Sabtu, 05 Februari 2011

Musik Dayak

Musik Dayak
By. Fitria Astuti
Editor.M.Natsir

Memahami tradisi musikal dalam budaya Dayak ibarat menyelam ke sebuah danau untuk melihat kehidupan didalamnya. Hampir mustahil melihatnya tanpa beryentuhan dengan unsur-unsur budaya lain, dan hampir mustahil juga untuk memahaminya tanpa hidup dalam nafas keseharian mereka. Musik dalam tradisi Dayak sulit dipisahkan dari kesenian lain, terutama seni tari. Bersama dengan ritus tertentu, semua itu saling berkaitan dan berhubungan erat satu sama lain.Dewasa ini banyak aspek penting dari musik tradisional Dayak telah hilang, mengalami perubahan atau pergeseran karena berbagai faktor. Aspek-aspek tersebut terutama menyangkut nilai, tujuan, latar belakang dan sifat dasar penampilan.Ada beberapa bagian dari musik tradisional yang kurang diperhatikan orang, misalnya alat-alat gong. Alat ini dan alat-alat musik tradisional Dayak yang lain mungkin telah menyimpan nada-nada masa lalu yang merupakan bagian dari jiwa tradisional musikal tersebut, walaupun kemungkinan perubahan karena faktor usia alat sangat besar. Melalui alat-alat tersebut dan seni vokal dan seni tutur yang dinyanyikan, nada-nada (tangga nada) diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Selain untuk sifat dan tujuan penghadirannya, pemahaman akan hal-hal sangat penting, mengingat ‘jiwa’ musik tradisional terwujud dan menjadi ciri khas dari tujuan, sifat musik dan unsur musikalnya.
Dalam pewarisan tersebut, berbagai perubahan, pergaulan, pengaruh dan penyesuai tradisional terjadi, sampai menjadi bentuk tradisional yang dikenal sekarang ini. Kehidupan masyarakat Dayak tak terlepas dari pengaruh dan pergaulan dengan kelompok-kelompok budaya lain, baik masa jayanya kerajaan-kerajaan di nusantara, kolonialisasi bangsa-bangsa barat, maupun masa kemerdekaan. Pengaruh lain dari penerimaan ajaran resmi, kesadaran akan arti pendidikan bagi generasi muda, dan kehadiran perusahaan-perusahaan besar, telah membuat kebudayaan Dayak semakin kerap mengalami ‘ujian’.
Tulisan ini lebih merupakan deskripsi untuk memahami musik Dayak sebagai suatu tradisi dan kondisi umumnya pada saat ini. Dalam pembicaraan ini lebih sering diulas bentuk, istilah dan contoh budaya musik Dayak dari daerah Ketapang yang telah beberapa kali saya teliti.Walaupun tidak banyak hasil penelitian ilmiah yang dipublikasikan tentang musik tradisional Dayak, terutama mengenai ciri-cirinya, saya membandingkan juga beberapa tulusan-tulisan yang berhasil saya kumpulkan selama hampir empat puluh tahun belakangan ini. Dengan memiliki pemahaman yang baik dan benar diharapkan musik yang khas dan kaya ini dapat dikembangkan sebagai salah satu ciri kebudayaan Dayak.Musik tradisional Dayak merupakan salah satu aspek dari kebudayaan Dayak yang memiliki bentuk dan ciri-ciri khas pada tiap kelompok. Walaupun demikian, pada setiap semua kelompok ada ciri-ciri dasar yang sama atau mirip, bahkan dengan musik kelompok masyarakat tradisional lain di Asia Tenggara.
Tradisi berladang tampaknya menjadi semacam pusat yang menentukan tradisi musik Dayak. Walaupun tidak semua kegiatan atau ungkapan musik ditujukan kepada kegiatan berladang, namun ada tradisi tertentu yang membuat ikatan tak terlepas antara kegiatan musik tersebut dengan perladangan. Kegiatan musik tradisional kebanyakan menjadi bagian dari suatu upacara, yang memerlukan biaya dari hasil ladang. Upacara-upacara besar yang banyak memerlukan biaya biasanya diselenggarakan setelah panen ladang. Didaerah Ketapang Kalimantan Barat, pesta ini adalah juga tempat untuk bermusik dan menari.Dalam kehidupan sehari-hari terdapat musik-musik yang ditampilkan bukan untuk perladangan, tetapi untuk upacara-upacara dalam siklus kehidupan. Kebanyakan musik khusus untuk ritus atau masa tertentu yang tidak boleh dimainkan pada sembarang waktu dan sangat erat hubungannya dengan sistem kepercayaan mereka.
Musik Dayak hampir tidak pernah diangkat menjadi bagian dari suatu tradisi besar seperti tradisi kraton bagian yang lebih besar dari kelompok lokal. Sifat masyarakat Dayak yang genealogis, terutama pada masa lalu menyebabkan kebudayaan berkembang dalam lingkup-lingkup kecil juga. Walau di Kalimantan ada kerajaan seperti Kutai, Brunai, Tanjung Pura, Pontianak, atau mengalami masa Kolonial, namun tradisi musik Dayak tidak pernah diangkat menjadi bagian tradisi tersebut. Hal ini menyebabkan musik tradisional Dayak masih dalam ciri komunalnya yang hidup dalam suatu tradisi kecil sampai sekarang, dan itu mungking sebabnya pengaruh asing hampir tidak dijumpai dalam musik tradisional Dayak.Dalam pewarisannya musik Dayak tidak menggunakan sistem tertulis (non-literate). Juga tidak ditemukan sistem lambang untuk permainan musiknya. Kesenian dalam tradisi Dayak lebih merupakan ungkapan kebersamaan kelompok sehingga kelanjutan kehidupannya sangat tergantung pada situasi dan kondisi mayarakat pendukung. Tentang sistem pewarisan musik tersebut Hose menulis sebagai berikut .
“at about fifteen year, or rather earlier, the boys begin to assert their independence by clubbing together with those of their own age, and taking up their sleeping guarters with the bachelor in the gallery. At an earlier age the children have picked up a number of songs and spontaneously sing them in a group, but now they begin to develop their powers of musical expression by practicing with the keluri, mouthohap, drum and gong.”(Hose,1988:64).

Beberapa ciri penting
Secara umum musik Dayak, seperti halnya dengan musik-musik tradisional lain di Asia Tenggara, didominasi oleh musik-musik perkusif. Gong merupakan alat yang paling utama dan terdapat hampir disemua kelompok Dayak. Gong tersebut ditemukan dalam beberapa tipe dan ukuran serta dipakai dalam jumlah yang bervariasi. Dikalangan Dayak paling tidak ditemukan lima tipe gong yaitu :
a. Tipe Gerantung (gong besar), gong berukuran besar, sisi rendah, nada rendah, karakter suara lembut dan beralunan panjang.
b. Tipe Tawak (gong panggil), karena gong ini biasanya digunakan sebagai alat komunikasi (pemberitahuan) apabila ada kematian, bencana, tamu, pesta dan lain-lain. Suara tegas hampir beralunan pendek dn ukurannya agak kecil. Ciri khas adalah ukuran sisi dan pencunya yang tinggi. Alat ini disebut juga ketawak, tetawak atau ogong.
c. Tipe Bondi, dengan ciri ukuran sama atau sedikit lebih kecil daripada tawak. Sisi dan pencunya rendah, permukaan sedikit pencu kebanyakan tidak ada lekukan melingkar. Suara lembut dan merdu. Disebut juga dengan nama behondi, bendai, bandai dan canang.
d. Tipe Boring (gong datar), gong dengan permukaan yang datar. Suaranya bergetar nyaring (deper). Nama-nama lainnya adalah boring-boring, gentai dan puum.
e. Tipe Kelintang (gong-gong kecil horisontal), berbeda dengan tipe-tipe terdahulu yang posisinya digantung ketika dimainkan, alat tipe ini terdiri dari beberapa satuan gong kecil (antara 5 sampai 9 satuan) yang disusun pada sebuah rak resonansi. Suara tinggi dan nyaring, dan kebanyakan berfungsi sebagai alat melodi. Disebut juga dengan nama engkeromong, keromong, kangkonang dan klentang.
Alat-alat musik logam lainnya yang masih dapat ditemukan pada beberapa kelompok, namun tidak tersebar secara merata, antara lain: Rahup (sejenis simbal kecil) dan sejenis saron. Alat-alat perkusi dari bambu, seperti tegunggak, peruncong, sengkurung, senggaung dan lain-lain.
Ciri kedua adanya teknik dengung atau drone, yaitu teknik permainan musik dimana terdapt alat bernada tertentu yang dimainkan dengan suatu ritme, sementara terdapat alat lain (ataupun alat itu sendiri) yang memaikannya melodi. Teknik dengung terdapat hampir pada semua musik tradisional Dayak. Pada musik ansambel gong, teknik ini terutama dimainkan oleh alat-alat gong yang digantung sehingga membentuk semacam ostinato. Selain itu, pada alat jenis kledi (atau keluri, kaldii, engKerurai, seredam, sompotan, dan nama-nama lainnya), sangat jelas juga dijumpai sistem dengung. Bunyi dengung yang jelas juga terdengar adalah pada musik sape, yang dihasilkan oleh dawai kedua dan seterusnya, atau oleh pasangan sape yang lain.
Dengung dapat menjadi bunyi yang kompleks karena dihasilkan oleh beberapa alat yang dimainkan dengan ritme dan nada yang berlainan. Kadang-kadang menjadi semacam melodi yang diulang-ulang. Terutama pada ansampel perkusi, bunyi ini dihasilkan oleh teknik permainan saling pengisian ritme diantara alat-alat yang dimainkan. Dalam istilah tradisionalnya disebut ngait (ngipa’, ningka’). Teknik ini juga umum dijumpai dalam permainan musik Dayak, dan kita beri istilah teknik kait. Teknik membentuk semacam kontrapung diantara alat-alat yang dimainkan.
Seorang etnomusikolog berkebangsaan Amerika, William P. Malm, mencatat bahwa sebagian besar nada dalam musik Kalimantan (Borneo) tidak berbasis pada tangga nada tradisional jawa, melainkan menggunakan tangga nada dengan lima nada yang tidak memiliki jarak nada setengah, yang disebut anhemitonic-pentatonic (Malm 1967:24). Beberapa pihak kemudian menggunakan patokan bahwa musik tradisional Dayak bertangga-nada pentatonis, seperti yang dikatakan Malm. Walaupun pendapat tersebut benar, namun ternyata juga terdapat tangga nada pentatonis dengan beberapa interval nada yang sangat dekat dengan setengah nada (hemitonic_pentatonic), dan dalam permainan (terutama pada musik sape’) tampak adanya penggabungan kedua jenis tangga nada tersebut. Ini menunjukkan bahwa musik tradisional Dayak tidaklah sederhana. Ciri musik dengan kedua tangga nada tersebut juga dituliskan oleh Ivan Polunin dan Tanya Polunin (lihat Malaysia dalam Sadie, 1980:562), walaupun tanpa penjelasan yang mendalam.

Musik Tradisional Dayak Masa Kini
Telah banyak kajian tentang keadaan dan perubahan kebudayaan Dayak pada abad ini maupun abad yang lalu. Bermacam-macam pengaruh dan dampak dari luar telah diteliti. Berikut ini akan kita lihat sebagian kecil dari perubahan dan faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk dan kehidupan tradisi-tradisi asli masyarakat Dayak, terutama yang berhubungan dengan tradisi musikalnya.

A. Pergeseran Nilai
Kesenian yang banyak dikembangkan adalah kesenian tontonan demi hiburan. Dengan demikian kesenian dapat kehilangan spiritnya yang justru menghidupi manusia sejak lama (Bdk. Popowardojo, 1989:vii). Pada banyak musik tradisional Dayak, segi spiritual maupun segi ritual merupakan hal yang kelihatan jelas. Namun sebagian kesenian Dayak dari panggung upacara tradisi dimana keterlibatan seluruh anggota komunitas adalah sangat penting, mulai menampakkan diri bergerak menuju panggung hiburan yang mengutamakan aspek estetik demi tontonan belaka. Banyaknya sanggar kesenian menunjukkan dengan jelas hal trsebut. Tanpa bisa dipungkiri, gejolak untuk mengubah atau menata bentuk ungkapan kesenian tradisional oleh kaum muda Dayak, lahir dari keinginan untuk memelihara agar nilai-nilai estetik peninggalan nenek moyang tetap hidup dan dihargai orang lain.
Selain itu ada kebosanan atau perasaan bahwa ritus tradisi musik terlalu sederhana, tidak relevan lagi dan tidak memperhatikan aspek estetik yang dimengerti secara umum, sehingga timbul keinginan untuk melakukan perubahan, walau dengan resiko penyimpangan dari sifat aslinya. Pergeseran nilai dan fungsi tadi, menurut banyak ahli, pada akhirnya tidak akan dapat ditolak atau dihindari (coomans, 1987:199).

B. Keadaan alat musik
Entah sudah berapa jenis musik tradisional Dayak telah hilang, mengalami krisis atau berubah, karena kerusakan dan kepunahan alat, perkembangan masyrakat Dayak sendiri dan pengaruh luar yang cukup kuat. Cukup banyak musik kuno Dayak yang pada saat ini berada dalam kondisi antara ada dan tiada. Didaerah Ketapang pernah dikenal alat musik dawai yang digesek, alat semacam zither dari bambu, alat jaws harp (jungkih, jinggong), beberapa alat tiup dan mungkin masih ada yang lain, yang kini tinggal cerita. Alat-alat tersebut merupakan kekayaan budaya Dayak yang telah hilang.
Keadaan alat musik menentukan pengetahuan dan teori tentang musik tradisional. Sejarah gong sebagai perangkat dalam tradisi Dayak secara pasti juga belum diketahui. Padahal alat ini menempati posisi penting didalam tradisi musikal, sosial dan ritual (lih. Sukanda, 1992). Dari beberapa hasil pengukuran terhadap gong yang telah dilakukan sampai saat ini belum didapatkan kesimpulan yang memuaskan mengenai susunan nada yang jelas dari alat-alat tersebut. Meskipun demikian, alat-alat tersebut masih dapat digunakan dan dirasa cocok. Ini juga merupakan salah satu keunikan dari musik tradisional. Asumsi bahwa pada masa lalu terdapat semacam standar musik yang sama memang harus dibuktikan dengan penelitian yang panjang. Hal ini penting, selain sebagai studi tentang sejarah masa lalu (kesenian) Dayak, adalah untuk menentukan ciri dan bentuk musik Dayak yang baik dan asli dimasa mendatang, terutama melalui pembuatan perangkat alat musik yang baru.

C. Pembangunan Ekonomi
Kesenian bagi masyarakat Dayak tradisional tidak hanya merupakan ungkapan keindahan atau ekspresi estetis semata. Melalui kesenian orang Dayak berhubungan dengan sesamanya, dengan alam dan lingkungan hidupnya serta dengan penguasa jagat raya. Oleh sebab itu, kesenian memiliki makna yang sangat mendalam. Pembangunan yang mengabaikan tradisi kesenian berarti mengabaikan kebudayaan secara utuh.
Program-program peningkatan taraf hidup masyarakat, seperti proyek terpadu Perkebunan Inti Rakyat dan transmigrasi (PIR_trans) juga akan berpengaruh pada kebudayaan Dayak, termasuk didalamnya tradisi musikal. Program itu mengabaikan sistem kebudayaan tradisional setempat yang telah mampu menghidupi orang Dayak sejak jaman dahulu (bandingkan dengan Dove, 1985:xxvii).
Hilangkan tradisi berladang secara langsung menghilangkan ritus-ritus yang berhubungan dengannya. Paling tidak dalam bentuk dan sifatnya yang asli. Sebagai contoh, terdapat proyek perkebunan terbesar di daerah Kabupaten Ketapang yang berlokasi ditengah-tengah pemukiman masyarakat Dayak yang masih sangat kuat kehidupan tradisinya. Meskipun dikatakan akan meningkatkan taraf ekonomi dan kemakmuran rakyat, perencana dan pelaksana proyek tersebut telah mengabaikan kebudayaan tradisional mereka. Tradisi berladang menjadi terdesak terutama karena lahan yang semakin sempit.

D. Pendidikan
Sistem pewarisan yang lisan (oral-tradition) menjadi semakin lemah seiring meningkatnya kesadaran akan arti pendidikan formal. Semakin tinggi tingkat kesadaran akan pentingnya pendidikan formal tampak dari semakin banyak kaum muda dari daerah terpencil yang melanjutkan sekolah ke kota-kota kecamatan, kabupaten dan propinsi. Dengan demikin, keterlibatan dan hubungannya dengan sitem tradisi di kampung menjadi berkurang, bahkan cenderung akan terputus. Penguasaan dan pengertian tentang tradisi masyarakatnya menjadi berkurang.
Kesenian-kesenian khas Dayak telah sering ditampilkan. Baik didaerah, diluar daerah maupun di luar negeri. Banyak pihak menaruh perhatian terhadap hal tersebut. Kesenian Dayak memang telah mampu menarik minat dan perhatian orang luar karena keindahan dan kekayaanya. Sanggar-sanggar telah banyak berdiri dan tokoh-tokoh pendirirnya adalah orang-orang yang menaruh perhatian besar terhadap kesenian tradisional. Namun, apakah kehidupan tradisi musik dalam bentuk dan sifat aslinya sudah tersentuh? Atau justru terdapat sanggar kesenian yang malah menghindari ritus tradisi yang menampilkan musik? Apakah pendapat bahwa kemajuan berarti modernisasi dan meninggalkan semua yang “kuno”, animistis’, kolot’ sudah benar sehingga tidak perlu dikoreksi?
Tradisi berladang yang telah dijalani orang Dayak sejak ratusan tahun silam mungkin dapat dikembangkan menjadi ladang menetap, dengan konsep ‘in situ development’. Dengan demikian kehidupan tradisi seni akan lebih terjamin kehidupannya. Setiap kegiatan pembangunan yang baru hendaknya tidak dilaksanakan dengan tiba-tiba dan asumsi serta tuduhan negatif terhadap kebudayaan tradisional Dayak hendaknya tidak terburu-buru diberikan.
Suatu hal yang menjadi penting dalam usaha pemeliharaan musik tradisional Dayak adalah pemahaman yang integral terhadap budaya Dayak. Tetapi dewasa ini semakin sedikit orang yang dapat dan berminat memahami musik Dayak secara utuh. Pemahaman terhadap aspek budaya tardisional tersebut juga sangat penting bagi kalangan yang merencanakan dan menjalankan kebijaksanaan pembangunan agar unsur-unsur tradisi yang masih relevan tidak begitu saja dibuang.
A. Saran
Dengan adanya penjelasan tentang musikal kebudayaan Dayak tersebut, disitu telah membuktikan bahwa negara kita kaya dengan kebudayaan, oleh sebab itu kita sebagai warga negara Indonesia wajib melestarikan/mengembangkan kebudayaan kita sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Coomans, Mikhail. 1987. Manusia Daya, Dahulu, Sekarang, Dan Masa Depan. Jakarta: Gramedia.

Dove, Michael R. (ed) 1985. Peranan Kebudayaan Tradisional Dalam Modernisasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Hose, Charles. 1926. Natural Man, A Record From Borneo. London: MacMillan Publisher

Tidak ada komentar: