Sabtu, 05 Februari 2011

Kerajaan Sintang Kalimantan Barat

Kerajaan Sintang

By.Siti Rohani
Editor. M.Natsir
Kerajaan Sintang yang didirikan oleh Demang Irawan (Jubair I) dijadikan daerah swapraja Sintang dan kerajaan Tanah Pinoh dijadikan neo swapraja Tanah Pinoh. Pemer¬intahan Landschop ini berakhir pada tahun 1942 dan kemudian tampuk pemerintahan diambil alih oleh Jepang.putri Dara Juanti yang terkenal dalam sejarah kerajaan sintang yang membawa perhubungan dengan tanah jawa. Dalam sejarahnya Dara Juanti berlayar ke tanah Jawa untuk membebaskan saudaranya Demong Nutup (di jawa dikenal dengan nama Adipati Sumintang) yang ditawan oleh salah satu kerajaan di Jawa. Singkat cerita, di pelabuhan tuban Dara Juanti di hadang oleh prajurit kerajaan dan merupakan pertemuan pertama dengan seorang Patih dari Majapahit yaitu Patih Logender. Dari pertemuan itulah yang membuat hubungan keduanya semakin dekat, dan kemudian Patih Logender pergi ke Kerajaan Sintang untuk melamar Dara Juanti. Namun malang tak bisa di tolak Patih Logender harus pulang ke Jawa karena harus memenuhi persyaratan - persyaratan yang di minta oleh Dara Juanti. Diantara persyaratan itu antara lain : Keris elok tujuh berkepala naga, empat puluh kepala, empat puluh dayang-dayang, alat musik tradisional dari jawa, dan seterusnya. Dara Juanti bersuamikan seorang bangsawan Majapahit bernama Patih Logender sekitar tahun 1385 M ketika Kerajaan Majapahit di masa pemerintahan Ratu Suhita. Raja di Kerajaan Sintang ke – XIX bernama Sultan Nata Muhammad Syamsuddin, dan merupakan raja pertama yang memakai gelar Sultan. Baginda menyempurnakan tata pemerintahan di kerajaan Sintang dan meneruskan pelaksanaan rencana pembangunan Masjid di Ibukota Kerajaan yang didirikan pada tanggal 12 Muharram 1083 H. Bersama orangtuanya Kyai Adipati Mangku Negara Melik, Baginda Sultan Nata menyediakan bahan bahan yang diperlukan dan langsung turun tangan dalam pembangunan Masjid bersama rakyat secara bergotong royong sehingga rumah ibadah tersebut selesai dalam waktu yang singkat. Dari situlah Baginda Sultan Nata memulai kegiatan untuk mengembangkan syiar Islam.
Walaupun masjid yang dibangun Baginda Sultan Nata Jauh berbeda dari masjid yang ada pada saat ini, tetapi itulah masjid pertama di Kerajaan Sintang yang begitu sangat sederhana dan hanya mampu menampung sekitar 50 orang jama’ah, tetapi itu bukan berarti membatasi jama’ah yang ingin sholat, tetapi itu adalah suatu hal yang sangat istimewa. Setiap waktu sholat, Baginda Sultan Nata ikut berjama’ah bersama rakyat. Dan sampai – sampai Baginda Sultan Nata mengeluarkan ancaman hukuman untuk setiap pemeluk Islam yang tidak mau ikut ke masjid. Sebagai pemimpin yang bijaksana dan penyebar agama Islam, Baginda Sultan Nata sering melakukan peninjauan ke seluruh wilayah kerajaan, yang didampingi oleh penghuku Luwan.Dengan semakin bertambahnya pemeluk agama Islam di wilayah kerajaan Sintang, Bagindapun mengumumkan berlakunya hukum Islam di seluruh wilayah kerajaan Sintang. Pada masa pemerintahan Baginda Sultan Nata, perkembangan Islam begitu pesat, aturan per-undang-undangan di kerajaan berdasarkan syaria’t Islam, dan oleh masyarakat beliau diberi gelar “ Sultan Nata Muhammad Syamsuddin Sa’idul Khairri Waddin “ yang artinya pemimpin yang bijaksana dan penyebar agama. Tetapi pada saat itu lambang kerajaan masih memakai lambang yang lama berupa gambar tengkorak.
Untuk biaya pemerintahan di kerajaan, Baginda Sultan Nata mewajibkan kepada setiap kepala keluarga menyerahkan sumbangan tertentu setelah selesai panen. Dan semuanya dipatuhi oleh rakyat dengan tidak ada merasa terbebani karena jumlah yang Baginda tetapkan sangat kecil. Meskipun demikian, oleh karena Baginda Sultan Nata dalam kehidupan sehari - hari sangat sederhana, sebagian dari hasil – hasil yang diterima kerajaan kemudian baginda bagi – bagikan lagi kepada golongan miskin, sehingga suasana di kerajaan menjadi aman dan rakyat hidup berkecukupan.Hasrat Baginda Sultan Nata untuk memupuk perkembangan Islam di wilayah kerajaan Sintang terus meningkat, Baginda Sultan Nata masih menghajatkan Kitab Suci Al – Qur’an untuk diajarkan kepada rakyat nya, sedangkan pada saat itu di kerajaan Sintang baru ada beberapa Surah dari Juz’amma yang sudah ada di pelajari.
Baginda Sultan Nata memerintahkan Penghulu Luwan untuk berkunjung ke Banjarmasin melalui jalan darat untuk mengusahakan salinan Kitab Al-Qur’an.Menjunjung tinggi titah Baginda Sultan Nata, Penghulu Luwan dengan ditemani oleh beberapa orang pejabat kerajaan berangkat ke Banjarmasin dan dalam kurun waktu selama tiga bulan disana merekapun pulang ke negeri Sintang dengan membawa sebuah Kitab Al-Qur’an yang sudah disalin diatas kertas.
Baginda Sultan Nata sangat bergembira setelah menerima kiriman sebuah Kitab Al-Qur’an dari Sultan Banjarmasin, Baginda Sultan Nata bersama tokoh-tokoh Islam setempat belajar membaca Al-Qur’an di bawah bimbingan Penghulu Luwan. Hari – hari telah dilewati, pemeluk agama Islam semakin meningkat dan dalam tempo yang singkat ajaran Al-Qur’an sudah merata bagi rakyat di Ibukota Kerajaan. Pada tahun 1150 H, Baginda Sultan Nata mendapat sakit dan tidak lama kemudian tersiar kabar bahwa Baginda Sultan Nata telah berpulang kerahmatullah. Sebagai pengganti Raja di kerajaan Sintang ke - XX, maka diangkatlah putra Mahkota bernama “ Adi Abdurrahman “ bergelar Sultan Abdurrahman Muhammad Djalaluddin.Disamping meneruskan pengembangan ajaran Islam di wilayah kerajaan, Baginda Sultan bersama dengan Penghulu Kerajaan bernama Madil bin Luwan, bergerak terus menyiarkan ajaran Islam sampai ke daerah – daerah bahkan sampai ke kerajaan tetangga di Kapuas Hulu seperti Suhaid, Silat, Selimbau dan Jongkong, yang pada saat itu masih menganut faham animisme.Pertama kali kedatangan Baginda Sultan kesana tidak mendapat perhatian dari Raja – raja tersebut, bahkan mereka menantang keras ajakan Baginda Sultan sehingga terjadilah peperangan. Setelah dapat dikalahkan, maka diadakanlah Surat Perjanjian Takluk dan barulah Raja – raja tersebut beserta rakyatnya memeluk agama Islam. Surat Perjanjian antara Raja Kerajaan Silat dengan Raja di Kerajaan Sintang ditulis diatas sekeping tembaga serta dibubuhi cap jempol kedua raja tersebut, dengan demikian maka wilayah kekuasaan Kerajaan Sintang semakin meluas setelah ada surat perjanjian takluk dari Raja – raja Kapuas Hulu.
Setelah ajaran Islam seluruhnya dapat diterapkan, maka Baginda Sultan memerintahkan kepada Menteri Besar Sinopati Turas, supaya sebuah sungai yang terletak tidak jauh dari kawasan Masjid dijadikan tempat menjatuhkan hukuman yang yang bersalah, baik hukum pancung, hukum potong tangan maupun hukum rejam. Sungai tersebut diberi nama Sungai Pembunuh.
A. Islam Di Kerajaan Sintang
Pada masa Pemerintahan Baginda Sultan Abdurrahman Muhammad Djalaluddin, datanglah dua orang mubaligh Islam dari Pulau Sumatera, Kedatangan keduanya disambut Baginda Sultan dengan baik, dengan kedatangan dua orang mubaligh tersebut maka membuat perkembangan Islam semakin pesat di wilayah kerajaan Sintang. Mereka adalah Penghulu Abbas dari Aceh dan Rajo Dangki dari Pagaruyung Minangkabau. Melihat kepiawaian kedua mubaligh tersebut Baginda Sultan memberikan kedudukan kepada keduanya setingkay menteri.Rajo Dangki disamping sebagai seorang mubaligh juga seorang pandai silat, ia memberikan pelajaran silat di mana-mana dan bukan hanya dikalangan generasi muda bahkan sampai yang sudah tuapun ingin belajar silat sehingga Ia sangat disukai. Berkat bimbingannya banyak penduduk negeri Sintang menjadi pandai silat dan tidak merasa takut lagi untuk mengahadapi peperangan.
Kehadiran kedua mubaligh itu sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan Negeri Sintang, dan keduanya akhirnya menetap di Negeri Sintang dan tidak pulang lagi ke kampung halamannya. Baginda Sultan Abdurrahman mempunyai dua orang putra, yang sulung bernama Raden Mahmud, dan adiknya bernama Adi Abdurrasyid, yang pada waktu itu masing – masing berusia 10 tahun dan 7 tahun, setelah keduanya memasuki usia 13 tahun dan 10 tahun. Oleh Baginda Sultan kedua putranya itu diserahkan kepada Penghulu Abbas untuk di didik agama Islam dan bertempat tinggal di rumah Penghulu Abbas dan oleh Penghulu Abbas kedua putra Baginda Sultan itu diasuh dan di didik seperti anaknya sendiri, setelah dewasa barulah dikembalikan kepada orang tuanya. Pada waktu itu di Kerajaan Sintang benar-benar aman, baik di Ibukota Kerajaan maupun diluar dan demikian juga dengan perkembangan agama Islam yang semakin meningkat, perubahan – perubahan di Negeri Sintang sangat dirasakan oleh masyarakat, tetapi suasana dukapun tidak dapat dihindari, tepatnya pada tanggal 21 Bulan Sya’ban 1200, Baginda Sultan berpulang Kerahmatullah.
B. Kedatangan Kolonial Belanda Di Kerajaan Sintang
Kerajaan Sintang yang sedang harum dengan perkembangan Islam, ketika itu pada bulan Juli 1822 rombongan Belanda yang pertama kali tiba di Negeri Sintang di bawah Pimpinan Komisaris Tinggi Mr.H,J. Tobias. Tapi ketika rombongan itu tiba, Baginda Pangeran Ratu Achmad Qamaruddin tidak bersedia ditemui oleh rombongan mereka.Rombongan Mr.H,J. Tobias, hanya dilayani oleh Mangku Bumi dan sejumlah pembesar – pembesar Kerajaan, namun pertemuan itu tidak menghasilkan suatu apapun.Karena tidak berhasil mengikat kontrak dengan Raja Sintang, rombongan Belanda yang dipimpin oleh Mr.H,J. Tobias, terus kembali ke Pontianak.
Setelah itu Baginda Pangeran Ratu Achmad Qamaruddin mendapat sakit, semakin hari semakin memburuk, tidak lama kemudia Baginda berpulang Kerahmatullah setelah selama 40 tahun memangku jabatan sebagai Raja di Kerajaan Sintang.Setelah tersiar wafatnya Baginda Pangeran Ratu Achmad Qamaruddin, tidak berapa lama pada akhir bulan Nopember tahun 1822 M, rombongan Belanda yang kedua datang lagi ke Negeri Sintang di bawah pimpinan Pegawai Tinggi D.J. Van Dungen Gronovius dan C.F. Goldman dengan di temani oleh Pangeran Bendahara dari Kerajaan Pontianak sebagai juru bahasa. Ia menceritakan kemajuan – kemajuan yang telah dicapai kerajaan – kerajaan di Pulau Borneo setelah mengadakan Kontrak Persahabatan dengan Gubernemen Belanda. Dengan sopan santun serta tutur kata yang lemah lembut sehingga menyebabkan pembesar-pembesar di Kerajaan Sintang akhirnya menerima kontrak persahabatan itu.Pada tanggal 2 Desember 1822 M, terjadilah suatu ikatan perjanjian persahabatan antara Gubernemen Belanda dengan Pihak Kerajaan Sintang, yang disebut dengan kontrak sementara ( Voorlopige contract ).
Dari pihak Belanda ditanda tangani oleh D.J. Van Dungen Gronovius dan C.F. Goldman, sedangkan dari pihak Kerajaan Sintang oleh Pangeran Ratu Idris Kesuma Negara dan Pangeran Adipati Muhammad Djamaluddin, dan di saksikan oleh Pangeran Bendahara dari Kerajaan Pontianak dan Pangeran – Pangeran dari Kerajaan Sintang.
C. Adat Istiadat Dan Kebudayaan
Kebanyakan orang juga melihat adat itu sebagai adat resam, kebiasaan atau kelaziman. Adat resam adalah amalan yang diwarisi dan diteruskan dari satu generasi ke generasi yang lain dan telah dianggap sebagai jiwa raga masyarakat setempat. Jelasnya, adat resam juga adalah satu aspek kehidupan atau kebudayaan sesuatu masyarakat.
Adat perkawinan adalah sebagai berikut :
1. Menyunset (buka suara)pihak laki-laki tersebut memberi utusan / perwalian datang ke rumah pihak perempuan untuk menanyakan kepada orang tua perempuan yang dimaksud, apakah anak gadisnya yang bernama si A, itu sudah mempunyai ikatan kepada laki – laki lain atau belum.
2. Meminang (Melamar), Dalam melaksanakan acara meminang ini, dari pihak keluarga laki-laki tersebut mengirimkan utusan / perwalian datang ke rumah pihak keluarga perempuan untuk membawa barang - barang hantaran berupa tanda ikatan pertunangan.
3. Mensurong ( Hantaran Barang-barang ), Mensurong adalah hantaran barang – barang. Barang-barang ini adalah merupakan bantuan serta perlengkapan untuk calon mempelai perempuan dari pihak calon mempelai laki – laki dengan maksud untuk persiapan menghadapai hari resepsi pernikahan, barang-barang tersebut berupa adalah :Uang Adat, Uang Hantaran, Tempayan Kapat, Dinding Padong, Pesalin Orang tua ( Perempuan ), Langkah Batang, Perlengkapan barang – barang kelontong, Betangga’ Purih, dan Air Serbat.
4. Akad Nikah ( IJAB KABUL ), Untuk acara perlengkapan akad nikahnya memerlukan perlengkapan sebagai berikut , Satu helai tikar bersegi empat yang dilapisi kain warna kuning serta yang keempat sudut–sudutnya diberikan hiasan sulaman (Sulam Betekad). Piring nasi ketan ( pulut ) yang diberi warna kuning dan ditaburi dengan inti ( nyiur yang sudah diparut dan diwarnai / dicampur dengan gula merah ) dan dihiasai dengan telur yang dinamakan nasi adab. Seperangkat tempat sirih dan tempat ludah. Tempat air minum.
5. Betangas, Adapun acara yang dinamakan betangas ini adalah suatu acara yang patut juga dilaksanakan oleh kedua mempelai tersebut ditempat masing-masing,untuk menghilangkan bau keringat yang melekat di badan dan juga untuk mengurangi keluarnya keringat diwaktu duduk di pelaminan,
6. Sengkelan Ruang,Sebelum acara sengkelan ruang dilaksanakan, maka terlebih dahulu kedua calon mempelai melaksanakan acara adat mandi berias, adat mandi berias ini dilaksanakan sebelum matahari naik ( antara pukul 08.00 s/d 09.00 wiba ). Perlengkapan acara dimaksud berupa : Air Tepung Tawar, Daun Sabang Api, Daun Mali – mali, Daun Petabar, Kain warna kuning, dan Pisau cukur.
7. Berpacar ( ber-inai ).Acara ini dilaksanakan pada malam hari, karena ke – esokan harinya akan melaksanakan arak-arakan (hari mengantar mempelai laki-laki ke rumah mempelai perempuan). Pelaksanaan acara berpacar / ber-inai ini dilakukan oleh kedua mempelai di rumahnya masing-masing.
8. Selamatan ( Hari Resepsi), Yang dimaksud dengan selamatan adalah merupakan hari resepsi perkawinan, yaitu mengantar mempelai laki-laki dari rumah kediamannya menuju kerumah kediaman mempelai perempuan.
Penganten laki-laki didampingi oleh sesepuh serta diikuti sanak famili. Sesampai didepan pintu rumah penganten perempuan disambut dengan adat ATAN PAGAR yang dihadang oleh orang yang tidak dikenal dengan membawa bakul.

9. Nopen adalah merupakan kesenian tradisional jepin atau belangkah yang menggunakan topeng, yang selalu diadakan pada acara pesta pernikahan dan berlangsung pada malam hari. Jepin biasa dilaksanakan dengan acara khusus tanpa berlindung atau memakai topeng.

10. Mandi – Mandi, Sebelum acara mandi berias dilaksanakan, maka pada malam kedua setelah resepsi pernikahan diadakanlah acara menunggu (bedamah) air setaman, yang menurut adat sekurang-kurang nya pada waktu menunggu air setaman tersebut satu sampai tiga malam. Adapun air setaman ini dibawa ke ruangan tengah dihadapan pelaminan pengantin, dan disediakan tiga sampai tujuh buah Pasu’ atau tempayan kecil yang telah diisi dengan air dan beraneka warna bunga – bunga serta diberi wangi – wangian dan di sekeliling Pasu’ atau tempayan dihiasi dengan janur (daun kelapa muda) dengan berbagai bentuk seolah – olah ruangan rumah tersebut seperti sebuah taman pemandian.Serta diadakan hiburan seperti Al-Barjanji, Hadrah, Japin dan besyair, untuk menunggu air tersebut dan itulah yang dinamakan “ Bedamah Air “ atau menunggu air kembang setaman.

11. Benaet adalah acara sujud ke rumah mertua ( orang tua mempelai laki – laki ), dirumah orang tua mempelai laki – laki tersebut ada acara yang dinamakan “ CELOK GATANG “ adapun acara ini oleh orang tua mempelai laki-laki disediakan di tengah ruangan satu buah gatang ( Tempayan Tempat Beras ) dan satu buah gatang ( Tempayan Tempat Garam ), kemudian yang pertama mempelai perempuan disuruh mencelo (mengambil) barang – barang yang ada didalam tempayan beras tersebut, karena didalamnya selain beras juga disediakan barang – barang berupa perhiasan seperti gelang, cincin ataupun kalung, ini merupakan buah kasih sayang mertua kepada menantunya.
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Sintang, adat istiadat upacara perkawinan, kematian dan lain-lainnya disesuaikan dengan ajaran islam, walaupun sebagian penduduk pedalaman masih menganut animisme tetapi pengaruh islam telah ada dalam kehidupan masyarakat.
Perkembangan islam awal juga turut pula meningkatkan pembangunan mesjid, surau/langgar baik di Sintang maupun di daerah-daerah bawahan kekuasaan Sintang. Anak laki-laki dan perempuan beramai-ramai ke mesjid atau surau yang juga sebagai tempat belajar mengaji. Pada masa kerajaan Sintang mesjid besar dibangun oleh Sultan yang terletak di samping istana- pola penataan ruang ini juga menjadi dasar kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, istana, mesjid dan alun-alun menjadi satu kesatuan yang setiap malam bulan puasa (Ramadhan) sering diadakan pengajian (tadarus).Pengaruh islam dalam bidang seni pula memegang peranan penting dalam kehidupan istana dan masyarakatnya, masuknya alat music rebana, music gambus dan tari japin mengalami perkembangan di tengah-tengah masyarakat. Setiap diadakan acara perkawinan dan syukuran lainnya music dan dan tarian ini ikut juga mengiringi acara tersebut.Kombinasi antara kebudayaan animism dan kebudayaan islam dapat ditemukan dalam upacara perkawinan. Kegiatan upacara perkawinan sering diiringi tarian jepin yang memakai topeng berwajah setan, hantu dan binatang-binatang yang menyeram mengingat pada penggunaan Roh-roh. Penggunaan topeng ini merupakan pengaruh dari kebudayaan animism dengan diiringi music gambus dan dua buah gendang kecil.
Kebudayaan-kebudayaan lain yang ada berupa peninggalan tulisan Arab Melayu buka saja ditulis pada kain dan logam tetapi ada juga dipahat pada kayu dalam bentuk kaligrafi. Menurut cerita rakyat setempa bahwa ada beberapa catatan-catatan yang dibuat kerajaan dan karya-karya sastra yang lahir pada masa itu seperti Undang-Undang yang dibuat sultan Nata dan beberapa buah syair yang ditulis oleh pujangga istana. Tetapi sumber-sumber sejarah itu mengalami kerusakan yang disebabkan cara penyimpanan dan pemeliharaan yang kurang diperhatikan. Sedangkan pada masa pendudukan Jepang di Sintang, banyak peninggalan-peninggalan sejarah termasuk naskah kuno, beberapa buah meriam, harta benda yang terbuat dari emas, intan dan permata milik kerajaan dirampas oleh tentara Jepang alasan untuk keperluan membantu Perang Asia Timur Raya.
Kerajaan sintang merupakan sebuah kerajaan yang berkembang di daerah di Sintang. Kerajaan Sintang mempunyai perjalanan sejarah yang panjang karena dari awal berupa kerajaan dalam pengaruh agama hindu dan kemudian menjadi sebuah kesultanan setelah mendapat pengaruh dari agama Islam.Kerajaan Sintang yang kaya juga mengukir sejarah dengan melakukan hubungan dengan kerajaan-kerajaan di Sekitarnya seperti dengan Kerajaan Besar yaitu kerajaan Majahahit. Dengan demikian maka kita dapat mengetahui bahwa kebudayaan yang berkembang di kerajaan Sintang juga mempunyai pengaruh yang cukup besar dari kebudayaan yang ada di luar kerajaan Sintang itu sendiri.

Syahzaman,dkk. 1996. Sintang Dalam Lintasan Sejarah. Pontianak : Romeo Grafika.
Moch. Andri. 2008. Peta Tematik Kebudayaan dan Sejarah Pemerintahan Kalimantan Barat. Pontianak : Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Pontianak.
Wardana, Datta.dkk. 1997. Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta : Depertemen Pendidikan dan kebudayaan.

Tidak ada komentar: