Rabu, 27 Januari 2010

Pasar Tradisional Pontianak

Keberadaan Pasar Tradisional
Di Kota Pontianak
Oleh: M.Natsir, S.Sos,M.Si
A. Latar Belakang
Berdasarkan data sejarah dapat diketahui bahwa masyarakat Indonesia sudah mengenal lembaga ekonomi yang disebut pasar sejak beberapa abad yang lalu. Pasar yang merupakan pusat kegiatan jual beli itu biasanya (1) terletak di tempat yang mudah didatangi dari berbagai arah; (2) berlangsung pada waktu-waktu tertentu; dan (3) mengutamakan jual-beli benda keperluan hidup sehari-hari untuk keluarga. Pada masa selanjutnya kemudian, sejalan dengan kian bertambahnya tuntutan dan perkembangan masyarakat, di beberapa tempat tertentu, biasanya di kota-kota besar, mulai tumbuh pasar yang melakukan kegiatan setiap saat atau sekurang-kurangnya selama orang belum tidur.
Jika pada masa awal terbentuknya lembaga pasar, kegiatan jula beli itu lebih cenderung berupa tukar menukar, pada masa yang kemudian itu terjadi pertukaran antar barang dengan sejumlah uang tertentu; atau uang dengan sejumlah barang tertentu. Dengan demikian, jika pada masa awal yang terjadi adalah kegiatan antara sesama pradusen, setelah dikenal alat tukar berupa uang, terjadilah kegiatan antara produsen dan konsumen. Dalam kehidupan modern, lembaga pasar bahkan kemudian sangat berperan. Boleh dikatakan bahwa kemajuan atau kemunduran taraf hidup masyarakat dari segi ekonomi sangat ditentukan oleh lembaga pasar itu. Keadaan demikian tentunya menarik untuk dicermati dengan keberadaan pasar tradisional yang ada di kota Pontianak.
Keberadaan pasar tradisional di kota Pontianak tak terlepas dari peran pemerintah daerah yang dalam hal ini turun andil dalan penyelenggaraan pasar, dengan memberikan perlindungan, bagi pedagang maupun konsumen. Hal ini dapat dilihat dari peranan pemerintah dengan peraturan daerah kota Pontianak nomor 21 tahun 2002 tentang Retribusi Izin Usaha Perdagangan . Dengan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom, maka kewenangan dibidang Perizinan Usaha Perdangangan menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten dan Kota.
Untuk melaksanakan kewenangan tersebut dan dalam rangka Pemerintah Kota Pontianak memberikan kesempatan berusaha, pembinaan dan pengawasan dan sekaligus meningkatkan pendapatan daerah, perlu mengenakan retribusi izin usaha perdagangan kepada pengusaha yang memperoleh izin dimaksud, yang diatur dalam suatu Peraturan Daerah. Adanya peraturan yang telah ditentukan oleh pemerintah, memberikan kesempatan kepada para pedagang, memberikan kemudahan untuk berusaha di wilayah kota Pontianak, dengan itu akan memperdayakan ekonomi rakyat. Peranan Wali Kota sebagai kepala daerah untuk meningkatkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dari sektor ekonomi dan pengembangan di sektor Pariwisata, sehingga menimbulkan suatu gagasan wali kota yang akan membangun Pontianak Town Square (PTS) dengan konsep yang modern diera hypermarket menimbulkan tanda tanya dari berbagai fihak ., Pernyataan kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Pontianak mengatakan, rencana pembangunan Pontianak Town Square akan memakan lahan seluas 19 Hektar. Lahan tersebut membentang sepanjang pesisir sungai Kapuas yang menghubungkan antara Parit Sudirman hingga Parit Setia Budi, serta Jalan Tanjungpura hingga tepian Kapuas.Tak terlepas dari pro dan kontra masyarakat tentunya sebuah wacana yang harus kita pikirkan bersama, dengan keberadaan pasar yang modern kemudian bagaimana dengan Pasar Tradisional yang menjadi mata pencaharian utama masyarakat kecil di Kota Pontianak.

B. Pemahaman Tentang Pasar Tradisional
Pemahaman tentang pasar merupakan suatu tempat terjadinya berbagai transaksi jual beli barang dengan uang dari orang ke orang maka pengertian di atas merupakan pengertian dari segi bentuk atau wujud nyata yang kita lihat. Dilihat dari segi lain, pasar (pasar berasal dari kata bazar”bahasa Parsi”) adalah suatu pranata ekonomi dan sekaligus cara hidup, suatu gaya umum dari kegiatan ekonomi yang mencapai segala aspek dari masyarakatnya, dari suatu dunia sosial budaya yang hampir lengkap dalam dirinya (Cliffort Gertz, 1977:31) . Pasar merupakan komulatif dari seluruh pola kegiatan pengelolaan dan penjagaan dari barang dan jasa.
Pasar dalam pengertian sebagai pranata atau industri yang lebih luas lagi merupakan arus lalu lintas barang dan jasa dengan pola tertentu yang sesuai dengan kondisi tertentu, mekanisme ekonomi dalam memelihara dan mengatur arus lalu lintas barang dan jasa, dan sebagai sistem sosial dan kebudayaan di mana mekanisme itu terpatri di dalamnya. Oleh karena itu, pasar merupakan fokus dan pusat sekaligus menyangkut beragam aspek kegiatan b dan tempat terjadinya asimilasi berbagai latar belakang budaya dari setiap individu yang mendatanginya. Di samping itu pasar merupakan pusat kegiatan ekonomi dan arena pertemuan antara berbagai lapisan masyarakat, juga sebagai pusat kebudayaan.
Ciri khas dari pasar adalah adanya distribusi barang, jasa, dan uang. Sedangkan ciri khas dari suatu pasar dengan pasar yang lainnya adalah barang-barang yang diperjual belikan di dalam pasar itu sendiri, seperti bahan pangan dan sandang. Kota Pontianak dengan masyarakat yang hetrogen dari berbagai etnis yang ada yang didominasi oleh etnis yaitu; Melayu, Dayak, dan Cina. Disamping itu terdapat juga orang-orang dari suku bangsa seperti Bugis, Jawa dan lainnya. Keberadaan kelompok-kelompok suku bangsa ini merupakan salah satu contoh masyarakat yang saling berinteraksi. Pasar sebagai suatu tempat dimana terjadinya interaksi tersebut, merupakan pula sebagai sentral terjadinya tukar-menukar benda-benda hasil produksi, bahkan informasi tentang berbagai diantara sesama mereka. Gambaran umum pengalaman yang ditimbulkan oleh keadaan pasar itu, mewarnai corak kehidupan masyarakat disekitarnya tentang klas sosial,budaya,ekonomi,mobilitas dan kenikmatan.



C. Pandangan Masyarakat Tentang Pasar
1. Pasar Sebagai Pusat Kebudayaan
Interaksi berarti bergaul. Jadi pengertian interaksi adalah pergaulan antara individu dengan individu yang lain, atau antar satu kelompok dengan kelompok yang lain dalam suatu masyarakat, sehingga terjadi komunikasi dan respon diantara keduanya (Koentjaranigrat, 1979:176-177)
Masyarakat Pontianak pada umumnya dapat merasakan manfaat dengan adanya pasar Kapuas Indah, Kapuas Besar, Sudirman, Parit Besar. Dan pasar Plamboyan. Sebelumnya anggota masyarakat mengalami kesulitan untuk mendapatkan keperluan hidup sehari-hari, terutama untuk kebutuhan keluarga. Bahkan untuk mendistribusikan hasil-hasil penangkapan ikan, hasil kebun serta hasil lainnya sering menemui hambatan. Padahal masyarakat pada waktu itu mengharapkan kemudahan dalam memperoleh kebutuhan hidup sehari-harinya, seperti beras, miyak,gula dan lain-lain. Sebelum ada pasar Kapuas Indah, maka untuk memperoleh keperluan hidup maupun pendistribusian hasil-hasil produksi dilakukan di pasar Parit Besar. Namun setelah adanya pasar Kapuas Besar yang berada di jalan Sultan Muhammad, maka para konsumen maupun produsen tidak lagi mengalami kesulitan, baik dalam mendapatkan keperluan hidup sehari-hari maupun dalam memasarkan hasil produksinya.
Pasar Kapuas Besar sebagai pusat kegiatan ekonomi masyarakat Pontianak sehingga pada tempat itulah sebagian besar masyarakat berinteraksi. Suku Melayu dengan non Melayu saling bergaul untuk hasrat sosial maupun kebutuhan-kebutuhan hidup mereka. Orang-orang Cina mendistribusikan barang-barang kebutuhan pokok yang diperlukan oleh suku Melayu maupun non Melayu lainnya, sedangkan suku Melayu dan Bugis mendistribusikan hasil-hasil produksinya berupa ikan, sayur serta buah-buahan sehingga tercipta suasana saling membutuhkan. Suasana ini tercipta saling kearaban diantara suku yang ada. Kegiatan pasar Kapuas Besar terjadi setiap harinya, hanya saja pada hari Minggu dan hari libur, kegiatan pasar berlangsung dari pukul 5.30 sampai dengan pukul 10.00/12.00 Wib. Sedangkan pada hari-hari biasa akan berlangsung sampai pukul 16.00 Wib. Dengan demikian interaksi juga terjadi pada setiap harinya selama berlangsungnya kegiatan pasar.

2. Pasar Sebagai Pusat Informasi
Peranan pasar sebagai pusat perdagangan atau kegitan ekonomi suatu daerah, juga berperan sebagai tempat interaksi maupun pusat informasi. Sebagai pusat informasi maka timbullah pembauran ide-ide dari penggunaan sumber alam, modal serta penggunaan teknologi modern. Dengan demikian pembauran ide-ide itu antara lain meliputi dalam bidang ekonomi, teknologi, serta politik.
Dalam proses pembauran biasanya berkaitan dengan penemuan-penemuan baru dalam bidang teknologi, suatu penemuan pada umumnya merupakan proses sosial yang panjang dengan dua tahap khusus, yaitu discovery dan invention. Sedangkan pengertian discovery adalah suatu bentuk penemuan dari unsur kebudayaan yang baru yang merupakan hasil dari ciptaan seseorang individu maupun secara organisasi dalam masyarakat. Selanjutnya discovery dapat menjadi invention apabila sudah dapat diakui, diterima serta diterapkan oleh masyarakat (Koentjaraningrat, 1979;271).
Berdasarkan pengertian diatas maka mengingat pasar Kapuas Besar yang terdiri dari masyarakat yang sederhana maka dalam proses pembaurannya juga masih sederhana, informasi yang akan membawa pembauran hanya diperoleh melalui pasar, media elektronik seperti TV dan Radio serta media cetak. Pembauran terjadi diberbagai aspek kehidupan, namun diantara aspek tersebut, maka aspek ekonomi lebih menonjol.

3. Dampak Ekonomi (Pasar) terhadap Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Pontianak
Adanya perkembangan ekonomi pasar telah menimbulkan dampak perubahan pada masyarakat Pontianak. Dampak perubahan itu juga meliputi aspek sosial budaya dalam kehidupan masyarakat yang selain mengarah pada kemajuan ada juga yng merupakan kemunduran jika dilihat berdasarkan tradisi setempat. Dikatakan oleh Weber bahwa modernisasi ekonomi antara lain memerlukan transaksi sosial dan kebudayaan. Demikian pula pertumbuhan ekonomi biasanya menuntut adanya kebebasan dari kalangan faktor-faktor non ekonomi. Hubungan antara pedagang dan pembeli dan antara pedagang lebih bersifat komersial, dipisahkan dari ikatan sosial, persahabatan, ketetanggaan dan kerabat. Adanya tawar menawar sekarang, membuat orang lebih mengejar keuntungan materi. Ikatan sosial yang biasanya terjadi di dalam pasar agak mengendur karena lebih kuatnya prinsip-prinsip ekonomi tersebut.
Secara umum, jelas terjadi perubahan dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Pontianak. Pada mulanya masyarakat lebih mengutamakan kebutuhan bersama dari pada kebutuhan pribadi. Orang yang tadinya makan cukup dengan hasil kebun sendiri, sekarang sudah timbul keinginan untuk membeli barang lain. Demikian pula pakaian dan aksesoris sekarang lebih dibutuhkan. Hasil produksi tadinya untuk keperluan sendiri, sekarang lebih banyak untuk pasar. Hasil penjualan sendiri dipakai untuk membeli hasil produksi orang lain. Dari sini timbul masyarakat dengan deferensiasi profesi, suatu ciri masyarakat modern. Anggota masyarakat yang saling mandiri sekarang menjadi saling tergantung. Maka secara tidak sadar terjadilah persaingan atau kompetisi. Hubungan ekonomi masyarakat yang tadinya lebih bersifat hormonizer relationship cenderung berubah menjadi individual competition.
Di era tahun 2000 berdiri ruko-ruko yang modern, perkembangan kota Pontianak begitu pesat dampak dari perkembangan yang tidak diimbangan kehidupan sosial budaya masyarakat, menjadikan kota Pontianak yang pernah mendapat “Adipura” salah satu kota terbersih di Indonesia berubah menjadi kota yang tak terawat. Hal ini dapat kita lihat dari penutupan parit-parit yang berfungsi sebagai sarana sirkulasi air di dalam kota menjadi sumbat, sehingga jika hari hujan Pontianak yang bergeral kota “Seribu Parit” menjadi banjir. Dampak dari pembangunan ini yang belum terpikirkan oleh pengambil kebijakan.
Dalam beberapa tahun terakhir, di Pontianak telah berdiri beberapa pust perbelanjaan modern. Yang terbaru dan terbesar belum lama diresmikan ini bahkan adalah pasar swalayan dengan jaringan waralaba beskala internasional. Dampak dari perkembangan hipermarket dalam perkembangan akan dapat menghentikan ekonomi ke bawah : Contoh dengan hanya yang di jual di hypermarket ternyata lebih rendah dari pada pasar tradisional, belum lagi fasilitas-fasilitas yang ditawarkan oleh hypermarket.Memasuki era hypermaket, dan timbulnya suatu gagasan pembangunan Pontianak Town Square yang berdimensi konsep modern, akan menjadikan pusat perbelanjaan modern dan pusat rekreasi mendapat tanggapan dari berbagai pihak, dari Asosiasi pengusaha sampai anggota dewan maupun masyarakat yang antara lain;
a. Asosiasi pengusaha ritel dikota ini sempat berkeluh mengenai harga barang-barang yang dijual disana terlalu rendah dibanding harga pasaran sesungguhnya. Persaingan tidak sehat, menurut salah satu pengusaha lokal itu muncul akibat pematokan harga yang terlalu rendah. (APRINDO) Kalbar mengingatkan tidak mematikan usaha kecil, terutama pasar tradisional (Pontianak Post, Jumat 28 Oktober 2005).
b. Sambutan positif dari Ketua DPRD Kota dengan pembangunan Pontianak Top Square, hanya saja ia mengingatkan realisasi rencana tersebut tidak dengan menggunakan dana yang bersumber dari APBD. Dia menilai apa yang menjadi obsesi orang nomor satu dijajaran pemerintah Kota Pontianak tersebut positif, dalam rangka pengembangan kota perdagangan yang bertaraf internasional. Harus ada pihak ketiga yang mau berinvestasi dalam upaya untuk membangun Kota Pontianak.(Pontianak Post, Rabu 12 Oktober 2005)
c. Tanggapan anggota masyarakat, dengan adanya gagasan Wali Kota ada baiknya dielaborasi lebih dahulu sebelum didetailkan. Kondonium yang diperuntukan sebagai pemukiman sebaiknya tidak perlu ada. Kalau kita berpikir 50 tahun kedepan. Biarkan Town Square menjadi pusat pelayanan, jasa dan jangan dilupakan tempat rekreasi. Pontianak Top Square mesti merupakan perpaduan antara yang lama dan yang modern. Fungsinya sebagai pusat pelayanan dan jasa serta tempat rekreasi. Bukan pemukiman modern (Pontianak Post, 12 Oktober 2005).

Dari berbagai tanggapan masyarakat tentang keberadaan pasar, baik yang modern maupun tradisional, tentunya akan dapat menjadi suatu bahan kajian yang menarik untuk dapat didiskusikan. Dalam hal ini Direktorat Jenderall Nilai Budaya Seni dan Film mengambil bagian mengadakan kegiatan “Sosialisasi Pemberdayaan Ekonomi Rakyat” di Kota Pontianak.









Daftar Pustaka

Cliford Grets, 1977 Penjaja dan Raja, Jakarta : Yayasan Obor dan Pakultas Ekonomi Indonesia
Pemerintah Kota Pontianak , 2002 Peraturan Daerah Kota Pontianak
Nomor, 21 th 2002
Pontianak Post, Senin 12 Oktober 2005 Perekonomian Kota Pontianak
Pontianak Post, Rabu 12 Oktober 2005 Ekonomi Rakyat Kalimantan Barat
Sri Saadah Soepono dkk, 1992 Dampak Urbanisasi Terhadap Pola Kegiatan Ekonomi Pedesaan Indramayu :Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan

Tidak ada komentar: