Senin, 25 Januari 2010

Lima Orang Bernama Ismail Tokoh Ulama Melayu

Di Kalimantan Barat

Oleh : H.Dato Zahry Abdullah Al-Ambawi *dan M.Natsir*

1. Haji Ismail bin Haji Abdul Majid bin Haji Abdul Qadir Al-Kelantani*

Ismail bin Haji Abdul Majid disebut juga Ismail Pontianak. Ismail Kelantan, Ismail Labok. Ulama besar yang terkenal di Kalimantan Barat. Lahir di Kampung Labok, Macang, Kelantan 1876 M (1293 H). Menempuh pendidikan awal didapat di Kelantan kemudian belajar ke Makkah mengikuti majelis pengajian Syeikh Ahmad Al-Fatani dilanjutkan kepada Saiyid Abdullah az-Zawawi, Syeikh Muhammad Mahfuz bin Abdullah at-Tarmasi berasal dari Termas (Jawa) ulama besar mazhab Syafie ahli dalam ilmu hadist. Pendidikan khusus tentang Ilmu Falak dipelajari dari Syeikh Muhammad Nur bin Muhammad bin Ismail al-Fatani. Pengajian di tanah suci mendapatkan beberapa ilmu pengetahuan ilmu Usuluddin, Fiqih,Quran dan Hadist kemudian kembali ke Kelantan pada tahun 1325 H bersamaan 1907 M. Kepulangannya ketanah air akibat dari terjadinya permasalahan kaum Wahabi yang mengejar ulama yang bertentangan dengan penguasa.

Informasi dari Syeikh Abdur Rani Mahmud al-Yamani (Ketua Majelis Ulama Kalimantan Barat) Ismail Kelantan adalah orang yang pertama menyebarluaskan ilmu falak di Pontianak, khususnya di Kalimantan Barat. Di Pontianak Ismail al-Kelantani mengunjungi ulama yang berasal dari Kedah Syeikh Muhammad Yasin dan Haji Wan Nik adalah seorang ulama sufi berasal dari Patani, Selatan Thailand dan tinggal di Kuala Secapa. Mempawah Kalimantan Barat*

Datang Ke Kalimantan Barat

Masa perjalanan panjang Ismail Kelantan datang ke Kalimantan Barat daerah Pontianak yang ditulis dalam bukunya “Pedoman Kemuliaan Manusia” Pada 1326 H bersamaan 1909 M / 1327 H. Masa Sultan Syarif Muhammad bin Syarif Yusof Alqadrie (1895-1944 M). Luasnya pengetahuan dan dalamnya ilmu yang dimiliki oleh Ismail Kelantan diakui keluarga besar Haji Muhammad Tahir seorang ulama dan pedagang keturunan Bugis tinggal di Sei Itik Darat mengawinkan anaknya mukminah dengan Ismail Kelantan. Hasil perkawina yang pertama ini mendapatkan tiga orang anak kemudian kawin yang kedua dengan Jamaliah yang berasal dari Tasikmalaya Jawa Barat.

Surat yang ditulis Ismail Kelantan kepada Syarif Muhammad bin Syarif Yusuf Sultan Pontianak, tertanggal Pontianak 28 Pebruari 1924, dapatlah diketahui bahwa pertama beliau dilantik sebagai Naib hakim di Rad agama Pontianak 12 Agustus 1920 M dan Menjadi Mufti kerajaan Pontianak (1910 /1328). Beliau salah seorang ulama yang pertama menggantikan hotbah bahasa Arab menjadi bahasa Indonesia. Adanya pristiwa tersebut beliau diminta oleh sultan Pontianak Syarif Muhammad Alqadrie untuk menjelaskan permasalahan agar tidak terjadi polemik di masyarakat. Atas penjelasannya dapat diterima sultan maka beliau diperbolehkan dan membuat bacaan hutbah tersendiri yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat saat itu. Sebagai seorang ulama beliau juga berhasil dalam perdagangan kain sutera dari Kelantan ke Champa di Kemboja, sehingga dapat memiliki sebuah hotel yang terletak di Sungai Kapuas Pontianak disamping tempat tinggal juga tempat beliau mengajar.

Pada masa menjadi mufti di Kesultanan Pontianak ada tiga orang ulama yang bernama Ismail dengan peranan yang berbeda. Dua orang yang bernama Ismail bin Abdul Latif dikenal dengan (Ismail Jabal) berpangkat Adviseur penasehat Raad Agama Kesultanan Pontianak dan Ismail bin Abdul Karim (lebih dikenal Ismail Mundu). Mufti kerajaan Kubu Kalimantan Barat

Pulang Ke Kelantan

Selama 27 tahun berada di Kalimantan Barat Ismail Kelantan melanjutkan dakwahnya meninggalkan daerah Pontianak untuk kembali ke negeri kelahirannya Kelantan pada 1354 bersamaan 1935 M. Masa dikampung halamannya Haji Ismail dilantik sebagai guru agama di istana, imam besar masjid al-Muhammadi di Kota Bharu. Meninggal di Kelantan 18 Muharram 1370 bersamaan 29 Oktober 1950 dikebumikan di Kg.Labok, Machang

Karya Kitab

1. Fatwa as-Saiyid Abdullah Ibnu Almarhum as-Saiyid Muhammad Shalih az-Zawawi soal jawab dari tanah Jawa, diselesaikan pada 25 Syawal 1330 Hijrah.

2. Risalah Jumat dan sembahyang zhuhur Muadah. Salinan 3 Rabiulawal 1345 H

3. Pedoman kemuliaan manusia. Ditulis pada 22 Januari 1938

2. Haji Ismail bin Haji Abdul Latif ( Ismail Jabal )

Ismail Jabal lebih terkenal dari nama yang sebenarnya Ismail Abdul Latif, kepepuleran beliau dikenal mempunyai ilmu yang sangat luas disegani para ulama pada zamannya, bersahabat dekat dengan Haji Ismail bin Haji Abdul Karim atau sering disebut Ismail Mundu, dan Ismail Kelantan pada masa yang sama nama Ismail cukup berpengaruh di kesultanan Pontianak. Ketiga tokoh ulama ini mempunyai peran yang berbeda-beda Ismail Jabal berpangkat Adviseur Penasehat Agama Kerajaan Pontianak Pada masa kesultanan Syarief Muhammad bin Syarief Yusuf Alqadrie. Ismail Mundu menjadi mufti kerajaan Kubu sebuah kerajaan yang dipopulerkan oleh Tuan besar Al-Idrus di Kalimantan Barat. Ismail Kelantan menjadi mufti pada kerajaan Pontianak. Pada tarikh 28 Februari 1924*.

Usia Ismail Jabal lebih muda dari Ismail Kelantan. Beliau sampai di Mekkah sekitar tahun 1870 pada usia lima belas tahun. Pertama ilmu yang dipelajari adalah ilmu fiqih dengan mufti dari empat mazhab di Makkah, kemudian dengan Abdallah Al-Zawawi. Barangkali pertemuannya dengan Ustman Al-Puntiani bin Syihab Al-Din-lah (Ismail Kelantan) yang membangkitkan minatnya akan tasauf. Menerima pelajaran pertamanya dalam tarekat dari Muhammad Shalih sendiri yang sudah lanjut usia, setelah Muhammad Shalih wafat ia menerima khalifah utama syaikh tersebut, Muhammad Murad Al-Qazani Al-Uzbaki. Ia memerima ijazah untuk mengajarkan tarekat menjadi guru terkenal dan tinggal disebuah rumah di Jabal Hind yang merupakan harta wagf yang disumbangkan oleh keluarga penguasa Pontianak, bersebelahan dengan makam mendiang Sultan Hamid I (W.1289/1872)*. Mengenai nama “ Jabal” yang melekat dibelakang namanya untuk membedakan dengan nama Ismail lainnya. Ia mengajar di Jabal Hind dan dikenal guru dari Jabal Hind, sehingga dipanggil oleh murid-muridnya dengan sebutan Ismail Jabal.

Pada tahun 1919, setelah setengah abad di Makkah, Ismail kembali ke Kalimantan dan menetap di Pontianak sebagai seorang ‘alim dan syaikh tarekat. Masyarakat mengakui keilmuannya yang paling arif dari generasinya. Ismail Jabal bukanlah satu-satunya khalifah Mazhariyah di Kalimantan Barat; Muhammad Murad Al-Qazani mengangkat tiga khalifah lagi, semuanya bertempat tinggal di Pontianak.

· Sayyid Ja’far bin Muhammad Al-Saqqaf;

· Sayyid Ja’far bin Abd Al-Rahman Al-Qadrie (putra seorang pangeran)

· Haji Abd Al-Aziz (penduduk Kampung Kamboja)

Murid Ismail Jabal yang terkenal di Kalimantan Barat yang menerima baiat ijazah darinya Syeikh Abdurani Mahmud Al-Yamani dengan Tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah dan ia juga menjadi wakil tunggal Abah Anom dalam Tarekat Qadariyah wa Nagsyabandiyah ijazah yang diberikan setelah mengunjungi Abah Anom pada tahun 1976. Pengaruh Tarekat ini cukup besar tidak hanya di Pontianak bahkan sampai ke Sarawak, yang juga sudah dikenalkan oleh Abd Al-Latif bin Abd Al-Qadir Al-Sarawaki.

Menurut penuturan cerita dari keluarga Ismail Jabal beliau tidak bisa digambar, suatu saat ketika beliau sakit ingin makan buah kurma, seketika buah tersebut sudah berada disampingnya dan saat ibu buah kurma sulit dicari kecuali orang yang baru datang dari Makkah.Kalangan penganut aliran Tarekat Qadariyah wa Nagsyabandiyah di Jawa sering datang menziarahi makam beliau yang terletak di kampung Tambelan Sampit Pontianak.Beliau meninggalkan juriat dari isteri pertama bernama Hajjah Siti Hawa berasal dari kampung Kamboja Pontianak, kedua Maimunah binti Ishak kampung Tambelan mendapatkan anak Hajjah Patmah dan isteri yang ketiga Aisyah binti Haji Usman, dari isteri yang ketiga ini ia mendapatkan anak Maimunah dan Hajjah Arpah*

Karya Kitab ;

Ilmu Hikmah yang diijazahkan kepada muridnya Haji Mustapa bin Cek Umar kampung Kuantan Pontianak pada tahun 1323 H/ 1907 M. Kedua kitab Dalailul Hairat.

3. Haji Ismail bin Haji Abdurrahman bergelar Tok Kaya

Mempunyai peranan sebagai tokoh masyarakat, Tokoh adat yang menangani berbagai urusan kemasyarakatan dan salah seorang yang mendatangkan ulama dari negeri Arab Makkah Haji Abdullah Al-Habsy. Haji Ismail bin Abdurrahman cucuk dari Panglima Abdurrani keturunan Siak Indrapura, kedatangannya ke Kalimantan Barat ketika terjadi perlawanan antara Melayu Riau dengan Portugis dalam rangka perebutan daerah kekuasaan negeri Johor. Masuk ke sungai Kapuas dengan beberapa buah perahu, bermula perahu ditambatkan di muara Kapuas,mendapatkan banyak tumbu-tumbuhan jeruju (sejenis tanaman menjalar) beliau menamakan daerah Jeruju, diantara anak buah perahu yang sampai di sungai Kapuas ada yang bernama Tok Kaye Kamil, Tok Tiram dan Panglima Subuh. Pada masa itu sedang berkuasa Sultan Syarief Abdurrahman Al-Qadrie Sultan Pontianak.

Dalam tradisi lisan yang berkembang dikalangan orang Melayu di Kampung Tambelan Sampit, Tok Tiram seorang yang dianggap kurang sopan mempunyai prilaku yang tidak baik dari kalangan istana ia mendapat hukum adat dan diharuskan pergi meninggalkan daerah Pontianak. Tok Tiram berangkat dari sungai Kapuas tempat dimana selama itu ia berlabuh menuju suatu daerah, dalam perjalanan ia menemukan suatu sinar yang terang diikutinya sinar itu dan berlabuh pada suatu tempat membuat sebuah perkampungan dengan nama kampung Timbalan, daerah Timbalan kini berada di Riau*.

Pada masa kesultanan Syarief Abdurrahman Al-Qadrie yang dipercaya ada tiga orang dianggap mempunyai kemampuan dalam membantu dikesultanan Pontianak. Pertama Abdurrani diberikan kepercayaan untuk membangun daerah yang bernama kampung Tambelan , kedua Kapitan Kombeng dan yang ketiga dari Banjar. Menurut kepercayaan masyarakat yang masih ada sampai saat ini, Kapitan Kombeng adalah seorang dari keturunan Tionghua mempunyai isteri yang cantik, pada suatu saat isterinya masuk Islam, meminta perlindungan dengan masyarakat di kampung agar dapat terhindar dari amukan suaminya Kapitan Kombeng merasa malu atas prilaku isterinya ia pergi dan keluar dari kampung dan membuat perkampungan sendiri yang disebut Parit Mayor.

4. Haji Ismail bin Haji Mustapa

Mempunyai peranan sebagai salah seorant ahli tabib pengobatan. Zulkaidah Sanat 1320 H (Desember 1907 M).Haji Ismail Mustafa dikenal dikalangan masyarakat luas diluar Kalimantan Barat sebagai seorang yang menyusun kitab pengobatan Melayu buku dengan ukuran kecil 16,5 x 10 sm yang terdiri dari 44 halaman dalam buku tersebut membicarakan ilmu pengobatan di dalam buku tertulis dengan nama al-Haji Ismail bin al-Haji Mustafa, Pontianak di kampung Tambelan; tarikh hari Rabu Sanat Zulkaidah 1320 H (bersamaan Bulan Desember 1907 M).

Bab buku pada awal membicarakan penyakit-penyakit medu, sakit hati, sembelit, rejan, senggugut, meroyan, busung darah, masalah haid, keputihan dan lainnya. Pada bab berikutnya yang berhubungan dengan syahwat dan pada bab akhir cara membuat obat dan lain sebagainya. Buku tersebut secara lengkap membicarakan tentang penyakit yang ada di dalam diri manusia. Malaysia kawasan Melayu semenanjung yang masih banyak menggunakan pengobatan tradisional mengambil pelajaran dari buku yang dikarang beliau. Meninggal di kampung Tambelan Sampit dimakamkan dipemakaman keluarga besar Haji Abdurrani yang bergelar Tok Kaye Mude Pahlawan (gelar yang diperoleh dari Siak Indrapura) dan gelar Tok Kaye Setia Lile Pahlawan.*

5. Haji Ismail bin Haji Abdul Karim (Ismail Mundu)[2]

Sebuah silsilah yang peroleh di Pontianak, Kalimantan Barat ada menyatakan bahwa Haji Utsman (Daeng Pagalak) datang ke Pontianak bersama seorang anaknya, dari negeri Bugis. Anak Haji Utsman (Daeng Pagalak) ada enam orang. Anak yang ketiga bernama Haji Abdul Karim. Haji Abdul Karim memperoleh anak laki-laki empat orang. Anaknya yang sulung bernama Haji Ismail iaitu ulama yang diriwayatkan ini. Gelar beliau yang selalu disebut-sebut oleh masyarakat ialah Mufti Haji Ismail Mundu atau Mufti Kubu. Anak Haji Abdul Karim bin Haji Utsman yang kedua bernama Haji Umar. Anak Haji Umar bernama Haji Abdul Hamid. Anak Haji Abdul Hamid ialah Ambok Pasir. Keturunan ini pada satu ketika dulu sangat terkenal di Singapura

Haji Umar 12 kali kawin. Daripada perkahwinannya dengan Halimah Ragiak, beliau memperoleh dua orang anak. Anaknya yang bernama Hajah Hafshah dikahwinkan dengan Saiyid Ali bin Saiyid Abdullah az-Zawawi. Anak Saiyid Ali bin Saiyid Abdullah az-Zawawi ialah Saiyid Yusuf az-Zawawi yang pernah menjadi Mufti KerajaanTerengganu.
Haji Ismail bin Haji Abdul Karim mendapat pendidikan awal daripada golongan ulama Bugis yang tinggal di Kalimantan Barat. Kitab yang dipelajari adalah dalam bahasa Arab dan kitab tulisan Bugis dalam bahasa Bugis.

Beliau juga belajar dengan ulama Melayu . Pendidikannya yang terakhir di Makkah.Baik sewaktu tinggal di Makkah maupun setelah pulang ke dunia Melayu, Haji Ismail bin Haji Abdul Karim selalu mendekati para ulama. Apabila berdampingan dengan ulama-ulama yang setaraf dengannya, bahkan yang kurang ilmu daripadanya, beliau lebih suka mendengar. Beliau tidak menonjolkan diri. Prinsipnya lebih baik diam daripada banyak berbicara menyalahkan orang. Lebih baik berzikir secara dawam (berkekalan) Ilmu adalah nur (cahaya) kepada Haji Ismail. Ilmu adalah suatu yang semerbak mewangi. Cahaya dan wangian pasti akan lahir jua.Haji Ismail Mundu walaupun beliau tidak suka menonjolkan diri Setelah beliau pulang dari Makkah, beliau dilantik menjadi Mufti di Kerajaan Kubu, yaitu sebuah kerajaan kecil di Kalimantan Barat

Pada masa yang sama di Pontianak ada tiga ulama besar yang bernama Ismail. Dua orang lagi ialah Haji Ismail bin Abdul Lathif (lebih dikenali dengan sebut Haji Ismail Jabal) yang pangkatnya adalah Penasihat Agama Kerajaan Pontianak dan yang seorang lagi ialah Haji Ismail bin Abdul Majid yang berasal dari Kelantan. Haji Ismail bin Abdul Majid Kelantan kemudian dilantik sebagai Mufti Kerajaan Pontianak. Selain tiga orang ulama yang tersebut, pada zaman yang sama, berdasarkan surat tarikh Pontianak, hari Khamis, 13 Februari 1936 M bersamaan 20 Zulhijjah 1354 H, tokoh-tokoh tertinggi yang menangani urusan Islam dalam kerajaan Pontianak dan kerajaan-kerajaan kecil di bawah takluknya ada yang dinamakan Seri Paduka Hakim iaitu Seri Paduka Yang Maha Mulia Duli Tuanku Sultan Saiyid asy-Syarif Muhammad al-Qadri.

Di bawahnya ada Sekretaris Luar Biasa yang disandang oleh Paduka Pangeran Adi Pati Anom Seri Maharaja Syarif Utsmanal-Qadri. Selain itu ada yang dinamakan Naibul Hakim yang disandang oleh Syarif Abdullah bin Ahmad Saqaf. Di bawahnya ada jawatan yang dinamakan Lid Tiga Orang. Ia disandang oleh Syarif Abdullah bin Ahmad Saqaf, Syarif Utsman bin Pangeran Aria dan Syeikh Muhammad bin Abdullah Habsyi.
Terakhir sekali dinamakan Adviseur Penasihat. Yang menyandang kedudukan ini ada dua orang iaitu Saiyid Muhammad bin Shalih bin Syihab dan Haji Ismail bin Haji Abdul Lathif (Ismail Jabal). Memperhatikan susunan kedudukan ini Haji Ismail bin Haji Abdul Lathif ialah sahabat terdekat Haji Ismail bin Abdul Karim, Mufti Kubu.
Dua orang murid yang dekat dengannya, yang mempusakai ilmu daripada ulama besar keturunan Bugis itu. Muridnya yang pertama ialah Haji Ibrahim Bugis (Guru Berahim alias Tok Guru) yang setiap hari, siang ataupun malam, didatangi oleh masyarakat termasuk pemimpin tertinggi di Pontianak pada ketika itu. Yang seorang lagi ialah Haji Ahmad Tata Pantas. Keunggulan dan kewibawaan peribadi ulama ini, apakah yang menyebabkan beliau menjadi ulama yang paling banyak disebut namanya, Golongan peringkat mana pun yang memerlukan beliau untuk menyelesaikan sesuatu masalah pribadi atau untuk kepentingan umum semuanya dilayani dengan penuh ikhlas tanpa mengharapkan sesuatu.

Tiada masalah yang tiada dapat diatasi, Haji Ismail Mundu mengutamakan resipi unggul dan ampuh, iaitu menganjurkan seseorang yang bermasalah terlebih dulu mengucap istighfar (minta pengampunan kepada Allah) sebanyak yang mungkin atau dalam jumlah yang tertentu.Sesudah itu beliau menyuruh mereka beramal sendiri dengan amalan-amalan wirid yang pernah dikerjakan oleh Nabi Muhammad s.a.w., para sahabat, para Wali Allah dan amalan para ulama. Apabila cukup syarat mengerjakan amal dan ikhlas hati, insya-Allah doa selalu dikabulkan oleh Allah dan semua masalah yang sedang dihadapi dapat diatasi.

Haji Ismail bin Abdul Karim meninggal dunia pada hari Khamis, 15 Jamadilakhir 1376 H/16 Januari 1957 M. Sungguhpun beliau telah meninggal dunia pada tahun itu namun hingga tahun 1980-an nama Haji Ismail Mundu masih sering disebut-sebut oleh masyarakat Pontianak terutama orang Melayu yang bercampur darah dengan Bugis.

Karya Kitab

1.Kumpulan Wirid, diselesaikan pada 1 Muharam 1349 H. Kandungannya membicarakan wirid untuk keselamatan dunia dan akhirat. Wirid keselamatan yang dibangsakan kepada duniawi adalah untuk penjagaan diri daripada pelbagai bentuk dan corak permusuhan sesama makhluk Allah. Selain itu ia juga membantu kelancaran rezeki dalam urusan penghidupan. Walau bagaimana buruk kemelesetan ekonomi, seseorang yang dibekalkan dengan wirid-wirid tertentu tiada akan berasa takut untuk berhadapan dengannya.
Dalam naskhah tersebut dinyatakan apabila hendak beramal terlebih dulu perlu dibaca al-Fatihah yang dihadiahkan kepada Nabi Muhammad s.a.w.. Selanjutnya dibaca al-Fatihah kepada zuriat Nabi Muhammad s.a.w.. Yang disebut ialah Habib Ahmad bin Isa al-Muhajir, dan Habib Muhammad bin Ali Ba Alawi. Naskhah yang ada tidak terdapat nama percetakan, tetapi pada halaman terakhir terdapat cop mohor beliau. Sehubungan dengan risalah ini ada lagi yang dinamakan Risalah Amalan.

2. Kitab Mukhtashar ‘Aqaid, diselesaikan di Teluk Pak Kedai, hari Jumaat, pukul 5 petang, 18 Rejab 1351 H. Kandungannya merupakan pelajaran ilmu akidah untuk hafalan anak-anak.DicetakolehAnnashar&Co,Pontianak.
3. Jadwal Hukum Nikah atau Jadwal Nikah Soal-Jawab, diselesaikan hari Selasa, 15 Muharam 1355 H. Ini keterangan yang dicetak oleh Kantor Tulis dan Toko Kitab as-Saiyid Ali Al-‘Aidrus, Kramat No. 38 Batavia Centrum. Tetapi pada mukadimah cetakan Mathba’ah al-Islamiyah, Victoria Street, Singapura, Mufti Haji Ismail Mundu menulis, “Maka tatkala adalah tahun seribu tiga ratus lima puluh tujuh dari pada hijrah Nabi... (1357 H/1938 M, pen:) bergeraklah hati saya dan cenderunglah fikiran saya bahawa hendak memungut akan beberapa masalah soal jawab pada bicara hukum nikah....”
Risalah ini diberi kata pendahuluan oleh Muhammad Ahmad az-Zawawi, kata pengantar oleh Mufti Kerajaan Johor ‘Alwi bin Thahir bin ‘Abdullah al-Haddad al-‘Alawi dan kata pujian oleh Ketua ulama Singapura, ‘Abbas bin Muhammad Thaha, Pejabat Qadhil Qudhah, Singapura, 7 Rabi’uts Tsani 1358 H. Kandungannya disebut oleh Muhammad Ahmad az-Zawawi pada kata pendahuluannya yang bertindak bagi kewarisan Mufti Haji Ismail Mundu, bahwa “diterbitkan kitab ini supaya menjadi pedoman bagi siapa yang hendak mengetahui hukum-hukum agama dalam pernikahan, talak, rujuk, fasakh, edah, dan lain-lain. Memberi pemahaman soal jawab dan jadual yang tersusun dengan peraturan yang mudah menggunakan bahasa Melayu, supaya diketahui dan juga bagi mereka yang akan melaksanakan perkawinan baik laki-laki dan perempuan. Dan kitab ini telah ditashihkan dan diakui oleh Tuan Mufti Kerajaan Johor dan pujian olehSingapura.”
Sungguhpun Risalah Jadwal Nikah Soal-Jawab merupakan risalah yang tipis, namun terdapat juga pemikiran beliau tentang kedudukan sosial kemasyarakatan tentang hukum kufu. Pada zaman seperti sekarang ini ramai orang membicarakan bahwa orang kaya adalah tidak kufu kahwin dengan orang miskin. Haji Ismail Mundu menyatakan hujah sebaliknya. Tulis beliau, “Maka nyatalah daripadanya bahwa kaya itu tiada ia dibilangkan daripada segala perkara kufu. Oleh karena harta itu datang dan pergi, tiada mengambil kemegahan dengan dia segala mereka yang mempunyai perangai dan mempunyai mata hati.

Masyarakat yang umum kebanyakannya hanya mengetahui dua jenis wali nikah, iaitu wali aqrab dan wali hakim, namun dalam risalah ini juga dibicarakan ‘wali tahkim’. Wali tahkim adalah tidak sama dengan wali hakim. Mufti Haji Ismail Mundu menyebut bahwa syarat harus bertahkim ada tiga perkara iaitu pertama, ketiadaan wali; kedua, ketiadaan hakim (maksudnya wali hakim) di negeri itu; dan ketiga,laki-laki yang dijadikan wali tahkim itu adil. Selanjutnya Mufti Haji Ismail Mundu menambah keterangannya bahwa “tiada wajib perempuan dan laki-laki yang berkehendak nikah itu hadir kedua-duanya di hadapan orang yang adil itu. Ini atas qaul Ibnu Hajar dalam Tuhfah....”

Penulis ketika pada tahun 80 -an dapat kesempatan mempelajari kitab-kitab beliau dari Guru Ibrahim Basyir yang menyimpan kitab-kitab dan karya Mufti Haji Ismail Mundu yang diterbitkan pada tahun 1938. Penulis mendapatkan penjelasan bahwa kitab Jadual Hukum Nikah adalah salah satu kitab rujukan hukum nikah di Indonesia. Selain itu kitab amalan Zikir Tauhid. Telok Pakedai sebuah kawan yang kini menjadi daerah kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat, terdapat sebuah masjid yang megah ditengah hutan hasil bantuan murid-muridnya dan dari Negara Malaysia. Setiap saat makam beliau sering dikunjungi oleh masyarakat baik yang datang dari Kalimantan Barat maupun luar daerah. Makam beliau dan masjid lebih dikenal dengan sebutan masjid “Batu Ismail Mundu”. Beliau sangat dihormati masyarakat sehingga gambar-gambar beliau tidak hanya disimpan dirumah-rumah muridnya akan tetapi disimpan juga dirumah non muslim dan pergi menziarahi makamnya.

Penutup

Kelima dari tokoh yang ditulis ini mempunyai peran yang berbeda, yang menarik dari lima tokoh tersebut sama-sama terkenal, tiga orang berasal dari Kampung Tambelan Sampit antara lain;

1. Haji Ismail bin Haji Abdul Latif bergelar Ismail Jabal

2. Haji Ismail bin Haji Abdurrahman bergelar Tok Kaye

3. Haji Ismail bin Haji Mustapa

Makam dari tiga tokoh tersebut berada di Kampung Tambelan Sampit Pontianak Kalimantan Barat. Mereka adalah keturunan dari Panglima Abdurrani yang bergelar Tok Kaye Mude Pahlawan. Tok Kaye Setia Lile Pahlawan dari Siak Indrapura. Para tokoh-tokoh tersebut sangat berperan menegakkan siar Islam di Kalimantan Barat nama mereka cukup populer di kawasan Borneo, Malaysia, Johor, Brunai,Thailand, Filipina dan negara Arab. Ajaran yang dikembangkan mereka di dalam tarekat maupun zikir, ilmu hikmah berkembang mempunyai ribuan murid yang tersebar dimana-mana. Semoga jerih payah yang takpernah kenal lelah memberikan teladan bagi generasinya untuk tetap mempelajari ilmu agama Islam dan berjuang di jalan yang benar

Haji Ismail Al-Kelantani.dan Haji Ismail Abdul Karim



* H.Dato Zahry Abdullah Al-Ambawi. Majelis Adat Budaya Melayu Kalbar

* M.Natsir. Peneliti Pada Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Pontianak Wilayah Kalimantan

* Ahmad, Zaki bin Berahim 2008. Haji Ismail Pontianak. Analisa Sumbangan Dan Peranan Islahnya Di Borneo Dan Malaysia Barat. Uitm Samarahan Sarawak.

* Wan Mohd, Shagir Abdullah. Utusan Melayu (M) BHD 46M, Jalan Lima Off Jalan Chan Sow Lin,55200 Kuala Lumpur. Posting By. Natsir 19 April 2009

* Wan Mohd Shaghir Abdullah

* Tarekat Nagsyabandiyah di Riau dan Kalimantan Barat hal 121

* Wawancara penulis dengan ustadz Haji.Yunus Mohan

Dan Syafarudin (Juriat Ismail Jabal) pada (tgl,18 April 2009 di Pontianak)

* Wawancara penulis dengan H.Abdul Hamid bin Kasim (Tgl 18 April 2009)

[1] Wan Mohd.ShaghirAbdullah. posting By Natsir 18 Januari 2007

Tidak ada komentar: