Rabu, 27 Januari 2010

Bakumpai Kalsel dan Kalteng

BAB IV
AKTUALISASI DAN BUDAYA MASYARAKAT
DAYAK BAKUMPAI
4.1. Rumah Tangga
Jumlah dan kepadatan Penduduk di Kecamatan Selat, dari tahun 2001 sampai tahun 2004 terus mengalami perubahan. Adapun untuk tahun 2001 dengan jumlah 80.569, tahun 2002 jumlah 79.301, tahun 2003 jumlah 80.690, dan tahun 2004 dengan jumlah 86.228.(data BPS Kuala Kapuas 2004) Jumlah kepadatan penduduk sebanyak 16 desa di wilayah Kecamatan Selat Kuala Kapuas. Bagi keluarga suku Dayak Bakumpai yang mendiami wilayah ini, dari satu generasi dan dua generasi kemudian ada juga sebagian sampai empat generasi hidup dalam satu keluarga.
Masyarakat suku Dayak Bakumpai sistem kekerabatan yang bersifat bilateral dan parental, dimana dalam hal ini menjadi prinsip keturunan masyarakat suku Dayak Bakumpai. Tidak ada perbedaan antara garis keturunanan ayah dan ibu. Bagi anak laki-laki dan perempuan mendapat perlakuan yang sama bagi dari fihak ayah maupun dari fihak ibu. Akan tetapi ada perbedaan antara keduanya apabila dalam hal perkawinan maupun kematian bahwa dikenal dengan adanya wali asbah adalah dari garis fihak ayah. Hal ini tidak terlepas dari system kekerabatan di dalam kehidupan masyarakatnya.
Dalam kehidupan masyarakatnya hubungan tali persaudaraan begitu kuat, sehingga disebuah perkampungan mereka lebih senang membuat rumah berdekatan. Seperti halnya salah seorang dari suku Dayak Bakumpai membuat rumah dan tanah yang luas dipersiapkan untuk anak-anaknya, mereka lebih memilih tinggal berdekatan dengan orang tua, saudara maupun famili lainnya. Perkampungan mereka bisa dikatakan hampir semua keluarga serumpun. Komunikasi di dalam kehidupan rumah tangga lebih banyak digunakan bahasa Bakumpai. Bahasa Bakumpai mumpunyai ciri khas dari bahasa lainnya dan juga kadangkala mereka menggunakan bahasa Banjar maupun bahasa Dayak Kuala Kapuas.
Alternatif bagi keluarga yang sakit, jika ada keluarga yang sakit mereka lebih dahulu meminta pertolongan dengan orang yang dianggap mempunyai kemampuan dalam hal pengobatan. Baru kemudian alternatif yang kedua menggunakan jasa paramedis. Melihat komposisi kepadatan penduduk yang begitu banyak pada tahun 2004 dengan jumlah 86.228 jiwa, tidak sebanding dengan persediaan rumah sakit maupun puskesmas yang ada. Jumlah rumah sakit 1 buah, puskesmas 4 buah, dan pukesmas pembantu 7 buah yang dibagi beberapa desa dan kelurahan. Adapun jumlah tenaga para medis maupun non paramedis yang tersedia dan tersebar di wilayah kecamatan maupun desa/ lurah yang ada, bahwa jumlah dokter hanya ada 2 orang, bidan 33 orang, manteri 43 orang, dukun terlatih 40 orang, dan dukun yang tidak terlatih 24 orang (data Kantor Dinas Kesehatan Kab. Kapuas)
Pola kehidupan rumah tangga cukup sederhana, aturan yang diajarkan oleh kedua orang tua kepada anak-anaknya seperti halnya belajar maupun pendidikan agama cukup baik. Anak-anak sejak kecil sudah diajarkan hidup bersih selalu taat kepada agama, patuh kepada kedua orang tua maupun selalu menghormati keluarga, saling menghargai. Hal ini mengambarkan bahwa mereka masih mempunyai kenyakinan agama yang taat dan memegang tradisi kebudayaan leluhur di dalam kehidupan rumah tangga sehari-hari.

Gambar 10
Bentuk Rumah Suku Dayak Kuala Kapuas



4.2. Sistem Ekonomi
Suku Dayak Bakumpai adalah salah satu kelompok suku Dayak yang mendiami wilayah Kuala Kapuas, di dalam kehidupan sehari-hari pekerjaan yang digeluti mulai dari Pegawai Negeri Sipil, ABRI,Swasta, dan Petani. Adapun luas wilayah menurut penggunaan tanah pada tahun 2004 dengan luas 174.57 km² . dan pola pertanian yang diusahakan rakyat seperti halnya; tanaman padi, buah-buahan, sayuran. dan palawijah. Selain itu mereka juga mengusahakan peternakan.
Sistem kekeluargaan yang begitu kuat dengan pola hidup sederhana, rasa saling tolong menolong sesama warga, mereka membuat kelompok tani sehingga pada tahun 2004 ada sekitar 168 kelompok yang ada yang dapat menggarap lahan padi dengan seluas tanam 10.73 Ha, luas panen 10.334 Ha, dan dapat memproduksi padi sekitar 33.612 Ton ( data Mantri Tani Kec. Selat). Hal ini membuktikan bahwa kehidupan suku Dayak Bakumpai mempunyai motivasi kerja yang kuat, rajin dan ulet sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup diderahnya sudah bisa terpenuhi.
Di dalam kegiatan menanam padi suku Dayak Bakumpai hanya mengenal sistem ladang. Sawah atau pertanian dengan sistem irigasi tidak dikenal. Jenis padi yang ditanam sejenis padi lokal yang ditanah selama 6 bulan produksi. Padi lokal yang ditanam biasanya pada bulan oktober dan musim penghujan. Usaha penanaman padi dengan penyebaran unggulan lokal cukup baik di Kabupaten Kapuas. Jenis-jenis yang umum ditanam di sawah-sawah pasang surut dan sawah tadah hujan adalah :
a. Jenis unggul lokal berumur 6 bulan, yang termasuk dalam kelompok ini antara lain ; Umbang bilis, Umbang putih, Umbang Kapuas, Bujang Inar, Radah Padang, Umbang Kasturi, Sampahiring.
b. Jenis unggul lokal yang termasuk dalam kategori 8 bulan di dalam kelompok ini ; Siung, Bigi Nangka, Karamunting, Telok, Gabah, Raden Baduruh, Tampukung
c. Varitas padi lading yaitu : Raya berumur 120 hari, Kantul berumur 150 hari, Baliman berumur 120 hari, Mohor berumur 120 hari
d. Varitas Unggul Nasional yaitu : C 4 –63 berumur 127 hari, PB 5 berumur 135 hari, Sintha berumur 135 hari, I R – 20 berumur 120 hari.
Jika terjadi perubahan cuaca yang begitu cepat dapat merubah hasil padi, dan mereka beralih kepola penanaman sayuran, sehingga pada tahun 2004 sayur- sayur dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Hasil dari pertanian rakyat, selain untuk kebutuhan sendiri juga dijual di pasaran. Aktivitas pasar dimulai dari jam 5 pagi sampai jam 10 pagi. Pasar ini disebut dengan pasar pagi, setelah itu aktivitas dilanjutkan dengan penjualan bahan-bahan pokok lainnya, sehingga pasar yang menjadi sebuah sarana transaksi jual beli masyarakat menjadikan perekonomian kehidupan masyarakat berjalan cukup baik di daerah Kuala Kapuas.

Gambar 11
Pasar Pagi Tradisional

4.3. Peralatan Tradisional
Peralatan tradisional telah menjadi salah satu perlengkapan rumah tangga bagi suku Bakumpai yang telah menjadi suatu tradisi turun temurun dari generasi sebelumnya, hingga kini sebagian penduduk yang tinggal di daerah pedesaan dan perkotaan masih tetap mempergunakan alat-alat tersebut kendatipun peralatan tersebut sudah ketinggalan jaman, namun rasa hormat pada leluhur untuk tetap melestarikannya sebagi sebuah perlengkapan di dalam kehidupan sehari-hari dan telah menjadi kebanggaan bagi yang menyimpannya.
Alat-alat ini dipasang pada dinding rumah, seperti mandau, tumbak, dan perisai. Tergantung bagaimana mereka memfungsikannya Mandau adalah bagian dari budaya yang telah menjadi salah satu corak ragam budaya yang ada di tanah air. Hal ini sejalan dengan pasal 32 (penjelasannya), serta pasal 36 (penjelasannya) Undang-Undan Dasar 1945. Sebagai sebuah bukti,pemerintah mendukung dan melindungi adanya hasil budi daya masyarakat/suku atau daerah dalam wilayah negara kesatuan Republik Indonesia memperkaya dan menunjang kebudayaan bangsa Indonesia baik pada tingkat nasional maupun internasional.
Demikian halnya dengan suku Bakumpai yang ada di Kalimantan tengah. Mandau sebagai peralatan dapur untuk keperluan rumah tangga, dan sebagai sebuah cendera mata. Adapun peralatan yang dimaksud tersebut seperti berikut :


4.3.1. Mandau
Mandau sebuah karya hasil dari cipta suku Dayak kalimantan. Suku Bakumpai yang berasal dari Dayak Ngaju menjadikan mandau sebuah peralatan yang dipergunakan di dalam kehidupan sehari-hari. Mandau pembuatannya dengan proses meramu bahan dan mengerjakan bahan-bahan tersebut hingga akhirnya berujud sebuah mandau. Namun sebaliknya setiap orang dapat memiliki bahkan untuk menggunakannya sekalipun, adalah wajar dan memang kenyataannya.
Seperti dikemukakan di atas di antara kebolehan tersebut ada keunikan tertentu mengenai system kedudukan dan fungsinya. Dalam kehidupan nyata suku Bakumpai sejak jaman dahulu hingga sekarang ini, dan yang akan datang. Hal ini tidak dapat ditemui pada suku lainnya di Kalimantan. Sistem kedudukan dan fungsi Mandau dalam kehidupan masyarakat suku Dayak Bakumpai ini meliputi :
a. Aspek kongrit
Mandau sebagai suatu senjata tajam tradisional yang menurut kenyakinan/kepercayaan suku Bakumpai dalam membela diri atau menyerang lawan sebab itu Mandau selalu tersimpan rapi dan tersembunyi di dalam rumah, demikian juga tentang penggunaanya tidak dapat sembarangan. Maksud sembarang tidak setiap waktu dapat dikeluarkan, dan dapat dipakai untuk memotong apa saja untuk keperluan, hal ini tidak dibenarkan, kecuali jika harus berhadapan dengan lawan yang memang keadaanya sudah memaksa sekali untuk segera bertindak.

b. Aspek Abstrak
Mandau seperti dimaksudkan dalam kepercayaan masyarakat suku Bakumpai juga mempunyai kekuatan-kekuatan di luar alam nyata, yaitu sebagai kekuatan penangkal niat buruk (jahat) dari pihak lain (lawan). Jika lawan mempunyai niat yang tidak baik, hal tersebut tidak akan jadi dilakukan dengan kata lain Mandau tersebut mengandung/unsure “white magicnya”.Bila Mandau bersama kita, maka tidak ada musuh atau lawan, melainkan kawan atau teman. Perlu diperhatikan, jika salah satu dari dua aspek tersebut yang menonjol atau dominan terdapat pada Mandau. Tidak semua orang yang bisa melakukan pembuatan Mandau, melainkan orang yang sudah biasa dan melalui ritual tertentu.

4.3.2. Bentuk-Bentuk Mandau
a. Mandau, berbentuk panjang selalu ada tanda atau ukiran, baik bertahta dan hanya bersipat ukiran biasa dengan gagang yang mengambarkan daerah berasal dari kebudayaan setempat.
b. Pembuatannya diambil dari besi gunung yang ditatah, dan diukir serta dihiasasi dengan berbagai bulu burung. Mandau ditempah dan dibuat oleh yang ahlinya yang diukir dan ditatah dengan permata, emas,perak, dan tembaga. Mandau sebagai barang yang dihormati seperti senjata yang dikeramatkan. Seni ukir yang melambangkan ketinggian peradaban yang ditatah secara halus dan trampil. Kepercayan jaman dahulu dengan hiasan bulu burung ataupun rambut manusia.
c. Sarung diukir dan diayam dengan rotan yang halus serta diberi hiasan bulu burung enggang, bulu merak atau dari bebrapa jelis bulu, dan lilengkapi dengan manik-manik serta warna yang menyolok, diikat menjadi satu raut kecil yang tajam. Cara pemakaian Mandau diikat di pinggang dengan dilengkapi dari kulit kayu yang dililitkan. Keaslian Mandau dibuat khusus secara ritual dari batu-batu yang bersejarah, jenis batu-batu tersebut antara lain :
 Batu sanaman mantikei.
 Batu munjat dan Batu Tengger.
 Batu Montalat dan lain-lain.
Mandau yang menjadi benda pusaka dan dianggap keramat, serta dibuat dari batu atau besi di tempah ahlinya dengan ritual tertentu. Ketika peneliti mewawancarai seorang pembuat Mandau, bahwa Mandau bisa dibuat dengan pesanan, dan dapat diisi dengan kesaktian, begitu juga dengan senjata lainnya.
Mandau dapat diperjual belikan jika ia sebagai sebuah perhiasan, untuk sebagai cendera mata, akan tetapi jika ia menjadi barang yang dikeramatkan sangat tabu untuk dijual, bisa dikatakan melanggar adat dan penjual akan mendapat hal-hal yang tidak diiginkan di kemudian hari.

Gambar 12
Bentuk-Bentuk Mandau


4.3.3. Tombak
Tombak juga disebut dengan Lonjo, terbuat dari besi dipasang dan diikat di anyam dengan rotan di tangkai. Tombak yang terbuat dari bamboo atau kayu yang keras mempunyai panjang 1½ -2½ meter. Senjata Tombak bisa dikatakan salah satu senjata yang disimpan dan dianggap sacral bagi suku Bakumpai, mempunyai kekuatan “magis” dan menjadi suatu kebanggaan bagi yang menyimpannya.

4.3.4. Dohong
Senjata Dohong seperti sebuah keris yang besar, kedua sisinya tajam. Gagang pengikat yang disebut dengan hulunya terbuat dari tanduk dan mempunyai sarung dari kayu. Senjata Dohong menjadi senjata kebanggaan dan biasanya dipakai oleh orang-orang yang dianggap sakti maupun kepala adat. Pemimpin upacara-upacara secara adat.

4.4. Daur Hidup
Dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari daur hidup yang harus dilalui, hal ini merupakan suatu takdir Tuhan bagi kehidupan manusia, dimulai dari masa lahir hingga sampai meninggal secara terus menerus mengalami suatu perubahan dan menjalani suatu proses adat. Dimaksudkan daur hidup dalam hal ini adalah suatu upacara yang berkaitan dengan adat-istiadat yang biasa berlaku pada masyarakat suku Bakumpai sejak dari masa kehamilan, kanak-kanak, perkawinan hingga sampai kemasalah kematian.

4.4.1. Upacara Kehamilan
Adat masih tetap dijunjung tinggi bagi masyarakat suku Bakumpai, beberapa proses yang dilakukan yang tidak terlepas dari upacara seperti upacara kehamilan, sebelum acara dimulai sudah jauh hari sebelumnya dipersiapkan peralatan yang akan menjadi bahan-bahan untuk acara yang dianggap sangat sakral di dalam kehidupan suku Bakumpai, apalagi bagi keluarga yang baru dan mendapatkan anak pertama.
a. Upacara Tujuh Bulan
Upacara tujuh bulan diadakan pada saat ketika kandungan berusia tujuh bulan,diadakanlah upacara adat. Bagi masyarakat suku Bakumpai, upacara adat tujuh bulan masih tetap dilaksanakan hal ini mengingat sudah menjadi sebuah tradisi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, dalam upacara ini disebut dengan bekunut, dikatakan bekunut karena di dalam pembacaan doanya dengan doa kunut, surah yasin dan selawat kepada nabi Muhammad S.A.W . Dalam upacara tersebut antara lain; di dahului dengan menyediakan air di dalam satu tempat besar, di atas air diletakan daun keladi sebagai penutup ditambah dengan bunga kenanga, diadakan pembacaan doa. Pembaca doa minimal tiga orang, bagi yang akan meniupkan kedalam tempat air dibolehkan melebihi dari tiga orang, kemudian dimandikan kepada yang hamil tujuh bulan.
Diadakannya upacara adat hamil tujuh bulan biasanya pada malam hari, malam senin, malam kamis, dan malam jum’at setelah shalat Isya dengan maksud, mohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar anak yang di dalam kandungan tetap sehat terhindar dari ganguan iblis, dapat lahir dengan selamat menjadi anak yang pintar dan ibu yang akan melahirkan tidak mendapat kesulitan, hal ini dilambangkan daun keladi, yang begitu muda mengalirkan air.

b. Upacara Kelahiran
Tradisi yang berkembang di dalam masyarakat suku Bakumpai, ketika kandungan memasuki usia sembilan bulan sepuluh hari, segala perlengkapan untuk menyambut kedatangan sang bayi sudah dipersiapkan, termasuk tempat tembuni yang disebut suku Bakumpai kapet. Melahirkan menggunakan jasa bidan maupun dukun kampung yang sudah terlatih ketika bayi lahir di azankan dan dibacakan doa surah Al-Maryam. Untuk pemberian nama, maka kedua orang tua bertanya dahulu dengan alim ulama, dan ditulis beberapa nama, kemudian dimasukan di dalam suatu tempat, di kocok sambil membaca salawat nabi, jika nama satu yang keluar maka itulah yang terbaik.
Maksud dari tujuan pemberian nama ini dilakukan, bahwa nama adalah doa, agar anak yang mempunyai nama tersebut bisa berbakti kepada kedua orang tua, dan tetap taat kepada ajaran agamanya. Sunatan bagi laki –laki memasuki usia 12 tahun dan bagi perempuan dari usia 8 bulan sampai 10 bulan. Sunatan dilakukan oleh dokter maupun dukun kampung, kemudian di adakan upacara pembacaan salawat dan rebana.

4.4.2. Upacara Perkawinan
Sebelum upacara perkawinan diadakanlah kesepakatan dua belah fihak antara laki-laki dan perempuan untuk membentuk keluarga yang bahagia setelah lama mereka saling mengenal dari fihak laki- laki mengutus orang yang dituakan untuk menyampaikan maksud dan tujuan, akan mempersunting gadis untuk menjadi isterinya, begitu juga dari fihak calon mempelai perempuan sebagai penerima dipercayakan kepada orang yang dianggap mampu dalam hal ini alim ulama, di dalam masyarakat suku Dayak Bakumpai, mereka menyebutnya berbuka mulut, mengaet panjar dengan uang, kemudian setelah kesefakatan selesai ada diistilahkan menutup mulut.
Dalam kesepakatan yang akan dibicarakan antara lain;
 Berbagai hidangan dan jenisnya
 Banyaknya tamu yang akan diundang
 Pembagian tugas yang akan dilaksanakan pada acara pernikahan
 Sebagai yang mengetuai bagian dapur
 Pengurus undangan
 Pengurus barang-barang pinjaman
 Penguru hidangan untuk tamu
 Penerima tamu
 pengurus pakaian penganten laki-perempuan
 Urusan pelaminan
Terkadang ada dari keluarga maupun sahabat memberi bantuan berupa keuangan,pinjaman barang maupun tenaga secara sukarela. Hal ini dilakukan agar proses acara mulai dari pernikahan sampai selesai dapat berjalan sukses.
Dalam hal pinang meminang antara kedua belah fihak, dari fihak calon mempelai laki-laki mengantarkan barang hantaran berupa sebuah cincin, tanda sebagai pengikat, akan tetapi jika dari fihak laki-laki membatalkan untuk melaksanakan perkawinan, maka barang yang dihantarkan menjadi milik perempuan. Biasanya upacara perkawinan diadakan setelah masa panen berakhir. Sampai hari yang telah disepakati bersama. Calon mempelai laki-laki mengantarkan perlengkapan pakaian, alat-alat rumah tangga keperluan bersama, perhiasan. Perlengkapan lain yang harus dibawa antara lain ;
 Anak pohon pisang
 Anak pohon kelapa
 Gula merah
 Alquran, sajadah
 Seperangkat alat shalat
 Benban (jenis tumbuhan)
 Cengkarok (jenis kue )
 Beras, nasi kuning, kayu api
 Telur,gula merah
 Baju stelan lengkap, perlengkapan kosmetik wanita
 Seperangkat tempat tidur

Pada suatu tempat di letakan di samping pelaminan disebut dengan piduduk, antara lain ; air putih, air kopi pahit, kopi manis, kelapa muda, dilengkapi dengan nasi behendak antara lain ; beras kuning, beras putih, nasi lemak hitam, telur ayam kampung, koleh putih (terbuat dari tepung beras). Barang- barang tersebut dipersembahkan kepada orang kayangan yang ada disekitarnya, agar turut menjaga keselamatan pengantin.
Orang tua dari fihak calon mempelai perempuan menyerahkan kepada penghulu disebut dengan kwitan. Calon mempelai laki-laki kedatangannya disambut dengan upacara penaburan beras kuning yang mengambarkan akan keselamatan sampai ketempat tujuan, untuk suku Dayak Bakumpai yang ada di Marabahan tradisi lama yang masih berlaku yaitu; sebelum pernikahan di adakan upacara tepung tawar dan ditelapak kaki calon pengantin ditulis dengan huruf kalimah,di pantangkan sebelum nikah dilarang memijak bendulan di depan pintu masuk. Tujuannya agar jangan ada ganguan yang akan menghambat proses pernikahan. Apabila calon mempelai laki-laki akan melaksanakan upacara pernikahan diharuskan membawa kacep (sejenis alat pemotong pinang), hal ini dilakukan karena menurut kenyakinan masyarakat setempat, apabila tidak membawa kacep maka si calon pengantin tidak bisa menyebut akad nikah, tradisi ini dilakukan untuk mengantisipasi akan kejadian yang tidak diiginkan oleh kedua belah fihak.
Akad nikah biasanya dilaksanakan pada jam 7 sampai jam 10 wib, dengan cara penghidangan makan saprah (makan berkumpul, alas hidangan dengan kain yang membentang panjang), kemudian dilanjutkan dengan pesta dengan hidangan prasmangan sampai berakhir malam hari. Bagi pengantin laki-laki untuk memakai pakaian dipakaikan oleh orang lain secara khusus, hal ini dilakukan agar pengantin laki-laki bisa tampak lebih berseri

4.4.3. Upacara Kematian
Kematian adalah rahasia ilahi, akan tetapi tidak satupun manusia yang mengetahui, kapan dan dimana ia akan meninggal. Bagi suku Bakumpai apabila kaum kerabat yang akan menghadapi kematian (sarakatul maut), sanak pamili dipanggil untuk turut mendoakan dengan membaca surah yasin dan kedua telinganya dibacakan doa dua kalimah syahadat. Pembacaan dilakukan agar mendapatkan ketenangan dan mudah di dalam mengahiri hidup, dengan kematian husnul hatimah (mati di dalam keredhaan Tuhan Yang Maha Esa).
Setelah menghembuskan nafas terakhir maka posisinya dibetulkan kearah kiblat, tangan kanan diatas tangan kiri, jika terbuka mata dan mulut segerah ditutup. Jenazah di persiapkan secepat mungkin, agar jenazah tersebut tidak begitu lama tinggal dirumah. Pemberitahuan kepada kaum kerabat, handai tolan akan kematian si pulan, kedatangan sanak pamili dengan membawa bantuan seadanya sebagai turut berlangsungkawa. Rukun fardhu kifayah dilaksanakan oleh masyarakat. Pelaksanaan dipercayakan kepada yang dianggap alim. yang akan memandikan jenazah, bagi yang meninggal laki-laki maka dari kaum laki-laki yang memandikannya dan bagi kaum perempuan maka diwajibkan perempuan yang memandikannya, jika yang meninggal orang tua anak-anaknya yang menjadi penyanggah, di mulai dari anak yang tertua dan diikuti oleh yang lainnya, sampai berjejer empat orang.
Setelah selesai mandi jenazah dikafankan dan di shalatkan. Sebelum memandikan terlebih dahulu sudah dipersiapkan kain kafan dan perlengkapan lainnya. Jenazah diangkat, digeser tiga kali berturut-turut dengan membaca surah alfatiha satu kali bergeser dengan membaca tiga surah alfateha, baru kemudian jenazah dibawa keluar dari rumah,
Ketika jenazah dibawa keluar rumah, kaum kerabat terdekat melewati dibawah jenazah sambil mengucapkan selamat jalan. Kebiasaan ini dilakukan agar dari keluarga yang ditinggalkan sudah ikhlas melepas kepergian dan tidak larut di dalam kesedihan. Jenazah sampai diliang lahat dimasukan sambil membaca talkin setelah selesai penguburan dilanjutkan dengan membaca doa arwah. Malam pertama setelah jenazah dikuburkan diadakan tahlilah dengan membaca ayat alquran minimal satu juz dilanjutkan sampai tujuh hari, empat belas hari, empat puluh hari, dan seratus hari.
Makanan yang disediakan oleh keluarga yang meninggal, bagi tamu yang datang antara lain; nasi, ayam, kare, umbut kelapa, umbut rumbiah. Menyediakan makanan dibantu oleh keluarga yang terdekat, dengan cara sistem gotong royong. Tradisi ini masih tetap berlaku bagi keluarga suku Dayak Bakumpai yang berada di daerah pedalaman.

Tidak ada komentar: