KAMPUNG DALAM BUGIS DALAM LINTASAN SEJARAH
Oleh : M.Natsir*
Wilayah Kelurahan Dalam Bugis merupakan suatu wilayah yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Pontianak Timur yang mempunyai luas wilayah 198 Ha. Kelurahan yang tidak begitu luas yang umumnya lebih dikenal dengan sebutan Kampung Dalam Bugis.Kampung Dalam Bugis mempunyai batas-batas sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Hilir
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Saigon
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Tambelan Sampit
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Kapuas.Kecil
Kelurahan Kampung Dalam Bugis dengan posisi ketinggian dari permukaan laut 0,85-2,00 m, curahan hujan yang biasa terjadi dimulai pada bulan Nopember dan Desember dengan curahan hujan kurang lebih 1.500 -2000 mm/th. Suhu dataran rendah yang merupakan topografi daerah ini berkisar antara suhu rata-rata 22 Co-34 Co. Jarak Kecamatan Pontianak Timur dengan Wilayah Kelurahan Dalam Bugis tidak begitu jauh hanya sekitar 2 km, sedangkan menuju ke pusat kota Pontianak sekitar 3 km dari Kelurahan Dalam Bugis
Wilayah Kelurahan Dalam Bugis yang merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0,85-2,00 m dari permukaan laut. Banyaknya Pendududk membangun rumah-rumah tempat tinggal yang berada di tepian Sungai Kapuas. Antara rumah p[enduduk yang ada cukup padat dan berhimpitan terutama di wilayah yang disebut dengan Kampung Beting dengan rumah- rumah yang cukup sederhana, masyarakat yang mendiami wilayah ini dengan pasilitas yang sederhana. Kebersihan dan lingkungan yang asri menjadikan wilayah ini sebagai salah satu daerah Tujuan wisata.
Bangunan rumah tradisional yang dikenal dengan rumah panggung masih ada dan tinggal beberapa buah. Masyarakat yang berdomisil didaerah ini kebanyakan adalah suku-suku Bugis dan suku Melayu tinggal di pinggiran Sungai Kapuas, Sungai Kapuas yang menjadi transfortasi dan urat nadi perdagang pada saat itu, dikarena tranfortasi jalan darat belum ada, mereka datang ke Pontianak dengan menggunakan perahu-perahu, sesuai dengan pendapat Veth (1854) bahwa para pendatang dan pedagang yang datang ke Kota Pontianak melalui transfortasi jalan Sungai Kapuas dan mendirikan rumah membuat perkampungan baru di sepanjang Sungai Kapuas Kecil. [1]
Jalur transfortasi yang dilalui oleh para pendatang, lebih memungkinkan dan wilayah Kalimantan Barat yang menjadi jalur sutra perdagangan pada saat itu, menjadikan daerah
Asal Usul Kampung Dalam Bugis
Kegiatan penyebaran agama Islam merupakan suatu proses yang sangat penting dalam sejarah
Sehubungan data tertulis tidak diperoleh maka penulis mencoba untuk mengumpulkan data-data tentang sejarah kampung ini melalui para informan. yang terdiri dari tokoh-tokoh berpengaruh di kampung ini. Data yang diperoleh dari para informan terus diolah hingga berupa data yang valid. Dari data dan keterangan yang bersumber dari informan tersebut, dapatlah disusun tentang sejarah Kampung Dalam Bugis sebagai berikut: Sejarah tentang berdirinya Kampung Dalam Bugis. Sekitar tahun 1872 Sultan Syarif Hamid Alkadri meninggal, sebagai gantinya Syarif Yusuf Alkadri yang juga putra sulung Syarif Hamid Alkadri diangkat sebagai Sultan Pontianak. Pada masa kekuasanya telah hilang politiknya, dalam menentukan pajak harus tunduk kepada pemerintah Belanda dan sultan hanya mengkordinasi penarikan pajak yang kemudian hasilnya diserahkan kepada pemerintah Belanda. Sultan Syarif Yusuf terkenal sebagai Sultan yang sangat kuat berpegang teguh pada ajaran-ajaran Islam dan menjadikannya terkenal di antara raja-raja baik yang ada di Kalimantan Barat maupun di luar Kalimantan Barat. Sehingga semakin banyak berdatangan para pedagang dari daerah Bugis, Banjar, Bangka dan Belitung, Serasan dan Tambelan, Sampit, Kamboja, Bali, Melayu dan sebagainya. Kemudian para pedagang ada yang berminat dan meminta restu kepada Sultan untuk menetap dan membuka pemukiman baru di sepanjang Sungai
.Kota
Sebelum berdirinya Kampung Dalam Bugis, daerah yang sekarang menjadi Kampung Dalam Bugis, pada awalnya merupakan kampung dengan sebutan Kampung Dalam yang bersebelahan dengan Kampung Luar (Tambelan Sampit). Pada waktu itu Kampung Dalam merupakan pusat Kerajaan
Perkembangan lebih pesat terjadi bagi
Kemudian setelah itu banyak berdiri perkampungan-perkampungan yang berorientasi pada nama asal pendirinya, sehingga menyebabkan terbentuknya masyarakat heterogen yang merupakan salah satu ciri utama penduduk
Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa sungai merupakan jalur transportasi utama yang terpenting sehingga memudahkan hubungan dagang mereka baik pada kerjaan-kerajaan di sekitar
* M.Natsir,S.Sos.M.Si. Peneliti Budaya Pada Balai Pelestarian Sejarah Dan Nilai Tradisional
[1] P.J.Veth, dalam Hasanuddin, dkk. 2000.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar