. Rumah Balai (Balirung)
• Usia bangunan ini perkirakan hampir sama dengan usia Istana Kuta
• Bangunan ini terdiri 1 ruang utama untuk tempat berkumpul 12 ruang tidur untuk menginap tamu, ruang perantara.
• Pada tahun 1970-an bangunan ini pernah digunakan sebagai barak militer.
• Pola grid yang digunakan 3x3 m.
5. Rumah Besar
• Bangunan diperkirakan sama usianya dengan istana kuta
• Bentuk denah bujursangkar dan bangunan menghadap ke arah sungai
• Terdiri dari 1 hall sebagai ruang untuk bermain, berkumpul ataupun acara keluarga lainnya. 8 ruang tidur bagi kerabat dan selir-selir yang tidak dapat ditampung di Istana Kuta.
• Tinggi lantai terhadap kaki atap diperkirakan 6m.
• Mempunyai teras pada bagian depan, serta selasar yang mengelilingi bangunan dan berhubungan langsung dengan dapur umum.
• Berdasarkan informasi, bangunan ini rubuh pada hari Kamis tanggal 02 Mei 1965 Jam 14.00 WIB.
6. Rumah Tinggi
• Bangunan ini merupakan ciri khas dari kelompok bangunan Istana Kuta yang berfungsi sebagai pusat militer saat itu untuk memantau kedatangan maupun pergerakan musuh.
• Disebut bangunan tinggi karena jarak antara lantai dan tanah paling tinggi diantara semua bangunan pada komplek Istana Kuta.
• Ruang pada bangunan ini terdiri dari 3 bagian utama ruang besar.
• Posisi bangunan diperkirakan berada didepan Rumah Penghulu, serta berada tepat di persimpangan Sungan Kapuas dan Sungai Sekayam.


7. Rumah Penghulu
• Dibangun guna mendukung pemerintahan Sultan pada bidang yang berhubungan dengan keagamaan, atau sebagai penasehat Sultan khusus bidang agama.
• Fungsi bangunan sebagai rumah tinggal dan tempat kerja.
• Dimana pada bagian depan dan tengah bangunan terdapat ruang besar guna menampung masyarakat.
• Posisi bangunan berada bagian timur rumah besar, serta terletak dibelakang rumah tinggi.
• Struktur utama dan penutup bangunan dari bahan kayu. Dimensi kolom 30x30 cm bujursangkar.
• Tinggi kolong sekitar 2m
8. Rumah Wredhana
• Bangunan ini difungsikan sebagai tempat tinggal penasehat Sultan yang mengurus seluruh administrasi dan tata negara Istana Kuta.
• Didirikan ketika pendudukan Belanda, hampir bersamaan dengan rumah Ilir.
• Ruang-ruang yang dimiliki antara lain: ruang tidur, ruang tamu, ruang keluarga dan dapur.
• Akses yang dimiliki dari depan dan belakang bangunan
9. Masjid Jami’
• Didirikan sekitar tahun 1825-2830 pada masa pemerintahan Sultan Ayub Pakunegara
• Lokasi pertama masjid Jami’ adalah diantara Istana Kuta dengan Rumah Besar.
• Bentuk denah bangunan asli adalah bujursangkar
• Tampilan bangunan masih dipertahankan secara utuh, bangunan ini diperluas dari dua bagian utama.
• Bagian depan bangunan sebagai entrance saat ini digunakan sebagai perpustakaan
• Bagian tengah bangunan terdiri dari dua lantai.
• Struktur utama dan penutup bangunan dari bahan kayu. Dimensi kolom 30x30 cm bujursangkar.
• Tinggi kolong sekitar 1m.
B. Istana Beringin (Rumah Laut)
1. Istana Beringin (Tanah laut)
• Didirikan pada abad ke-18
• Bentuk denah bujursangkar
• Bangunan hanya terdiri dari 2 lantai
• Tidak ada ruang-ruang khusus pada bangunan, kecuali jumlah ruangan yang lebih banyak dari rumah standar pada umumnya.
• Tinggi lantai dari tanah sekitar 2m
2. Rumah Penebahan
• Bangunan ini dibuat bersamaan dengan dibangunnya istana Laut
• Fungsi ruang bagian depan digunakan untuk berkumpul sebagai ruang tamu, dan bagian belakang digunakan untuk ruang keluarga.
• Untuk ruang sirvice berada pada bagian belakang, bersebelahan dengan ruang keluarga.
• Pola ruang adalah grid, dengan pola kolom yang terbentuk 3x3 m dari bahan kayu bujursangkar.
• Struktur bangunan dan penutup keseluruhan dari kayu.
C. Komplek Makam Sultan
1. Istana Kuta
• Secara adminstratif berada pada kelurahan Ilir kota berada diatas dua puncak bukit sebelah utara Istana.
• Akses menuju komplek Makam dari jalan raya utama telah mengalami perkerasan.
• Puncak bukit sebelah barat terdapat makam utama penembahan Haji Gusti Much. Ali Suryanegara yang telah diberi pelindung bangunan pada tahun 1980-an dengan ukuran atap pelindung 10x10 m
• Puncak sebelah timur terdapat selah atau lembah memanjang ke arah sungai
• Pada pinggiran bukit masih terdapat sisa bangunan bekas benteng pertahanan untuk memantau musuh dari puncak bukit.
• Diantara dua bukit terdapat dua celah atau lembah memanjang kea arah sungai.
2. Istana Beringin
• Lokasi makam berada diutara Istana Beringin dengan jarak dari Istana + 400m melalui jalan lingkungan perumahan penduduk.
• Akses alternatif bisa melalui jalan utama sebelah barat Istana, lebar jalan 2m dan telah mengalami perkerasan dari semen.
• Luas site makam + 1000 m2
TINGKAT KERUSAKAN
A. Istana Kuta
1. Lingkungan
Penurunan kualitas lingkungan terjadi pada komplek Istana Kuta, hal ini diakibatkan beberapa hal:
• Penataan lanskap dan perumahan yang tidak teratur
• Fasade bangunan perumahan penduduk bervariatif
• Keengganan penduduk
• Abrasi sungai Sanggau yang berada di komplek Istana Kuta
2. Bangunan
Pada Istana Kuta kerusakan situs yang terjadi secara umum adalah sedang dan berat, antara lain:
• Hilangnya situs bangunan
• Istana Kuta kerusakan berat terdapat pada bagian penutup atap, lantai dan dinding
• Masjid Jami’ terapat pada tiang/kolom bangunan yang telah mengalami kemiringan ke arah sungai.
• Rumah penghulu pada bagian struktur kolom dan pondasi bangunan bagian samping terjadi kerusakan sedang dikarenakan pelapukan.
B. Istana Beringin
1. Lingkungan
Penurunan kualitas lingkungan terjadi pada komplek Istana Kuta, hal ini diakibatkan beberapa hal:
• Lokasi Istana berada di CBD Kota, sehingga fungsi kawasan Istana pada saat ini adalah Mix Used.
• Bentuk aktifitas perdagangan yang bervariatif di sekitar kawasan mengakibatkan fasilitas perdagangan akan tumbuh secara alamiah dan tidak terkendali.
2. Bangunan
• Hilangnya situs bangunan
• Istana Kuta kerusakan berat terdapat pada bagian penutup atap, lantai dan dinding
• Masjid Jami’ terapat pada tiang/kolom bangunan yang telah mengalami kemiringan ke arah sungai.
• Rumah penghulu pada bagian struktur kolom dan pondasi bangunan bagian samping terjadi kerusakan sedang dikarenakan pelapukan.

DAFTAR PUSTAKA

Roffi Faturrahman, Weni, Dewi Utmmai, ST. Nunik Hasriyanti, ST. (1980), Istana Kuta, Beringing-Sanggau. Inventarisasi Istina Kalimantan Barat
Sartika Listina Galatia. 2011. Kebudayaan Kesultanan Sanggau. Pontianak. STKIP-P

SEJARAH KERAJAAN SEKADAU

Sejarah Kerajaan Sekadau

Oleh.M.Natsir

A.LATAR BELAKANG
Nama Sekadau terambil dari sejenis pohon yang banyak tumbuh di muara sungai Sekadau. Penduduk setempat menamakannya Batang Adau. Asal mula penduduk Sekadau adalah pecahan rombongan Dara Nante yang di bawah pimpinan Singa Patih Bardat dan Patih Bangi yang meneruskan perjalanan ke hulu sungai Kapuas. Rombongan Singa Patih Bardat menurunkan suku Kematu, Benawas, Sekadau dan Melawang. Sedangkan rombongan Patih Bangi adalah leluhur suku Dayak Melawang yang menurunkan raja-raja Sekadau.Mula-mula kerajaan Sekadau terletak di daerah Kematu, lebih kurang 3 kilometer sebelah hilir Rawak. Raja pertama Sekadau adalah Pangeran Engkong yang memiliki tiga putra, yakni Pangeran Agong, Pangeran Kadar dan Pangeran Senarong. Sesudah Pangeran Engkong wafat, kerajaan diteruskan oleh putra keduanya, Pangeran Kadar, karena dinilai lebih bijaksana dari putra-putra yang lain. Karena kecewa, Pangeran Agong kemudian meninggalkan Sekadau menuju daerah Lawang Kuwari. Sedangkan Pangeran Senarong kemudian menurunkan penguasa kerajaan Belitang.
Setelah Pangeran Kadar wafat, pemerintahan dilanjutkan oleh putra mahkota Pangeran Suma. Pangeran Suma pernah dikirim orangtuanya untuk memperdalam pengetahuan agama Islam ke kerajaan Mempawah, karena itu pada masa pemerintahannya agama Islam berkembang pesat di kerajaan Sekadau. Ibukota kerajaan kemudian dipindahkan ke kampung Sungai Bara dan sebuah masjid kerajaan didirikan di sana. Pada masa ini pula Belanda sampai ke kerajaan Sekadau.Pangeran Suma kemudian digantikan oleh putra mahkota Abang Todong dengan gelar Sultan Anum. Lalu digantikan lagi oleh Abang Ipong bergelar Pangeran Ratu yang bukan keturunan raja namun naik tahta karena putra mahkota berikutnya belum cukup dewasa. Setelah putra mahkota dewasa, ia pun dinobatkan memerintah dengan gelar Sultan Mansur. Kerajaan Sekadau kemudian dialihkan kepada Gusti Mekah dengan gelar Panembahan Gusti Mekah Kesuma Negara karena putra mahkota berikutnya, yakni Abang Usman, belum dewasa. Abang Usman kemudian dibawa ibunya ke Nanga Taman.Sesudah pemerintahan Panembahan Gusti Mekah Kesuma Negara berakhir, Panembahan Gusti Akhmad Sri Negara dinobatkan naik tahta. Tetapi oleh penjajah Belanda, panembahan beserta keluarganya kemudian diasingkan ke Malang, Jawa Timur, dengan tuduhan telah menghasut para tumenggung untuk melawan Belanda.Karena peristiwa tersebut, Panembahan Haji Gusti Abdullah kemudian diangkat dengan gelar Pangeran Mangku sebagai wakil panembahan. Ia pun dipersilakan mendiami keraton. Belum lama setelah penobatannya, Pangeran Mangku wafat. Ia kemudian digantikan oleh Panembahan Gusti Akhmad, kemudian Gusti Hamid.Raja Sekadau berikutnya adalah Panembahan Gusti Kelip.
Tahun 1944 Gusti Kelip tewas dibunuh penjajah Jepang. Pihak Jepang kemudian mengangkat Gusti Adnan sebagai pembesar kerajaan Sekadau dengan gelar Pangeran Agung. Ia berasal dari Belitang. Juni 1952, bersama Gusti Kolen dari kerajaan Belitang, Gusti Adnan menyerahkan administrasi kerajaan kepada pemerintah Republik Indonesia di Jakarta.Juga diatur mengenai kewajiban rakyat negeri terhadap hak orang lain seperti kapal pecah, barang hanyut, melindungi model – model kejahatan dan berpindah – pindah negeri. Yang sangat menarik perhatian dimana Gubernement Hindia Nederlands telah berusaha menghapus perbudakan dan pengayauan oleh orang dayak sebagai suatu kondisi yang turun temurun.Semula para raja menjadi tuan dinegeri sendiri kemudian menjadi tanah pinjaman dari Gubernement kepada raja dan seluruh kerajaan. Membatasi segala pungutan dan hasil bumi harus seijin Gubernument Setelah Panembahan Haji Ade Sulaiman meninggal dunia, seharusnya yang naik tahta adalah Pangeran Haji Gusti Muhammad Ali II Suria Negara anak dari Haji Gusti Ahmad Putera Negara. Namun oleh Pangeran Dipati Ibnu yang merupakan putera dari Panembahan Haji Ade Sulaiman Paku Negara, tidak mau menyerahkan pemerintahan, maka kembali Belanda ikut campur tangan.
Gubernement Belanda memilih Pangeran Haji Gusti Muhammad Ali II Suria Negara menjadi raja yang memerintah tahun 1908 – 1915. sedangkan Pangeran Dipati oleh Belanda dibuang ke Jawa. Sebagai Mangkubumi diangkatlah adik dari Panembahan Haji Sulaiman Paku Negara yang bernama Pangeran Haji Ade Muhammad Said Paku Negara.

Panembahan Gusti Muhammad Ali mempunyai 9 orang putera dan 5 orang puteri yaitu :
1.GustiMuhammadTahirIIISuriaNegara
2.Gusti Ahmad yang bergelar Pangeran Adipati Suria Negara
3. Gusti Abdurrahman
4. Gusti Burhan
5. Gusti Muhammad Arief
6. Gusti Zainal Abidin
7. Gusti Syamsudin
8. Gusti Abdul Murad
9. Gusti Terahib
10. Utin Isah
11. Utin Hadijah
12. Utin Mas Urai
13. Utin Maryam
14. Utin Maimun

Setelah Panembahan Gusti Muhammad Ali II Surya Negara wafat maka diangkatlah Haji Muhammad Said Paku Negara sebagai raja. Beliau naik tahta pada tahun 1915 – 1920 pada masa itu yang menjadi Mangkubumi adalah anak dari Pangeran Haji Muhammad Ali II yaitu Gusti Muhammad Tahir III Suria Negara.
Pembaharuan – pembaharuan mulai dilakukan setelah Gusti Muhammad Tahir II Suria Negara menjadi raja menggantikan Panembahan Haji Ade Muhammad Said Paku Negara Pembaharuan yang dilakukan antaralain dalam bidang pendidikan. Dengan mendirikan Gubernement School kelas V di SD Negeri I Sanggau sekarang ini . kemudian membangun jalan raya yang menghubungkan Sanggau – Ngabang dan Sanggau – Sintang pembangunan ini pada dasarnya merupakan perintah dari Penjajah Belanda dengan cara “KERJA RODI”.
Pembaharuan juga dilakukan dengan mendirikan suatu Lembaga Mahkamah Syariah atau Raad Agama di Kerajaan Sanggau yang dipimpin oleh :
1. Pangeran Temenggung Suria Igama atau nama aslinya ialah Haji Muhammad Yusuf.
2. Raden Penghulu Suria Igama yang nama aslinya adalah Ade Ahmaden Baduwi.
Dari segi hukum adat kerajaan juga terjadi pembaharuan karena pada tanggal 31 Oktober 1932 bersamaan dengan 2 Rajab 1351 Hijriah telah disempurnakan kembali hukum adapt Kerajaan sanggau dari 34 pasal menjadi 70 pasal dengan istilah lain hukum adat tambahan yang ditandatangani oleh :
1. Raden Penghulu Suria Igama Abang Haji Ahmad
2. Pangeran Tumenggung Hoofd Penghulu Haji Muhammad Yusuf
3. Panembahan Gusti Muhammad Tahir III Suria Negara
Segala urusan agama tidak hanya dilakukan raja sanggau tetapi dilakukan oleh Raad Agama tersebut seperti nikah, talak dan rujuk serta hukum waris dan wasiat. Demikian pula dengan penetapan awal Ramadhan, Fardlu Kifayah serta urusan peribadatan dimasjid termasuk pengangkatan para imam dan khatib maupun bilal masjid semua dilakukan oleh Raad ama atas nama raja sanggau. Jadi Kerajaan Sanggau tidak hanya menggunakan huklum adatjuga menggunakan hukum islam, Perkembangan agama Islam terus berkembang dan bertambah maju pada masa Panembahan Muhammad Tahir III, karena Belanda menyerahkan pengurusan agama sepenuhnya kepada pemerintah negeri atau kerajaan. Hal ini sesuai dengan ketetapan yang diberikan oleh pemerintah Belanda antara lain :
1. Peribadatan umum umat Nasrani berada dibawah wewenang Departemen Van Onderwijs En Eredient ( Departemen Pengajaran dan peribadatan ). Sedangkan Agama Islam diserahkan kepada Kerajaan dan bagi Daerah Gubernement dibawah wewenang Departement Van Dinnenlasche en Muhamadaanch Zaken.
2. Bidang politik gerakan agama ditampung oleh kantor Voon Inlandsche en Muhammadaanche Zaken.
3. Mahkamah Islam Tinggi ( MIT ) atau Hof Voor Islamatische Zaken dan wewenang Departement Van JUstitie ( Departemen Kehakiman


1.GAWAI BAHAS PERANAN ADAT DALAM PEMBANGUNAN

Dalam PDG tahun 2009 diadakan momen yang tidak kalah pentingnya dalam penataan pembinaan kelembagaan Suku Dayak Kabupaten Sekadau, yakni seminar yang diadakan di Gedung Kateketik Jalan Rawak Sekadau. Seminar ini dihadiri 40 orang peserta dari kontingen kecamatan dan sanggar yang ada di Kabupaten Sekadau.
Dalam PDG tahun 2009 diadakan momen yang tidak kalah pentingnya dalam penataan pembinaan kelembagaan Suku Dayak Kabupaten Sekadau, yakni seminar yang diadakan di Gedung Kateketik Jalan Rawak Sekadau. Seminar ini dihadiri 40 orang peserta dari kontingen kecamatan dan sanggar yang ada di Kabupaten Sekadau.
Hadir sebagai narasumber dalam acara tersebut yaitu Hendri Lisar, sebagai Ketua DAD Kabupaten Sekadau dan Elias Ngiok, dari lembaga penelitian dan pendokumentasian seni dan budaya Institut Dayakologi Kalbar.
Materi yang disampaikan oleh Hendri Lisar yaitu tentang peranan masyarakat Adat Dayak dalam pembangunan. Hendri Lisar memaparkan bahwa keinginan masyarakat Dayak untuk berperan aktif dalam pembangunan sungguh besar, tapi, terbentur oleh berbagai aturan dan perundang-undangan yang diberlakukan oleh pemerintah pusat dan daerah.
”Kita melihat selama ini masyarakat Adat Dayak itu sudah mulai aktif dalam berbagai peran di berbagai sektor pembangunan, tapi sayang masih banyak warga Dayak itu belum tahu aturan main sesuai dengan undang-undang yang diberlakukan oleh pemerintah, ini terbukti dengan benturan dengan keinginan masyarakat untuk memekarkan diri sebagai desa dan kecamatan baru, tapi semua itu berbenturan dengan PP nomor 19 tahun 2008,” katanya.
Topik hangat yang dibahas dalam seminar tersebut yaitu tentang sebutan hukum adat yang selalu salah diartikan oleh pemerintah bahwa hukum adat itu adalah hukum negatif, sedangkan hukum yang ditegakan oleh oknum pengadilan negeri adalah hukum positif. “Padahal hukum adat merupakan hukum dasar semenjak zaman nenek moyang kita untuk mengatur peradaban kehidupan di dunia ini dan sebagai sumber dari hukum nasional,” katanya.
Memang benar selama ini berbagai pihak sering menyebut bahwa hukum adat adalah hukum negatif, padahal itu salah penasiran dan fatal kalau disebut sebagai hukum negatif. Dalam kesempatan tersebut Hendri Lisar juga mengharapkan agar para penegak hukum adat seperti Temenggung Adat kabupaten maupun di kampung-kampung tidak mengkomersilkan hukum adat. Dalam arti menetapkan nilai adat tidak sesuai dengan takaran adat yang sesungguhnya.
Pada sesi kedua yaitu membahas tentang pentingnya pelestarian seni dan budaya bagi masyarakat adat. Elias Ngiok, mengatakan bahwa selama ini kita miskin data dan dokumentasi, sehingga berbagai hal tentang pelestarian budaya sulit untuk dilacak keberadaan dan asal usulnya.
“Pihak kita ingin mengetahui data-data kebudayaan di Dinas Kebudayaan, tapi selama ini dinas yang menangani bidang ini juga tidak memiliki data yang lengkap,” katanya.
Selama ini pihak pemerintah sering menyelenggarakan acara festival atau perlombaan untuk menggalakkan pelestarian budaya itu sendiri, padahal jika diperlombakan hal tersebut sangat fatal dan celaka. Hal ini disebabkan karena kesenian atau buadaya itu mengandung nilai makna tersendiri bagi masing-masing sub suku Dayak. “Jika diperlombakan pasti masing-masing daerah mengunggulkan makna kesenian yang ditampilkan, pasti tidak ada yang mau kalah dalam lubuk hati mereka,” paparnya.


Hermanus Hartono
Borneo Tribune, Sekadau
Pangeran Agung Gusti Muhammad Efendi kini resmi menjabat sebagai Pemangku Adat Keraton Kusumanegara Sekadau. Terpilinya Gusti Muhammad Efendi sebagai pemangku adat keraton Sekadau setelah melalui rapat akbar kerabat keraton Kusumanegara yang dilaksanakan di masjid At-Taqwa desa Mungguk pada 4 April 2010 lalu.
Pemilihan pemangku adat keraton kartanegara sekadau menurut Gusti Efendi dinilai perlu dan mendesak, demi kemajuan dan perkembangan keraton dan para kerabat kedepan yang lebih baik. “Mengingat pentingnya hal tersebut, perlu mengambil langkah untuk menetapkan figure yang dapat duduk sebagai jabatan pemangku adat,” terang Gusti Efendi kepada wartawan di Sekadau Rabu (28/4), kemarin.
Dikatakan Gusti, pertimbangan lain ditetapkannya seorang figur untuk dapat duduk sebagai pemangku adat keraton ialah, karena pada saat ini pejabat pemangku adat keraton kartanegara sekadau belum ada selaian itu, jabatan pemangku adat juga sangat diperlukan demi kelancaran dalam urusan keraton.
“Dari hasil pertemuan akbar yang kita laksanakan di masjid At-Atqwa bersama dengan kerabat keraton Kartenegara Sekadau, pada 4 April 2010 lalu, saya yang dipercaya untuk menduduki jabatan sebagai pemangku adat di Keraton Kartenegara Sekadau,” ujar Gusti.
Dikatakan Gusti, sekitar kurang lebih 100 orang para kerabat keraton Kartanegara yang hadir dalam pertemuan pemilihan kerabat keraton itu. Usai terpilihnya Pangeran Agung Gusti Muhammad Efendi sebagai pemangku adat keraton, langsung dikukuhkan oleh sesepuh sektor adat dari kecamatan Sekadau Hilir H. AB Mat Umar, Kecamatan Nanga Taman Abang Nahar dan sesepuh adat sektor kecamatan Belitang Ade Effendi.
Terpilihnya pangeran agung Gusti Muhammad Effendi, selain dikukuhkan oleh sesepuh adat dari tiga sektor kecamatan tersebut, juga di ketahui oleh Panageran Ratu sri Negara H.R.M Ihksan Perdana, selaku sesepuh keraton sektor timur Kesuma Negara V, Sintang.
Dikatakan Efendi, tembusan hasil pengukuhan pemangku adat keraton kusumanegara sekadau disampaikan kepada menteri dalam negeri di Jakarta, menteri keuangan di Jakarta, menteri kebudayaan dan pariwisata di Jakarta, menteri sosaial di Jakarta, ketua komisi X di Jakarta, ketua firum silahturahmi kesultanan nusantara pusat di Jakarta, ketua asosiasi kesultanan Indonesia di Jakarta, ketua firum silahturahmi kesultanan nusantara kalbar di potianak, gubernur kalbar di potianak, ketua DPRD Kalbar di pontianak, Kepala Dinas PU, Up Kepala Bidang Cipta Karya di Pontianak, sesepuh keraton sektor timur di sintang, Ketua DPRD Sekadau, Kepala Kejaksaan Negeri Sekadau, ketua pengadilan negeri Sekadau, kepala dinas kebudayaan dan pariwisata kabupaten sekadau, ketua dewan adat dayak sekadau, ketua dewan adat tionghoa sekadau dan camat se kabupaten Sekadau.
D. Objek Wisata Air Panas Seburuk
Objek Wisata Air Panas Seburuk

DESA SEBURUK, Kecamatan Belitang Hulu Balai Sepuak, Kabupaten Sekadau menyimpan aset wisata yang tak ternilai harganya, yaitu Sumber Air Panas Bumi. Air ini mengebul dan mengalir sepanjang masa dari perut bumi hingga sekarang. Panas air ini cukup tinggi sehingga dapat dimanfaatkan untuk merebus telur jika kita rendamkan di dalamnya beberapa saat.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, apabila mandi di sana, air tersebut dapat menyembuhkan bermacam-macam penyakit kulit. Objek wisata ini sangat menakjubkan. Jarak tempuh antara Balai Sepuak dan Desa Seburuk kurang lebih 10 km. Jarak ini dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua sampai ke Desa Seburuk, kemudian berjalan kaki 45 menit ke lokasi air panas tersebut..
E. Batu Betulis Ng Mahap
Batu Betulis Ng Mahap

BATU BERTULIS adalah merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Hindu di tanah air. Batu bertulis di Sungai Tekaret anak sungai Mahap, dari pinggir sungai kurang lebih 30 M dekat Kampung Pait Kecamatan Nanga Mahap 18 km dari ibu kota kecamatan ke lokasi, dan 59,85 km dari ibu kota kabupaten ke Kecamatan Nanga Mahap.
Tinggi sebelah kiri batu tersebut dua meter. Sebelah kanan 3,90 meter. Lebar 5,10 meter. Batu ini satu-satunya bukti tertulis sejarah Indonesia Kuno di Kalimantan Barat. Bangunan ini dari bahan batu alam, ditulis secara vertikal untuk masing-masing bait, menggunakan huruf Pallawa bahasa Sanksekerta. Ditilik dari langgam tulisannya ditulis padatahun 650 Masehi (abad 7 M) akhir Hindu dan awal Budha, berisi doa dan mantera untuk keselamatan dan kesejahteraan warga di sekitarnya
F. Kulit Padi Purba
Kulit Padi Purba
OBYEK wisata ini berada di Dusun Landau Kodah, Desa Seberang Kapuas, Kecamatan Sekadau Hilir. Jaraknya sekitar 7 km dari lbu Kota Kecamatan ke lokasi.
Keunikan obyek wisata ini merupakan kulit padi (gabah) dalam ukuran besar. Benda ini merupakan warisan nenek moyang masyarakat setempat yang sudah turun temurun, disimpan di rumah adat setempat. Konon katanya kulit padi ini dikeramatkan dan diyakini membawa berkah untuk rezeki panen berlimpah bagi masyarakat setempat. Oleh karena itu setiap tahun benda ini diberkati dengan suatu upacara adat..

Komplek Gua Lawang Kuari
KOMPLEKS gua ini berada di Desa Seberang Kapuas, Kecamalan Sekadau Hilir. Merupakan gua alam yang memiliki sejarah bagi kerajaan Sekadau yang merupakan tempat bertapa raja zaman kuno.
Gua ini berada di tebing Sungai Kapuas. Ada tiga gua berjejer (lubang). Konon katanya gua pertama paling kanan (hilir) milik sukuDayak, Bagian tengah milik suku Senganan (Melayu), dan bagian kiri (Hulu) milik suku China (Tionghoa).
2. seni tradisional masyarakat sekadau yang mulai hilang
sekadau sebagai daerah transit/segitiga emas yang kotanya dibelah oleh sungai kapuas dan sungai sekadau, sekadau dulunya merupakan daerah kesultanan yang kental dengan seni/budaya melayunya

1. TARI JEPEN
kesenian JEPEN yang merupakan perpaduan seni beladiri/ketangkasan yang diiringi dengan alat musik gambus dan dua buah gendang yang disebut" ketapak" menyerupai beduk, kesenian jepen dimainkan oleh muda-mudi maupun orangtua biasanya di gelar pada acara-acara menyambut tamu, berangkat/pulang perang, pernikahan
2. HADROH
Kesenian HADROH hampir mirip dengan kesenian yang terkenal dari aceh dan alat musik utamanya adalah "TAR" yang mirip dengan beduk tapi ukurannya kecil di sekelilingnya diberi dua buah lempengan tembaga yang saling berbenturan biasanya 3 pasang (6 buah lempengan tembaga) apabila "TAR" dipukul dan menghasilkan suara khas HADROH kesenian ini biasaya digunakan pada saat upacara keagamaan islam seperti acara maulid nabi muhammad SAW, berangkat haji, Pernikahan, dan menyambut tamu
sair/lagu yang digunakan pada saat alat musik hadroh "TAR" ditabuh biasanya berupa sholawat nabi, pantun/sair
dan masih banyak yang lainnya, dan hampir 90% kesenian tradisional masyarakat sekadau khususnya budaya melayu sekadau sudah hampir punah dikarenakan generasi mudanya tidak ada yang mau belajar.


KESIMPULAN
Dengan adanya makalah ini kita dapat mengetahui bahwa kerajaan sekadau setempat menamakannya dari sejenis pohon yaitu batang adau.
Asal mula kerajaan Sekadau terletak di daerah Kematu, lebih kurang 3 kilometer sebelah hilir Rawak. Segala urusan agama tidak hanya dilakukan raja sanggau tetapi dilakukan oleh Raad Agama tersebut seperti nikah, talak dan rujuk serta hukum waris dan wasiat. Demikian pula dengan penetapan awal Ramadhan, Fardlu Kifayah serta urusan peribadatan dimasjid termasuk pengangkatan para imam dan khatib maupun bilal masjid semua dilakukan oleh Raad ama atas nama raja sanggau. Jadi Kerajaan Sanggau tidak hanya menggunakan huklum adatjuga menggunakan hukum islam, Perkembangan agama Islam terus berkembang dan bertambah maju pada masa Panembahan Muhammad Tahir III




Daftar Pustaka

Pehanurjana, 2011. Sejarah Kerajaan Sekadau. Pontianak STKIP-PGRI

my.opera.com/B4d-b0Y/blog/.../sejarah-kerajaan-sekadau

id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sekadau

wisatasekadau.blogspot.com

melayuonline.com › ... › Kerajaan Melayu di Kalimantan Barat

LEGENDA BUKIT KELAM

LEGENDA BUKIT KELAM SINTANG
KALIMANTAN BARAT
Oleh. M.Natsir

Pendahuluan
Bukit Kelam merupakan salah satu obyek wisata alam yang eksotis di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Indonesia. Bukit yang telah menjadi Kawasan Hutan Wisata ini memiliki panorama alam yang memesona, yaitu berupa pemandangan air terjun, gua alam yang dihuni oleh ribuan kelelawar, dan sebuah tebing terjal setinggi kurang lebih 600 meter yang ditumbuhi pepohonan di kaki dan puncaknya. Dibalik pesona dan eksotisme Bukit Kelam, tersimpan sebuah cerita yang cukup menarik. Konon, Bukit Kelam dulunya merupakan sebuah rantau, (tempat yang tidak pernah di datangi orang) Namun, karena terjadi suatu peristiwa, maka kemudian rantau itu menjelma menjadi Bukit Kelam. Kisahnya dapat Anda ikuti dalam cerita Legenda Bukit Kelam berikut ini.Alkisah, di Negeri Sintang, Kalimantan Barat, Indonesia, hiduplah dua orang pemimpin dari keturunan dewa yang memiliki kesaktian tinggi, namun keduanya memiliki sifat yang berbeda. Yang pertama bernama Sebeji atau dikenal dengan Bujang Beji. Ia memiliki sifat suka merusak, pendengki dan serakah. Tidak seorang pun yang boleh memiliki ilmu, apalagi melebihi kesaktiannya. Oleh karena itu, ia kurang disukai oleh masyarakat sekitar, sehingga sedikit pengikutnya. Sementara seorang lainnya bernama Temenggung Marubai. Sifatnya justru kebalikan dari sifat Bujang Beji. Ia memiliki sifat suka menolong, berhati mulia, dan rendah hati. Kedua pemimpin tersebut bermata pencaharian utama menangkap ikan, di samping juga berladang dan berkebun.Bujang Beji beserta pengikutnya menguasai sungai di Simpang Kapuas, sedangkan Temenggung Marubai menguasai sungai di Simpang Melawi. Ikan di sungai Simpang Melawi beraneka ragam jenis dan jumlahnya lebih banyak dibandingkan sungai di Simpang Kapuas. Tidak heran jika setiap hari Temenggung Marubai selalu mendapat hasil tangkapan yang lebih banyak dibandingkan dengan Bujang Beji.
Temenggung Marubai menangkap ikan di sungai Simpang Melawi dengan menggunakan bubu (perangkap ikan) raksasa dari batang bambu dan menutup sebagian arus sungai dengan batu-batu, sehingga dengan mudah ikan-ikan terperangkap masuk ke dalam bubunya. Ikan-ikan tersebut kemudian dipilihnya, hanya ikan besar saja yang diambil, sedangkan ikan-ikan yang masih kecil dilepaskannya kembali ke dalam sungai sampai ikan tersebut menjadi besar untuk ditangkap kembali. Dengan cara demikian, ikan-ikan di sungai di Simpang Melawi tidak akan pernah habis dan terus berkembang biak.Mengetahui hal tersebut, Bujang Beji pun menjadi iri hati terhadap Temenggung Marubai. Oleh karena tidak mau kalah, Bujang Beji pun pergi menangkap ikan di sungai di Simpang Kapuas dengan cara menuba. Dengan cara itu, ia pun mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak. Pada awalnya, ikan yang diperoleh Bujang Beji dapat melebihi hasil tangkapan Temenggung Marubai. Namun, ia tidak menyadari bahwa menangkap ikan dengan cara menuba lambat laun akan memusnahkan ikan di sungai Simpang Kapuas, karena tidak hanya ikan besar saja yang tertangkap, tetapi ikan kecil juga ikut mati. Akibatnya, semakin hari hasil tangkapannya pun semakin sedikit, sedangkan Temenggung Marubai tetap memperoleh hasil tangkapan yang melimpah. Hal itu membuat Bujang Beji semakin dengki dan iri hati kepada Temenggung Marubai.”Wah, gawat jika keadaan ini terus dibiarkan!” gumam Bujang Beji dengan geram.Sejenak ia merenung untuk mencari cara agar ikan-ikan yang ada di kawasan Sungai Melawi habis. Setelah beberapa lama berpikir, ia pun menemukan sebuah cara yang paling baik, yakni menutup aliran Sungai Melawi dengan batu besar pada hulu Sungai Melawi. Dengan demikian, Sungai Melawi akan terbendung dan ikan-ikan akan menetap di hulu sungai.
Setelah memikirkan masak-masak, Bujang Beji pun memutuskan untuk mengangkat puncak Bukit Batu di Nanga Silat, Kabupaten Kapuas Hulu. Dengan kesaktiannya yang tinggi, ia pun memikul puncak Bukit Batu yang besar itu. Oleh karena jarak antara Bukit Batu dengan hulu Sungai Melawi cukup jauh, ia mengikat puncak bukit itu dengan tujuh lembar daun ilalang.Di tengah perjalanan menuju hulu Sungai Melawi, tiba-tiba Bujang Beji mendengar suara perempuan sedang menertawakannya. Rupanya, tanpa disadari, dewi-dewi di Kayangan telah mengawasi tingkah lakunya. Saat akan sampai di persimpangan Kapuas-Melawi, ia menoleh ke atas. Namun, belum sempat melihat wajah dewi-dewi yang sedang menertawakannya, tiba-tiba kakinya menginjak duri yang beracun.”Aduuuhhh.... !” jerit Bujang Beji sambil berjingkrat-jingkrat menahan rasa sakit.
Seketika itu pula tujuh lembar daun ilalang yang digunakan untuk mengikat puncak bukit terputus. Akibatnya, puncak bukit batu terjatuh dan tenggelam di sebuah rantau yang disebut Jetak. Dengan geram, Bujang Beji segera menatap wajah dewi-dewi yang masih menertawakannya.”Awas, kalian! Tunggu saja pembalasanku!” gertak Bujang Beji kepada dewi-dewi tersebut sambil menghentakkan kakinya yang terkena duri beracun ke salah satu bukit di sekitarnya.
”Enyahlah kau duri brengsek!” seru Bujang Beji dengan perasaan marah.
Setelah itu, ia segera mengangkat sebuah bukit yang bentuknya memanjang untuk digunakan mencongkel puncak Bukit Batu yang terbenam di rantau (Jetak) itu. Namun, Bukit Batu itu sudah melekat pada Jetak, sehingga bukit panjang yang digunakan mencongkel itu patah menjadi dua. Akhirnya, Bujang Beji gagal memindahkan puncak Bukit Batu dari Nanga Silat untuk menutup hulu Sungai Melawi. Ia sangat marah dan berniat untuk membalas dendam kepada dewi-dewi yang telah menertawakannya itu.Bujang Beji kemudian menanam pohon kumpang mambu. Yang akan digunakan sebagai jalan untuk mencapai Kayangan dan membinasakan para dewi yang telah menggagalkan rencananya itu. Dalam waktu beberapa hari, pohon itu tumbuh dengan subur dan tinggi menjulang ke angkasa. Puncaknya tidak tampak jika dipandang dengan mata kepala dari bawah.Sebelum memanjat pohon kumpang mambu, Bujang Keji melakukan upacara sesajian adat yang disebut dengan Bedarak Begelak, yaitu memberikan makan kepada seluruh binatang dan roh jahat di sekitarnya agar tidak menghalangi niatnya dan berharap dapat membantunya sampai ke kayangan untuk membinasakan dewi-dewi tersebut.

Namun, dalam upacara tersebut ada beberapa binatang yang terlupakan oleh Bujang Beji, sehingga tidak dapat menikmati sesajiannya. Binatang itu adalah kawanan sampok (Rayap) dan beruang. Mereka sangat marah dan murka, karena merasa diremehkan oleh Bujang Beji. Mereka kemudian bermusyawarah untuk mufakat bagaimana cara menggagalkan niat Bujang Beji agar tidak mencapai kayangan.
”Apa yang harus kita lakukan, Raja Beruang?” tanya Raja Sampok kepada Raja Beruang dalam pertemuan itu.
”Kita robohkan pohon kumpang mambu itu,” jawab Raja Beruang.
”Bagaimana caranya?” tanya Raja Sampok penasaran.
”Kita beramai-ramai menggerogoti akar pohon itu ketika Bujang Beji sedang memanjatnya,” jelas Raja Beruang.
Seluruh peserta rapat, baik dari pihak sampok maupun beruang, setuju dengan pendapat Raja Beruang.
Keesokan harinya, ketika Bujang Beji memanjat pohon itu, mereka pun berdatangan menggerogoti akar pohon itu. Oleh karena jumlah mereka sangat banyak, pohon kumpang mambu yang besar dan tinggi itu pun mulai goyah. Pada saat Bujang Beji akan mencapai kayangan, tiba-tiba terdengar suara keras yang teramat dahsyat.
”Kretak... Kretak... Kretak... !!!”
Beberapa saat kemudian, pohon Kumpang Mambu setinggi langit itu pun roboh bersama dengan Bujang Beji.
”Tolooong... ! Tolooong.... !” terdengar suara Bujang Beji menjerit meminta tolong.
Pohon tinggi itu terhempas di hulu sungai Kapuas Hulu, tepatnya di Danau Luar dan Danau Belidak. Bujang Beji yang ikut terhempas bersama pohon itu mati seketika. Maka gagallah usaha Bujang Beji membinasakan dewi-dewi di kayangan, sedangkan Temenggung Marubai terhindar dari bencana yang telah direncanakan oleh Bujang Beji.

Menurut cerita, tubuh Bujang Beji dibagi-bagi oleh masyarakat di sekitarnya untuk dijadikan jimat kesaktian. Sementara puncak bukit Nanga Silat yang terlepas dari pikulan Bujang Beji menjelma menjadi Bukit Kelam. Patahan bukit yang berbentuk panjang yang digunakan Bujang Beji untuk mencongkelnya menjelma menjadi Bukit Liut. Adapun bukit yang menjadi tempat pelampiasan Bujang Beji saat menginjak duri beracun, diberi nama Bukit Rentap.Demikian cerita Legenda Bukit Kelam dari daerah Kalimantan Barat, Indonesia. Cerita di atas termasuk dalam cerita teladan yang mengandung pesan-pesan moral. Sedikitnya ada dua pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas, yaitu akibat yang ditimbulkan dari sikap iri hati dan tamak, dan keutamaan sifat suka bermusyawarah untuk mufakat. Sifat iri hati dan tamak tercermin pada sifat dan perilaku Bujang Beji yang hendak menguasai ikan milik Temenggung Marubai yang ada di Sungai Melawi. Dari sini dapat diambil sebuah pelajaran, bahwa sifat tamak dan serakah dapat menyebabkan seseorang menjadi iri dan dengki. Sifat ini tidak patut dijadikan sebagai suri teladan dalam kehidupan sehari-hari. Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu:
kalau orang tak tahu diri,
seumur hidup iri mengiri
apa tanda orang serakah,
berebut harta terbuan tuah
Sementara sifat suka bermusyawarah untuk mufakat terlihat pada perilaku kawanan sampok dan beruang yang berusaha untuk menggagalkan rencana jelek Bujang Beji yang hendak membinasakan dewi-dewi di kayangan. Menurut Tenas Effendy, melalui musyawarah dan mufakat, tunjuk ajar dapat dikembangkan dengan pikiran, ide, atau gagasan yang dapat disalurkan. Dalam ungkapan Melayu dikatakan: di dalam musyawarah,buruk baiknya akan terdedahdi dalam mufakat,berat ringan sama diangkat


B. Kebudayaan Masyarakat.
Kebudayaan akan masyarakat sintang pada masa itu menjolok pada hal-hal yang dianggap gaib dan memiliki kekuatan atau kesaktian yang luar biasa, sebagaimana yang telah dipelajari oleh Bujang Beji dan Temenggung Marubai, namun keduanya memiliki sifat dan krakter yang berlawanan sehingga masyarakat pada masa itu juga memiliki dua aliran yang tumbuh dari kedua sakti ter sebut (Bujang Beji dan Temenggung Merubai), sebagian masyarakat mengikuti aliran dari Bujang Beji dan sebagian lainnya mengikuti aliran dari Temenggung Merubai.Dua kesaktian tersebut (Bujang Beji dan temenggung Merubai) saling bertentangan dalam segala hal kehidupannya.Temenggung Merubai merupakan sosok yang memiliki sifat yang patut di tiru segala tabiatnya, dia merupakan seseorang yang penuh kerja keras, tidak sombong, suka menolong, rendah hati, dan mulia terhadap masyarakat, sedangkan Bujang Beji merupakan sosok sesorang yang memiliki sifat-sifat yang kurang baik sehingga pada masa itu dia tidak disukai oleh banyak masyarakat, dia juga memiliki kesaktian yang tingggi namun dalam penggunaannya kesaktiannya untuk melakukan hal-hal yang tidak disukai oleh masyarakat karena juga krakternya yang serakah, iri dengki, yang akan membawa dia dalam kehancuran.Dengan sifat-sifat buruk yang di miliki oleh Bujang Beji, dia dapat melakukan segala cara untuk mengalahkan lawannya.Sebagaimana yang diceritakan saat Temenggung Merubai mendapatkan hasil tangkapan ikan yang banyak di pedalaman hulu sungai Melawi, mendengar berita ini Bujang Beji merasa iri, kemudian dia mendapatkan cara untuk agar tangkapan yang di hasilkan oleh Temenggung Merubai menjadi sedikit,yaitu dengan membendung sungai tersebut dengan sebuh gunung besar,namun pada saat peroses pembendungan tersebut ternyata Bujang Beji mengalami kegagalan yang membuat kebinasaannya.Dalam hal ini terdapat pertanyaan besar, mengapa seseorang yang memiliki kesaktian yang tinggi namu dipergunakan pada hal-hal yang merusak, sehingga harus membinasakan dirinya sebagaimana yang dialami oleh Bujang Beji.
Menurut cerita kesaktian Bujang Beji melebihi kekuatan yang ada pada Temenggung Merubai, jadi pemikiran secara logika jika Bujang Beji ingin menjadi penguasa mengapa dia tidak membunuh Temenggung Marubai, dan memaksa para pengikutnya tunduk padanya.
C. PENUTUP
Setelah mempelajari materi yang terkupas makalah ini dapat di pahami atau di simpulkan bahwa perbuatan-perbuatan yang di anggap kurang baik yang terdapat pada Bujang Beji dapat di kalahkan perbuatan baik, sebagaimana yang terjadi pada Temenggung Marubi, dia memeliki sipat yang baik sehingga banyak orang yang menyukainya. Kejahatan tidak akan memiliki keuntungan. Dan dengan kenersamaan kita dapat mengakahkan kejahatan, sebagaimana yang di lakukan oleh para binatang-binatang di dalam legenda ini. Kejahatan tidak akan di senangi oleh orang lain. Namun kebaikan akan selalu di perlombakan oleh orang banyak untuk mendapatkannya. Namun mengapa hal-hal yang baik sukar di lakukan oleh masyarakat sekarang ini, sedangkan hal-hal yang buruk muhdah sekali di lakukan. Demikian penyajian materi yang dapat kami sampaikan, semoga apa yang telah di pahami akan menjadi pedoman kita dalam menghadapi bahtera kehidupan dalam bermasyarakat dan bertanah air.

DAFTAR PUSTAKA
Alfian.Amir,dkk. 2011.Legenda Masyarakat Sintang. Pontianak STKIP_PGRI
http://folktalesnusantara.blogspot.com/2009/02/legenda-bukit-kelam.html [onlin

Budaya Melayu Mempawah Kalbar

ADAT BUDAYA PERKAWINAN MELAYU MEMPAWAH
Oleh. M.Natsir

Adat perkwinan budaya melayu mempawah banyak mengalami perubahan ,perubahan adat perkawinan budaya melayu mempawah menjadi banyak di pengaruhi dengan berkembang dan lajunya kemajuan ilmu pengetahuan yang di tandai dengan kemajuan teknologi. Hampir di semua bidang sehingga mempunyai dampak pada sumber daya manusia dan cara berfikir masyarakat.Jarak antara daerah menjadi mudah dan singkat begitu pula jarak antara Negara di dunia,hubungan komunikasi lebih mudah,biaya rendah cukup dengan SMS saja dapat mengirim berita pada keluarga sanak family, di daerah lain atau keluar negri.Secara jujur kalau mau kita katakana bahwa terjadi perubahan atau pergerasan adatperkawinan budaya mempawah secara garis besar dapat kita ketahui dari dua waktu yaitu :
1. Adat perkwinan Budaya Melayu Mempawah Tempoe Doeloe
2. Adat perkawinan Budaya Melayu Mempawah zaman global sekarang ini.

Perbedaan ini dapat kita ikuti kalau mungkin dapat ditelaah untuk kesempurnaan adat perkwinan budaya melayu mempawah pada waktu yang akan datang sehingga kita daparr menghormati ,mentaati ,menjaga serta melestarikan adat budaya melayu dengan menggali budaya-budaya asli ,menambah bahkan memperbaharui dan mempunyai nilai adat budaya melayu yang tinggi.

1. ADAT PERKAWINAN BUDAYA MELAYU MEMPAWAH TEMPOE DOELOE.


1. Dengan proses :
 Pra melamar /meretas jalan
 Melamar
 Antar pancang/antar pengikat
 Antar barang/antar uang
 Akad nikah
 Penyampaian nikah
 Hari besar,naik penganten
 Mandi-mandi
 Nyucok nasi selubang

ADAT PERKWINAN BUDAYA MELAYU MEMPAWAH PADA ZAMAN SEKARANG INI.
Proses perkenalan :
Prosesnya terdiri dari :
 Melamat dan antar pengikat
 Antar barang ]
 Akad nikah
 Penyamapian mas kawin
 Cucur air mawar
 Sembah sujud
 Pesta perkawinan
 Kunjungan keluarga.

A. ADAT PERKAWINAN BUDAYA MELAYU MEMPAWAH TEMPO DOELOE
Adat perkawinan budaya melayu mempawah tempo doeloe dapat diartikan seperti peribahasa orang tua : ‘ tidak lekang karena panas, tidak luput karena hujan’ kalau ini dikiaskan terhadap adat perkawinan budaya melayu tempo doeloe mempunyai makna kurang lebih sebagai berikut : perkawinan budaya melayu mempaeah tempo doeloe tahan di uji untuk dijaga dan ditaat.Sejalan dengan makna tersebut diatas baik masyarakat adat melayu, lebih lagi pemuka masyarakat ,pemuka agama maupun pemangku adat atau sesepuh memperhatikan menjalankan ,menghormati,, mentaati,serta menjaga agar supaya tidak terjadi pelanggaran adat budaya melayu umumnya dan khususnya tidak pula terjadi pelenggaraan adat perkwinan budaya melayu mempawah.Adat budaya melayu ditaati karena mempunyai sanksi tidak ringan berupa cemoohan ,diberi malu oleh masyarkat bagaiman kata peribahasa : ‘masyarakat adat budaya melayu malu dengan adat dan menjunjung tinggi adat istiadat ‘jika terjadi pelanggaran adat istiadat melayu mereka merasa terhina .Oleh karena itu penyusun mencoba member gambaran tentang proses pelaksanaan adat perkawinan budaya melayu mempawah tempo doeloe melalui tahapan sebagai berikut :
1. Meretas .
Sebelum suatu keluatraga akan menyamapikan untuk melamar anak gadis keluarga yang lain atau anak gadis saudaranya sendiri ,terlebih dahulu keluarga yang akan melamar bermusyawarah untuk menetapkan anak gadis siapa dipersuntingkan untuk putranya. Kalau yang akan dilamar tidak ada hubungan daerah atau bukan sanak family harus diketahui secara jelas :
a. Mungkin terhadap keluarga yang sudah dikenal maka perlu diketahui bahwa anak gadis yang bersangkutan.
1. Sudah dilamar atau belum
2. Tentang tingkah lakunya
3. Kalau belum dilamar orang lain,kiranya boleh tidak keluarga si B melamarnya untuk anaknya yang sulung
4. Kalau boleh ,kapan boleh datang melamar ? untuk tugas tersebut adalah orang adalah orang yang dipercaya oleh kedua keluarga.
b. Keluarga pihak laki-laki melihat seorang anak gadis tidak tahu putrid siapa ,tetepi dari gerak –gerik gadis kena dihati keluarga laki-laki maka dilakukan susur galur tentang :
1. Anak siapa
2. Bagaiman orang tuannya
3. Agamanya
4. Keturunan
5. Dan seterusnya
Setelah itu baru di putuskan
a. Tentang apakah cocok atau tidak putranya dijodohkan dengan si putrid si anu
b. Apabila pilihan telah cocok ,maka baru akan dilanjutkan dengan tahap berikutnya
‘ Melamar’
Di samping itu pihak keluarga perempuan ,juga melaksanakan musyawrah keluarga dengan berbagai pertimbangan seperti pihak keluarag laki-laki.
Setelah itu diambil keptusan :
 Diterima atau tidak lamaran tersebut
 Kalau diterima siapa yang pantas di tunjuk sebagai wakil keluarga .
 Dibicarakan pula
o Berapa uang asap
o Beras
o Dan peralatan yang diperlukan
o Tempat tidur
Dialog merentas / angin-anginkan : dialog antara utusa pihak laki-laki dengan orang tua gadis yang akan dilamar ,diaolog ini biasaya tidak tembak langsung kesasaran.
2. Melamar
Sebagai relaisasi untuk melaksanakan hasil pemufaktan antara utusan keluarga bapak amat degan bapak gani orang sua siti pihak keluarga perempuan ,maka masing-masing pihak keluarga menunjuk seorang kerabat yang bertindakk sebagai wakil untuk menerima atau menolak lamaran dan wakil dari pihak laki-laki untuk menyampaikan lamaran.
Rombongan utusan wakil keluarga pihak laki-laki terdiri dari juru bicara, suami iseteri di tambah lagi dengan dua pasangan suami istri , begitu juga dengan pihak keluarga perempuan telah mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut rombongan keluarga pihak laki-laki yang akan melamar.
Rombongan keluarga pihak laki-laki berangakat menuju rumah kediaman keluarga pihak permapuan ,begitu rombongan tiba di sambut oleh pihak perempuan dengan penuh sopan tata krama serta dihormati ,di silahkan masuk dan duduk bersilah di atas tikar, kedua keluarga memakai pakaian telok belangga kain setengah tiang dan kopiah,sedangkan yang perempuan memakai pakaian baju kurung ,kain dan kain dua dengan sanggul lipat dandan .Setelah istirhat sejenak ,maka acara dialog lamar melamar segera dimulai.
3. Antar pengikat
Pengikat/ perancang dari pihak keluarga calon mempelai laki-laki kepada pihak keluarga perempuan dilakukan ,jika proses (jangka waktu ) perkawinan yang di sepakati cukup lama misalnya setahun lebih. Cincin pengikat untuk dipakai calon kedua mempelai.
4. Antar barang
Menjelang tiba waktu yang telah di janjikan untuk melaksanakan antar pinang ,kedua kelauarga bernusyawarah.
 Hari tanggal dan jam berapa rombongan sampai kerumah keluarga pihak perempuan
 Berapa jumlah rombongna yang akan datang pada saat antar pinang
 Dibicarakan juga :
Mas kawin dalam bentuk apa
Besarnya uang asap dan lain-lain.
Antar barang yang kita kenal dengan antar uang.mempunyai suatu makna bahwa barang –barang yang diantarkan oleh keluarga calon mempelai laki-laki kepada keluarga calon mempelai perempuan sebagai suatu tanda ikatan tali silahturahmi dari keluarga calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai perempuan dan juga sebagai suatu ungkapan terima kasih dan pengahargaan atas terjalin hubungan keluarga.
Disamping itu antar pinang juga merupkan suatu tanda ungkapan rasa kasih saying yang tulus ikhlas dari calon mempelai laki-laki kepada yang tercinta calon isterinya, barang-barang antaran itu juga sebagai bekal bagi kedua mempelain yang berbahagia dalam mengarungii bahtera kehidupan keluarga sakinah,mawadah waharmah.
1. Jenis barang antar (jenis barang antaran )
Barang –barang antaran terdiri dari berbagai jenis yaitu :
a. Jebah berisi :
 Sirih (dilipat dengan betbagai bentuk )
 Pinang
 Kapur
 Tembakau
 Gambir
 Bunga rampai di temapatkan di selah sirih pinang kapur dan lain-lain.
Jebah sebagai suatu lambing dari antar pinang atau antar pinang barang atau di sebut pula istilah antar uang merupakan pelambang peresmbahan sebagai wujud dari ungkapan terima kasih dari keluarga calon mempelai laki-laki kepada keluarga calon mempelai perempuan yang telah mengabulkan atau menerima lamaran keluarga calon mempelai laki-laki.
Jebah syarat dengan symbol-simbol yang sangat dijaga oleh orang-orang tua kita dahulu
 Sirih pinang adalah syarat meminang serta melambangkan bahwa kedua belah pihak telah bulat kara atau ada pesesuaian pendapat /sepakat sehingga dikatakan ‘bak pinang pulau ke tampuk sirih pulau gagung’
 Kapur berwarana putih melambangkan bahwa barang –barang yang di antarkan diserahkan dengan sepenuh hati ,ikhlas dan hanya mengaharapkan reda allah.
 Temabakau bisanya dibuat sugi yang digunakan untuk membersihkan mulut ,mengandung harapan agar barang yang diberikan bersih dari bisik-bisik yang merugikan kedua belah pihak.
b. Uang asap
Uang asap adalah bantuan yang disimpan dalam biantang /kampu atau cepu durian dari keluarga calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai perempuan untuk biaya pesta perkawainan.
Dalam bintang atau kempu berisi pula beras kuning ,paku keminting, sirih,seleka, penuh-penuh liak, kunyit, semua itu adalah sebagai lambang agar supaya dalam kehidupan kelak (nanti) kedua mempelai cukup sandang pangan ,cukup papan beroleh jeriat lainnya.


c. Perkakas emas
Perkakas emas ini berupa perangkat barang –barang yang tediri dari emas yang terdiri dari :
 Sebentuk cincin
 Sebungkah emas
 Seuntai kalung
 Sepasan gewang (anting-anting)
Seperangkat perkakas emas tersebut diberikan kepada calon mempelai perempuan . tidak termasuk mahar atau mas kawin.
d. Separah sihir ,pinang, dan bunga rampai
Sirih,pinang kapur, gambir, tembakau dan bunga rampai dibagi-bagikan kepada sanak family ,kaum kerabat dan tamu undangan yang hadir dalam acara antar barang. Maksdudnya agar punya anak segera mendapat jodoh atau berbagi rasa kebahagiaan.
e. Seperangkat pakaian
Artinya sejumlah pakaian baik pakaian luar maupun pakaian dalaml yang diberi oleh keluarga calon mempelai laki-laki untuk mempelai perempuan.
f. Seperangakat alat dan bahan kecantikan
Artinya sejumlah peralatan dan bahan kecantikan seperti sisir. Kaca,pupur dan lain-lain yang diberikan dari keluarga calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai perempuan untnuk dipergunakan sebagai peralatan dan bahan mempercantik diri, sehingga sang suami apabila melihat isteri tercintanya selalu berdandan rapi hatinya menjadi senanag dan jiwanya bertambah sayang.

g. Seperangkat tempat tidur
Artinya sejumlah peralatan tempat tidur seperti ranjang kasur, kelambu .bantal. dan lain-lain untuk dipakai bersama kedua mempelai
h. Seperangkat alat dan bahan mandi
Artinya sejumlah alat untuk mandi seperti handuk sabun, sikat gigi , dan lain-lain untuk dipakai bersama kedua mempelai
i. Barang-barang kelontong
Seperti sandal ,sepatu,tasl paying dan lain-lain untuk calon mempelai perempuan
j. Beras dan rempah –rempah
Barang pemberian dari keluarga calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai perempuan untuk bahan pesta perkawinan
5. Akad nikah
Akad nikah atau ijab Kabul padaadat perkawinan melayu tempo doeloe lazim dilakukan dirumah kediaman keluarga calon mempelai laki-laki dan jarang sekali akad nikah dilakukan kediman kelurga calonmempelai permepuan
Andaikan akad ikah dilaksanak dirumah keluarga calon mempelai permepuan berarati yang mangakad nikahkan calon mempelai laki-laki adalah orang tua calon mempelai perempuan selaku wali secara langsung tidak pakai wakil wali.
Meskipun akad nikalh dilakukan dirumah kediaman calon mempelai perempuan,bukan berarati penyamapaian akad nikah kepada calon mempelai perempuan setelah ijab Kabul tetapi tertap pada hari sabtu minggu kedua bulan depan ,sehari sebelum pengantin bersanding.
Akad nikalh yang dilaksanakan dirumah kediaman keluarga calon mempelai laki-laki dilaksanakan oleh penghulu nikah selaku wakil wali.


6. Penyampaian nikah
Sesuai dengan kesepakatan kedua keluarga calon mempelai bahwa penyampaian akad nikah oleh mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan pada hari sabtu ,sehati sebelum naik pengantin atau pengantin bersanding ,atau hari besar perkawinan dirumah. Keluarga mempelai perempuan.
Penyamapian nikah oleh mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan dengan beberapa cara diantararnya adalah :

 Mempelail laki-laki mencimum kening mempelai perempuan
 Mempelai laki-laki menekan ibu jari kanannya keningnya perempuan
 Mempelai perempuan mencium tangan mempelai laki-laki
 Dan lain cara yang menuru keinginan mempelai laki-laki.
Pada waktu penyampaiain nikah keluarga mempelai laki-laki mengantar mempelailaki-laki hanya beberapa pasan suami keluarga saja yang penting dalam rombongan ada yang dituangkan dan menegerti tentang adat perkawinan budaya melayu.
Demikian pula dengan keluarga mempelai perempuan dalm menyambut mempelai laki-laki dan rombongan yang akan menyampaikan nikah. Setelah penyampaian nikah oleh mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ,dilannjutkan dengan pembacaan do’a .setelah menikmati hidangan dan istrrahat sejenak mempelai laki-laki dan rombongan kembali kerumah keluargalaki-laki menyampaikan salam keluarga mempelai permempuan dan pelaksanaan penyamapaian nikah tersebut.
7. Hari besar
 Rumah keluarga mempelai perempuan
o Undangan
Untuk laki-laki di undang mulai pukul 08.00 sampai pukul 10.00 unutk perempuan di undang pukul 10.00 sampai selesai.
Hidangan disajikan dalam bentuk seraph. Satu seraph untuk orang laki-laki 4 orang laki-laki maupun perempuan. Hidangan seraph terdiri dari 5 jenis yaitu terdiri atas :
o Sayur
o Ayam daging
o Ikan (udang)
o Pejeri nenas
 Seperah :
 Sepereah seputang besar untuk alas hidangan lauk pauk. Nasi dan air minum serta cemboaan dan serbet.
 Satu seraph artinya satu kelompok (satuan ) sajian.
 Tenaga yang menghidangkan :
Tenaga yang menghindangkan satu regu terdiri dari 6 orang laki-laki untuk melayani undangan laki-laki , dan satu regu untuk melayani perempuan , pakaian yang di pakai baik laki maupun perempuan .pakaian adat budaya melayu seragam,setiap regu menyajikan hidangan satu irama yaitu duduk serentak,berdiri dan mundur langkah semua gerak langkah seragam begitu juga cara menata hidangan sama antara talam yang satu denga talam yang lain dalam satu ruangan serapa
 Rumah keluarga mempelai perempuan
 Undangan
Semua di undang baik laki-laki maupu perempuan mulai pukul 08.00 – 10.00 sebab pukul 10.00 pengantin diarak menuju rumah kedaiaman mempelai perempuan.
 Hidangan dan pelayanan
Semua dengan tata cara dirumah mempelai perempuan.
 Berangkat
Mempelai laki-laki dan rombongan berangkat menuju kerumah kediaman mempelai perempuan .waktu mempelai laki-laki akan turun dari rumahnya diantar dengan bacaan tiga kali shalawat Nabi. Rombongan laki-laki berangkat di pimpin oleh sesepuh kerabat. Rombongan mempelai lakil-laki dilengkapi dengan arak- arakan yang terdiri dari atas iringa-iringan pokok telur . bunga manggar. Tanjidor, dan lain-lain. Pada waktu itu pengantin lai-laki diarak jalan kaki dengan menggunakan tandu yang di pikul 4 orang secara bergilir .
 Di hadang
Dalam jarak kurang lebih 15-20 meter mendekati rumah mempelai perempuan .rombongan pengantin laki-laki di hadang oleh 3 orang tukang masak nasi dengan memakai topeng
 Di sandingakan
Rombongan pengantin laki-lai tiba dirumah mempelai perempuan ,disambut oleh keluarga mempelai perempuan ,masing-masing diantar di tempat duduk yang ditentukan sementara mempelai permpuan telah duduk dipelaminan menanti mempelai laki-laki sedang menuju ke pelaminan tempat duduk istrinya, diiringi oleh sesepoh kedua belah pihak yang disaksikan sanak saudara keluarganya.
 Cucur air mawar
Dalam suasana agak tenang dilaksanakan secara cucur air mawar 3 orang laki-laki dang 3 orang perempuan. Dari pihak laki-laki maupun permpuan.
 Pembacaan do’a
Sesudah cucur air mawar dilanjutkan pembacaan do’a sebagai ungkapan rasa syukur kehadirat ALLAH S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada semua pihak.
8. Sesudah hari besar
Sesudah hari besar maka pads sorenya dilaksanakan acara lomba, mandi- mandi, nyucok nasi selubang serta hiburan itu bermaksud untuk mengungkapkan pergaulan kedua mempelai sebelum begitu tidak mengenal.
9. Mengantar mempelai perempuan ketempat peraduan

Dalam ‘ adat perkwinan budaya melayu mempawah tempo doeloe ‘ acara mengantar mempelai perempuan ketempat peraduan dilaksanakn pada malam setelah jamu besan.
Pengantin perempuan harus diantar oleh mak pengantin atau seorang ibu yang di tuangkan dari keluarga mempelai perempuan sementara mempelai laki-laki sudah disuruh masuk keperaduan lebih dahulu. Dengan demikian mengertilah mempelai laki-lakibahwa pada malam itulah. Malam pertama. Dia tidur bersama isterinya sebab sebelum malam itu dia tidur sendirik
Selang beberapa saat setelah mempelai laki –laki masuk keparaduan ,mak mak pengantin atau yang dituakan di keluarga mempelai perempuan mengatur pengantin perempuan membuka pintu kelambu dengan cekatan pula mendorong mempelai perempuan masuk kedalam kelambu dan sedang di tunggu oleh suaminya.
Sang suami harus member salam kepada sang isteri sebelum salamnya di jawab oleh sang isteri maka sang suami tidak dapat berbuat apa-apa dan harus bersabar menanti selamnya di jawab sang isteri.

1. Kesimpulan
Suatu harapan yang diinginginkan oleh penyusun bahwa kedepan adat budaya melayu akan berkembang lebih maju. Lebih baik dari yang ada sekarang tentunya dengan melalui berbagai daya dan upaya serta usaha yang tak kunjung berhenti untuk menggali :
1. Menggali yang tempo doeloe di sesuaikan dengan kondisi yang sekarang
2. Menciptakan yang baru dengan nilai budaya melayu daerah lain yang cocok dengan keadaan kita
3. Berpedoman pada adat budaya melayu tempo doeloe yang sederhana tetapi sempurna ,diminati untuk dilaksanakan di taati
4. Aplikasi semua harapan ini banyak ditentuka oleh MABM kabupaten Pontianak sebagai suatu wadah dari majlis adat melayu.
5. Hampir semua kabupaten /kota dikallimantan barat mempunyai adat budaya yang sangat mirip dan perbedaan yang hanya menunjukkan cirri khas daerrah masing-,masing tetapi secara garis besar benyak sekali persamaanya mungkin di perlukan suatu kodipikasi adat buaya melayu Kalimantan barat.

DAFTAR PUSTAKA
2. Hj. Encek Marim Binti Encek M. Taha. Umur 85 tahun Pulau Pedalaman Mempawah. Nama Panggilan : Encek alias Iyong.
3. Siti Aisyah Binti M. Taha ( Bukan adik / kaka Encik Marim). Umur 78 Tahun. Pasir Panjang Kuala mempawah.
4. H.M Yatim Bakar umur 65 Tahun tinggal di Sungai Kunyit.
5. Ilyas Suryani Soren umur 58 tahun Mempawah.
6. Masri Usman umur 55 tahun anggota DPRD Kabupaten Pontianak 2004- 2009
7. Nurrahima 2011. Adat Budaya Perkawinan Melayu Mempawah. Pontianak STKIP-PGRI
8. Sulaiman Syachrul umur 68 tahun Kelurahan Tanjung.
9. H.M. Zaini (2005), Adat Perkawinan Budaya Melayu Mempawah, Pontianak: Kantor Informasi, Arsip dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Pontianak.

Sejarah Kerajaan Mempawah

SEJARAH KERAJAAN MEMPAWAH
KALIMANTAN BARAT

Oleh : M.Natsir


A. Latar Belakang
Sebelum terkenalnya Kerajaan Mempawah yang dikenal dengan Istana Amantubillah dan Opu Daeng Manambon, dulu telah ada Kerajaan Dayak yang ketika itu sangat popular di Kalimantan Barat. Dan apabila ingin menceritakan tentang Kerajaan di Kalimantan Barat, maka tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan penduduk asli yaitu Suku Dayak yang dahulu menjadi penguasa.Kerajaan Melayu (Islam) di Kalimantan Barat tumbuh sebelum Imperium Malaka jatuh ketangan Portugis pada abad ke 16, sebagaimana yang telah kita ketahui adanya Kerajaan Mempawah, Kerajaan Sambas, Kerajaan Matan (Ketapang) dan sejumlah kerajan kecil lainnya di daerah pedalaman. Perkembangan Kerajaan Melayu di Kalimatan Barat, khususnya Sambas, Mempawah, dan Ketapang tidak terlepas dari kontibusi pahlawan-pahlawan Bugis yang memainkan peran di Kepulauan Riau dan Tanah Semenanjung.Dalam hal kebudayaan yang ada di Kerajaan Mempawah salah satunya yaitu Ritual Robo’-Robo’. Sebagian masyarakat di beberapa daerah di Indonesia, bulan Safar diyakini sebagi bulan naas dan sial. Sang Pencipta dipercayai menurunkan berbagai malapetaka pada Bulan Safar.oleh sebab itu, masyarakat yang menyakini akan mengelar ritual khusus agar terhindar dari “kemurkaan” Bulan Safar. Ritual tersebut juga untuk dimaksudkan sebagai penghormatan terhadap arwah leluhur.
Namun padangan tersebut di atas berbeda dengan pandangan masyarakat Kota Mempawah yang menganggap Bulan Safar sebagai bulan “keberkahan” dan kedatangannya senantiasa dinanti-nantikan. Karena pada bulan Safar terjadi peristiwa penting yang sangat besar artinya bagi masyarakat Kota Mempawah hinga saat ini. Kerajaan Mempawah banyak dikenal orang karena pemerintahan Opu Daeang Menambon, yaitu sejak tahun 1737. Pertama kali Kerajaan Mempawah berdiri, pusat pemerintahannya bukanlah terletak di Mempawah seperti yang dapat dilihat bekas-bekas peninggalnnya sekarang. Tetapi pusatnya terletak di Pegunungan Sadiniang (Mempawah Hulu). Kerajaan yan sangat terkenal saat itu adalah Kerajaan Suku Dayak, Dalam pemerintahan Kerajaan Mempawah, terdapat dua zaman yaitu zaman Hindu dan zaman Islam. Pada zaman Hindu Kerajaan di pimpin oleh Suku Dayak. Sedangkan pada zaman Islam di mulai dari kepemimpinan Opu Daeng Menambon.
B. Zaman Hindu
a. Pemerintahan Kerajaan Dayak dalam kekuasaan Patih Gumantar.
Pada masa Kerajaan yang dipimpin oleh Patih Gumantar, disebut kerajaan Bangkule Rajakng, pusat pemerintahannya di Sadaniang, bahkan Kerajaan dinamakan Kerajan Sadaniang. Pada masa kekuasaan Kerajaan Patih Gumantar, Kerajaan Bangkule Rajakng berada dalam era kejayaan dan sangat terkenal. Sehingga kerajaan banyak kerajaan tetangga ingin merebutnya. Salah satu Kerajaan itu adalah Kerajaan Suku Bijau (Bidayuh) di Sungkung. Karena keinginan yang kuat untuk merebut Kerajaan tersbut, terjadilah Perang Kayau Mengayau (memenggal kepala orang). Meskipun Patih Gumantar terkenal raja yang sangat berani, tetapi dengan adanya serangan yang mendadak dari Kerajaan Biaju, akhirnya Patih Gumantar kalah. Kepalanya terkayau oleh orang-orang Suku Biaju dan dibawa ke kerajaannya. Pada peristiwa itu juga banyak jatuh korban di antara kedua belah pihak. Akibatnya sejak kematian Patih Gumantar menyebabkan Kerajaan Sadaniang ini hancur.
b. Raja Kudung
Beberapa abad kemudian sekitar tahun 1610, kerajaan ini bangkit kembali dibawah kekuasaan Raja Kudung dan pusat pemerintannya dipindahkan ke Pekana (sekarang namanya Karangan). Kerajaan ini berdiri tidak ada hubungannya denagn Patih Gumantar Tidak banyak yang dapat diceritakan dari kerajaan ini. Yang jelas, setelah beliau wafat dan dimakamkan di Pekana, hulu sungai Mempawah, berakhir pula pemerintah Raja Kudung.
c. Raja Senggaok
Setelah Raja Kudung wafat, pemerintahn diambil oleh Raja Senggaok. Pada masa pemerintahan Raja Senggaok, pusat pemerintatan dipindahklan daerah Pekana ke Senggaok (masih di Hulu Sungai Mempawah). Raja Senggaok lebih terkenal dengan nama Penembahan Senggaok. Raja Senggaok mempunyai Istri bernama Putri Cermin, salah satu Putri Raja Qahar dari Kerajaan Baturizal Indragiri (Sumatera). Dalam perkawinannya, Raja Senggaok dan Putri Cermin dikaruniai seorang anak perempuan yang bernama Utin Indrawati.Pada saat perkawinan Raja Senggaok dan Putri Cermin, diramalkan seorang ahli nujum apabila kelak lahir seorang anak perempuan (Utin Indrawati), maka kerajaan mereka akan diperintah ole seorang raja dari kerajaan lain. Ketika umur Utin Indrawati telah cukup dewasa, ia dikawinkan dengan Sultan Muhammad Zainuddin dari Kerajaan Matan (Ketapang). Dari perkawinan ini, mereka dikaruniai seorang Putri berparas cantik yang diberi nama Puteri Kesumba.Ramalan ahli nujum tersebut menjadi kenyataan. Setelah berakhir masa pemerintana Raja Senggaok. Kerajaan tersebut diperintah oleh Opu Daeng Menambon pelaut ulung dari kerajaan Luwu, Sulawesi Selatan.
C. Zaman Islam
Sebelum Opu Deang Menambon menjadi seorang raja, banyak hal yang telah beliau alami. Opu Deang Menambon, bukanlah oarng asli Kalimantan,. Beliau serta keempat kakak beradiknya berasal dari Kerajaan Luwu (Sulawesi Selatan). Mereka terkenal pelaut ulung dan berani. Mereka meninggalkan daerah kelahirannya merantau mengarungi lautan luas menuju Banjarmasin, Betawi, berkeliling sampai Johor, Riau, semenanjung Melayu, akhirnya sampai pula di Kerajaan Matan (Ketapang).Dalam perantauannya, mereka berlima banyak membantu kerajaan-kerajaan kecil. Baik yang terlibat perang antar kerajaan maupun perang antar saudara.karena kebiasaan tersebut dan sifatnya yang suka menolong inilah, mereka terkenal sampai dimana-mana.Pada saat kedatangan mereka di kerajaan Matan, disaat itu kerajaan tersebut sedang terjadi perang saudara. Penyebabnya adalah adik kandung Sultan Muhammad Zainuddin (Raja Matan) yang bernama Pangeran Agung menyerang Sultan Muhammad Zainuddin. Tujuan dari penyerangan ini adalah ingin merebut tahta Kerajaan Matan. Tanpa perlawanan, keluarga Raja diungsikan ke Banjarmasin.Dengan bantuan oarng-orang Bugis, Sultan Muhammad Zainudin mengadakan penyerangan tetapi selalu kalah. Sampai akhirnya Beliau sendri ditawan dan dipenjara didalam mesjid Agung Tanjungpura (Matan).Pada saat Beliau dipenjara, Beliau sempat mengirim surat kepada kelima kakak beradik melalui rakyat yang masih setia kepadanya. Surat tersebut berisi meminta bantuan untuk merbut kembali tahta kerajaan yang telah dirampas oleh adiknya. Menerima surat dari Sultan Muhammad Zainuddin, Opu Daeng Menambon beserta keempat saudaranya yang sedang berada di Kerajaan Johor utuk membantu kerajaan tersebut yang diserang oleh kerajaan kecil dari Minangkabau, langsung kembali ke Kerajaan Matan untuk membantu Beliau. Singkat cerita, mereka dapat mengalahkan Pangeran Agung tanpa melalui pertumpahan darah. Sultan Muhammad Zainudin kembali memegang tampuk pemerintahan di Kerajaan Matan.
Pada waktu mereka berlima membantu Sultan Muhammad Zainuddin inilah, Opu Daeng Menambom diperkenalkan kepada Putri Kesumba. Akhirnya dari perkenalan mereka itu, mereka menikah. Putri Kesumba merupakan cucu dari Penembahan Senggaok. Dalam pernikahannya antara Opu Deang Menanbon, mereka dikaruniai beberapa orang putra dan putri. Tetapi yang paling terkenal yaitu Utin Chandramidi dan Gusti Jamiril atau Penembahan Adijaya Kesuma Jaya.
a. Opu Daeng Menambon
Tidak lama kemudian, ada kabar dari Kerajaan Mempawah kalau wafat. Tahta kerajaan berikut harta peninggalannya diserahakan kepada Sultan Muhammad Zainuddin. Maka diserahkanlah senua itu pada menantunya yaitu Opu Daeng Menambon, termasuk tahta Kerajaan Mempawah.Akhirnya Opu Deang Menanbon menjadi Raja Mempawah yang pertama memeluk agama Islam. Saat dinobatkan menjadi Raja, Opu Daeng Menambon bergelar Pengeran Surya Negara dan Putri Kesumba bergelar Ratu Agung Sinuhun.Sejak Opu Daeng Menambon naik tahta, pusat pemerintahan dipindahkan dari Senggaok ke Sebukit Rama. Daerah Sebukit Rama adalah sebuah tempat yang subur makmur, ramai didatangi para pedagang dari daerah sekitarnya.Pada masa pemerintah Opu Daeng Menambon, terdapat banyak perbedaan dengan penguasa-penguasa sebelumnya. Perbedaan yang mencolok diantaranya adalah sistem pemerintahannya. Sebelumnya, hukum bersumber pada adat setempat, yaitu hukum adat Suku Dayak. Tetapi setelah Opu Daeng Menambon berkuasa, sistem pemerintahan selain bersumber dari adat setempat, melainkan juga bersumber hukum Syara yang bersumber pada Agama Islam. Dengan adanya Agama Islam yang dipakai sebagai sumber hukum pemerintahnya, maka pada saat pemerintahan raja ini, agama islam menyebar sanpai ke daerah sekitar Mempawah. Dan sejak itu pula Kerajaan Mempawah menjadi Kerajaan Islam
Selain itu, pemerintahan yang dilaksanakan oleh Opu Daeng Menambon berjalan dengan lancer, kerana beliau termasuk seorang raja yang bijaksana dan penduduknya beragama islan serta taat. Dalam memecakan masalah, beliau selalu bermusyawarah dengan bawahannya.Setelah kira-kiara 20 tahun Opu Daeng Menambon memegang tampuk pemerintahan, beliau wafat. Tepatnya pada hari Senin, tanggal 20 Safar 1175 Hijiriah, atau 1761 Masehi. Opu Daeng Menambon dimakamkan di Sebukit Rama.
b. Gusti Jamiril
Setelah Opu Daeng Menambon wafat, maka tampuk kerajaan diserahkan kepada Gusti Jamiril yang bergelar Penembahan Adijaya Kesuma Jaya. Sejak Gusti Jamiril menjadi raja, Kerajaan Mempawah makin terkenal. Mempawah menjadi Bandar Dagang yang ramai. Wilayah kekuasaanya pun semakin luas. Bukan hanya itu, Kerajaan Mempawah juga memgalami masa kejayaannya.Pada saat pemerintahan Gusti Jamiril, Kerajaan Mempawah selalu bertempur melawan Belanda. Ini disebabkan karena Beliau difitnah, dibenci dan mau memberontak terhadap pemerintahan Hindia Belanda. Tentunya, Belanda murka dan mengerahkan ratusan prajuritnya yang bermakas di Pontianak untuk menyerang Kerajaan Mempawah.Melihat situasi yang tidak baik, Gusti Jamiril memindahkan pusat pemerintahan di Sunga (karangan) yang letaknya di Mempawah Hulu. Keputusan tersebut diambil karena pada masa itu hubungan baik komunikasi maupun transportasi Mempawah ke Karangan sangat sulit sehingga pergerakkan pasukan Belanda menuju Karangan berjalan lambat sekali.Kedatangan Gusti Jamiril di Sunga disambut baik oleh masyarakat setempat. Tetapi belum sempat Gusti Jamiril mengusir Belanda, beliau wafat pada hari Ahad (minggu) bula Zulhijjah 1204 H bertepatan dengan tahun 1790 M. Beliau dimakamkan di Karangan, karena beliau pernah bersumpah tidak rela dikuburkan ditanah yang telah diinjak oleh Belanda.
c. Syarif Kasim
Pada saat Gusti Jamiril meninggalkan Mempawah menuju karangan, roda pemerintahan tidak ada yang mengendalikan. Maka Belanda mengangkat Syafif Kasim (Putra dari Sultan Abdurrahman dari Kerajaan Pontianak) menjadi Raja Mempawah. Syarif Kasim memegang pemerintahan di Kerajaan Mempawah hanya sebentar saja. Hal ini disebabkan beliau harus menggantikan kedudukan ayahnya menjadi raja di Kerajaan Pontianak.
d. Syarif Hussein
Setelah Syarif Kasim yang dipanggil pulang untuk menggantikan ayahnya menjadi raja, maka disuruhlah adiknya yang bernama Syarif Hussein menggantikan kedudukannya. Lagi-lagi Syarif Hussein memerintah hanya sebentar saja karena Putra raja Gusti Jamiril yang bernama Gusri Jati berhasil memukul mundur pasukan Belanda.
e. Gusti Jati
Dibawah pimpinan Gusti Jati dengan bantuan Gusti Mas, Belanda berhasil dipukul mundur dari pusat Kerajaan. Dengan perginya Belanda dari Mempawah, tahta kerajaan diambil alih oleh Gusti Jati sebagai Putra Mahkota.Gusti Jati yang bergelar Sultan Muhammad Zainal Abidin memindahkan pusat pemerintahan yang dulunya di Sebukit Rama, sekarang dipindahkan ke Mempawah, tepatnya di Pulau Pedalaman. Tempat ini sangat strategis untuk pernag karena terletak di tepi sungai. Selain itu, Gusti Jati merupakan pendiri Kota Mempawah. Kerajaan Mempawah dibawah kekuasaan Gusti Jati semakin tersohor sebagai pusat perdagangan dan kota pertahanan yang kokoh. Belanda tidak mau lagi menyerang Mempawah. Mereka mengubah siasatnya yaitu menmpuh jaln damai. Namun, Mempawah malah mendapat serangan dari Kerajaan Pontianak. Akhirnya Kerajaan Mempawah kalah disebebkan armada laut Kerajaan Pontianak sangat tangguh. Dengan kekalahan ini Gusti Jati meninggalkan Kota Mempawah menuju ke daerah kerajaan lama. Dengan demikian Kerajaan Mempawah tidak ada yang memerintah.
f. Gusti Amir
Setelah meninggal, tahta yang kosong diisi oleh Belanda dengan menobatkan Gusti Amir dengan gelar Panembahan Adinata Karma Oemar Kamaruddin.


g. Gusti Mu’min
Setelah Gusti Amir wafat, tahta kerajaan digantikan oleh Gusti Mu’min. yang menobatkannya menjadi raja, juga pemerintahan Belanda. Hal ini disebabkan sebelum menjadi raja, beliau bekerjasama dengan pemerintah Belanda. Saat menjadi raja, Gusti Mu’min bergelar Panembahan Mu’min Natajaya Kusuma. Gusti Mu’min tidak lama menjadi karena setelah selesai penobatan beliau wafat dan sebab itu lah beliau disebut Raja Sehari.
h. Gusti Mahmud
Wafatnya Gusti Mu’min, tahta kerajaan digantikan oleh Gusti Mahmud. Beliau bergelar Panembahan Muda Mahmud Alauddin.
i. Gusti Usman
Setelah Gusti Mahmud wafat, sebagai penggantinya adalah Putra Mahkota yang bernama Gustu Usman. Gusti Usman bergelar Panembahan Usman Natajaya Kesuma.
j. Gusti Ibrahim
Gusti Usman mangkat, maka tahta dipegang oleh Gusti Ibrahim yang bergelar Panembahan Ibrahin Muhammad Tsafiudin. Pada saat pemerintahannya, Belanda mulai lagi menyakiti hati rakyat Mempawah. Sehingga tahun 1941 timbul pemberontakan Suku Dayak terhadap Belanda. Apalagi Belanda sudah mulai menggunakan kekrasan dan memaksa rakyat untuk membayar pajak. Peristiwa ini disebut Perang Sangking.
k. Gusti Intan
Setelah Gusti Ibrahim wafat, Putra Mahkota dari Gusti Ibrahim yang bernama Gusti Taufik belum cukup umur untuk menjadi raja. Sehingga tahta kerajaan dipegang oleh Gusti intan yaitu kakak dari Gusti Taufik. Gusti Intan bergelar Panembahan Mangku.
l. Gusti Taufik
Setelah Gusti Taufik dewasa, maka Beliau naik tahta pada tahun1902 M dab bergelar Panembahan Muhammad Taufik Accamaddin. Kurang lebih 42 Tahun Gusti Taufik memerintah Kerajaan Mempawah, Jepang datang. Pada waktu pendudukan Jepang inilah terjadi suatu tragedi di Kalimantan Barat. Tragedy yang dimaksud adalah pembantaian secara besar-besaran terhadap para raja, tokoh masyarakat, kaum cendekiawan maupun rakyat biasa. Salah satunya koraban pembantaian tersebut ialah Raja Mempawah bersama-sama dengan Raja dari daerah lainnya. Kemudian 12 kepa Swapraja beserta tokoh-tokoh masyarakat lainnya yang ditangkap Jepang yang akan memberontak terhadap rezim “Pemerintah Bala Bantuan Tentara Jepang” semuanya dihukum mati. Korban Pembantaian tersebut tidak kurang dari 21.037 orang. Dan sebagian korban tersebut dikuburkan di Mandor dalam semak belukar. Sekarang tempat tersebut menjadi makam pahlawan yang dinamakan “ Makam Juang Mandor”.Saat Gusti Taufik wafat, Putra Mahkota yang bernama Jimmy Ibrahim masih terlalu muda untuk menduduki tahta Kerajaan. Untuk memangku jabatan ini, Jepang mengangkat Gusti Mustaan sebagai Wakil Panembahan. Sampai berakhirnya masa jabatan Gusti Mustaan sebagai Wakil Panembaha, Jimmy Ibrahim tidak pernah memangku jabatn sabai raja di Kerajaan Mempawah. Dan akhirnya Gusti Taufik dianggap sebagai raja terakhir di Kerajaan Mempawah.
D. Peninggalan-peniggalan Kerajaan Mempawah
Ada pun peniggalan-peniggalan adri Kerajaan Mempawah yang masih dapat di nikmati yaitu :
1. Keraton Amantubillah : bekas keraton Mempawah terletak di Kampung Pedalaman Mempawah Hilir
2. Makam Raja-Raja Mempawah : makam Raja-raja terpencar di beberapa tempat, yaitu : a. Makam Opu Daeng Menambon di Sebukit Rama
b. Makam Raja-raja di Kampung Pedalaman Mempawah
c. Makam Panembahan Adiwijaya di Karangan
3. Mesjid Jami’ Mempawah : terletak di pinggir sungai Mempawah, masuk wilayah kampong Pedalaman Mempawah.


E. Kebudayaan Kerajaan Mempawah
Kebudayaan yang ada di Kerajaan Mempawah yang telah bercorak Agama Islam yaitu Robo’-Robo’. Robo’-Robo’ merupakan kebudayaan yang sangat melekat kepada masayarakat Kota Mempawah dan sekitarnya.
1. Sejarah Robo’-Robo’
Awal diperingatinya Robo-robo ini sendiri, bermula dengan kedatangan rombongan Opu Daeng Manambon dan Putri Kesumba yang merupakan cucu Panembahan Mempawah kala itu yakni, Panembahan Senggaok yang merupakan keturunan Raja Patih Gumantar dari Kerajaan Bangkule Rajangk Mempawah pada tahun 1148 Hijriah atau 1737 Masehi.Masuknya Opu Daeng Manambon dan istrinya Putri Kesumba ke Mempawah, bermaksud menerima kekuasaan dari Panembahan Putri Cermin kepada Putri Kesumba yang bergelar Ratu Agung Sinuhun bersama suaminya, Opu Daeng Manambon yang selanjutnya bergelar Pangeran Mas Surya Negara sebagai pejabat raja dalam Kerajaan Bangkule Rajangk.Berlayarnya Opu Daeng Manambon dari Kerajaan Matan Sukadana (Kabupaten Ketapang) diiringi sekitar 40 perahu. Saat masuk di Muara Kuala Mempawah, rombongan disambut dengan suka cita oleh masyarakat Mempawah. Penyambutan itu dilakukan dengan memasang berbagai kertas dan kain warna warni di rumah-rumah penduduk yang berada di pinggir sungai.Terharu karena melihat sambutan rakyat Mempawah yang cukup meriah, Opu Daeng Manambon pun memberikan bekal makanannya kepada warga yang berada di pinggir sungai untuk dapat dinikmati mereka juga. Karena saat kedatangannya bertepatan dengan hari Minggu terakhir bulan Syafar, lantas rombongan tersebut menyempatkan diri turun di Kuala Mempawah. Selanjutnya Opu Daeng Manambon yang merupakan keturunan dari Kerajaan Luwu Sulawesi Selatan, berdoa bersama dengan warga yang menyambutnya, mohon keselamatan kepada Allah agar dijauhkan dari bala dan petaka. Usai melakukan doa, kemudian dilanjutkan dengan makan bersama. Prosesi itulah yang kemudian dijadikan sebagai awal digelarnya hari Robo-robo, yang saban tahun rutin dilakukan warga Mempawah, dengan melakukan makan di luar rumah bersama sanak saudara dan tetangga.
Dinamakan Robo-robo karena ritual ini digelar setiap hari Rabu terakhir bulan Safar menurut penanggalan Hijriah. Tujuan digelarnya ritual ini adalah untuk memperingati kedatangan dan/atau napak tilas perjalanan Opu Daeng Menambon yang bergelar Pangeran Mas Surya Negara dari Kerajaan Matan, Martapura, Kabupaten Ketapang, ke Kerajaan Mempawah, Kabupaten Pontianak, pada tahun 1737 M/1448 H.
2. Lokasi Ritual Robo’-Robo’
Lokasi prosesi Ritual Robo-robo tersebar di beberapa tempat di Kota Mempawah, seperti di muara Sungai Mempawah di Desa Kuala Mempawah, Istana Amantubillah dan Kompleks Pemakaman Sultan-sultan Mempawah di Kelurahan Pulau Pedalaman, serta Makam Opu Daeng Menambon di Sebukit Rama, Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia.
3. Keistimewaan Ritual Robo’-Robo’
Sebagai sebuah peristiwa budaya, Ritual Robo-robo sarat dengan simbol-simbol yang mengandung nilai-nilai historis dan kultural. Ritual Robo-robo merupakan napak tilas kedatangan Opu Daeng Menambon beserta pengikutnya dari Kerajaan Matan ke Kerajaan Mempawah yang konon menggunakan 40 Perahu Bidar. Kedatangan Opu Daeng Menambon beserta pengikutnya ini menjadi cikal-bakal masuk dan berkembangnya agama Islam ke Kota Mempawah. Perlahan-lahan, proses islamisasi pun terjadi dan puncaknya adalah beralihnya Kerajaan Mempawah yang semula beragama Hindu menjadi kerajaan bercorak Islam.Pengumandangan azan dan pembacaan doa yang dilakukan oleh Pemangku Adat Istana Amantubillah sebelum dimulainya Ritual Buang-buang menandakan bahwa dalam prosesi Ritual Robo-robo juga terdapat nilai-nilai religius. Sesajennya yang terdiri dari beras kuning, bertih, dan setanggi pun sarat dengan makna-makna tertentu. Nasi kuning dan bertih melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan, sedangkan setanggi mengandung makna keberkahan. Dalam Ritual Buang-buang tidak semata-mata penghormatan dan pengakuan terhadap keberadaan sungai dan laut sebagai salah satu sumber penghidupan masyarakat, tapi juga tersirat keinginan untuk hidup selaras dengan alam sekitar.
Ritual ini biasanya dimulai selepas shalat Zuhur, di mana raja Istana Amantubillah beserta para petinggi istana bertolak dari Desa Benteng menggunakan Perahu Lancang Kuning dan Perahu Bidar. Perahu Lancang Kuning khusus digunakan oleh raja, sedangkan Perahu Bidar diperuntukan bagi petinggi istana. Mereka akan berlayar selama satu jam menuju muara Kuala/Sungai Mempawah yang terletak di Desa Kuala Mempawah, Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Sesampainya di muara Sungai Mempawah, seorang kerabat istana yang menjabat Pemangku Adat mengumandangkan azan dan membaca doa talak bala (talak balak). Kemudian dilanjutkan dengan Ritual Buang-buang, yaitu melempar sesajen ke Sungai Mempawah. Setelah itu, raja beserta para petinggi istana merapat ke tepi Sungai Mempawah untuk bersiap-siap melaksanakan Makan Saprahan di halaman depan Istana Amantubillah.Kebersamaan dan silaturahmi antarberbagai elemen masyarakat adalah nilai-nilai lain yang terkandung dalam prosesi Ritual Robo-robo. Hal ini, misalnya, terlihat pada kegiatan Makan Saprahan. Makan Saprahan adalah makan bersama-sama di halaman depan Istana Amantubillah menggunakan baki atau talam. Setiap baki/talam (saprah) yang berisi nasi dan lauk biasanya diperuntukan bagi empat atau lima orang.Hal lain yang tak kalah menariknya dalam Ritual Robo-robo adalah dihidangkannya berbagai masakan khas istana dan daerah setempat yang mungkin tidak lagi populer di tengah-tengah masyarakat, seperti lauk opor ayam putih, sambal serai udang, selada timun, ikan masak asam pedas, dan sop ayam putih. Sebagai penganan pencuci mulut disuguhkan kue sangon, kue jorong, bingke ubi, putuh buloh, dan pisang raja. Sementara untuk minumnya, disediakan air serbat yang berkhasiat memulihkan stamina.Selain itu, untuk memeriahakan Ritual Robo’Robo’, biasanya ada menampilkan kesenian Tradisional Melayu masyarakat setempat, yaitu seperi Tundang (Pantun Berdendang), Tarian Japin, dan Lomba Perahu Bidar.
A. Penutup
1. Sejak berdirinya Kerajaan Mempawah hingga berakhir sudah menggalami perpindahan pusat Kerjaan sampai dengan 5 kali. Daerah-daerah tersebut ialah
a. Pegunungan Sadaniang
b. Pekana
c. Senggaok
d. Sebukit Rama
e. Mempawah
2. raja-raja yang berkuasa di Kerajaan Mempawah terbagi menjadi 2 jaman yaitu
a. Zaman Hindu
1) pemerintahan kerajaan dayak dalam kekuasaan Patih Gumanatar
2) Raja Kudung
3) Penembahan Senggaok.

b. Zaman Islam
1) Opu Daeng Menambon, bergelar Pangeran Mas Surya Negara
2) Gusti Jamiril, bergelar Panembahan Adiwijaya Kusumajaya
3) Syarif Kasim bin Abdurrahaman Al Kadrie
4) Syarif Hussein bin Abdurrahaman Al Kadrie
5) Gusti Jati, bergelar Sultan Muhammad Zaienal Abidin
6) Gusti Amir, bergelar Panembahan Adinata Krama Umar Kamaruddin
7) Gusti Mu’min, bergelar Panembahan Mu’min Natajaya Kusuma
8) Gusti Mahmud, bergelar Panembahan Muda Mahmud Alauddin
9) Gusti Usman, bergelar Panembahan Usman
10) Gusti Ibrahim, bergelar Panembahan Ibrahim Muhammad Syafeiuddin
11) Gusti Intan, bergelar Pangeran Mangku
12) Gusti Taufik, bergelar Panembahan Taufik Muhammad Akamudin
3. kebudayaan Robo’-Robo’ dilaksanakan untuk memperingati kedatangan Raja Opu Daeng Menambon di kota Mempawah
Daftar Pustaka
Umberan, Musni, dkk. 1996. Sejarah Kerajaan-Kerajaan Di Kalimantan Barat. Pontianak : Balai Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisional Pontianak
Fitri,Efrianti, 2011. Sejarah Kerajaan Mempawah Kalimantan Barat. Pontianak STKIP_PGRI
www.google.com “Sejarah Kerajaan Mempawah”
www.google.com “kebudayaan Robo’-Robo’”

kebudayaan Dayak

KEBUDAYAAN DAYAK
Oleh. M.Natsir

A. Latar Belakang
Dayak atau Daya adalah suku-suku asli yang mendiami Pulau Kalimantan, lebih tepat lagi adalah yang memiliki budaya sungai dimasa sekarang yaitu setelah berkembangnya agama Islam di Borneo, sebelumnya Budaya masyarakat Dayak adalah Budaya Maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya. Seperti sebutan Bidayuh dari bahasa kekeluargaan Dayak Bidayauh itu sendiri yaitu asal kata "Bi" yang bearti "orang" dan Dayuh yang bearti " Hulu" jadi Bidayuh bearti "orang hulu". Sebutan Ot Danum yang berasal dari bahasa mereka sendiri yaitu asal kata "Ot" yang bearti hulu dan Danum yang bearti "air" jadi Ot Danum bearti Hulu Air ( sungai ) yaitu orang-orang yang bermukim di daerah hulu. Sebutan Biaju dari bahasa Biaju ( Lama / kuno ) sendiri yang berasal dari kata "Bi" yang bermakna "Orang" dan kata "Aju / Ngaju" yang bermakna hulu jadi Biaju bermakna "orang hulu".
Di daerah sarawak Malaysia suku Dayak rumpun Apokayan ( Kayan, Kenyah dan Bahau) sering disebut "Orang Ulu" ini juga merupakan pe-melayu-an dari kata " Apokayan" itu sendiri. Sementara itu warga Dayak Kendayan setelah kedatangan Islam oleh orang luar juga sering disebut "orang hulu" dan diterjemahkan ke dalam bahasa mereka sendiri dengan kata " Daya". Jadi sangat jelas bahwa sebutan Dayak ini adalah sebutan kolektif karena orang Dayak terdiri dari beragam budaya dan bahasa, yang kehidupannya sangat erat berhubungan dengan sungai ( Budaya Sungai ), hal ini disebabkan karena setelah kedatangan Islam hampir seluruh perkampungan orang-orang Borneo asli yang masih berbudaya asli ( Dayak ) banyak terdapat tidak di pesisir pantai laut lagi ( meski di beberapa wilayah masih terdapat di pesisir pantai Laut ), melainkan di sepanjang daerah aliran sungai ( DAS ).
Kata Dayak sendiri selain berasal dari bahasa Dayak Kendayan, juga berasal dari bahasa Dayak kenyah dan Dayak lainnya, yakni dari istilah kata " Daya" yang memiliki dua arti yakni "daerah hulu" dan "kekuatan". ketika ada orang lain yang menanyai seseorang yang hendak ke daerah hulu dimasa lampau dengan kalimat dalam bahasa Dayak Kendayan seperti ini: Ampus Ka mae kau? maka akan di jawab oleh orang yang di tanyai sebagai berikut: Aku Ampus ka daya...yang artinya " pergi ke mana kau? aku pergi ke hulu". Dimasa dahulu dalam naskah-naskah Jawa kuno pulau kalimantan disebut "Nusa Kencana" yang bearti pulau emas, namun oleh orang Jawa kebanyakkan lebih sering disebut "Tanah Sabrang" penghuninya adalah "Orang Sabrang" sebutan orang Dayak oleh orang Jawa di masa lampau. Jadi jelaslah bahwa istilah "Dayak" bukan berasal dari bahasa Jawa yang bermakna sebagai sesuatu yang compang-camping, urakan dan sejenisnya.
Istilah "ndayakan" dalam bahasa Jawa sendiri tergolong masih baru yaitu terbentuk dimasa penjajahan Belanda. Istilah ini di populerkan oleh para prajurit Belanda yang berasal dari orang Jawa yang ketika mereka datang ke pedalaman jauh kalimantan ( Yang sangat jauh dari pantai ) mereka melihat banyak orang Dayak yang berpakaian seadanya yang terbuat dari kulit kayu atau kain yang sudah compang-camping, lusuh dan urakan. suku bangsa Dayak terdiri atas enam Stanmenras atau rumpun yakni Rumpun atau stanmenras Klemantan alias Kalimantan, Stanmenras Iban, Stanmenras Apokayan yaitu Dayak Kayan,kenyah dan bahau, Stanmenras Murut, Stanmenras Ot Danum-Ngaju dan Stanmenras Punan. Penduduk Madagaskar adalah keturunan para pelaut Dayak Ma'anyan dimasa lampau yaitu dimasa Islam belum datang ke Indonesia. mereka masih menggunakan bahasa Dayak Ma'anyan (Bahasa Barito) yang bercampur dengan sedikit bahasa jawa dan melayu.
B.Asal Mula Suku Dayak
Secara umum seluruh penduduk dikepulauan nusantara disebut-sebut berasal dari China selatan, demikian juga halnya dengan Bangsa Dayak. Tentang asal mula bangsa Dayak, banyak teori yang diterima adalah teori imigrasi bangsa China dari Provinsi Yunnan di Cina Selatan. Penduduk Yunan berimigrasi besar-besaran (dalam kelompok kecil) di perkirakan pada tahun 3000-1500 SM (sebelum masehi). Sebagian dari mereka mengembara ke Tumasik dan semenanjung Melayu, sebelum ke wilayah Indonesia. Sebagian lainnya melewati Hainan, Taiwan dan Filipina.Menurut H.TH. Fisher, migrasi dari asia terjadi pada fase pertama zaman Tretier. Benua Asia dan pulau Kalimantan merupakan bagian nusantara yang masih menyatu, yang memungkinkan ras Mongoloid dari Asia mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan “Muller-Schwaner”.
Sebelum kedatangan islam ke kalimantan belum ada istilah Dayak dan istilah melayu. Semua manusia penghuni pulau borneo merupakan manusia-manusia yang saling berkekerabatan dan bersaudara ( Bangsa Dayak ). Penduduk-penduduk yang tinggal dipesisir pantai oleh penduduk yang tinggal di pedalaman disebut sebagai Orang Laut sebaliknya penduduk yang tinggal di pedalaman oleh penduduk yang tinggal di pesisir pantai di sebut Orang Darat . Jauh sebelum agama Islam datang ke borneo Bangsa Dayak sudah mempunyai kerajaan-kerajaan. Misal kerajaan Nek Riuh ( Mbah Riuh ) dan Kerajaan Bangkule Rajakng serta kerajaan bujakng nyangkok di bagian barat kalimantan .
Islam ke borneo di sebarkan oleh orang-orang arab atau gujarat, namun mayoritas oleh orang melayu sumatra, karena itu oleh orang Dayak agama islam disebut agama melayu, istilah islam sendiri jaman dahulu tidak sepopuler istilah " agama melayu". Sejak itulah setiap orang Dayak pesisir yang masuk islam disebut masuk melayu atau jadi orang melayu. namun oleh orang Dayak pedalaman, saudara mereka yang masuk islam disebut sebagai " senganan" di kalimantan bagian barat dan "halog" di kalimantan bagian timur. Dikarenakan adat budaya Dayak umumnya bertentangan dengan agama islam maka hal ini membuat masyarakat Dayak pesisir yang telah menjadi islam tadi meninggalkannya dan mengadopsi adat budaya para pendahwah islam ( orang melayu) namun tidaklah semua adat aslinya di tinggalkan, cukup banyak juga adat asli ( adat budaya Dayak ) yang di modifikasi agar selaras dengan islam, seperti tepung tawar, betangas, tumpang seribu dan lain-lain. selain masyarakat
Dayak pesisir pantai, masyarakat Dayak yang tinggal di kota-kota kerajaan juga akhirnya masuk islam dengan alasan mengikuti jejak Rajanya. maka mulailah adat budaya melayu merasuki adat budaya Dayak dalam keraton-keraton. Pada umumnya kerajaan-kerajaan di kalimantan di dirikan oleh orang-orang yang berdarah daging Dayak asli seperti pada kerajaan mempawah oleh Patih Gumantar, kerajaan Kutai ( Kerajaan Dayak Tunjung - Dayak Benuaq ) oleh Kundung atau Kudungga dan kerajaan-kerajaan lain. sementara kerajaan-kerajaan yang di dirikan oleh manusia-manusia yang berdarah daging blasteran Dayak dengan pendatang seperti kerajaan pontianak (blasteran Dayak dan arab ). Kerajaan sanggau, matan, ketapang dan sintang ( oleh blasteran Dayak Jawa ). sejak dahulu dalam pergaulannya dengan sesama suku Dayak dan dengan suku-suku luar kalimantan orang Dayak telah menggunakan bahasa melayu, hal ini terjadi mengingat suku dayak hampir setiap sub sukunya mempunyai bahasa sendiri-sendiri. Hal ini tentu menyulitkan dalam berkomunikasi, tentunya karena alasan semacam ini jugalah yang menyebabkan bahasa melayu dijadikan bahasa persatuan Indonesia. Bahasa-bahasa melayu di kalimantan dikarenakan seluruh manusia penuturnya mempunyai bahasa yang berbeda ( Manusia Dayak meyebabkan bahasa melayu tersebut juga mempunyai banyak versi sesuai daerah asalnya, misal di daerah sanggau kapuas dikarenakan bunyi vokal bahasa Dayak di daerah tersebut kebanyakan berbunyi vokal " o " maka bahasa melayunya juga cenderung bervokal " O " misal kata ada akan di ucapkan menjadi ado, kata Ngapa ( Mengapa ) di ucapkan menjadi ngapo dan lain sebagainya. sementara di daerah kapuas hulu, sintang dan ketapang bahasa melayunya sangat mendekati bahasa Dayak, cukup banyak istilah dalam bahasa Dayak asli yang masih di pakai seperti Nuan, sidak dan lain-lain. Di bagian barat kalbar ada istilah Terigas yang asalnya dari kata Tarigas dan istilah-istilah lainnya.
Di daerah selatan Borneo Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak didaerah itu sering disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni kerajaan Nansarunai dari Dayak Maanyan yang dihancurkan oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389. Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasal dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu (sekitar tahun 1608).Sebagian besar suku Dayak di wilayah selatan dan timur kalimantan yang memeluk Islam tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai atau orang Banjar. Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Watang Amandit, Labuan Amas dan Watang Balangan. Sebagain lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang Sultan Kesultanan Banjar yang terkenal adalah Lambung Mangkurat sebenarnya adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum).
Tidak hanya dari nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa Tionghoa diperkirakan mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming tahun 1368-1643. Dari manuskrip berhuruf kanji disebutkan bahwa kota yang pertama di kunjungi adalah Banjarmasin. Kunjungan tersebut pada masa Sultan Hidayatullah I dan Sultan Mustain Billah.Kedatangan bangsa Tionghoa di selatan kalimantan tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak. Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik.
Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada abad XV Raja Yung Lo mengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di bawah pimpinan Chang Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah sebelumnya singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun 1750, Sultan Mempawah menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas. Orang-orang Tionghoa tersebut membawa juga barang dagangan diantaranya candu, sutera, barang pecah belah seperti piring, cangkir, mangkok dan guci.
C. Pembagian sub-sub etnis
Dikarenakan arus migrasi yang kuat dari para pendatang, Suku Dayak yang masih mempertahankan adat budayanya akhirnya memilih masuk ke pedalaman . Akibatnya, Suku Dayak menjadi terpencar-pencar dan menjadi sub-sub etnis tersendiri.Kelompok Suku Dayak, terbagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan, 1975). Masing-masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka.Etnis Dayak Kalimantan menurut seorang antropologi J.U. Lontaan, 1975 dalam Bukunya Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub suku kecil, yang menyebar di seluruh Kalimantan.[3]
D. Dayak pada masa kini
Dewasa ini suku bangsa Dayak terbagi dalam enam rumpun besar, yakni: Apokayan (Kenyah-Kayan-Bahau), Ot Danum-Ngaju, Iban, Murut, Klemantan dan Punan. Rumpun Dayak Punan merupakan suku Dayak yang paling tua mendiami pulau Borneo. sementara rumpun Dayak yang lain merupakan rumpun hasil asimilasi antara Dayak punan dan kelompok proto melayu ( Moyang Dayak yang berasal dari yunnan ) dari yunnan. Keenam rumpun itu terbagi lagi dalam kurang lebih 405 sub-etnis. Meskipun terbagi dalam ratusan sub-etnis, semua etnis Dayak memiliki kesamaan ciri-ciri budaya yang khas. Ciri-ciri tersebut menjadi faktor penentu apakah suatu subsuku di Kalimantan dapat dimasukkan ke dalam kelompok Dayak. Ciri-ciri tersebut adalah rumah panjang, hasil budaya material seperti tembikar, mandau, sumpit, beliong (kampak Dayak), pandangan terhadap alam, mata pencaharian (sistem perladangan), dan seni tari. Perkampungan Dayak rumpun Ot Danum-Ngaju biasanya disebut lewu/lebu dan pada Dayak lain sering disebut banua / benua. Di kecamatan-kecamatan di Kalimantan yang merupakan wilayah adat Dayak dipimpin seorang Kepala Adat yang memimpin satu atau dua suku Dayak yang berbeda.Menurut Prof. Lambut dari Universitas Lambung Mangkurat, secara rasial, manusia Dayak dapat dikelompokkan menjadi :
• Dayak Mongoloid
• Malayunoid
• Autrolo-Melanosoid
• Dayak Heteronoid
a.Rumah Panjang
Hampir semua Orang Dayak kecuali Dayak punan dan Dayak Meratus, mempunyai rumah panjang di masa lampau. Rumah panjang merupakan gabungan atau gandengan rumah-rumah tunggal warga Dayak dalam satu desa. Rumah panjang di bangun agar persatuan atau kekuatan dari warga desa terkonsentrasi, ketika menghadapi serangan dari luar kampung atau luar kelompok ( Kayau ) atau serangan binatang buas. Rumah panjang di dibangun dalam rupa rumah panggung yang memanjang. Semua material rumah panjang dibuat dari kayu keras seperti kayu ulin atau belian. Mulai dari sirap ( atap kayu ),tiang, rangka, dinding, lantai hingga tangga. Dimasa kini rumah panjang yang tersisa sudah sangat sedikit. Umumnya rumah panjang di bongkar karena warga penghuninya memilih membangun rumah tinggal tunggal. Dayak Punan merupakan suku Dayak yang paling tua mendiami Borneo. Berdasarkan data pengukuran karbon yang terdapat pada fosil tengkorak yang pernah ditemukan di gua Niah Sarawak Malaysia. diketahui bahwa tengkorak yang sangat mirip dengan tengkorak orang Dayak Punan tersebut telah berusia mencapai 40.000 tahun. Jadi dengan berasumsikan bahwa tengkorak tersebut benar-benar tengkorak Dayak punan, maka jelas bahwa Dayak Punan merupakan salah satu puak nenek moyang Bangsa Dayak Borneo setelah berasimilasi dengan puak nenek moyang Dayak yang berasal dari Yunnan.
Dengan mengetahui betapa tuanya keberadaan Dayak Punan di borneo ( bahwa mereka datang jauh sebelum peradaban manusia planet bumi mengenal logam ), maka dapat dimaklumi jika mereka kurang memiliki peradaban desa dan lebih menyukai cara-cara hidup nomaden, karena itu rumah mereka dibangun seadanya ( umumnya hanya berupa gubuk ). Meskipun demikian sampai detik ini hanya segelintir warga Dayak punan saja yang masih senang hidup nomaden, sementara kelompok mayoritas telah membangun pemukiman seperti masyarakat Dayak Lain. Pada masyarakat Dayak Meratus ( Bukit ) rumah mereka di kenal dengan sebutan Balai. Istilah suku Dayak Bukit menurut Hairus Salim dari kosa kata lokal di daerah tersebut istilah "bukit" berarti "bagian bawah dari suatu pohon" alias pangkal pohon, yang juga bermakna "orang atau sekelompok orang atau rumpun keluarga yang pertama yang merupakan cikal bakal masyarakat lainnya". Kata Bukit yang bermakna " Pangkal " ini jelas menunjukan asal mereka yaitu berpangkal dari Banua bukit di Kalimantan Barat jadi pada dasarnya istilah Bukit ini tidak bearti Bukit / gunung, hanya saja sudah telanjur di maknai dengan arti orang gunung oleh orang luar. Dayak Bukit merupakan masyarakat yang masih memegang adat tradisi budaya Banjar lama.
Suku Banjar sendiri jika diperhatikan dari bahasanya merupakan campuran antara bahasa Dayak Biaju, Dayak Maanyan, bahasa Jawa dan Bahasa Dayak Kendayan, Tetapi oleh sebagian kecil kelompok masyarakat Banjar yang fanatik menyatakan bahwa moyang mereka adalah melayu sumatera hal ini dapat di fahami karena akibat pengaruh Islam ( bahwa di masa lampau agama Islam oleh orang Dayak di sebut agama Melayu ). Jika kita runut kembali sejarah terbentuknya suku Banjar yang bermula Sejak Kerajaan Banjar menjadi Islam, disitu akan kita ketahui bahwa Raja Banjarmasin yang menganut agama Islam pertama yaitu pangeran Suriansyah (seorang Blasteran Jawa-keling ) beliau di angkat menjadi raja oleh dua belas orang Demang Dayak Ngaju dan patih Masih, yang dikatakan sebagai seorang Patih melayu. Harap di ingat dan di fahami bahwa Pangeran Suriansyah sendiri pada waktu itu tidak pernah memerintahkan agar rakyatnya yang terdiri atas orang Biaju, orang Maanyan, orang Kendayan yang dikira melayu ( mengingat pada waktu itu istilah suku Kendayan / Kannayatn sendiri belum terbentuk, dan seperti yang telah di sebutkan di atas bahwa nama salah satu Banua Dayak Kendayan Kalimantan Barat adalah Banua bukit jadi jelas bahwa keturunan masyarakat Dayak Kendayan yang berasal dari Banua bukit inilah yang dikenal sebagai Dayak Bukit / Meratus di kalimantan selatan itu ). dan sekelompok kecil orang jawa untuk merubah nama suku-nya. Patih melayu? Dalam sejarah di ketahui bahwa Gelar patih pertamakali atau mayoritas merupakan Gelar orang-orang penting atau raja-raja Dayak Kalimantan Barat.
Di sumatra sendiri tidak ada gelar patih. Dimasa lalu yaitu masa dimana kepercayaan adat ( Kaharingan), budaya Kayau dan budaya rumah Panjang ( Budaya Kayau dan Rumah Panjang muncul secara bersamaan tujuan rumah panjang ini di buat agar kekuatan terkonsentrasi untuk menghadapi kayau ) belum di kenal oleh bangsa Dayak. para pelaut Dayak Kendayan telah menyusuri pantai-pantai pulau Borneo baik ke arah utara maupun ke arah selatan. Pelaut Dayak Kendayan yang sampai ke utara Borneo membangun pemukiman di daerah sarawak timur dan Brunei sekarang ini, keturunannya di kenal dengan sebutan suku Dayak Kedayan. sementara yang menyusuri pantai ke arah selatan borneo membangun pemukiman di tengah-tengah Dayak Biaju / Ngaju, orang Dayak Kendayan ini masih memakai Bahasa Dayak Kendayan. Karena Bahasa Dayak kendayan mirip dengan bahasa melayu, oleh orang Ngaju di kira orang Melayu ( mengingat pada waktu itu istilah Kendayan / Kannayatn sendiri belum terbentuk). Dan Patih Masih adalah satu-satunya petinggi Dayak Kendayan di tanah rantau di daerah itu. Jadi pada dasarnya warga yang didefenisikan sebagai melayu oleh orang Ngaju itu tidak lain dan tidak bukan merupakan keturunan para pelaut atau perantau Dayak Kendayan yang tidak kembali. Dan mengembangkan adat tradisi serta bahasa Dayak Kendayan yang sampai saat ini dapat disaksikan pada keturunannya yang tidak mau menganut Islam, yang di sebut suku Dayak Meratus / Bukit. Dan Bahkan penamaan sebuah sungai besar di daerah Kalimantan Tengah yang oleh masyarakat Dayak Biaju sering disebut batang Biaju Kecil, dengan nama sungai Kapuas, juga merupakan nama pemberian oleh para pelaut atau perantau Dayak Kendayan ( karena waktu pertamakali mereka datang, nama sungai tersebut tidak diketahui oleh mereka ), sama seperti nama sungai besar di daerah asalnya yaitu sungai kapuas di kalimantan Barat. Intinya bahwa suku Banjar merupakan keturunan Blasteran antara Dayak Kendayan dengan Dayak Biaju, Dayak Maanyan dan sedikit pendatang Jawa.


b. Budaya Telinga Panjang
Di masa sekarang Budaya unik masyarakat Dayak yang satu ini hanya dapat disaksikan pada warga Dayak Stanmenras / rumpun Apokayan (Kenyah, Kayan dan Bahau) serta sedikit warga Dayak Iban dan Dayak Punan saja, sementara pada masyarakat Dayak Lainnya sudah tidak ditemukan. Apakah Masyarakat Dayak lain tidak punya budaya ini? Sejujurnya hampir semua sub etnis Dayak dimasa lampau punya tradisi ini hanya saja sudah lama di tinggalkan. Kebanyakan tradisi ini ditinggalkan sejak kedatangan orang luar ke kalimantan, yaitu sejak datangnya para pelaut India dan arab serta China atau etnis Indonesia lainnya ke kalimantan, dengan alasan merasa malu. namun tidak sedikit yang meninggalkan budaya ini di masa awal penjajahan Belanda hingga dimasa penjajahan Jepang. Pada masyarakat Dayak Kendayan yang berdialek Banyadu misalnya, dari cerita orang tua di kampung Tititareng kecamatan Menyuke darit disebutkan bahwa dimasa penjajahan Jepang masih terdapat seorang nenek yang mempertahankan Telinga panjangnya. Sepeninggalan Nenek tersebut maka berakhirlah masa budaya telinga panjang pada masyarakat Dayak Banyadu.
Ada satu hal yang menarik yang mungkin menjadi alasan kenapa masyarakat Dayak rumpun Apokayan masih setia mempertahankan budaya telinga panjang ini, Jika kita perhatikan bahwa kebanyakan sesepuh adat atau orang yang dituakan atau orang-orang penting dalam strata sosial adat masyarakat Dayak rumpun apokayan ini kebanyakan adalah kaum wanita. Kaum wanita umumnya dikenal cenderung sangat teguh mempertahankan kebiasaan atau tradisi yang berkembang dalam masyarakat ketimbang kaum pria, apalagi jika tradisi tersebut sudah dianggap sebagian dari adat yang harus dilestarikan, maka sudah tentu akan di pertahankan, dan terutama jika para orang penting yang umumnya kaum wanita tersebut selalu menganjurkan agar kaum wanita tetap memanjangkan telinganya. Namun meski demikian seiring perkembangan jaman hal tersebut akhir-akhir ini nampaknya sudah berada pada kondisi yang kritis dimana banyak kaum wanita masyarakat Dayak rumpun apokayan ini meninggalkan budaya telinga panjang dengan cara memotongnya.
c. Budaya Tatto
Tatto pada masyarakat Dayak dimasa lampau merupakan simbol fisik yang secara langsung memperlihatkan strata seseorang dalam masyarakat. Baik kaum pria maupun kaum wanita sama-sama mempunyai tatto. Sementara motif-motif gambar tatto juga disesuaikan dengan strata sosial yang berlaku di masyarakat. Gambar tatto antara orang biasa berbeda dengan orang-orang penting seperti para temenggung, para Baliatn, para Demang dan para Panglima perang. Dimasa kini budaya ini sepertinya juga sudah banyak ditinggalkan, dengan berbagai alasan, meski cukup banyak juga generasi Dayak yang sadar untuk terus mengembangkannya.
d. Kayau
Kata Kayau bermakna sebagai kegiatan perburuan kepala tokoh-tokoh masyarakat yang menjadi musuh, dimana kepala hasil buruan tersebut akan digunakan dalam ritual Notokng ( Istilah Dayak Kendayan ). Jadi pada dasarnya yang dimaksud dengan Kayau bukanlah perang antar suku seperti perang dalam kerusuhan-kerusuhan yang pernah terjadi di Kalimantan beberapa waktu yang lalu, yang korbannya tidak pandang bulu apakah seorang biasa atau seorang yang berpengaruh pada kelompok musuh.
Kayau tidak sembarangan di lakukan, demikian juga tokoh-tokoh musuh yang di incar, semua dipertimbangkan dengan penuh seksama. Sementara itu, jumlah pasukan Kayau yang akan bertugas di medan minimal tujuh orang. Dimasa silam Kayau umumnya dilakukan terhadap tokoh-tokoh musuh yang memang kebanyakan berbeda sub etnis Dayak-nya. Peristiwa Kayau yang terekam sejarah dan cukup terkenal adalah peristiwa Kayau Kepala Raja Patih Gumantar dari kerajaan Mempawah (Kerajaan Dayak Kendayan ) Kalimantan Barat oleh pasukan Kayau Dayak Biaju / Ngaju Kalimantan tengah, meskipun cerita yang beredar di kalangan masyarakat Dayak Kendayan dimasa kini menyebutkan bahwa nama Biaju ini sering di katakan sebagai Dayak Bidayuh sungkung, dan hal ini diperparah oleh para penulis buku-buku tentang sejarah Kalimantan Barat yang menerima begitu saja cerita dalam Masyarakat tanpa ditelaah lebih lanjut dan bahkan beberapa penulis dengan gampangnya menyebutkan bahwa Dayak Biaju ini punya pulau tersendiri di luar Borneo hanya karena mendengar cerita rakyat yang mengatakan bahwa mereka datang memakai Ajong / Kapal, padahal sebenarnya satu pulau dengan Dayak Kendayan hanya saja untuk sampai ke daerah asalnya memang melalui sungai dan laut. Hal ini terjadi ditengarai oleh awalan kata Biaju dan Bidayuh yang sama-sama diawali oleh kata "Bi" dan kedua-duanya mempunyai bunyi kata yang hampir mirip (BI-AJU dan BI-dAYUh), padahal yang namanya cerita lisan pasti cukup beresiko mengalami perubahan. Namun yang sangat pasti dan jelas kata Biaju secara tegas di sebutkan dalam cerita tersebut.
e. Senjata Sukubangsa Dayak
1. Sipet / Sumpitan. Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 - 2,5 meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼ - ¾ cm yang digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan.
2. Lonjo / Tombak. Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai dari bambu atau kayu keras.
3. Telawang / Perisai. Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah dalam dijumpai tempat pegangan.
4. Mandau. Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun temurun yang dianggap keramat. Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan maupun hanya ukiran biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah, diukir dengan emas/perak/tembaga dan dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia. Mandau mempunyai nama asli yang disebut “Mandau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau”, merupakan barang yang mempunyai nilai religius, karena dirawat dengan baik oleh pemiliknya. Batu-batuan yang sering dipakai sebagai bahan dasar pembuatan Mandau dimasa yang telah lalu yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu Mujat atau batu Tengger, Batu Montalat.
5. Dohong. Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah. Hulunya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh kepala-kepala suku, Demang, Basir.



f. Totok Bakakak (kode) yang umum dimengerti Sukubangsa Dayak
1. Mengirim tombak yang telah di ikat rotan merah (telah dijernang) berarti menyatakan perang, dalam bahasa Dayak Ngaju "Asang".
2. Mengirim sirih dan pinang berarti si pengirim hendak melamar salah seorang gadis yang ada dalam rumah yang dikirimi sirih dan pinang.
3. Mengirim seligi (salugi) berarti mohon bantuan, kampung dalam bahaya.
4. Mengirim tombak bunu (tombak yang mata tombaknya diberi kapur) berarti mohon bantuan sebesar mungkin karena bila tidak, seluruh suku akan mendapat bahaya.
5. Mengirim Abu, berarti ada rumah terbakar.
6. Mengirim air dalam seruas bambu berarti ada keluarga yang telah mati tenggelam, harap lekas datang. Bila ada sanak keluarga yang meninggal karena tenggelam, pada saat mengabarkan berita duka kepada sanak keluarga, nama korban tidak disebutkan.
7. Mengirim cawat yang dibakar ujungnya berarti salah seorang anggota keluarga yang telah tua meninggal dunia.
8. Mengirim telor ayam, artinya ada orang datang dari jauh untuk menjual belanga, tempayan tajau.
9. Daun sawang/jenjuang yang digaris (Cacak Burung) dan digantung di depan rumah, hal ini menunjukan bahwa dilarang naik/memasuki rumah tersebut karena adanya pantangan adat.
10. Bila ditemukan pohon buah-buahan seperti misalnya langsat, rambutan, dsb, didekat batangnya ditemukan seligi dan digaris dengan kapur, berarti dilarang mengambil atau memetik buah yang ada dipohon itu.
g Tradisi Penguburan
Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur tegas dalam hukum adat. Sistem penguburan beragam sejalan dengan sejarah panjang kedatangan manusia di Kalimantan. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan :
• penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.
• penguburan di dalam peti batu (dolmen)
• penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.
Pada umumnya terdapat dua tahapan penguburan:
1. penguburan tahap pertama (primer)
2. penguburan tahap kedua (sekunder).
Penguburan sekunder
Penguburan sekunder tidak lagi dilakukan di goa. Di hulu sungai Bahau dan cabang-cabangnya di Kecamatan Pujungan, Malinau, Kaltim, banyak dijumpai kuburan tempayan-dolmen yang merupakan peninggalan megalitik. Perkembangan terakhir, penguburan dengan menggunakan peti mati (lungun) yang ditempatkan di atas tiang atau dalam bangunan kecil dengan posisi ke arah matahari terbit.
Masyarakat Dayak Ngaju mengenal tiga cara penguburan, yakni :
• dikubur dalam tanah
• diletakkan di pohon besar
• dikremasi dalam upacara tiwah.
Prosesi penguburan sekunder
1. Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder pada penganut Kaharingan, sebagai simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan) yang dilaksanakan setahun atau beberapa tahun setelah penguburan pertama di dalam tanah.
2. Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah.
3. wara
4. marabia
5. mambatur (Dayak Maanyan)
6. kwangkai (Dayak Benuaq)

PENUTUP
Secara umum seluruh penduduk dikepulauan nusantara disebut-sebut berasal dari China selatan, demikian juga halnya dengan Bangsa Dayak. Tentang asal mula bangsa Dayak, banyak teori yang diterima adalah teori imigrasi bangsa China dari Provinsi Yunnan di Cina Selatan. Penduduk Yunan berimigrasi besar-besaran (dalam kelompok kecil) di perkirakan pada tahun 3000-1500 SM (sebelum masehi). Sebagian dari mereka mengembara ke Tumasik dan semenanjung Melayu, sebelum ke wilayah Indonesia. Sebagian lainnya melewati Hainan, Taiwan dan FilipinaSuku dayak merupakan salah satu suku yang ada di indonesia. Suku ini berdomisili di pulau kalimantan dan kebanyakan beragama kristen dan katolik serta sebagian islam dalam kebudayaan dayak contoh budayanya yaitu kayau, tatoo,rumah panjang dll. Suku dayak mengenal ada dua cara pengguburan yaitu primer dan sekunder.

DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak