Minggu, 27 Juli 2008

REBANA KEHILANGAN MAKNA

REBANA KEHILANGAN MAKNA

 SEBUAH TRADISI MASYARAKAT PONTIANAK

Oleh : M.Natsir 1

 

Kesenian Melayu Pontianak salah satunya rebana, alat musik sejenis gendang dengan sehelai kulit hewan yang direntangkan pada kerangka kayu berbentuk lingkaran atau cincin. Pada dinding kerangka sering juga diberi kepingan logam yang menimbulkan suara gemerincing jika disentuh atau diguncang. Rebana sudah mulai jarang diperdengarkan kepada masyarakat, padahal kesenian itu sudah ada sejak jaman kesultanan Pontianak,  sultan Abdurrahman. Kesenian rebana yang mengiringi pembacaan barzanji yang dilakukan di keraton Kadriah Pontianak dan masyarakat Islam sekitarnya. Masyarakat Pontianak yang religius sangat populer dengan kesenian-kesenian yang bernafaskan Islam. Rebana adalah salah satu kesenian yang bernapaskan Islam, sehingga masyarakat Melayu yang ada di Kalimantan Barat hampir semua dapat memainkan alat-alat tersebut, bahkan hampir ada dalam sendi kehidupan masyarakat Melayu umumnya. Baik dalam acara yang berkaitan dengan upacara hari besar Islam maupun dalam upacara, khitanan, gunting rambut, perkawinan,penyambutan tamu, peringatan-peringatan hari-hari bersejarah.

Seiring dengan perubahan jaman kesenian rebana mengalami pergeseran,hal ini disebabkan salah satunya kurang minat para generasi muda untuk tertarik dengan kesenian yang banyak mengandung pesan-pesan moral di dalamnya. Adanya kesenian modern dapat mengeser nilai-nilai yang ada jika budaya kesenian rebana tidak dipopulerkan, ekstensi kesenian tradisional ini akan terancam punah. Kesenian yang banyak dikembangkan adalah kesenian tontonan demi hiburan. Dengan demikian kesenian dapat kehilangan spiritnya, yang justru menghidupkan manusia sejak lama. Selain itu ada kebosanan atau perasaan bahwa ritus tradisi musik terlalu sederhana, tidak relevan lagi dengan tuntutan jaman, dan tidak memperhatikan aspek estetika yang di mengerti secara umum, sehingga timbul keinginan untuk melakukan perubahan, pergeseran nilai dan fungsi tadi, menurut banyak ahli, pada akhirnya tidak akan dapat ditolak atau dihindari (Coomans, 1987:199)

Musik tradisi rebana yang berkembang di Pontianak dan di Kalbar umumnya, adalah salah satu cara para ulama menyampaikan misi dakwa dalam menyebarkan agama Islam , selain rebana, jepit , rodat, hadrah dan barjanzi, dll. Kesenian ini berasal dari kebudayaan Arab dan Persia yang menjadi instrumen rebana dan menjadi ciri khas musik yang ada di Indonesia umumnya. Dalam kesenian yang terdiri dari 18 pasal yang umumnya di mainkan oleh masyarakat dengan 4 pasal lagu ; Sigah(napas panjang),Yaman Sigah (rendah), Rakbi (keras dan tinggi),dan Hijaz (lemah lembut). Penyebaran musik tradisi rebana mempunyai misi dakwa dengan berbagai fungsi yang ada di dalamnya dan mengandung pesan-pesan moral baik untuk bagi kaum muda, para pemimpin ataupun intelektual, untuk menyampaikan bahasa seni hadrah sebagai sarana komunikasi yang efektif di masyarakat. Interaksi masyarakat berkembang melalui kontak-kontak sosial, menjadi salah satu aspek sarana, jembatan tali siraturrahmi antar masyarakat, yang pada gilirannya akan menjadikan masyarakat saling hormat menghormati, menghargai sesamanya. Oleh karena itu hadrah mempunyai pesan- pesan moral yang patut untuk diperkenalkan baik itu dalam acara-acara di masyarakat tradisional maupun masyarakat modern, dengan variasi yang dapat menarik perhatian bagi kaum muda, seperti Nasyid yang dipopulerkan melalui oudio visual. Hal ini jika tidak dilestarikan lambat laun kesenian hadrah akan termakan oleh jaman,”Hidup segan mati tak mau” akan menjadi “kehilangan makna” dan tak dapat dikenal kembali keberadaannya. Sebagai sebuah instrumen masyarakat yang menjadi sebuah simbol peradaban budaya bangsa yang pernah ada dan jaya pada jaman kesultanan Pontianak.

     



1 Peneliti Budaya Balai Pelestarian Sejarah Dan Nilai Tradisional Pontianak.  

Tidak ada komentar: