Minggu, 13 Maret 2011

Robo-Robo Multikultur Kalbar

TRADISI ROBO-ROBO MULTIKULTUR
MEMPAWAH KALIMANTAN BARAT
Oleh. Hamidah,Spd



ABSTRACT

Robo' tradition-Robo ', Cross Multicultural On Earth Equator.Potential culture in Indonesia resulted in a heterogeneous society. Indonesia as a country that stands on cultural diversity multiculturalism berdemensi on nation-building. With multiculturalism is the principle of "Unity in Diversity" as shown in the basic state will be realized. In this globalization era, there is generally still we find people who still adhere to cultural traditions and customs of the region. Ritual is part of an ethnic identity that contains the values, norms, and expressive symbols as a social bond that acts as areinforcement of social bonds of solidarity and social cohesiveness of local communities. Arrival of King Mempawah, Opu Daeng Manambon from South Sulawesi in the 17th century tradition enshrined in Robo'-Robo '. Sacred ritual that is often done is a manifestation of gratitude for the gifts given and at once begged safety, it is still going on continuously for the supporters. Robo' tradition-Robo 'itself is on the agenda of Culture and Tourism of West Kalimantan. Cultural values that can be dug through Tradition Robo'-Robo ', Social values one of which is the social value that can be made a reference in Multicultural Cross Describes the cultural values that can be dug through Tradition Robo'-Robo'. . uniqueness which can be seen from the tradition Robo'-Robo '. shows how wonderful of togetherness, to give a direction to all elementsofsocietyto form a harmony. In this section, raised some understanding of the contents of the discussion of tradition Robo'-Robo 'that can be used to explore the relationship between cultural values and social values.Activities carried out in several areas in West Kalimantan, among others, in Mempawah, Pontianak District, in the district of Kubu Raya Kakap District, West Kalimantan and Ketapang.Event-robo Robo didisi also with other activities, such as canoe races, games tops, Lamba kasidah, dining and entertainment masyarakat.Acara saprah culture containing the history of the arrival of Opu Daeng Menambon to Mempawah, containing moral values very high, such as the creation of a sense of unity between the king with his subjects, and subordinate officials, the rich with the poor and others, as proposed Mardan Adijaya, through eating together called saprah eat, all the complicated issues Insha Allah be easy to solve. indirectly created a fabric of communication between eachother.

Keywords: Traditional Robo'-Robo ', Multicultural, Equator

Tradisi Robo’-Robo’, Lintas Multikultural Di Bumi Khatulistiwa. Potensi kebudayaan di Indonesia menghasilkan sebuah masyarakat yang heterogen. Indonesia sebagai suatu negara yang berdiri di atas keanekaragaman budaya yang berdemensi pada multikulturalisme pembangunan bangsa. Dengan multikulturalisme ini maka prinsip “Bhineka Tunggal Ika” seperti yang tercantum dalam dasar negara akan menjadi terwujud. Pada zaman globalisasi ini, umumnya masih ada kita temukan masyarakat yang masih memegang teguh tradisi dan adat istiadat kebudayaan daerahnya. Upacara adat adalah bagian dari identitas suatu suku yang mengandung nilai-nilai, norma, dan simbol-simbol ekspresif sebagai sebuah ikatan sosial yang berperan sebagai penguat ikatan solidaritas sosial dan kohesivitas sosial masyarakat lokal.
Kedatangan Raja Mempawah, Opu Daeng Manambon dari Sulawesi Selatan di abad ke-17 diabadikan dalam tradisi Robo’-Robo’. Upacara sakral yang sering dilakukan adalah berupa wujud dari rasa syukur atas karunia yang diberikan dan sekaligus memohon keselamatan, hal ini masih terus berlangsung secara terus menerus bagi masyarakat pendukungnya. Tradisi Robo’-Robo’ sendiri merupakan agenda Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Barat. Nilai-nilai budaya yang dapat di gali melalui Tradisi Robo’-Robo’ , Nilai-nilai sosial salah satunya nilai sosial adalah yang dapat di jadikan acuan dalam Lintas Multikultural Mendeskripsikan nilai-nilai budaya yang dapat di gali melalui Tradisi Robo’-Robo’.. keunikan yang dapat dilihat dari tradisi Robo’-Robo’. memperlihatkan betapa indahnya kebersamaan, memberikan suatu arahan kepada seluruh elemen masyarakat untuk membentuk suatu keharmonisan.Pada bagian ini dikemukakan beberapa pengertian dari isi pembahasan mengenai Tradisi Robo’-Robo’ yang dapat dipergunakan untuk menggali hubungan antara nilai-nilai budaya dan nilai-nilai sosial kemasyarakatan. Kegiatan dilaksanakan dibeberapa wilayah di Kalimantan Barat antara lain di Mempawah, Kabupaten Pontianak, di kecamatan Kakap Kabupaten Kubu Raya, dan Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Acara Robo-robo juga didisi dengan kegiatan lainnya,seperti lomba sampan,permainan gasing,lamba kasidah, makan saprah dan hiburan masyarakat.Acara budaya yang mengandung sejarah kedatangan Opu Daeng Menambon ke Mempawah, mengandung nilai-nilai moral yang amat tinggi, seperti terciptanya rasa kebersamaan antara raja dengan rakyatnya, para petinggi dan bawahan, orang kaya dengan orang miskin dan lain sebagainya,seperti yang dikemukakan Mardan Adijaya, melalui makan bersama yang disebut makan saprah, semua persoalan yang rumit Insya Allah menjadi mudah untuk dipecahkan. secara tidak langsung tercipta sebuah jalinan komunikasi antara satu dengan yang lainnya.

Kata Kunci : Tradisi Robo’-Robo’, Multikultural, Khatulistiwa

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia terkenal dengan negara yang memiliki seribu kemajemukan budaya pariwisata. Potensi kebudayaan didalamnya menghasilkan sebuah masyarakat yang heterogen. Hal ini membuat banyak perbedaan budaya serta keberagaman yang menghasilkan suatu multikultural. Multikulturalisme mempunyai peran yang besar dalam pembangunan bangsa. Indonesia sebagai suatu negara yang berdiri di atas keanekaragaman kebudayaan meniscayakan pentingnya multikulturalisme dalam pembangunan bangsa. Dengan multikulturalisme ini maka prinsip “Bhineka Tunggal Ika” seperti yang tercantum dalam dasar negara akan menjadi terwujud. Keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia akan menjadi inspirasi dan potensi bagi pembangunan bangsa sehingga cita-cita untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dapat tercapai.
Pada zaman globalisasi ini, umumnya masih ada kita temukan masyarakat yang masih memegang teguh tradisi dan adat istiadat kebudayaan daerahnya dan hal itu menjadikan suatu kebiasaan yang harus dilaksanakan, apalagi tradisi kebudayaan tersebut bersifat sakral.Tradisi dan budaya merupakan beberapa hal yang menjadi sumber dari akhlak dan budi pekerti. Tradisi merupakan suatu gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan dilakukan secara turun-temurun dimulai dari nenek moyang. Tradisi yang telah membudaya akan menjadi sumber dalam berakhlak dan berbudi pekerti seseorang. Manusia dalam berbuat akan melihat realitas yang ada di lingkungan sekitarnya sebagai upaya dari sebuah adaptasi walaupun sebenarnya orang tersebut telah mempunyai motivasi berperilaku yang sesuai dengan tradisi yang ada pada dirinya.
Upacara adat adalah bagian dari identitas suatu suku yang mengandung nilai-nilai, norma, dan simbol-simbol ekspresif sebagai sebuah ikatan sosial yang berperan sebagai penguat ikatan solidaritas sosial dan kohesivitas sosial masyarakat lokal. Identitas adalah harga diri dan sekaligus merupakan “perisai” untuk menghadapi tekanan dan pengaruh kekuatan sosial budaya dari luar. Identitas budaya suatu kelompok sosial berakar pada entitas kultural yang dapat digali dalam domain-domain budaya seperti mitos, religi, bahasa, dan ideologi. Adat istiadat adalah merupakan sebuah wujud dari rasa daya cipta suatu bangsa begitu juga adat budaya yang masih tetap ada di wilayah Kalimantan Barat sebagai sebuah wilayah yang cukup luas yang ada di Indonesia, diantara provinsi Kalimantan Barat meliputi beberapa kabupaten yang mempunyai adat istiadat yang multikultural, dan masih tetap eksis mempertahankan adat istiadat masyarakatnya.
Kalimantan Barat juga memiliki beragam budaya dan tradisi yang berasal dari banyak suku, diantaranya: Dayak, Melayu, Tionghoa, Madura, Bugis, dan masih banyak lagi. Ciri khas dari masing-masing kebudayaan menjadikan suatu keunikan tersendiri bagi daerah. Salah satunya suku Bugis Kalimantan Barat yang identik dengan Melayu. Suku Bugis ini memiliki banyak sekali tradisi yang masih kental yang juga bersifat sakral. Seperti tradisi Robo’-Robo’ yang dikenal sebagai tradisi yang memperingati hari datangnya seseorang dari tanah bugis Sulawesi Selatan pada tahun 1637. Kedatangan Raja Mempawah, Opu Daeng Manambon dari Bone, Sulawesi Selatan di abad ke-17 diabadikan dalam tradisi Robo’-Robo’. Upacara sakral yang sering dilakukan adalah berupa wujud dari rasa syukur atas karunia yang diberikan dan sekaligus memohon keselamatan, hal ini masih terus berlangsung secara terus menerus bagi masyarakat pendukungnya. Tradisi Robo’-Robo’ sendiri merupakan agenda Visit Kalbar 2010 dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Barat (Gaya Hidup, 2010).
Akhir-akhir ini, intensitas dan ekstensitas konflik di tengah-tengah masyarakat terasa kian meningkat. Terutama konflik yang berkembang di antara anggota masyarakat, meskipun tidak menutup kemungkinan timbulnya konflik berdimensi vertikal, yakni antara masyarakat dan daerah. Hanya saja, persoalannya menjadi lain jika konflik sosial yang berkembang dalam masyarakat tidak lagi menjadi sesuatu yang positif, tetapi berubah menjadi destruktif bahkan anarkis. Oleh sebab itu, maka tradisi Robo’-Robo’ ini dapat menjadikan suatu alat untuk mengurangi konflik yang berkaitan dengan multikultural. Hal ini akan dijelaskan dengan beberapa pertanyaan dalam penyusunan tulis ini.Nilai-nilai budaya apa sajakah yang dapat di gali melalui Tradisi Robo’-Robo’ ?Nilai-nilai sosial apa sajakah yang dapat di jadikan acuan dalam Lintas Multikultural ?
Pada bagian ini dikemukakan beberapa pengertian dari isi pembahasan mengenai Tradisi Robo’-Robo’ yang dapat dipergunakan untuk menggali hubungan antara nilai-nilai budaya dan nilai-nilai sosial kemasyarakatan. Kerangka teori sendiri, memiliki peran penting dalam penelitian agar dapat menemukan hasil secara maksimal. Kesalahan dalam memilih teori seringkali akan berpengaruh terhadao hasil yang akan ditemukan kemudian.

B. Latar Belakang Kalimantan Barat
Kalimantan Barat adalah satu di antara provinsi di tanah air yang sedang berupaya membangun dalam mencapai cita-cita demi kesejahteraan masyarakatnya. Wilayah ini membentang lurus dari utara ke selatan sepanjang lebih dari 600 km dan sekitar 850 km dari barat ke timur, dengan luas wilayah 146.807 km (7,53 persen dari luas Indonesia atau 1,13 kali luas Pulau Jawa) dan menjadi Provinsi terluas keempat setelah Irian, Kaltim dan Kalteng. Keunikan tersendiri dari Kalimantan Barat yaitu adanya Tugu Khatulistiwa. Tugu Khatulistiwa merupakan ikon Kota Pontianak yang memiliki tinggi 15,25 m. Tugu Khatulistiwa yang terlihat sekarang dibuat tahun 1990, Tugu Khatulistiwa ini terletak di garis khatulistiwa yang membelah Bumi menjadi dua bagian, Utara dan Selatan.Daerah Kalimantan Barat termasuk salah satu daerah yang dapat dijuluki provinsi "Seribu Sungai". Julukan ini selaras dengan kondisi geografis yang mempunyai ratusan sungai besar dan kecil yang diantaranya dapat dan sering dilayari. Beberapa sungai besar sampai saat ini masih merupakan urat nadi dan jalur utama untuk angkutan daerah pedalaman. Walaupun sebagian kecil wilayah Kaimantan Barat merupakan perairan laut, akan tetapi Kalimantan Barat memiliki puluhan pulau besar dan kecil (sebagian tidak berpenghuni) yang tersebar sepanjang Selat Karimata dan Laut Natuna yang berbatasan dengan wilayah Provinsi Riau, Sumatera.
Beberapa motto pembangunan diluncurkan oleh Mantan Gubernur Kalbar H. Usman Ja'far Periode 2003 - 2008 adalah “Harmonis dalam Etnis, Maju dalam Usaha, dan Tertib dalam Pemerintahan”. Harmonis dalam etnis adalah sebuah keselarasan seluruh komponen masyarakat Kalbar untuk hidup berdampingan, saling menunjang dan berkiprah positif dalam membangun dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, dan negara secara harmonis, rukun, tertib, dan aman dalam kerangka mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan julukan seribu sungai Kalimantan Barat memanfaatkan sebagai tempat untuk bertransaksi, transportasi bahkan berbudaya serta tradisi. Seperti pada tradisi Robo’-Robo’, yang memanfaatkan sungai terutama sungai Kapuas untuk dijadikan salah satu tempat upacara
lam ritual tersebut. Agenda perayaan Robo’-Robo’ yang diperingati setiap Rabu akhir bulan Safar itu menggelar ritual penyambutan di Kuala Mempawah Pangeran Ratu Mardan Adijaya Kesuma Ibrahim, oleh para prajurit kerajaan. Kemudian dilanjutkan ritual buang-buang sesaji ke laut atau sungai sebagai tolak bala akan tetapi kegiatan buang-buang sesaji yang berarti member makan penjaga laut sudah tidak dilakukan lagi. Upacara inilah yang memanfaatkan perairan di Kalimantan Barat. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalbar, Kamaruzzaman, menambahkan Perayaan Robo-robo telah diagendakan dalam Visit Kalbar 2010 dan masuk agenda wisata Indonesia menuju wisata internasional.

C. Asal-Usul Tradisi Robo’-Robo’
Kesultanan Mempawah kini berbeda dengan ketika Kerajaan Mempawah pertama kali berdiri. Sekitar tahun 1610 M, Mempawah kembali bangkit. Tampil sebagai pemimpin baru adalah Panembahan Kudong/Kudung atau juga disebut Panembahan Yang Tidak Berpusat. Raja Kudong memindahkan pusat ibu kota Mempawah ke Pekana (Karangan). Setelah Raja Kudong meninggal pada tahun 1680 M, tahta kekuasaan kemudian dipegang oleh Panembahan Senggauk. Panembahan Senggau menikah dengan putri Raja Qahar dari Kerajaan Baturizal Indragiri Sumatra, yang bernama Putri Cermin. Mereka dikaruniai seorang anak perempuan, Mas Indrawati. Ketika usia Mas Indrawati telah beranjak dewasa, ia dinikahkan dengan Panembahan Muhammad Zainuddin dari Kerajaan Matan (Ketapang). Dari hasil perkawinan ini, lahirlah seorang putri cantik bernama Putri Kesumba. Ketika dewasa, Putri Kesumba dinikahkan dengan Opu Daeng Menambun.
Awal diperingatinya Robo’-Robo’ ini sendiri, bermula dengan kedatangan rombongan Opu Daeng Manambon dan Putri Kesumba yang merupakan cucu Panembahan Mempawah kala itu yakni, Panembahan Senggaok yang merupakan keturunan Raja Patih Gumantar dari Kerajaan Bangkule Rajangk Mempawah pada tahun 1148 Hijriah atau 1737 Masehi. Masuknya Opu Daeng Manambon dan istrinya Putri Kesumba ke Mempawah, bermaksud menerima kekuasaan dari Panembahan Putri Cermin kepada Putri Kesumba yang bergelar Ratu Agung Sinuhun bersama suaminya, Opu Daeng Manambon yang selanjutnya bergelar Pangeran Mas Surya Negara sebagai pejabat raja dalam Kerajaan Bangkule Rajangk.
Berlayarnya Opu Daeng Manambon dari Kerajaan Matan Sukadana (Kabupaten Ketapang) diiringi sekitar 40 perahu. Saat masuk di Muara Kuala Mempawah, rombongan disambut dengan suka cita oleh masyarakat Mempawah. Penyambutan itu dilakukan dengan memasang berbagai kertas dan kain warna warni di rumah-rumah penduduk yang berada di pinggir sungai. Bahkan, beberapa warga pun menyongsong masuknya Opu Daeng Manambon ke Sungai Mempawah dengan menggunakan sampan.
Terharu, karena melihat sambutan rakyat Mempawah yang cukup meriah, Opu Daeng Manambon pun memberikan bekal makanannya kepada warga yang berada di pinggir sungai untuk dapat dinikmati mereka juga. Karena saat kedatangannya bertepatan dengan hari Minggu terakhir bulan Syafar, lantas rombongan tersebut menyempatkan diri turun di Kuala Mempawah. Selanjutnya Opu Daeng Manambon yang merupakan keturunan dari Kerajaan Luwu Sulawesi Selatan, berdoa bersama dengan warga yang menyambutnya, mohon keselamatan kepada Allah agar dijauhkan dari bala dan petaka. Usai melakukan doa, kemudian dilanjutkan dengan makan bersama.
Bagi sebagian masyarakat di beberapa daerah di Indonesia, bulan Safar diyakini sebagai bulan na’as dan sial. Sang Pencipta dipercayai menurunkan berbagai malapetaka pada bulan Safar. Oleh sebab itu, masyarakat yang meyakininya akan menggelar ritual khusus agar terhindar dari “kemurkaan” bulan Safar. Ritual tersebut juga dimaksudkan sebagai penghormatan terhadap arwah leluhur. Namun pandangan di atas berbeda dengan pandangan masyarakat Kota Mempawah yang menganggap bulan Safar sebagai “bulan keberkahan” dan kedatangannya senantiasa dinanti-nantikan. Karena pada bulan Safar terjadi peristiwa penting yang sangat besar artinya bagi masyarakat Kota Mempawah hingga saat ini. Peristiwa penting tersebut kemudian diperingati dengan menggelar Ritual Robo’-Robo’. Tujuan digelarnya ritual ini adalah untuk memperingati kedatangan dan/atau napak tilas perjalanan Opu Daeng Menambon yang bergelar Pangeran Mas Surya Negara dari Kerajaan Matan, Martapura, Kabupaten Ketapang, ke Kerajaan Mempawah, Kabupaten Pontianak, pada tahun 1737 M/1448 H. Opu Daeng Menambon adalah putra ketiga Opu Daeng Rilekke yang terkenal sebagai pelaut handal dan gemar sekali melakukan perjalanan ke berbagai daerah di Nusantara bersama dengan anak-anaknya.
Opu Daeng Rilekke sendiri adalah putra ketiga Sultan La Madusalat dari Kesultanan Luwuk, Bone, Sulawesi Selatan, yang telah menjadi Kesultanan Islam sejak tahun 1398 M. Opu Daeng Menambon beserta keluarganya pindah dari Kerajaan Matan ke Kerajaan Mempawah atas permintaan Panembahan Senggauk, Raja Mempawah waktu itu. Setelah Panembahan Senggauk mangkat, Opu Daeng Menambon naik tahta. Beliau berkuasa di sana sekitar 26 tahun, yakni dari tahun 1740 M sampai beliau wafat pada tahun 1766 M.
Kesultanan Mempawah kini berbeda dengan ketika Kerajaan Mempawah pertama kali berdiri. Sekitar tahun 1610 M, Mempawah kembali bangkit. Tampil sebagai pemimpin baru adalah Panembahan Kudong/Kudung atau juga disebut Panembahan Yang Tidak Berpusat. Raja Kudong memindahkan pusat ibu kota Mempawah ke Pekana (Karangan).
2.3. Gambar 4. Foto Saudara Opu Daeng Manambon
Setelah Raja Kudong meninggal pada tahun 1680 M, tahta kekuasaan kemudian dipegang oleh Panembahan Senggauk. Pada masa pemerintahan ini, pusat ibu kota dipindahkan dari Pekana ke Senggauk, hulu Sungai Mempawah. Panembahan Senggauk menikah dengan putri Raja Qahar dari Kerajaan Baturizal Indragiri Sumatra, yang bernama Putri Cermin. Mereka dikaruniai seorang anak perempuan, Mas Indrawati. Ketika usia Mas Indrawati telah beranjak dewasa, ia dinikahkan dengan Panembahan Muhammad Zainuddin dari Kerajaan Matan (Ketapang). Dari hasil perkawinan ini, lahirlah seorang putri cantik bernama Putri Kesumba. Ketika dewasa, Putri Kesumba dinikahkan dengan Opu Daeng Menambun.Sebagai informasi, Opu Daeng Menambun merupakan keturunan (cucu) dari Raja La Madusalat yang memerintah Kerajaan Luwu (kini terletak di Provinsi Sulawesi Selatan) pada awal abad ke-18. Raja La Madusalat memiliki tiga putra, yaitu:
• Pajung (pernah memerintah di Kerajaan Luwuk).
• Opu Daeng (pernah menjadi pemimpin Suku Bugis di Betawi).
• Opu Daeng Rilekke, yang dikenal sebagai pelaut pemberani dan suka mengembara ke berbagai daerah dengan mengikutsertakan putra-putrinya. Ia mempunyai lima orang anak, yaitu: Opu Daeng Kemasih, Opu Daeng Perani, Opu Daeng Menambun, Opu Daeng Celak, dan Opu Daeng Melewa.
Dengan demikian, Opu Daeng Menambun sebenarnya bukan orang Kalimantan asli, namun sebagai perantau dari Sulawesi Selatan dan keturunan Suku Bugis. Sejak dulu keturunan La Madusalat dikenal sebagai pelaut-pelaut yang sangat ulung dan pemberani. Mereka merantau ke berbagai penjuru Nusantara dengan mengarungi laut-laut yang begitu luas, dengan tujuan Banjarmasin, Betawi, Johor, Riau, Semenanjung Melayu, hingga akhirnya tiba di Tanjungpura (Matan).

Setelah bertahun-tahun menetap di Matan, Opu Daeng Menambun beserta keluarganya pindah ke Mempawah. Ketika Panembahan Senggauk meninggal pada tahun 1740 M, Opu Daeng Menambun naik tahta kekuasaan Mempawah dengan gelar Pangeran Mas Surya Negara. Opu Daeng Menambun memindahkan pusat kerajaan ke Sebukit Rama (kira-kira 10 km) dari Kota Mempawah.Masa pemerintahan Opu Daeng Menambun merupakan masa di mana Kesultanan Mempawah Islam mulai berdiri dan kemudian berkembang. Pada masanya, penduduk Mempawah dikenal sebagai penganut Islam yang sangat taat. Opu Daeng Menambun sendiri dikenal sebagai pemimpin yang bijaksana dan lebih mementingkan musyawarah dalam memutuskan berbagai kebijakan kesultanan.


Habib Husein Alkadrie, ulama terkenal asal Kalimantan Barat, pernah pindah dari Matan ke Mempawah. Salah seorang putri Opu Daeng Menambun, Utin Candramidi dinikahkan dengan Sultan Syarif Abdurrahman (Sultan I di Kesultanan Kadriah), putra Habib Husein Alkadrie.Ritual ini bersifat historis karena upacara ini dikaitkan dengan peristiwa penting dalam kehidupan kerajaan mempawah. Antara lain, pendaratan pertama Opu Daeng Manambon, putra bugis pendiri kerajaan mempawah dan kematian beliau sebagai panembahan pertama kerajaan itu. Dapat pula dikatakan bersifat religius karena terdapat ibadah bagi orang Islam yaitu permohonan do’a kepada Allah SWT agar seluruh warga masyarakat diselamatkan dari bala’ bencana yang dapat menimpa sewaktu-waktu.Dikategorikan bersifat magis karena upacara ini bersifat memberi persembahan dan permintaan ampun dari manusia-manusia kepada para leluhur, khusunya arwah para Panembahan Mempawah dan makhluk-makhluk halus yang dipercayai mempunyai kelebihan dari manusia. Dari para leluhur dan makhluk-makhluk halus itu diharapkan dapat memberikan pertolongan pada manusia untuk melindungi dari bala bencana yang akan menimpa.
Selain itu, acara tambahan pihak panitia juga menggelar kirab benda-benda pusaka Kerajaan Amantubillah, setelah itu benda yang telah diarak keliling Kota Mempawah menjalani ritual pembersihan di Keraton Amantubillah. Panitia pun telah mengundang semua keraton yang ada di Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura untuk menghadiri perayaan tersebut. Hal ini bertujuan untuk sekaligus menjalin tali persaudaraan dengan Negara tetangga melalui sebuah tradisi yang identik dengan budaya mereka.Gubernur Kalimantan Barat Cornelis mengatakan, saat ini saja masyarakat sudah merasakan nilai tambah dari adanya tradisi Robo’-robo’. Karena secara ekonomi, jumlah wisatawan lokal yang datang untuk melihat tradisi Robo’-robo’ telah melakukan transaksi jual beli.
Menurut Gubernur Kalbar Cornelis, kondisi ini adalah suatu kenyataan yang terjadi dinegara-negara besar yang notabene mengandalkan kunjungan wisata sebagai suatu sumber penghasilan negaranya sehingga jika ada kemasan yang lebih menarik untuk melestarikan dan menjual objek wisata budaya Robo’-Robo’ ini, maka buka tidak mungkin jika ekonomi kerakyatan di Kabupaten Pontianak dan Kalimantan Barat pada umumnya dapat terkena imbas dari adanya ini. (Kurnia Santosa :: RRI)

A. Analisis Nilai-Nilai Budaya yang dapat di Gali melalui Tradisi Robo’-Robo’
Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil dari beberapa kegiatan-kegiatan tradisi Robo’-Robo’. Dalam kegiatan tradisi Robo’-Robo’ terdapat banyak sekali runtutan-runtutan acara yang banyak mengandung nilai-nilai budaya. Hiburan yang berupa tarian Angin Mamiri dari Tanah Bugis ataupun yang berbau khas lainnya yang menjadi khas suatu acara kebudayaan turut mengisi salah satu acara.


Selain itu, dalam hal ini juga terdapat banyak tempat yang dipergunakan untuk penyelenggaraan upacara sejak hari Selasa sampai pada siang hari Rabunya. Tempat-tempat tersebut adalah :
1. Makam Opu Daeng Manambom di sebukit Rama.
2. Makam Para Panembahan Mempawah di Pulau Pedalaman agak hulu dari Kuala Mempawah.
3. Didaerah pantai yang dikenal oleh penduduk Mempawah sebagai tempat pendaratan pertama dari Armada Opu Daeng Manambon.
4. Didalam setiap gang di Kota Mempawah.
5. Di Kuala Mempawah mulai dari jembatan induk sampai daerah pantai.
Upacara ziarah kubur diselenggarakan pada hari Selasa terakhir bulan Syafar. Pada malam Rabu diselenggarakan acara masak-masak diperkampungan tempat pendaratan pertama Opu Daeng Manambon ketika membangun Mempawah menjadi sebuah perkampungan. Pada malam itu juga diselenggarakan upacara-upacara persembahan sesajian untuk para penjaga air.
Hari Rabu pada pagi harinya selesai sholat shubuh diselenggarakan upacara kenduri oleh setiap kelompok masyarakat, khususnya masyarakat di Kota Mempawah. Upacara hari Rabu itu kemudian dilanjutkan pada siang harinya berupa perlombaan sampan di Kuala Mempawah.







Untuk pihak-pihak yang terlibat dalam upacara, hampir seluruh warga masyarakat di wilayah Kabupaten Pontianak khususnya suku Bugis dan Melayu merasa turut terlibat dalam penyelenggaraan upacara Robo’-Robo’. Penduduk dalam kota ikut aktif menyelenggarakan upacara baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Yang tidak ikut aktif dalam kegiatan upacara keterlibatan mereka adalah dalam hal turut serta meramaikannya, terutama anak-anak muda laki-laki atau wanita mengambil kesempatan dalam acara ini untuk bersuka ria di tempat-tempat hiburan.Dikalangan keluarga bangsawan keterlibatan dalam upacara ini ialah dalam melakukan ziarah makam para panembahan baik panembahan Opu Daeng Manambon atau panembahan-panembahan yang lainnya.
Dilingkungan istana pada hari Selasa, keluarga kerajaan dan masyarakat sudah berkumpul untuk bersama-sama menuju bukit guna menziarahi makam para panembahan. Sebelumnya telah dipersiapkan alat-alat perlengkapan upacara yang akan dibawa ke makam, terutama sesajian, air tolak bala, kendaraan air dan makanan, sementara panitia menyiapkan alat-alat untuk keperluan ziarah.
1. Upacara Ziarah
Opu Daeng Menambon wafat pada hari Senin tahun 1761 dan dikebumikan pada hari Selasa akhir bulan Syafar. Maka, pada hari Selasa terakhir bulan Syafar, keluarga istana berkumpul di istana begitu juga dengan para pejabat pemerintah dan panitia penyelenggaraan Robo’-Robo’ serta warga masyarakat ikut serta dalam acara ziarah itu. Pukul 07.00 pagi rombongan sudah mulai berangkat menuju Sebukit Rama, makam para panembahan Mempawah. Sekitar pukul 10.00 siang hari upacara ziarah kubur itu baru akan dimulai.


Dalam perjalanan tidak ada upacara apa-apa, juga tidak disertai dengan bunyi-bunyian sampai ditempat yang dituju, rombongan peziarah harus mendaki bukit (Sebukit Rama) untuk mencapai lokasi makam. Jumlah anak tangga dari yang terbawah sampai yang teratas kurang lebih 250 buah. Rombongan penziarah yang datang satu persatu memasuki ruang makam dengan merapatkan saf-saf duduk berhimpitan. Prosesi upacara dimulai dengan penaburan beras kuning dan bertih oleh pemimpin upacara ke atas makam/nisan Opu Daeng Manambun diiringi dengan doa. Peralatan sesajian yang telah disiapkan diletakan pada bagian Barat nisan ditengah-tengah peserta.
Adapun sesajian yang dipergunakan di dalam lokasi makam antara lain :
1. Sesajian tersebut berupa nasi kuning yang membentuk kerucut
2. Dibagian atas diletakan sebuah telur ayam rebus.
3. Nasi dengan seekor panggang ayam,
4. Bertih
5. Beras kuning satu mangkuk
6. Sepiring katupat
7. Sisir
8. Pisang masak di dalam piring
9. Setanggi (dupa)
Prosesi selanjutnya pemimpin upacara membakar setanggi, diiringi dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an, berzikir dan berdoa dilakukan upacara tabur bunga ke atas makam Opu Daeng Manambun oleh para kaum kerabat istana yang diikuti oleh masyarakat lainnya. Rombongan pertama telah selesai melakukan upacara dan rombongan kedua memasuki bangsal tempat Opu Daeng Manambon. Upacara dimulai dengan pemimpin juru kunci makam untuk memulai membaca do’a-do’a dengan tujuan memperoleh keselamatan. Maka, selesailah upacara ziarahan dan semua peserta beristirahat diluar makam ditangga atau ditepian sungai untuk makan-makanan yang dibawa masing-masing.
2. Upacara Kenduri
Dalam tradisi ini dimulai dengan Raja, Ratu Mempawah, putra-putrinya serta punggawa dan pengawal berangkat dari Desa Benteng, Mempawah, menggunakan perahu bidar, yakni perahu kerajaan dari Istana Amantubillah. Kapal tersebut berlayar menuju muara Sungai Mempawah yang terletak di Desa Kuala Mempawah dengan jarak tempuh sekitar satu jam perjalanan. Di muara sungai akan dilakukan semacam upacara "penyambutan" ke laut seperti ketika Opu Daeng Menambon tiba di muara sungai tersebut untuk pertama kalinya.
3. Upacara Mandi Safar
Pada pagi harinya penduduk minum atau mandi dengan air tolak bala atau Salamun Tujuh, hal ini disebut juga Upacara Mandi Safar. Upacara Mandi Safar yang dilakukan pada bulan Safar, umumnya dilakukan di muara sungai maupun di gang-gang yang mempunyai parit-parit kecil dan juga di dalam rumah. Keluarga besar di dalam sebuah perkampungan yang masih mempunyai adat istiadat yang kuat, jika tidak melakukannya pada tempat terbuka maka melakukannya di dalam atau pada tempat yang tertutup. Pada umumnya, air yang disediakan adalah air khusus yang sudah dibacakan oleh tetua kampung.
1.5. Gambar 8. Seorang Tetua Kampung Sedang Menulis Ayat Al-Qur’an
pada Daun Juang-Juang.
Ritual mandi Safar dengan maksud untuk menolak bala bencana, yang menimpa dan menjadi sebuah keyakinan masyarakat bahwa akan membawa kesialan bagi anggota badan jika tidak dibersihkan pada bulan tersebut karena banyaknya dosa-dosa yang ada di dalam tubuh manusia. Bala bencana berupa siksaan dari Tuhan Yang Maha Kuasa, keyakinan akan hal ini dapat terhindar jika dengan sungguh-sungguh memohon ampun dengan wujud mandi di sungai, semua dosa-dosa akan gugur mengikuti aliran air yang mengalir.Ritual mandi Safar seperti menjadi suatu kewajiban yang diwariskan oleh nenek moyang pada wilayah tertentu secara geografis yang umumnya dilakukan oleh masyakat yang tinggal di daerah perairan serta pantai sepanjang pesisir wilayah Kabupaten Pontianak dan Kalimantan Barat secara umumnya. Upacara yang dilakukan secara turun-menurun tidak berani dilanggar oleh keturunan kerajaan, dan masih tetap dilaksanakan yang dikhawatirkan akan mendapat kutukan dari para leluhur yang telah melaksanakan adat tersebut.Pada persiapan perlengkapan seperti mencari daun “juang-juang” atau “daun andung”, daun ini berasal dari batang tumbuhan semak berbentuk lebar dan tebal, berwarna hijau kemerah-merahan. Daun ini tidak mempunyai tulang sehingga mudah dibentuk sesuai dengan keinginan. Daun menjuang banyak terdapat di daerah Kalimantan Barat yang umumnya mudah tumbuh dimana saja dan juga ada di daerah pemakaman yang ditanam oleh pihak ahli waris. Daun yang dipersiapkan diberikan kepada tetua kampung maupun kepada orang yang bisa membuat tulisan di daun menjuang.
Adapun ayat yang ditulis berupa ayat Al-Quran yang disebut Salamun Tujuh (tujuh kesejahteraan). Membuat tulisan di atas daun dapat mempergunakan benda-benda yang keras, seperti dari lidi daun kelapa yang dibuat menyerupai pinsil dengan ujung dilancipkan. Daun menjuang yang sudah ditulis disimpan di atas pintu rumah, dalam rumah atau di rendam dalam air. Air hasil rendaman daun menjuang dapat dipergunakan untuk mandi tolak bala atau untuk diminum oleh seluruh keluarga.
Makna Ritus dari Kegiatan Tradisi Robo’-Robo’
a. Upacara ziarah memiliki manfaat untuk dapat mengingatkan kita kepada Yang Kuasa, serta mengenang jasa-jasa Opu Daeng Manambon dan turut mendo’akannya.
b. Pada Upacara Kenduri, melambangkan adanya rasa saling gotong-royong dalam mengisi runtutan acara dalan tradisi Robo’-Robo’.
c. Acara makan “saprahan” melambangakan rasa kebersamaan dan solidaritas antar sesama.
d. Mandi Safar melambangkan hakikat pensucian diri dan mengambil berkah dari apa yang pernah dirasakan oleh Nabi dan Rasul.
e. Daun Andung di tempatkan di atas arus melambangkan mengalirnya berkah doa dari daun yang ditulis tersebut.
f. Daun juang yang ditulis Salamun tujuh melambangkan mengalirnya berkah doa dari daun yang ditulis tersebut.
g. Ketupat melambangkan melepaskan bencana yang datang menimpa keluarga.
h. Salamun Tujuh (Tujuh Kesejahteraan) mengandung makna permintaan dan doa, seperti :
• Kesejahteran bagi seluruh alam.
• Kesejahteraan para Nabi dan Rasul yang terhindar dari marabahaya.
• Kesejahteraan pada hari-hari yang dianggap naas yaitu (Rabu) sampai terbit matahari besok harinya yaitu hari Kamis.
B. Nilai-Nilai Sosial yang Dijadikan Acuan dalam Lintas Multikultural
Sejak dahulu keharmonisan yang ditunjukkan oleh Opu Daeng Manambon ialah berkumpulnya berbagai etnis dalam suatu acara atau biasa disebut multietnis yang bersatu untuk turut menyukseskan suatu acara. Pangeran Ratu Mardan Adijaya Kesuma Ibrahim menyampaikan, "Ketika itu para pengikut Opu Daeng Manambon yang terdiri dari berbagai etnis dan agama dengan suka cita menyambut kedatangan Beliau," ujarnya. Lebih lanjut ditambahkan, "Robo’-Robo’ sarat dengan pesan persatuan dari semua etnis dan agama yang ada di Kalbar, diwariskan oleh Opu Daeng Manambon ketika mendirikan Kota Mempawah." Keharmonisan itu bisa dilihat di komplek pemakaman Opu Daeng Manambon yang disampingnya juga terdapat makam Panglima Hitam orang Dayak, Patih Humantir dan Damarwulan orang Jawa, Lo Tai Pak orang Tionghoa serta dari beberapa etnis lainnya.(Kompas, Februari 2010).
Setelah selesai acara ritual tersebut, dilanjutkan dengan makan "saprahan" di Istana Amantubillah, selain itu menyuguhkan menu makanan dan minuman khas keratin. Dalam acara itu juga disuguhkan aneka hiburan tradisional Mempawah, seperti Tundang (Pantun Berdendang), Japin, Gurindam dan lain sebagainya. Dalam setiap perayaan ritual Robo’-


Robo’, selalu diadakan makan “Saprahan” atau makan bersama.Tidak seperti kegiatan makan bersama kebanyakan, pada makan “saprahan” ini semua warga tua-muda melakukannya di bawah naungan langit terbuka. Kegiatan makan bersama ini digelar di halaman rumah. Konon katanya, Opu Daeng Manambon datang di Kuala Mempawah disambut oleh Pangeran Adipati dengan upacara makan “saprahan”. Dalam penyajiannya, semua lauk-pauk dihidangkan dalam sebuah baki atau penampan besar. Satu “saprah” biasanya diperuntukan untuk empat atau lima orang. Perjamuan ini pada zaman dulu dilaksanakan di alam terbuka, tepatnya di tepi Sungai Mempawah, tempat yang terdapat 40 kapal layar Bugis yang membawa Opu Daeng Menambon bersandar. Adapun rute perjalanan rombongan Opu Daeng Menambon ini adalah dari perairan Kuala Sungai Mempawah di Desa Benteng menuju ke Muara Sungai Mempawah, berbeda dengan masyarakat yang bukan keturunan dari keraton Mempawah tetapi bersuku Bugis dan Melayu.


Pada waktu malam, hari Rabu para ibu rumah tangga di kota Mempawah sibuk dengan tugas masak-memasak untuk keperluan keesokan harinya. Sementara itu, para tetua kampung menyelenggarakan sesajian untuk diantar ke Sungai Mempawah. Nasi dan lauk-pauk dihidangkan diatas tikar untuk makan sekeluarga dan sahabat yang diundang. Pukul 07.00 atau 08.00 Upacara Kenduri dimulai. Tetua kampung pun membacakan do’a selamat dan do’a tolak bala, selesai membaca do’a makanlah sekeluarga didalam satu gang bersama-sama. Selesai makan, Upacara Kenduri pun selesailah dan gang itu dikemaskan kembali sampai bersih.Pada zaman kini upacara ritual mandi Safar masih tetap dilaksanakan dengan berkumpulnya beberapa orang, baik dari pihak keluarga tertentu maupun pihak keluarga lainnya pada suatu tempat yang sudah ditentukan bersama, mereka saling kenal sehingga terjadi interaksi antarwarga dan tidak menutup kemungkinan terjadinya asimilasi dari berbagai suku yang ada. Kegiatan Upacara Ritual Mandi Safar kini tidak hanya pada masyarakat suku Melayu akan tetapi ada juga dari suku-suku pendatang lainnya yang ikut membaur dan beradabtasi dengan lingkungan, seperti rasa solidaritas sesama warga yang mengadakan ritual tersebut.

A. Manfaat dan Tujuan Ritual Robo’-Robo’
Kegiatan ini banyak terdapat manfaat-manfaat yang kita anggap tidak terlalu penting, tetapi terlihat dalam beberapa kegiatan adanya Saprahan yang akan membangun rasa simpati terhadap sesama, terlebih pula untuk mempererat tali silaturrahmi bagi para peserta yang mengikuti tradisi ini. Robo’-Robo’ bagi sebagian masyarakat lokal menjadi berkah tersendiri untuk mendulang rupiah, mereka berjualan berbagai produk di deretan kios di sekitar lokasi yang berubah menjadi pasar kaget. Biasanya mereka berjualan seminggu sebelum dan sesudah pelaksanaan Robo’-Robo’. (Iman – Wisatanet.com, Maret 2007)
Arti lambang dalam kegiatan Upacara Robo’-Robo’ antara lain;
a. Perahu lancang kuning melambangkan perahu raja-raja Kesultanan Mempawah yang dipakai oleh para kaum kerabat kerajaan Mempawah.
b. Beras kuning melambangkan emas dan bertih melambangkan perak. Menabur beras dan bertih melambangkan, agar para leluhur turut hadir di dalam upacara adat tersebut.
c. Sesajian lauk-pauk dengan air melambangkan untuk para makhluk yang menjaga wilayah perairan.
d. Memasak dipantai Kuala Mempawah melambangkan rombongan Opu Daeng Manambun untuk mempersiapkan makan di daerah Sungai Mempawah.
e. Lantunan suara azan di Sungai Mempawah melambangkan pertama kali rombongan Opu Daeng Manambun mengumandangkan azan di wilayah Mempawah.
f. Air tolak bala dan air Salamun Tujuh melambangkan upaya manusia untuk menolak bala bencana yang mengancam kehidupan.
g. Kuntum bunga mawar melambangkan wewangian para leluhur untuk ditaburkan pada makam.
h. Air tepung tawar melambangkan penawaran bagi segala bencana yang datang.
i. Ketupat melambangkan bebasnya manusia dari bencana.
j. Upacara dipinggiran sungai melambangkan agar mendapatkan keselamatan dari bencana yang datang dari arah laut.
Beberapa hal yang ingin dicapai dengan diselenggarakannya upacara ini ialah :
1. Memperingati peristiwa historis penting bagi kerajaan Mempawah yaitu tentang kedatangan pendaratan pertama Opu Daeng Manambon di wilayah Mempawah. Peristiwa lain yang diperingati ialah wafatnya Opu Daeng Manmbon pendiri kerajaan Mempawah pada hari selasa bulan syafar tahun 1766.
2. Memohon ampun dan memohon pertolongan kepada tuhan yang maha kuasa agar seluruh warga masyarakat diselamatkan dari bala bencana yang banyak diturunkan pada setiap bulan syafar.
3. Pemujaan dan penghormatan kepada para leluhur, khusunya para panembahan Mempawah yang telah memimpin dan mengembangakan wilayah kerajaan Mempawah, agar diampunkan dosa-dosanya dan dibalas jasa-jasanya oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Maksud lain dari penyelenggaraan upacara ini ialah untuk mengusir para roh jahat yang mengganggu kehidupan masyarakat.
4. Perkembangan selanjutnya, Robo’-Robo’ diselenggarakan untuk mengikuti adat-istiadat yang telah turun-temurun.

B. Hubungan Robo’-Robo’ dengan multikultural Sebagai Nilai Kearifan Lokal
1.9. Gambar 9. Foto Satu Diantara Keunikan yang Memunculkan Banyak Suku

Ritual Robo’-Robo’ mempresentasikan hubungan manusia dengan manusia, alam dan Sang Pencipta, setiap ritual yang dilakukan syarat dengan makna dan filosofi. Ada berbagai pelajaran mengenai kondisi dan hubungan yang saling terkait. Juga relasi dan antara seluruh isi bumi. Bagi masyarakat Mempawah, kedatangan Opu Daeng yang juga menjadi cikal bakal lahirnya kerajaan Mempawah, mempunyai arti tersendiri bagi eksistensi dan keberlangsungan masyarakat Bugis di Kalbar.

Kegiatan Robo’-Robo’ merupakan suatu tradisi yang mengangkat nilai kearifan lokal dari kegiatan yang berurpa gotong-royong serta saling bahu-membahu untuk menyukseskan acara tersebut. Selain itu, banyaknya warga yang mengikuti ritual Robo’-Robo’ untuk memperingati kedatangan Opu Daeng Menambon ke Kota Mempawah yang dipusatkan di Desa Kuala Mempawah, Kabupaten Pontianak, memperjelas dengan banyaknya partisipasi para masyarakat dari semua kalangan. Puluhan raja, ratu dan kerabat keraton dari 13 keraton se-Nusantara juga hadir untuk mengikuti ritual yang dilangsungkan bersamaan dengan Pergelaran Seni Budaya Keraton Nusantara (PSBKN) ke-II tersebut (Kapan Lagi.com, 2007).
Tidak sekedar datang, dalam rombongan yang ada, turut serta berbagai komunitas dan suku bangsa. Berbagai komunitas itu, menyatu dalam berbagai tugas dan fungsi. Ini juga yang menjadi simbol interaksi dan pembauran yang sudah terjadi sejak dulu. Dalam memperingati dan melakukan ritual Robo’-Robo’, selain memperingati ritual dan budaya Robo’-Robo’, yang tak kalah penting adalah mengingatkan kembali arti penting dari relasi komunitas dan etnisitas yang begitu harmonis dan terjalin. Sehingga, pembauran yang terjadi bukan pembauran yang sifatnya insidental dan penuh rekayasa politik, namun sebuah pembauran alami dan tidak mudah diombang-ambingkan oleh sebuah kepentingan politik tertentu.
Panitia pun telah mengundang semua keraton yang ada di Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura untuk menghadiri perayaan tersebut. Hal ini bertujuan untuk menjalin tali persaudaraan dengan negara tetangga melalui sebuah tradisi yang identik dengan budaya mereka. Bagi warga keturunan Bugis di Kalbar, Robo’-Robo’ biasanya diperingati dengan makan bersama keluarga di halaman rumah. Tidak hanya di rumah, makan bersama juga dilakukan oleh siswa di berbagai sekolah baik tingkat SD - SMU pada Rabu pagi.
Sementara Mantan Gubernur Kalbar, Usman Jafar mengatakan, kegiatan Robo’-Robo’ menjadi even budaya lokal yang berkembang ke tingkat nasional. "Kegiatan Robo’-Robo’ merupakan budaya yang perlu dikembangkan karena telah dilakukan secara turun-temurun sejak ratusan tahun silam," tuturnya. Mempawah berjarak sekitar 67 kilometer sebelah utara Pontianak. Setelah melalui berbagai perubahan dan perkembangan, Mempawah kini menjadi Ibu Kota Kabupaten Pontianak. (*/rsd).

Selain itu, acara tambahan pihak panitia juga menggelar kirab benda-benda pusaka Kerajaan Amantubillah, setelah itu benda yang telah diarak keliling Kota Mempawah menjalani ritual pembersihan di Keraton Amantubillah. Pelaksanaan teknis upacara dilaksanakan oleh sebuah panitia yang dibentuk secara resmi oleh Pemda setempat. Upacara ini mempunyai pengaruh yang cukup luas bagi kalangan masyarakat dengan seluruh penduduk Kabupaten Pontianak yang merasa ikut terlibat didalamnya, maka demi kesatuan sosial, upacara ini diangkat menjadi upacara daerah. Panitia pelaksana terdiri dari berbagai unsur potensi daerah seperti Pemda setempat, tokoh agama, TNI, pemuda dan lain-lain.Panitia ini bertugas untuk merencanakan, melaksanakan, dan bertanggung jawab atas pelaksaannya. Para tokoh agama bertugas untuk membimbing, mengatur dan melaksanakan upacara-upacara dilingkungannya, TNI bertanggung jawab atas keamanannya dan pemuda untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan lomba dan lainya.Selain panitia resmi tersebut, para keluarga kerajaan yang mewarisi kerajaan itu mempunyai fungsi teknis dalam kegiatan upacara, fungsinya seolah-olah sebagai penghubung antara alam manusia dengan arwah para leluhur. Hubungan antara manusia dengan para makhluk tersebut dapat dilakukan oleh keluarga kerajaan itu. Dalam upacara ini para makhluk halus tersebut harus diberitahu agar tidak jahat kepada manusia.
Dilanjutkan dengan penyusunan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan, serta rincian pembiayaannya. Demikian pula mengenai pembuatan sesajian umum, biasanya dikumpulkan dari setiap rumah tangga. Para tokoh masyarakat, para tua-tua kampung dan lurah-lurah desa bertugas untuk mengarahkan masa dan menghimpun dana serta mengatur pelaksanaanya.Tidak hanya di Kota Mempawah, peringatan Robo’-Robo’ juga diperingati di beberapa tempat seperti di Kecamatan Segedong Kabupaten Pontianak, Kecamatan Sungai Kakap dan Kecamatan Teluk Pakedai Kabupaten Kubu Raya. Hal itu, menurut Mardan merupakan sebagai pelestarian sejarah bahwa tempat-tempat tersebut pernah disinggahi pendiri Kota Mempawah yang hingga kini makamnya masih terawat dan sering dikunjungi oleh para penziarah yang datang dari berbagai tempat. (Harian Berkat, Mempawah, 2008).Dibalik kisah bersejarah kedatangan Opu Daeng Menambon ke Mempawah, sesungguhnya tersimpan nilai-nilai moral yang amat tinggi, satu diantaranya adalah terciptanya rasa kebersamaan antara raja dengan rakyatnya, para petinggi dan bawahan, orang kaya dengan orang miskin dan lain sebagainya. “Lewat makan bersama, semua persoalan yang rumit Insya Allah menjadi mudah untuk dipecahkan. Melalui kegiatan makan bersama, secara tidak langsung tercipta sebuah jalinan komunikasi langsung,” menurut pendapat Mardan Adijaya.



PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan di atas, diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Upacara ziarah memiliki manfaat untuk dapat mengingatkan kita kepada Yang Kuasa, serta mengenang jasa-jasa Opu Daeng Manambon dan turut mendo’akannya. Pada Upacara Kenduri, melambangkan adanya rasa saling gotong-royong dalam mengisi runtutan acara dalam Tradisi Robo’-Robo’. Acara makan “saprahan” melambangakan rasa kebersamaan dan solidaritas antar sesama. Mandi Safar melambangkan hakikat pensucian diri dan mengambil berkah dari apa yang pernah dirasakan oleh Nabi dan Rasul.
2. Dibalik kisah bersejarah kedatangan Opu Daeng Menambon ke Mempawah, sesungguhnya tersimpan nilai-nilai moral yang amat tinggi, satu diantaranya adalah terciptanya rasa kebersamaan antara raja dengan rakyatnya, para petinggi dan bawahan, orang kaya dengan orang miskin dan lain sebagainya.

B. Saran
Ada beberapa saran yang perlu disampaikan berdasarkan hasil penyusunan karya tulis ini:
1. Untuk pemerintah, hendaknya lebih memperhatikan beberapa kegiatan kebudayaan untuk dilestarikan, karena pada era globalisasi ini banyak sekali generasi muda yang sudah tidak lagi perduli dengan kebudayaan sendiri.
2. Untuk masyarakat yang heterogen hendaknya lebih memperhatikan nilai-nilai budaya serta tradisi-tradisi untuk mengurangi konflik multikultural.
3. Untuk penyusunan karya ilmiah selanjutnya, penulis mengharapkan dapat menggunakan partisipan yang lebih banyak lagi sehingga hasil penelitian tersebut dapat berlaku general. Selain itu, diperlukan banyak informan dari para maestro, sehingga perolehan data juga sangat akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1983/1984. Upacara Tradisional yang Berkaitan dengan Peristiwa Alam dan Kepercayaan Daerah Kalbar. Proyek IDKD. Kalimantan Barat.

Pertama, Putra. 2008. Multikulturalisme. Makalah, http:// my. opera. com/ Putra% 20Pratama/ blog/ show.dml/2743875. Tanggal Dikunjungi 12 Februari 2010.

Pringgo. 2008. Menilik Ritual Robo’-Robo’ dari Masa ke Masa, http:// satriopringgodigdo. blogspot. com/2008/03/ menilik-ritual-robo-robo-dari-masa-ke. html . Tanggal Dikunjungi 8 Maret 2010.

Natsir,M. dkk. 2007. Upacara Adat Suku Melayu Kabupaten Pontianak Mampawah Kalbar. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Jakarta

Sigit. 2010. 8 Hingga Februari 2010 Positif Pelaksanaan Robo’-Robo’. http://www.rripontianak. Com / 2009 /02 /RRI. dok.htm. Tanggal Dikunjungi 26 Februari 2010.

Sigit. 2009. Pemprov Terus Dukung Tradisi Robo’-Robo’. http://www.rripontianak.com/2009/ 02/pemprov-terus-dukung-tradisi-robo-robo/ . Tanggal Dikunjungi 28 Februari 2010.

Siswanto, Iwan. 2009. Melestarikan Budaya Robo’-Robo’, http://www.borneotribune. com/ melestarikan-budaya-robo-robo.html . Tanggal Dikunjungi 17 Maret 2010.

Suhaeri, Muhlis. 2008. Robo’-Robo’ Wisata Budaya Negeri di Opu Daeng Manambon, http://muhlissuhaeri. blogspot. com/ 2008/ 04/ roborob. html. Tanggal Dikunjungi 5 Maret 2010.

Wahyudi, Johan. 2010. Robo’-Robo’ sebagai Daya Ungkit Pembangunan. http://borneotribune.com/headline/robo-robo-sebagai-daya-ungkit-pembangunan.html. Tanggal Dikunjungi 13 Februari 2010.

2004, Robo’-Robo’, Tradisi Bernuansa Bone di Kalbar, http:// berita.liputan6.com/daerah/200404/76279/class='vidico'. Tanggal Dikunjungi 23 Februari 2010.

2007, Raja Mempawah Pimpin Ritual Robo-robo Peringati Opu Daeng Menambon, http:// www.kapanlagi.com/h/0000162332_print.html. Tanggal Dikunjungi 2 Maret 2010.

2008, Robo'-Robo' Napak Tilas Kedatangan Opu Daeng Manambon, http:// www.harianberkat.com/index.php?option=com_content&task=view&id=140. Tanggal Dikunjungi 12 Februari 2010.

2008 .Tradisi dan Budaya sebagai Sumber Ahlak dan Budi Pekerti, http:// cari- disini-aja. blogspot. com/ 2008/ 12/ tradisi- dan- budaya- sebagai- sumber. html. Tanggal Dikunjungi 25 Februari 2010.

2009. Robo’-Robo’ Budaya Melayu Mempawah. http://pernikkhatulistiwa. blogspot. com/2009/01/robo-robo-budaya-melayu-mempawah.html. Tanggal Dikunjungi 29 Februari 2010.

2009. Multikulturalisme Peluang Kebangkitan Budaya Lokal, http://melayuonline. com/multikulturalisme-peluang-kebangkitan-budaya-lokal. htm. Tanggal Dikunjungi 8 Maret 2010.

2010, Perayaan Robo’-Robo’ di Keraton Amantubillah, http://INILAH.COM - Perayaan Robo-robo di Keraton Amantubillah.htm . Tanggal Dikunjungi 2 Maret 2010.

2010, Kerajaan Amantubillah Gelar Perayaan Robo’-Robo’, http://www.kompas. com/Kerajaan. Amantubillah. Gelar. Perayaan. Robo-robo.htm. Tanggal Dikunjungi 23 Februari 2010.

2010. Sejarah Robo’-Robo’. http://www.pontianak.web.id/pontianak/sejarah-robo-robo.html. Tanggal Dikunjungi 28 Februari 2010.

Tidak ada komentar: