IV. 3.1 Nama Dan Latar Belakang Upacara
3.1.1 Upacara Mandi Safar.
Safar umumnya disebut oleh suku Melayu dengan sebutan Safaran atau bulan naas yang dilakukan oleh masyarakat dari suku Melayu Kalimantan Barat, hal ini seperti menjadi suatu kewajiban bagi suku tersebut, akan tetapi bukan bagian dari kewajiban agama Islam. Sehingga masyarakat dari suku Melayu hanya sebagian yang masih melakukannya dan pada umumnya mereka yang masih tinggal di daerah-daerah pedalaman dan juga daerah perkotaan.
Upacara mandi safar yang dilakukan pada bulan Safar, umumnya dimuara sungai maupun digang-gang yang mempunyai paret – paret kecil dan juga di dalam rumah. Keluarga besar di dalam sebuah perkampungan yang masih mempunyai adat istiadat yang kuat, jika tidak dilakukan pada tempat terbuka maka ada juga yang melakukannya di dalam atau pada tempat yang tertutup pada umumnya air yang disediakan adalah air khusus yang sudah dibacakan oleh tetua kampung.
Foto 1
Bapak M.Salim Yusuf Sedang Membuat
Tulisan Di Atas Daun Menjuang
Kepercayaan masyarakat dengan mandi Safar akan menghilangkan kesialan pada anggota tubuh dan memohon keselamatan atas bala yang datang pada bulan tersebut. Ketentuan mandi Safar dengan kesepakan bersama – sama warga daerah, perkampungan dengan menuju pada suatu lokasi tempat permandian dan berbekal berbagai keperluan untuk makan di tempat tersebut. Kepercayaan pada pada bulan ini mengandung bayak bencana, sehingga masyarakat mengambil pelajaran dari kejadian yang menimpa para nabi-nabi dan rasul yang banyak terjadi pada zamannya. Bala bencana harus dihindari dengan selalu memohon ampun kepada Tuhan Yang Maha Esa perbuatan ini diwujudkan tidak hanya berdoa melainkan di lakukan dengan ritual mandi-mandi.
Foto 2
Huruf AlQuran Yang Di tulis Di Atas Daun Menjuang
Kenyakinan masyarakat bahwa pada bulan Safar adalah kesempatan untuk mensucikan seluruh tubuh, karena jika badan dan jiwa yang kotor akan mudah datangnya bencana yang menimpa. Dengan begitu kepercayaan in masih dominan dilakukan pada setiap tahunnya. Kejadian yang menimpa para
Rasul dan Nabi-nabi sperti tersebut ini antara lain ;
• Diselamatkannya Kapal Nabi Nuh dari bahaya banjir
• Terhindarnya Nabi Ibrahim dari bahaya api
• Terhindarnya Nabi Musa AS dan Nabi Harun dari bahaya ditelan laut
• Terhindar Nabi Ilyas dari bahaya kayu
Memohon ampun kepada Allah SWT agar terhindar dari segala bala bencana. Sebagai umat manusia wajiblah memohon ampun dan perlindungan darinya. Manusia memang tempat salah dan menyadari kesalahan adalah bagian dari kenyakinan, tergantung tingkat keimanannya. Wujud dari kenyakinan itu diimplementasikannya dengan upacara ritual, yang mengambarkan sebagai sebuah simbol dari suatu pristiwa.
3.2 Maksud Dan Tujuan
Ritual mandi Safar dengan maksud untuk menolak bala bencana, yang menimpa dan menjadi sebuah kenyakinan masyarakat bahwa akan membawa kesialan bagi anggota badan jika tidak dibersikan pada bulan tersebut. Akan cepat datangnya bala bencana karena bayaknya dosa-dosa yang ada di dalam tubuh manusia. Bala bencana berupa siksaan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Kenyakinan mandi-mandi tersebut bahwa hal ini akan terhindar jika dengan sungguh-sungguh memohon ampun dengan wujud mandi disungai yang dinyakini seperti dosa yang gugur mengikuti aliran air yang mengalir.
Selanjutnya dengan mengadakan upacara ini, bahwa apapun bencana akan dapat terhindar. Dengan kenyakinan rasa was-was terhadat bencana tidak akan datang menimpa, di maksudkan bencana tersebut akan datang jika ritual mandi-mandi Safar tidak dilakukan. Dan menjadi seperti sebuah kewajiban bagi suku Melayu tersebut.
Ritual mandi Safar seperti menjadi suatu kewajiban yang diwariskan oleh nenek moyang pada wilayah tertentu secara geografis yang umumnya dilakukan oleh masyakat yang mendiami daerah perairan, pantai sepanjang pesisir wilayah Kabupaten Pontianak dan Kalimantan Barat secara umumnya. Upacara yang dilakukan secara turun-menurun tidak berani dilanggar oleh keturunan, masih tetap dilaksanakan dan dihawatirkan akan mendapat kutukan dari para leluhur yang telah melaksanakan adat tersebut.
Pada zaman kini upacara ritual mandi-mandi Safar masih tetap dilaksanakan dengan berkumpulnya beberapa orang baik dari pihak keluarga tertentu maupun fihak keluarga lainnya berkumpul pada suatu tempat yang telah ditentukan bersama, mereka saling kenal sehingga terjadinya interaksi antar warga dan tidak menutup kemungkinan terjadinya asimilasi dari berbagai suku yang ada, perlakuan upacara rituan mandi Safar kini tidak hanya pada masyarakat suku Melayu akan tetapi ada juga dari suku-suku pendatang lainnya yang ikut membaur dan beradabtasi dengan lingkungan, seperti rasa solidaritas sesama warga yang mengadakan ritual tersebut.
Ketika upacara selesai dilaksanakan masing-masing peserta upacara menyantap makanan, dan beberapa kue yang dibawa dari rumah dan juga tidak ketinggalan para pedagang makanan maupun pedagang mainan turut meramaikan kegiatan yang selalu diadakan pada setiap tahunnya ini
3.3 Waktu Dan Tempat Penyelenggaraan
Hari Rabu terakhir pada bulan Safar menjadi hari yang penting bagi suku Melayu, sampai kini belum ada yang bisa menjabarkan secara mendetil, mengapa harus harinya menjadi hari Rabu, padahal hari-hari semua terbaik yang dijadikan Tuhan Yang Maha Kuasa untuk segala makhluk di atas muka bumi ini. Pagi hari sampai sorenya hari Rabu menjadi hari yang sangat bermakna pantangan dan larangan dengan hal-hal kehidupan menjadi sebuah kepercayaan masyarakat pendukungnya. Umumnya setelah shalat subuh mereka sudah mempersiapkan diri dengan tidak bekerja seperti biasa, hanya menunggu waktu tersebut sambil mempersiapkan perlengkapan yang akan dibawa pada upacara mandi Safar tersebut.
Foto 3
Persiapan Perlengkapan
3.4 Tempat Penyelenggaraan Upacara
Umumnya tempat penyelenggaran upacara ritual mandi Safar di sungai-sungai yang airnya mengalir dari hilir kehulu. Muara sungai, persimpangan sungai atau di daerah tepi pantai yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat dalam melakukan upacara. Akan tetapi tidak semua wilayah yang mempunyai sungai-sungai yang dimaksudkan, namun takala pentingnya juga dilakukan di alam terbuka lembah-lembah di balik bukit dan dirumah-rumah penduduk. Kesepakatan warga kampung umumnya dengan menunjuk pada suatu lokasi yang memang cukup jauh menurut ukuran tertentu, akan tetapi semua dapat di atasi dengan cara bergotong royong menyewa beberapa bis-bis yang bisa mengangkut mereka. Bahkan sebagian lagi menggunakan sepeda motor untuk menuju ketempat juan yang disepakati bersama.
Bagi keluarga dan kaum kerabat yang tidak pergi tempat yang jauh dapat mengadakan di tempat yang dianggap bisa dilakukan pada pinggiran sungai maupun di dalam rumah tangga sendiri, setelah selesai mereka berkumpul dengan makan bersama dan saling tukar menukar makanan yang dibawa masing-masing. Ada juga keluarga sebelumnya sudah mengadakan kesepakatan bersama dengan cara mengumpulkan uang dan membuat makanan sesuai yang diiginkan. Seperti makan saprah di halaman rumah, yaitu makan secara bersama sama dalam suatu tempat dengan tatacara yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat. Pada upacara mandi Safar sifatnya umum dan terbuka siapa saja bisa memimpin upacara akan tetapi yang berlaku di lingkungan masyarakat kabupaten Pontianak mengangkat seorang yang dianggap mampu dan mempunyai pengetahuan tentang ilmu agama maupun ilmu pengetahuan yang bersifat gaib. Ketua kampung,ketua adat dan orang yang dianggap memahami tata cara aturan upacara. Tata cara pengangkat pada umumnya atas kesepakatan para keluarga besar, sesuai dengan harapan agar acara tersebut mendapat keselamatan dan keberkahan di dalam menjalani kehidupan.
Bagi satu keluarga bisa juga orang yang memimpin adalah kepala keluarga. Kepala keluarga yang mengatur, memulai dan mengahiri acara tersebut. Para peserta upacara umumnya masyarakat Melayu yang beragama Islam. Mereka menyeleggarakan karena maksud untuk menolak segala bala bencana yang mungkin akan menimpa. Setidaknya dalam upacara ini adalah bagi suku Melayu untuk mengikuti adat yang telah berlaku secara turun-menurun. Tetapi pada saat ini keluarga dari suku Melayu maupun yang bukan dari suku Melayu ikut serta turut dalam upacara tersebut. Tujuan mengikuti acara tersebut disamping ingin mengetahui juga sebagai rekreasi mengisi masa liburan.
Pada upacara mandi Safar umumnya diikuti oleh seluruh keluarga, baik yang tua maupun muda, mereka tidak hanya meramaikan akan tetapi turut serta mengikuti acara tersebut secara hikmat. Bagi yang tidak mempercayai upacara dapat turut serta namun umumnya mereka berdiam diri dirumah masing-masing dan tidak menganggu saudaranya yang sedang mengadakan upacara. Tidak ada sanksi bagi yang tidak ikut, akan tetapi pada umum dari lingkungan tempat tinggal secara sadar dapat berlaku. Akan tetapi kondisi masyarakat tidak semuanya sama. Ada juga yang masih meragukan upacara tersebut sehingga mereka tetap bekerja seperti biasa.
Bagi masyarakat yang mempercayai, bahwa pada hari Rabu terakhir bulan Safar dianggap bulan yang banyak mendatangkan bencana, mereka sangat patuh pada tradisi setempat. Pantangan ini tetap mereka jalankan mulai dari terbit pajar sampai terbenam matahari.Tidak melakukan kegiatan-kegiatan baik para pekerja kasar buru , nelayan yang takut akan datangnya ombak besar. Anak-anak diarang pergi jauh-jauh, bermain yang dapat menimbulkan kecelakaan. Dilarang menebang pohon, maupun pergi kelaut untuk mencari nafkah. Pantangan ini adalah untuk menolak bala dan sebagai menetang bahaya bagi yang berani melakukannya.
3.5 Persiapan Dan Perlengkapan Upacara
Menjelang seminggu sebelum hari Rabu terakhir bulan Safar, beberapa kaum kerabat sudah mempersiapkan di rumah masing-masing, para orang tua maupun ibu-ibu berkumpul mengadakan kesepakan tentang makanan yang akan dipersiapkan pada hari Rabu. Perlengkapan makanan yang akan dibawa ke tempat upacara. Makanan yang akan dibawa terutama ketupat lemak, nasi lengkap dengan lauk pauknya, juga sambal ikan teri yang menjadi menu utama dari makanan tersebut. Kue-kue tradisional seperti apam, lepat lau, makanan ringan dan buah-buahan sebagai pelengkap makanan.
Foto 4
Pohon Daun Menjuang
Pada persiapan perlengkapan seperti mencari daun menjuang atau daun andung daun dari batang tumbuhan semak berbentuk lebar dan tebal, bewarna hijau kemerah-merahan. Daun ini tidak mempunyai tulang sehingga mudah dibentuk yang disesuaikan dengan keinginan. Daun menjuang banyak terdapat di daerah Kalimantan Barat yang umumnya mudah tumbuh dimana saja dan juga ada di daerah pemakaman yang ditanam oleh pihak ahli waris. Daun yang dipersipakan diberikan kepada tetua kampung maupun kepada orang yang bisa membuat tulisan di daun menjuang. Adapun ayat yang ditulis berupa ayat Al Quran yang disebut Salamun tujuh (tujuh kesejahteraan). Membuat tulisan di atas daun dapat mempergunakan benda-benda yang keras, seperti dari lidi daun kelapa yang dibuat menyerupai pinsil dengan ujung dilancipkan. Daun menjuang yang sudah ditulis disimpan di atas pintu rumah, di simpan dalam rumah atau di rendam dalam air. Air yang direndam dengan daun menjuang dapat dipergunakan untuk mandi tolak bala atau untuk diminum seluruh keluarga.
Foto 5
Tulisan Di Daun Menjuang
3.6 Jalannya Upacara Menurut Tahapannya
Hari Rabu terahir bulan Safar di saat pagi hari setelah shalat subuh, peserta upacara ritual menuju tempat upacara, masing-masing peserta menuju pada satu tempat yang telah disepakati bersama sebelumnya, seperti pantai atau tempat dimana air mengalir. Air Safar adalah air yang dimasukan daun anjuang dengan tulisan salamun tujuh, air ini dapat digunakan untuk dipakai mandi maupun minum, tidak diatur secara khusus cara mandi dan minum air tersebut, bisa secara puas mandi maupun minun air salamun tujuh.
Khusus keluarga yang datang dari tempat jauh bisa beristirahat terlebih dahulu memakan makan , perbekalan yang dibawa, dimulainya mandi bagi orang tua didahulukan dahulu baru kemudian anak-anaknya, mandi seperti yang dilakukan sesuai tatacara umat Islam, seperti mandi wajib yang membasahi seluruh tubuh, sambil berniat di dalam hati agar apa yang terdapat membawa bencana di dalam kehidupan dapat terhindari dan jauh dari malapetaka.
Upacara ritual yang dilakukan ketika mandi dapat diikuti oleh beberapa orang tidak hanya suku Melayu saja akan tetapi ada suku pendatang dari yang lainnya, suasana pemandian cukup ramai dengan berbagai niat yang dibacakan agar tahun depan mendapatkan keberuntungan selalu di dalam keadaan sehat walafiat . murah rezeki dan cepat mendapatkan jodoh bagi gadis dan pria
Foto 6
Perlengkapan Upacara
3.6.1 Perlengkapan Upacara
a. Air Tolak bala untuk dipakai mandi
b. Air doa selamat untuk dipakai minum
c. Daun menjuang
d. Ketupat lemak, kue-kue tradisional
3.6.2 Pantangan-Pantangan
Pantangan dan larang yang berlaku secara umum dan diketahui oleh masyarakat pendukung kebudayaan upacara ritual mandi Safar, dilarang melakukan aktivitas pekerjaan yang mengandung resiko tinggi, mencari napkah dilaut dan menyakiti binatang yang ada. Pantangan ini dimaksudkan untuk menghindari malapetaka yang datang menimpa warga.
Secara umum pantangan tidak dapat diberlakukan kepada individu, namun kesepakan para anggota masyarakat maupun orang yang dianggap memahami upacara mandi Safar bahwa ada kesepakan, agar semua masyarakat dapat ikut serta, sehingga ada rasa solidaritas kebersamaan dan persaudaraan. Kondisi inilah yang membuat masyarakat ikut serta dan saling tolong-menolong. Tidak hanya masyarakat umum yang ada di kampung-kampung akan tetapi pada masyarakat perkotaan juga turut serta dengan meliburkan diri dari segala kegiatan. Bagi sekolah-sekolah pada hari Rabu terakhir bulan Safar diliburkan, jika tidak diliburkan anak-anak dari suku Melayu umumnya tidak datang kesekolah. Kesepakatan sekolah anak-anak tetap tidak diliburkan akan tetapi acara dibuat bersama dengan pembacaan doa selamat.
Pembacaan Doa selamat diikuti oleh para guru maupun murid dengan membawa masing-masing makanan, seperti makanan ketupat lemak yang dicapur dengan sambal udang, ikan teri , kue-kue dan makanan lainnya. Selesai acara mereka pulang masing-masing kerumah di rumah telah disiapkan oleh kedua orang tua air tolak bala maupun air selamat yang telah dibacakan sebelumnya.
3.7 Makna Ritus Dan Upacara
a. Mandi melambangkan hakekat pensucian diri dan mengambil berkah dari apa yang pernah dirasakan oleh nabi dan rasul
b. Daun Andung di tempatkan di atas arus melambangkan mengalirnya berkah doa dari daun yang ditulis tersebut
c. Daun juang yang ditulis Salamun tujuh melambangkan mengalirnya berkah doa dari daun yang ditulis tersebut
d. Ketupat melambangkan melepaskan bencana yang datang menimpa keluarga.
e. Salamun Tujuh (Tujuh Kesejahteraan) mengandung makna permintaan dan doa, agar
• Kesejahteran bagi seluruh alam
• Kesejahteraan kepada nabi dan rasul yang terhindar dari marabahaya
• Kesejahteraan pada hari-hari yang dianggap naas yaitu (Rabu) sampai terbit matahari besok harinya yaitu hari Kamis.
Rabu, 27 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar